Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam

membangun unsur manusia agar memiliki kualitas baik seperti yang

diharapkan, dan dapat memberikan pengaruh ke berbagai aspek kehidupan

masyarakat. Dan selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah

satunya seperti kematian anak sebelum mencapai usia 5 tahun atau setiap

tahun 12 juta anak di dunia meninggal dunia. Dari seluruh kematian

tersebut, 70% meninggal karena Pneumonia, diare, malaria, campak,

malnutrisi, dan sering merupakan kombinasi dari penyakit atau keadaan

tersebut diatas. Di Indonesia angka kematian Pneumonia pada balita

diperkirakan mencapai 21% (UNICEF, 2006) dalam (IGK Wijaya, 2014)

Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) melaporkan

hampir 6 juta anak balita meninggal dunia, 16% dari jumlah tersebut

disebabkan oleh pneumonia sebagai pembunuh balita nomor 1 di dunia.

Berdasarkan data Badan PBB untuk Anak-Anak United Nations Children's

Fund (UNICEF) pada 2015 terdapat kurang lebih 14% dari 147.000 anak di

bawah usia 5 tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia. Dari statistik

tersebut, dapat diartikan sebanyak 2-3 anak di bawah usia 5 tahun

meninggal karena pneumonia setiap jamnya. Hal tersebut menyebabkan

pneumonia sebagai penyebab kematian bagi anak di bawah usia 5 tahun di

Indonesia.

1
Menurut Kemenkes RI (2014) Pneumonia selalu masuk dalam 10

besar penyakit di Indonesia. Prevalensi balita indonesia yang menderita

pneumoia adalah 38%, dan pneumonia masuk dalam penyebab kematian

balita ke-2 di Indonesia setelah diare. Penyebab dari 16% kematian balita,

yaitu diperkirakan sebanyak 920.136 balita di tahun 2015. Pneumonia

menyerang semua umur di semua wilayah, namun terbanyak adalah di Asia

Selatan dan Afrika sub–Sahara (www.who.int, fact sheet, pneumonia,

updated September 2016). Populasi yang rentan terserang pneumonia

adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun

dan orang yang memiliki masalah kesehatan. Salah satu upaya yang

dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan

penemuan pneumonia pada balita. Tahun 2016 perkiraan kasus pneumonia

secara nasional sebesar 3,55%. (malnutrisi, gangguan imunologi).

(Kemenkes RI, 2016)

Angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun 2016 sebesar

0,11% sedangkan tahun 2015 sebesar 0,16%. Pada tahun 2016 Angka

kematian akibat pneumonia pada kelompok umur 1-4 sedikit lebih tinggi

yaitu sebesar 0,13% dibandingkan pada kelompok bayi yang sebesar 0,06%.

(Kemenkes RI, 2016). Lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia

balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5‰), Aceh (35,6‰),

Bangka Belitung (34,8‰), Sulawesi Barat (34,8‰), dan Kalimantan

Tengah (32,7‰). Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada

kelompok umur 12-23 bulan (21,7‰) (Riskesdas,2013).

2
Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

terhadap penyakit. Anak Balita harus mendapat perlindungan untuk

mencegah terjadinya penyakit yang dapat mengakibatkan pertumbuhan dan

perkembangan menjadi terganggu, atau bahkan dapat menimbulkan

kematian. Salah satu penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi

pada anak usia balita adalah pneumonia (WHO,2010).

Pneumonia umumnya terjadi karena beberapa faktor resiko,

terutama apabila terdapat gizi kurang ditambah dengan keadaan lingkungan

yang tidak sehat (seperti terdapat asap rokok di dalam rumah, dan polusi

udara). Resiko pneumonia lebih tinggi terjadi pada anak-anak karena

meningkatnya kemungkinan infeksi silang, tingginya beban immunologis.

Status gizi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pneumonia.

Status gizi dan infeksi saling berinteraksi, karena infeksi dapat

mengakibatkan status gizi kurang dengan berbagai mekanisme dan

sebaliknya status gizi juga dapat menyebabkan infeksi. Infeksi menghambat

reaksi imunologi yang normal dengan menghabiskan sumber energi di

tubuh Gangguan gizi dan penyakit infeksi sering bekerjasama dan

memberikan akibat yang lebih buruk pada tubuh. Pada malnutrisi dan

infeksi yang kompleks, infeksi dapat mengganggu status gizi yang

menyebabkan gangguan absorbsi (Adriani M dan Wirjatmadi B, 2014).

Menurut kementrian kesehatan RI, tahun 2012 Status gizi adalah

suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat

gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel

3
pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar

kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai, Jika keseimbangan tadi

terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak

dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan

jika berlangsung lama akan timbul masalah yang berat atau gizi buruk.

Di negara berkembang, kesakitan dan kematian pada anak umur 1-4

tahun banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi. Pengaruh keadaan gizi pada

umur itu lebih besar dari pada umur kurang dari 1 tahun. Dengan demikian,

angka kesakitan dan kematian pada periode ini dapat dijadikan informasi

yang berguna mengenai keadaan kurang gizi di masyarakat. Periode umur

ini, sering disebut umur prasekolah. Keadaan prasekolah adalah masa yang

rawan terhadap masalah gizi, penyakit infeksi, dan tekanan emosi atau stres.

Pada umur itu, sering terjadi asupan makan anak yang tidak mencukupi, dan

anak yang lebih sering terkena penyakit infeksi karena praktik pemberian

makanan dan kontak yang lebh luas dengan dunia luar dan stres emosional

yang dihungkan dengan masa penyapihan. (I dewa nyoman supariasa, 2015)

Penyebab langsung timbulnya gizi kurang yaitu makanan anak dan

penyakit infeksi yang mungkin di derita anak. Anak yang mendapat

makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat

berpengruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang

makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubunya pasti lemah dan akhirnya

mempengaruhi status gizinya (Sukirman, 2010). Anak yang mendapat

makanan cukup baik namun sering diserang penyakit infeksi seperti diare

4
atau gejala demam dapat lebih rentan terkena status gizi kurang. Selain itu,

anak yang mendapat asupan makanan yang tidak cukup baik dari segi

kualitas maupun kuantitas akan membuat daya tahan tubuh melemah.

Dalam keadaan demikian akan lebih mudah terserang penyakit infeksi.

Sehinggga dapat disimpulkan bahwa makanan dan penyakit cukup

berpengaruh terhadap status kurang gizi (I dewa nyoman supariasa, 2015).

Menurut hasil penelitian werdani (2015) menyatakan bahwa kejadian

pneumonia yang dilakukan di puskesmas pedan mengalami status gizi buruk

yang terjadi pada balita.

Data balita di DIY berasal dari laporan berbagai sarana pelayanan

kesehatan pemerintah di DIY. Hasilnya menunjukan bahwa jumlah kasus

pneumonia balita ditemukan dan di tangani di DIY tahun 2016 sebesar

42,78%. Mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun

seelumnya. Presentase penemuan penderita terbesar pada kabupaten Kulon

Progo 41,3% dan terendah di kabupaten Bantul sebesar 12,5% secara

keseluruhan, angka penemuan kasus pneumonia di DIY tahun 2016 adalah

42,78%. Angka ini jauh lebih rendah di bandingkan dengan angka nasional

(60%). (Dinas kesehatan DIY, 2016)

Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah dengan kejadian

pneumonia tertinggi dengan kasus sebanyak 41,3% (Dinkes Kulon Progo

2016). Bedasarkan profil Kesehatan Kulon Progo pada tahun 2017 terdapat

kasus pneunomia sebesar 1.310 kasus. Penderita pneunomia di kulon progo

tertinggi berada di wilayah puskesmas Sentolo I sebsar 347 kasus. Selain itu

5
kejadian balita gizi buruk yang tercatat di Dinas Kesehatan Kulon Progo

Tahun 2017, sebanyak 479 balita dan gizi kurang 2.890 balita. Sedangkan

kasus gizi buruk di Puskesmas Sentolo I sebanyak 13 balita dan gizi kurang

68 balita.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraianlatar belakang diatas maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara

status gizi dengan terjadinya Pneumonia pada balita di Puskesas Sentolo I

Kulon Progo ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan status gizi dengan terjadinya Pneumonia pada

balita di Puskesmas Sentolo I Kulon Progo

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui status gizi pada balita di Puskesmas Sentolo I Kulon

Progo

b. Mengetahui kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas Sentolo

I Kulon Progo

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

6
1. Manfaat teoritis

Memperkuat dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan

tentang adanya hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia pada

balita.

2. Manfaat praktik

a. Bagi puskesmas

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi

puskesmas agar lebih memperhatikan kesehatan masyarakat dan

semakin giat memberikan pendidikan kesehatan kepada para warga

tentang status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita dan

pelayanan seoptimal mungkin di wilayah kerjanya dalam rangka

peningkatan profesionalisme kerja dan pengabdian kepada

masyarakat.

b. Bagi peneliti

Untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari

perkuliahan dan pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian,

menambah wawasan dan mengembangakan ilmu pengetahuan.

c. Bagi peneliti lain

7
Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya untuk melukan

penelitian lebih lanjut mengenai status gizi dengan kejadian

pneumonia pada balita.

d. Bagi ibu yang memiliki balita

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan ibu, dapat

melakukan deteksi secara dini serta mampu melakukan pencegahan

awal tentang pneumonia.

E. Keaslian Penelitian

1. Kurratun, 2015, dengan judul “Hubungan Status Gizi dan Vitamin A

Dengan Kejaian Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Piyungan

Bantul”. Desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan

retrospektif (case control). Populasi penelitian adalah balita yang

berobat di Puskesmas Piyungan Bantul tahun 2014. Total sampel

sebanyak 190 yaitu 95 kasus pneumonia dan 95 kontrol (anak balita

sehat). Pengambilan sampel menggunakan metode Simple random

sampling. responden yang status gizi kurang dan mengalami pneumonia

persentase lebih besar yaitu sebesar 63,2% dibandingkan responden

yang status gizi kurang dan tidak mengalami pneumonia yaitu 32,6%.

Responden yang status gizi baik dan mengalami pneumonia mempunyai

persentase lebih kecil yaitu 36,8% dibandingkan responden yang status

gizi baik dan tidak mengalami pneumonia yaitu sebesar 67,4%.

responden yang pemberian vitamin A tidak lengkap mempunyai

8
persentase terjadi pneumonia lebih kecil yaitu 34.7%, dibandingkan

responden yang tidak terjadi pneumonia yaitu 41,1.0%. responden yang

pemberian vitamin A lengkap mempunyai persentase terjadi pneumonia

lebih besar yaitu 65,3%, dibandingkan yang tidak pneumonia yaitu

59,9%. Hasil penelitian bahwa ada hubungan status gizi dengan kejadian

pneumonia pada balita di Puskesmas Piyungan Bantul dengan nilai

signifikan (p 0,000 < 0,05; OR 3,539). Tidak ada hubungan Vitamin A

dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Piyungan Bantul

dengan nilai signifikan (p 0,060 > 0,05; OR 0,764 ). Persamaan dalam

penelitian ini adalah pada jenis penelitian kuantitatif dengan desain

observasi analitik dengan pendekatan retrospektif (case control), subyek

penderita adalah ibu balita dengan pneumonia, sedangkan perbedaanya

pada variabel bebas peneliti menggunakan status gizi sedangkan peneliti

sebelumnya menggunakan status gizi dan vitamin A, juga jumlah

populasi dan tempat penelitian.

2. Ariana, 2015, dengan judul “Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian

Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pedan Klaten”.

Jenis penelitiannya adalah analisis observasional dengan rancangan

studi kasus kontrol. Populasi kasus dalam penelitian ini adalah 67 balita

yang menderita pneumonia pada bulan Maret-Mei 2015, sedangkan

populasi kontrol balita yang tidak menderita pneumonia dan tinggal di

dekat responden kasus. Pemilihan sampel pada kelompok kasus adalah

40 balita dan kelompok kontrol adalah 40 balita yang dipilih dengan

9
menggunakan Sampel Random Sampling. Sedangkan teknik uji statistik

menggunakan uji Chi Square. Berdasarkan temuan pada kelompok

kasus diperoleh balita yang menderita pneumonia dengan status gizi

kurang 24 orang (60%) dan pada kelompok kontrol yang mengalami

status gizi kurang 14 (35%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

hubungan status gizi dan kejadian pneumonia pada balita di wilayah

Puskesmas Pedan Klaten (p = 0,025; OR = 2,786; 95% CI = 1,125

sampai 6,899). Persamaan dalam penelitian ini adalah pada jenis

penelitian kuantitatif dengan desain observasi analitik dengan

pendekatan retrospektif (case control), subyek penderita adalah ibu

balita dengan pneumonia, sedangkan perbedaanya pada jumlah populasi

dan tempat penelitian.

3. Defi, 2013, dengan judul “Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian

Pneumonia Pada Balita Usia 1-5 Tahun Di Puskesmas Candi Lama

Kecamatan Candisari Kota Semarang. Desain pada penelitian ini adalah

survey analitik dengan pendekatan retrospektif (case control). Populasi

dalam penelitian ini adalah balita usia 1-5 tahun yang diperiksa di

Puskesmas Candi Lama pada bulan Agustus – Oktober 2013 sebanyak

300 balita dan sampel yang diambil menggunakan perbandingan 1:1

dimana case yaitu 13 balita dengan kejadian pneumonia dan control

yaitu 13 balita yang tidak mengalami pneumonia. Pada kelompok kasus

sebanyak 7 responden (53,9%) ibu mempunyai balita dengan status gizi

kurang. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 11 responden

10
(84,6%) ibu mempunyai balita dengan status gizi baik. Hasil analisis

bivariat sebesar 10,471 dengan p value sebesar 0,005 (p = 0,005 < 0,05),

maka ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian

pneumonia pada balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Candi Lama

Kecamatan Candisari Kota Semarang.Persamaan dalam penelitian ini

adalah pada jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan retrospektif

(case control), subyek penderita adalah ibu balita dengan pneumonia,

sedangkan perbedaanya pada jumlah populasi, waktu dan tempat

penelitian.

11

Anda mungkin juga menyukai