Anda di halaman 1dari 53

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DENGAN SIKAP

BERPACARAN DI SMA N 1 SEMIN GUNUNG KIDUL TAHUN 2017

Proposal Karya Tulis Ilmiah


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Riset

Disusun Oleh :

KELOMPOK II

WILHELMINA RENJAAN (141100256)


EKA WULANSARI (1411002
MARIA REGINA BRIA (1411002
SAHIBUL ANSHARI (14110032
RAFIK AMHMUD (1411002

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan

hidayah-Nya penyusunan proposal ini dapat diselesaikan dengan baik. Proposal disusun sebagai

syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Riset.

Penulis menyadari dalam penyusunan ini tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada

pihak-pihak yang memberi kritik, saran, serta masukan yang membangun. Oleh sebab itu penulis

ingin menyampaikan rasa terima kasih dengan kesungguhan hati kepada :

1. Ibu Rika Monika selaku dosen mata kuliah riset yang telah memberikan masukan.

2. Ibu Sri Handayani selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan

masukan.

3. Kepada kedua orang tua yang telah rel mengorbankan segenap waktunya demi

terselesaikan studi penulis.

4. Seluruh mahasiswa keperawatan semester 7 angkatan 2014.

Penulis menyadari sungguh bahwa dalam penulisan proposal ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.

Semoga proposal ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi segenap pembaca.

Yogyakarta, November 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Keaslian penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Teori
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Seks bebas
4. Berpacaran
B. Kerangka teori
C. Kerangka konsep
D. Hipotesis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
B. Subjek Penelitian
C. Variabel Penelitian
D. Defenisi Operasional
E. Lokasi dan waktu Penelitian
F. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
G. Instrument penelitian
H. Validitas dan Reliabilitas
I. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
J. Rencana dan Jalannya Penelitian
K. Etika Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa

remaja yaitu antara umur 10 dan 19 tahun. Para ahli sering menyebut masa ini dengan

masa ini dengan masa pubertas (Tarwoto, 2010 : 1). Masa remaja merupakan proses awal

menuju kedewasan yang ditandai dengan masa pubertas, diawali dengan perubahan-

perubahan biologis yaitu menerache pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki,

diiringi dengan perubahan hormon yang mengakibatkan perubahan fisiologis, perubahan

seksual, dan perubahan emosional (Kathryn, David, 2011 : 56 ).

Ketika memasuki masa remaja, kebanyakan remaja mulai memiliki perasaan cinta

dan dorongan seksual. Perasaan-perasaan tersebut dapat berkembang hingga munculnya

dorongan dan pemikiran untuk mewujudkan dalam tindakan nyata. Untuk mewujudkan

dorongan tersebut salah satunya adalah berpacaran. Pada awalnya pacaran merupakan

salah satu cara yang digunakan untuk memenuhi rasa ingin tahu remaja tentang seks.

Seiring dengan berkembangnya jaman, pacaran adalah sebagai salah satu ajang remaja

untuk bergsul dan mgengenal tentang seks dengan cara mereka sendiri. Pacaran telah

memberikan keleluasan pada remaja untuk mengekspresikan cinta secara salah, hamper

semua remaja melakukan akfititas pacaran dengan menghabiskan waktu untuk bersama

pacarnya, kebanyakan waktu yang terpakai adalah dengan aktivitas seksual. Seks bebas

inilah yang menjadikan mereka seperti kehilangan arah dan kendali terhadap dorongan

seksual sehingga menyimpang dari norma-norma dalam masyarakat (Irianto, 2014 : 63).

Berdasarkan sebuah study National Survei of Family Growth di Amerika Serikat

umur 15-19 tahun dan belum menikah telah mealakukan hubungan seksual setidaknya

4
sekali. Remaja berumur 18-19 tahun telah melakukan hubungan seksual sekitar dua kali

lipat dibandingkan dengan remaja berumur 15-17 tahun, dari 60% wanita yang berumur

15-17 tahun sekitar 29% pernah melakukan hubungan seksual (Ruddabby , 2010 : 4).

Pergaulan seks bebas dikalangan remaja Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.

Berdasarkan beberapa data, diantaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) tahun 2010 menyatakan sebanyak 32% remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-

kota besar pernah berhbungan seks. Hasil survey lain KPAI menyatakan, satu dari empat

remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7% remaja

kehilngan keperawanan saat masih duduk dibangku SMP.

Badan Kependudukan dan keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat hasil

survey pada tahun 2010 menunjukan 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks

pra nikah juga dilakukan beberapa remaja, misalnya didaerah Surabaya tercatat 54% dan

di Bandung 36%. Dan di Yogyakarta 1.160 remaja mengalami dampak dari melakukan

hubungan seks bebas yaitu kehamilan sebelum menikah, penyakit menular seksual

(PMS), aborsi, dan lain-lain (BKKBN, 2010 : 34).

Menurut (World Health Organization) WHO, 2011 memperkirakan ada 20 juta

kejadian aborsi tidak aman didunia, 9,5% (19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman)

diantaranya terjadi dinegara berkembang. Seitar 13% dari total perempuan yang

melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Resiko kematian akibat aborsi

yang tidak aman di wilayah Asia diperkirakan 1 berbanding 3700. Di wilayah Asia

Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar

750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 diantaranya berakhir dengan

kematian.

5
Menurut penelitian yang dilakukan Yekti Utami dan tim dari Komite Nasional

Pemuda Indonesia (KNPI) Bantul, setiap tahun jumlah pernikahan dini jumlahnya

mencapai ratusan, pernikahan dini terjadi karena kehamilan yang tidak diinginkan. Data

yang ada di Kantor Kementrian Agama (Kemenag) kabupaten Bantul menyebutkan,

tahun 2011 terdapat 14 ,5% kasus pernikahan di bawah umur, tahun 2012 terdapat 11%,

kasus, tahun 2013 meningkat kembali menjadi 12,3% kasus. Dari jumlah tersebut, 90%

diantaranya adalah pasangan usia dini yang mengalami kasus hamil sebelum menikah

(Suara P, 2014 : 3).

Sejak menimgkatnya jumlah remaja yang melakukan seks bebas Departemen

Kesehatan Republik Indonesia membentuk Komisi Kesehatan Reproduksi Nasional, yang

didalamanya terdapat Kelompok Kerja Reproduksi Remaja. Kelompok kerja itu terdiri

atas beberapa program dan sector terkait serta organisasi profesi. Tujuan Kesehatan

Reproduksi (KRR) di Indonesia. Hal itu dilakukan karena tingkat pengetahuan remaja di

Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Fakta menunjukan bahwa sebagian

besar remaja tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan,

seperti remaja hamil diluar nikah, aborsi, penyakit kelamin dan lain-lain. Karena

kurangnya pengetahuan remaja tentang seksualitas.

Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 10 November 2015

di SMA N 1 Semin Gunung Kidul dari hasil wawancara 10 siswa didapatkan 5 (50%)

siswa berpacaran sampai berpegangan tangan, ciuman bibir, memeluk, mencium pipi

lawan jenis.

6
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Seks Bebas dengan Sikap Berpacaran

di SMA N 1 Semin Gunung Kidul 2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil suatu

rumusan masalah penelitian yaitu : “Apakah ada hubungan antara pengetahuan remaja

tentang seks bebas dengan sikap berpacaran di SMA N 1 Semin Gunung Kidul 2017?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan remaja tentang seks bebas dengan sikap

berpacaran di SMK N 1 Semin Gunung Kidul.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengetahuan remaja tentang seks bebas di SMA N 1 Semin

Gunung Kidul.

b. Mengetahui sikap berpacaran pada remaja di SMA N 1 Semin Gunung Kidul.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai pengetahuan, penelitian, perkembangan ilmu keperawatan tentang

Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Seks Bebas dengan Sikap

Berpacaran SMA N 1 Semin Gunung Kidul.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneilti

7
Manfaat bagi penulis yaitu dapat mengembangkan wawasan peneliti dan

pengalaman berharga dalam melatih kemampuan peneliti dalam melakukan

penelitian yang berkaitan dengan hubungan pengetahuan remaja tentang seks

bebas dengan sikap berpacaran.

b. Bagi pengelolah sekolah

Diharapkan dapat bermanfaat bagi pengelolah sekolah terkait untuk perbaikan

perencanaan program kesehatan reproduksi dan juga untuk memberikan

pengetahuan tentang seks bebas pada remaja.

c. Bagi remaja di SMA

Hasil penelitian ini diharapkandapat memberikan wawasan pengetahuan remaja

tentang seks bebas dengan sikap berpacaran.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi apabila akan

mengadakan penelitian dengan tema yang serupa agar hasilnya semakin

berkualitas.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai “Hubungan pengetahuan remaja tentang seks bebas dengan

sikap berpacaran di SMA N 1 Semin Gunung Kidul” sepengetahuan penulis belum ada

yang meneliti. Namun, penelitian sebelumnya yang hamper serupa pernah dilakukan

oleh beberapa peneliti lain diantaranya adalah :

1. Widiastuti, (2011) dengan judul “sikap remaja putri tentang seks pranikah di SMA Piri

Yogyakarta”. Metodelogi yang digunakan adalah diskriptif analisa data yang digunakan

adalah kendal tau. Hasil yang diperoleh bahwa sikap mempengaruhi remaja putri tentang

8
seks sangat signifikan. Perbedaan antara penilitian ini adalah tempat penelitian yang

digunakan SMA Piri Yogyakarta, sedangkan tempat penelitian saat ini adalah SMA N 1

Semin Gunung Kidul. Penelitian ini meggunakan satu variabel, sedangkan penelitian saat

ini adalah dua variabel. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian saat ini adalah

instrument penelitian dengan menggunakan kuesioner.

2. Herwulan, (2010) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswi-Siswi

Kelas IX Dengan Perilaku Berpacaran”. Metodelogi yang digunakan deskriptif korelasi

dengan croos secsional dan teknik yang digunakan propotional random sampling.

Perbedaan antara penelitian ini yaitu penelitian ini menghubungkan pengetahuan dengan

perilaku sedangkan penelitian saat ini menghubungkan pengetahuan dengan sikap.

Kemudian perbedaan yang lain penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Semin Gunung

Kidul. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian saat ini adalah metodologi yang

digunakan yaitu dengan croos sectional dengan instrumen penelitian menggunakan

kuesioner.

3. Prihastuti, (2013) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Pacaran Sehat

dengan Perilaku Seks Bebas Pada Remaja di SMA Teuku Umar Semarang”. Hasil dari

penelitian tingkat pengetahuan didapatkan yang termaksud dalam kategori baik sebanyak

23 (44,2%) responden, dan perilaku seksual yang termaksud kategori positif sebanyak 30

(57,7%) responden. Jadi, dengan demikian ada hubungan tingkat pengetahuan tentang

pacaran sehat dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa SMA Teuku Umar

Semarang. Dengan nilai value 0,000 dimana p value lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05).

Persamaan penelitian saat ini adalah jenis penelitian survey analitik dengan pendekatan

croos sectional. Perbedaan dari penelitian saat ini adalah tujuan penelitian ini untuk

9
mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang pacaran denga perilaku seks

bebas dengan sikap berpacaran pada remaja di SMA N 1 Semin Gunung Kidul.

4. Fadhilah, (2013) dengan judul “Hubungan Peranan Keluarga Dengan Perilaku Seksual

Mahasiswa-Mahasiswi Stikes Yogyakarta”. Hasil penelitian peranan keluarga dari

mahaiswa sebagian besar dalam kategori cukup (56,3%) dan sebagian besar mahasiswa

mempunyai perilaku seksual yang baik (62,5%). Peranan orang tua mempunyai hubungan

yang signifikan dengan perilaku seksual pada mahasiwa-mahasiswi Stikes Yogyakarta

denga nilai korelasi kendall-tau sebesar 0,621 sig. (p) = 0,000.persamaan dari penelitian

ini dengan penelitian saat ini adalah jenis penelitian ini survey analitik dengan dengan

pendekatan croos sectional. Sampel penelitian dengan teknik porposive sampling.

Instrument penelitian menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan korelasi

kendall-tau. Perbedaan dari penelitian saat ini adalah untuk penelitian saat ini

menghubungkan pengetahuan dengan sikap sedangkan penelitian saat ini

menghubungkan peranan dengan perilaku, kemudian tempat penelitian saat ini dilakukan

di SMA N 1 Semin Gunung Kidul sedangkan penelitian ini di Stikes Yogyakarta.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan pustaka

1. Pengetahuan (knowledge)

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari

mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan

seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku

yang didasari pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

pengetahuan (maulana, H.D.J, 2009 : 23 )

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses

pembelajaran. Proses pembelajaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dari

dalam, seperti motivasi dan faktor di luar berupa sarana informasi yang tersedia,

serta keadaan social budaya. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan

prediktif terhadap sesuatau sebagai hasil pengenalan atau suatu pola. Menurut

pendekatan konstruktivistrik, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan

yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap

objek, pengalaman, maupun lingkungan. Pengetahuan adalah sebagai suatu

pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami

11
reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru (Budiman dan Riyanto,

A, 2014 : 3 )

b. Faktor-faktor pengetahuan

Menurut budiman dan Riyanto, A, (2013 : 4 ) mengungkapkan ada faktor

yang mempengaruhi pengetahuan yaitu sebagai berikut :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan didalam dan diluar sekolah, berlangsung seumur hidup.

Pendidikan adalah sebuah proses mengubah sikap dan tingkah laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan menuia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan. Pengetahuan sangat erat kaitannya

dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan

tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun,

perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak

berarti mutlak berpengetahuan rendah.

2) Informasi

Informasi adalah “ that of which one apprised or told: intelligence

news” (oxford English dictionary). Informasi bisa disebut juga sesuatu

yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi

sebagai transfer pengetahuan. Selain sebagai transfer pengetahuan,

informasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk

mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,

12
mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan

tertentu. Adanya perbedaan definisi informasi pada pada hakikatnya

dkarenakan sifatnya yang tidak dapat diuraikan (intaingibel). Sedangkan

informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang

diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar kita, serta

diteruskan melalui informasi. Informasi mencakup data, teks, gambar,

suara, kode, program komputer, dan basis data. Informasi yang dipilih

baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan

pengaruh jangka pendek ( immediate impact) sehingga menghasilkan

perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi

akan menyediakan bermacam-macam media masa yang dpat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai

sarana komunikasi, berbagai bentuk media masa seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian

informasi sebagai tugas pokoknya, media masa juga membawa pesan-

pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

Adapun informasi baru mengenai suatu hal memberika landasan kognitif

bari bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3) Sosial, budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian,

13
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukannya. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu

sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yanf ada di sekitar individu

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada

dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal

balik ataupun, yang akan direspon sebagai pengetahuan dalam setiap

individu.

5) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan

memberikan pengetahuan dan keterampilan professional, serta dapat

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan

manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etika yang

bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

14
6) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap

dan pola pikirannya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin

membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam

masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan

persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua.

Selain tua, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak

waktu untuk membaca, kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan

kemampuan verbal dilakukan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.

c. Tingkat pengetahuan

Menurut maulana, H.D.J (2009 : 26 ) pengetahuan mempunyai enam

tingkatan yaitu :

1. Tahu ( know)

Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dpelajari atau

rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang itu tahu adalah orang tersebut dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan.

2. Memahami (cpmprehension)

Memahami berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

15
tersebut secara benar. Orang yang paham harus dapat menjelaskan,

menyebut contoh, menyimpulkan dan meramalkan.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi berarti kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari

pada institusi dalam situasi dan kondisi yang sebenanry. Aplikasi ini

dapat diartikan sebagai penggunaan hokum-hukum, rumus, metode,

dan prinsip dalam konteks atau situasi nyata.

4. Analisi (analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau obyek kedalam

bagian-bagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam struktur oerganisasi

da nada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat

dengan penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan,

membuat bagan, membedakan, memisahkan dan mengelompokan.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan meletakan atau menghubungkan

bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

kemampuan menyusun formulasi, merencanakan, dapat meringkas dan

dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evalution)

Evaluasi merupakan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau obyek. Evaluasi dilkukan denganm

menggunkan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

d. Pengukuran tingkat pengetahuan

16
Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau responden. Dalam

mengukur pengeetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut

tahapan pengetahuan. (Budiman dan Riyanto, A, 2014 : 8)

Arikunto (2010: 47) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi

tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai presentase yaitu sebagai berikut :

1. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya 76%-100%.

2. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56%-75%.

3. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya kurang dari 55%.

2. Sikap

a. Pengertian sikap

Menurut Koentjaraningrat (1983, disitasi oleh Maulana, H.D.J, 2009 : 37) sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau

obyek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap

merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam individu untuk berkelakuan

dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu obyek akibat pendirian dan perasaan

terhadap obyek tersebut.

Sikap yang ada dalam seseorang memerlukan repons dan stimulus. Misalnya

sikap yang behubungan dengan kepuasan pelayanan kesehatan, sesorang akan

merasa puas jika pelayanan kesehatan yang diterima brkualitas. Kepuasan

merupakan respon dari stimulus yang diterima yaitu pelayanan kesehatan. Output

sikap pada seseorang dapat berbeda jika suka maka seseorang akan mendekat,

17
mecari tahu dan bergabung, sebaliknya jika tidak suka seseorang akan

menghindar atau menjauhi (Budiman dan Riyanto, A, 2013 : 14)

b. Komponen sikap

Menurut Breackler (2003, disitasi oleh Budiman dan Riyanto, A, 2013 : 14),

menyebutkan bahwa komponen utama sikap diantaranya, kesadaran perasaan dan

perilaku. Sedangkan menurut Azwar (2010 : 43) memiliki 3 komponen yang

membentuk struktus sikap, yaitu :

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif disebut juga komponen perceptual, yang berisi

kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap obyek

sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, fikiran

pengalaman pribadi, kebutuhan emosioanal dan informasi dari orang lain.

Sebagai contoh seseorang tahu kesehatan itu sangat berharga jika menyadari

sakit dan terasa nikmatnya sehat.

2. Komponen afektif

Komponen afektif atau komponen emosional, komponen ini menunjukan

dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik bersifat

positif maupun negatif. Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apayang

kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap sikap tersebut.

3. Komponen konatif

Komponen konatif atau komponen perilaku, komponen ini merupakan

predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap yang

dihadapinya.

18
c. Factor-faktor yang mempengaruhi sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2010 : 35), menyatakan ada factor-faktor yang

mempengaruhi sikap :

1. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan

factor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Pada umumunya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis

atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini

antara lain dimovtivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh budaya

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita

tehadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakatnya karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman

individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media masa

Dalam pemberitaan surat khbar maupun radio, televise, hp, internet, dan

media lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap

sikap konsumennya.

19
5. Pendidikan dan Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan system kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada

giliirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Pengaruh factor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi

yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

d. Tahapan sikap

Menurut Budiman dan Riyanto,A (2013 : 15) menyebutkan bahwa ada tahapan

dalam domain sikap yaitu sebagai berikut :

1). Menerima

Tahap sikap menerima adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan

atau stimulus dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi,

gejala, dan lain-lain. Pada tahap ini, seseorang dibina agar mereka bersedia

menerima nilai-nilai yang diajarkan tersebut atau mengidentifikasikan diri dengan

nilai tersebut.

2). Menanggapi

Tahap sikap menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk

mengikutsertakan didirnya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat

reaksi terhadapnya. Tahap ini lebih tinggi dari pada tahap menerima.

3). Menilai

20
Tahap sikap menilai adalag memberikan nilai atau memberikan penghargaan

terhadap suatu kegiatan atau obyek sehingga apabila kegiatan tersebut tidak

dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian. Dalam kaitannya dengan

perilaku, seseorang tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan,tetapi mereka

telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomenanya yaitu baik atau

buruk.

4). Mengelolah

Tahap sikap mengelolah adalah mempertemukan perbedaan nilai sehingga

terbentuknya niali baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.

Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam

suatu organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu niali dengan nilai lainnya,

serta pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5). Menghayati

Tahap sikap menghayati adalah keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki

seseorang yang memengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku. Proes internalisasi nilai

telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai tersebut telah tertanam

secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Jadi pada tahap ini,

peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk

suatu waktu yang lama sehingga membentuk karakteristik pada hidup tingkah lakunya

menetap konsisten dan dapat diamalkan.

e. Ciri-ciri sikap

Adapun ciri-ciri sikap menurut wawan dan dewi, ( 2010 : 34 ), yaitu:

21
1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan hidup

2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat

berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek.

4) Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan

kumpulan suatu hal.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.

6) Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

e. Pengukuran sikap

Sikap dapat diukur dengan menggunakan wawancara dan angket ( Azwar, 2010 :

26 ). Berdasarkan kategori sikap dapat digolongkan menjadi sikap positif harus

diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi dari pada jawaban yang diberikan oleh

responden yang mempunyai sikap negatif. Setiap pernyataan sikap yang

favourabel atau pernyataan yang tak-favourabel.

Pengukuran sikap afektif tidak dapat diukur seperti halnya sikap kognitif, karena

dalam sikap afektif kemampuan yang diukur adalah: menerima (memperhatikan),

merespon, menghargai, mengorganisasi, dan menghayati. Skala yang digunakan

untuk mengukur sikap afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek

diantaranya menggunakan skala sikap. Hasil pengukurannya berupa kategori

sikap, yakni mendukung (positif) menolak (negative). Sikap pada hakikatnya

adalah kecendrungan berperilaku pada seseorang. Skala sikap dinyatakan dalam

22
bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan tersebut

didukung atau ditolak melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan

yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan

pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala

likert. Dalam skala likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan

positif maupun pernyataan negative, jika pernyataan positif dinilai oleh subjek

dengan sangat setuju (SS) diberi skor 5, setuju (S) skor 4, kurang setuju (KS) skor

3, tidak setuju (TS) skor 2, sangat tidak setuju (STS) skor 1, jika pernyataan

negative sngat setuju (SS) skor 1, setuju (S) skor 2, kurang setuju (KS) skor 3,

tidak setuju (TS) skor 4, sangat tidak setuju (STS) skor 5 (Budiman dan Riyanto,

A, 2014 : 16 )

3. Seks bebas

a. Pengertian seks bebas

Istilah seks mempunyai arti yang lebih luas dari istilah koitus dalam arti kata yang

sempit bersatunya tubuh antar wanita dengan pria. Seksualitas, reaksi dan tingkah laku

seksual didasari dan dikuasai oleh nilai –nilai kehidupan manusia yang lebih tinggi.

Seksualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana

daya tarik rohaniah dan badan ( psikofisik ) menjadi dasar kehidupan bersama antar dua

insan manusia. Dengan demikian dalam hubungan seksual tidak hanya alat kelamin dan

daerah (erogen) mudah terangsang yang ikut berperan tetapi juga psikologis dan emosi (

irianto, 2014 : 38 )

Menurut soetjiningsih (2010 : 135 ) seks pranikah remaja adalah segala tingkah laku

remaja yang didorong oleh hasrat untuk melakukan hubungan seksual baik dengan lawan

23
jenis ataupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi suami istri

atau diluar pernikahan.

b. Pengertian perilaku seks bebas

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, bai

dengan lawan jenis maupun sesame jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka

ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu. Objek

seksual dapat berupa orang baik lawan jenis maupun sejenis. Sebagian tingkah laku ini

memang tidak mempunyai dampak, terutama bila tidak menimbulkan berakibat fisik bagi

yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual yang

dilakukan sebelum waktunya justru dapat memiliki dampak psikologis serius, seperti rasa

bersalah, depresi, dan marah. ( Tartowo, 2010 : 86 )

c. Faktor penyebab masalah seksualitas pada remaja.

1) Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido

seksualitas ) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran

dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.

2) Penundaan usia perkawinan, penyaluran hasrat seksual tidak dapat segera

dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum karena

adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah

( sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun norma sosial

yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk

perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lainnya).

3) Penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media masa yang dengan

adanya teknologi canggih yaitu diantaranya VCD, telepon genggam, internet dan

24
lain-lain menjadi tidak terbendung lagi. Yang dalam periode remaja ingin tahu

dan ingin mencoba, aan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media

masa, khususnya dia belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari

orang tuanya.

4) Peran orang tua, baik karena ketidaktahuannya ataupun karena sikap yang masih

mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka, malah

cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksualitas

5) Pergaulan yang semakin bebas, tidak dapat diingkari pergaulan bebas antara

wanita dan pria semakin meningkatkan dalam masyaraka (Sarwono, 2013 : 187).

d. Faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah

1. Adanya dorongan biologis

Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting

alamiah dari berfungsinya organ reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat

meningkatkan karena pengaruh dari luar, misalnya dengan membaca buku atau

melihat film yang menampilkan gambar-gambar yang membangkitkan erotisme.

Di era teknologi informasi yang tinggi sekarang ini, remaja sangat mudah

mengakses gambar-gambar tersebut melalui telepon genggam dan akan selalu

dibawa dalam setiap langkah remaja.

2. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis

Kemampuan mengendalikan dorongan biologis diperngaruhi oleh nilai-nilai

moral dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan

melakukan seks pranikah, karena mengingat ini merupakan dosa besar yang harus

dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun, keimanan

25
ini dapat sirna tanpa bersisa bila remaja dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya

psikotropika. Obat ini akan mempengaruhi pikiran remaja sehingga pelanggaran

terhadap nilai-nilai agama dan moral dinikmati tanpa rasa bersalah.

3. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang

kesehatatan reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat

tempat remaja tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan

reproduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi tabu

dibicarakan dengan anak remaja. Sehingga saluran informasi yang benar

tentang kesehatan reproduksi menjadi berkurang.

4. Adanya kesempatan melakukan hubngan seksual pranikah

Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat penting untuk

dipertimbangkan, karena bila tidak ada kesempatan baik ruang maupun waktu,

maka hubungan seks pranikah tidak akan terjadi (Tarwoto, 2010 : 56).

e. Bentuk perilaku seks

Bentuk-bentuk perilaku seksual ini bermacam-macam, mulai dari perasaan

tertarik dengan lawan jenis sampai berlanjut pada tingkah laku berkencan,

bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual berupa orang lain, orang dalam

khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku itu tidak berdampak apa-apa

pada dirinya, terutama jika tidak ada akibat fisik yang ditimbulkannya, tetapi pada

kenyataannya, sebagian perilaku seksual yang lain dimana dapat dilakukan

melalui berbagai cara. Perilaku seks dapat diwujudkan dalam bentuk KNPI

26
(kissing, necking, petting dan intercourse), yaitu sebagai berikut (Sarwono, 2013 :

69) :

1. Kissing

Kissing adalah ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan

seksual., seperti dibibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif

yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Bentuk kissing ini meliputi

ciuman kening, ciuman pipi dan ciuman bibir.

2. Necking

Necking merupakan rangsangan disekitar leher kebawah. Necking ini dapat

berupa ciuman disekitar leher serta pelukan secara mendalam untuk

menimbulkan rangsangan.

3. Petting

Perilaku menggesek-gesekan begian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan

organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini

termaksud merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termaksud lengan,

dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik didalam

atau diluar pakaian. Perilaku patting ini juga ditunjukan dengan perilaku oral

seks yaitu melakukan rangsangan dengan mulut pada organ seks pasangannya.

Jika melakukan oral seks itu laki-laki, sebutannya adalah cunnilingus, jika

yang melakukan oral seks tersebut perempuan, sebutannya adalah fellatio.

4. Intercourse

Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan

wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk kedalam vagina

27
untuk mendapatkan kepuasan seksual. Intercourse juga bisa dalam anal seks

yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan memasukan penis kedalam

anus atau anal.

f. Dampak dari perilaku seks pranikah.

Perilaku seks pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja,

diantaranya sebagai berikut :

1. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya

perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

2. Dampak fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat

menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

3. Dampak social

Dampak sosial yang ditimbulkan akubat perilaku seksual yang dilakukan

sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan

yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari

masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2011 :

43).

g. Cara mencegah perilaku seks pranikah menurut (Tarwono, 2010 : 59)

1. Mengurangi besarnya dorongan biologis

Mengurangi dorongan biologis ini dapat dilakukan dengan menghindari membaca

buku atau melihat film yang menampilkan gambar yang merangsang nafsu birahi,

28
membiasakan mengenakan pakaian yang sopan, membuat kelompok-kelompok

kegiatan yang positif.

2. Meningkatkan kemampuan dorongan biologis

Pengendalian ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan agama dan budi pekerti,

penerapan hukum-hukum agama dalam kehidupan sehari-hari, menghindari penggunaan

narkoba, menjadikan orang tua dan guru sebagai model dalam kehidupan sehari-hari.

3. Membuka informasi kesehatan reproduksi bagi remaja

Pendidikan kesehatan reproduksi jangan dilihat secara sempit sebagai sekedar

hubungan seksual saja. Ini dilaksanakan pada remaja, bahkan bisa dilakukan lebih dini.

4. Menghilangkan kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah

Perlu terciptanya lingkungan yang kondusif bagi temaja agar tidak melakukan

hubungan seksual pranikah yang dapat dilakukan dengan cara perhatian orang tua yang

lebih seksama, tifak hanya fasilitas dari orang tua yang berlebuhan, serta pengawasan

dari pemerintah melalui pihak yang berwenang misalnya ditempat-tempat wisata.

4. Berpacaran

a. Pengertian berpacaran

Menurut kamus besar bahasa indonesia pacar adalah kekasih atau teman

lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih.

Berpacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasiham dengan sang pacar.

Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut adalah berjanji untuk

saling bertemu disuatu tempatdengan waktu yang telah ditetapkan

bersama.

29
(Menurut degenova dan Rice, 2007 : 16) pacaran adalah menjalankan

suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian

aktivitas bersama agar dapat mengenal sutu sama lain.

Ada 2 aspek yang mempengaruhi ketertarikan antar remaja yang

berpacaran yaitu :

1. Intimasi

Intimasi adalah hubungan akrab, intim, menyatu, saling percaya, dan

saling menerima antar individu yang satu dengan individu yang lain.

2. Passion

Passion adalah terjadinya antar individu tersebut, lebih dikarenakan

oleh unsur-unsur biologis seperti ketertarikan fisik atau dorongan

seksual (Dariyo, 2007 : 43).

b. Gaya Pacaran

Menurut Iwan (2010 : 23) gaya pacran dibedakan menjadi dua yaitu:

Pacaran yang sehat adalah pacaran yang baik yang tidak melanggar

norma-norma yang ada didalam masyarakat serta dapat dipengaruhi oleh 4

faktor antara lain sehat secara fisik, sehat secara psikis, sehat secara sosial,

da sehat secara seksual.

1. Gaya pacaran sehat

a. Sehat secara fisik

Pasangan yang memiliki rasa sayang yang berlebihan terhadap

kekasihnya justru dapat memicu hubungan tersebut menjadi tidak

30
sehat. Karena terlalu sayang, terkadang sesorang bisa terlalu

mudah cemburu terhadap pasangannya. Misalnya, apabila

pasangan memiliki hubungan dengan teman lawan jenis lain, hal

ini dapat membuatnya cemburu dan bisa saja terjadi suatu

kekerasan terhadap pasangannya. Gaya pacaran Seperti ini sudah

tidak sehat karena telah menyakiti fisik pasangannya.

b. Sehat secara psikis

Setiap hubungan tentu harus disepakati oleh kedua belah pihak

tanpa adanya unsur pemaksaan kehendak satu sama lain

sehingga dalam hubungan tersebut seseorang benar-benar bisa

mendapatkan kenyamanan dan dapat membangun komitmen

dengan baik, jangan sampai ada rasa keterpaksaan dala

membangun hubungan, misalnya karena ada kasihan, rasa tidak

tega dan lain-lain.

c. Pacaran sehat secara social

Sikap-sikap yang dilakukan saat pacaran yang dapat dilihat dari

masyarakat dengan baik disebut dengan pacaran sehat secara

sosial. Sekarang ini banyak remaja yang tidak mengenal waktu

dalam berpacaran, misalnya berkunjung kerumah pacar sampai

larut malam.

d. Pacaran sehat secara seksual

Dengan aktivitas seksual banyak remaja yang beranggapan

bahwa untuk mengungkapkan rasa cinta dan rasa sayang harus

31
dilakukan dengan aktivitas tersebut. Biasanya aktivitas seksual

ini dimulai dari hal-hal kecil kemudian ke hal-hal yang lebih

berbahaya.

2. Gaya pacaran yang tidak sehat

Gaya pacaran yang tidak sehat ( KNPI ) merupakan singkatan dari

kissing, necking, petting, intercourse. Tujuan para remaja melakukan

KNPI yaitu untuk menunjukan rasa cinta, yang sebenarnya dapat

ditunjukan dengan beragam cara dan tidak harus dengan aktivitas

seksual. Biasanya perilaku mencemaskan ini dimulai berupa

berciuman (kissing) dengan pasangan, kemudian berlanjut mencium

leher sampai meraba tubuh ( necking ) kemudian saling menggesek-

gesekan alat kelamin (petting) dan biasanya berlanjut pada aktivitas

berhubungan seksual ( intercourse ). Maka resiko kehamilan yang

tidak diinginkan semakin besar.

c. Alasan remaja berpacaran

Para ahli mengemukakan ada beberapa alasan mengapa remaja berpacaran

diantaranya adalah:

1. Suatu bentuk rekreasi. Menurut degenova dan Rice ( 2007 : 17 )

menyebutkan salah satu alasan bagi remaja berpacaran adalah untuk

bersantai-santai, menikmati diri mereka sendiri dan memperoleh kesenangan

untuk hiburan semata.

2. Proses sosialisasi ( Santrock, 2009 : 123 ), dengan berpacaran akan terjadi

interaksi tolong menolong, sebagaimana berteman dengan orang lain.

32
3. Menjalin keakraban dengan lawan jenis. ( Santrock, 2009 : 123 )

mengemukakan bahwa dengan berpacaran memberikan kesempatan untuk

menciptakan hubungan yang unik dengan lawan jenis. Berpacaran juga dapat

melatih keterampilan-keterampilan sosial, mengatur waktu, uang, dan

melatih kemandirian.

4. Ekspresi dan penggalian hal-hal ( Santrock , 2009 : 123 ) pacaran menjadi

lebih berorientasi seksual dengan adanya peningkatan jumlah kaum muda

yang semakin tertarik untuk melakukan hubungan intim.

5. Pacaran dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang sikap

dan perilaku pasangan satu sama lain, pasangan dapat belajar bagaimana cara

mempertahankan, hubungan dan bagaimana mendiskusikan dan

menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi ( Degenova dan

Rice, 2007 : 19 ).

d. Tahap berpacaran

1. Tahap ketertarikan

Dalam tahap ini tantangannya adalah bagaimana mendapatkan

kesempatan untuk menyatakan ketertarikan dan menilai orang lain.

Munculnya ketertarikan kita sama seseorang, misalnya karena

penampilan fisik, kemampuan, karekteristik atau sifat dan lain-lain.

Menurut para ahli, pada umumnya cowok pada pandangan pertama

lebih tertarik pada penampilan fisik. sedangkan cewek lebih kepada

karakteristik atau kemampuan yang dimiliki cowok.

33
2. Tahap ketidakpastian

Pada masa ini sedang terjadi peralihan dari rasa tertarik kearah rasa

tidak pasti. Maksudnya, kita mulai bertanya-tanya apakah dia benar-

benar tertarik sama kita atau sebaliknya apakah kita benar-benar

tertarik sama dia. Pada tahap ini kita mendadak ragu apakah mau

melanjutkan hubungan atau tidak. Kalau kita tidak mampu memahami

tahapan ini, kita akan mudah berp.indah dari satu ke orang lain

3. Tahap komitmen dan keterikatan

Pada tahap ini yang timbul adalah keinginan kita kencan dengan

seseorang secara ekslusif. Kita menginginkan kesempatan memberi

dan menerima cinta dalam suatu hubungan yang khusus tanpa harus

bersaing dengan orang lain.

4. Tahap keintiman

Dalam tahap ini mulai merasakan yang sebenarnya, merasa lebih rileks

untuk berbagi lebih mendalam dibandngkan dengan masa sebelumnya,

dan merupakan kesempatan untuk mengungkapkan diri kita. Untuk

mengantisipasi persoalan-persoalan dalam pacaran agar dampaknya

tidak lebih buruk lagi diperlukan suatu penanganan, antara lain:

a. Mensosialisasikan gaya pacaran sehat

Gaya berpacaran sehat mengambil konsep yang positif, dimana

remaja akan sehat fisik, tidak merusak diri sendiri dan orang lain.

34
b. Memberikan informasi yang cukup mengenai seks

c. Pendidikan seks adalah suatu hal yang penting agar remaja sejak

dini mengetahui tentang seks.

d. Menggunakan aspek agama

Dalam hal ini remaja harus mempertimbangkan aspek agama,

yang melarang tindakan seksualitas diluar nikah.

e. Dampak berpacaran

Pacaran yang tidak sehat memiliki banyak sekali dampak negative

antara lain :

1. Meningkatnya tingkat aborsi

2. Meningkatnya tingkat kematian wanita

3. Adanya free sex

4. Menyebarkan penyakit ( PMS )

5. Peningkatkan penggunaan narkoba

6. Meningkatkan kriminalitas

35
B. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan teori diatas maka dapat disusun kerangka teori sebagai
berikut :

Pengetahuan remaja tentang Sikap berpacaran


sex bebas

Faktor faktor yang


C.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap :
D.
mempengaruhi pengetahuan :
E. 1. Pendidikan dan
1. Pendidikan
F. agama
2. Informasi
G. 2. Pengalaman pribadi
3. Sosial, budaya dan
H. 3. Pengaruh orang lain
ekonomi
I. yang dianggap
4. Lingkungan
J. penting
5. Pengetahuan
K. 4. Pengaruh budaya
6. usia
L. 5. Media masa
M.

Gambar 2.1 kerangka teori


Sumber: Budiman dan Riyanto, A (2013), wawan dan Dewi (2010)

36
C. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai
berikut :

Variabel bebas ( Variabel terikat


independent )
Pengetahuan tentang sex Sikap perpacaran pada

bebas remaja

Variabel pengganggu
(perancu )

1. Pendidikan
2. Informasi
3. Sosial, budaya dan
ekonomi
4. Lingkungan
5. Pengetahuan
6. Usia
7. Pengalaman pribadi
8. Pengaruh orang lain
yang dianggap
pentin
9. Pengaruh budaya
10. Media masa
11. Pengaruh emosional
12. pendidikan

Gambar 2.2 kerangka konsep


Sumber : Budiman dan Riyanto, A (2013), Wawan dan Dewi (2010)

Ket : : variabel diteliti

: variabel yang tidak diteliti

37
D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka konsep diatas maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah ad hubungan pengetahuan remaja tentang seks bebas dengan sikap berpacaran

di SMA N 1 Semin Gunung Kidul.

38
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif korelasi

yaitu mendiskripskan variabel bebas dengan variabel terikat, kemudian melakukan

analisis korelasi antara kedua variabel tersebut. Sehingga dapat diketahui seberapa jauh

konstribusi variabel terikat terhadap adanya variabel bebas (Notoadmojo, 2010 : 32).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktorberesiko dengan efek,

dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

(Notoadmojo, 2012 : 37).

B. Subjek penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmojo,

2010 : 115). Populasi dalam penelitia ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA N 1

Semin Gunung Kidul yang berjumlah 227 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dan dianggap mewakili seluruh

populasi yang akan diteliti (Notoadmojo, 2012 : 115).

39
Sampel yang digunakan adalah sebagian populasi atau sebagian siswa dan siswi kelas

XI SMA N 1 Semin Gunung Kidul. Metode pengambilan sample dengan

menggunakan purposive sampling yaitu tekhnik pengambilan sample berdasarkan

pertimbangan tertentu yang telah di buat olebh peniliti, berdasarkan ciri atau sifat-

sifat populasi yang sudah di ketahui sebelumnya (Handayani dan Riyadi, 2011 : 106).

Berikut ini adalah kriteria yang dibuat oleh peniliti :

a. Inklusi

1. Siswa yang belum mendapat pendidikan yang cukup tentang seks

2. Siswa yang setuju untuk di jadikan peserta penelitian

3. Siswa yang bisa membaca dan menulis

b. Eksklusi

Siswa yang tidak hadir pada penelitian

Untuk menentukan besar sample penelitian menggunakan rumus Slovin yaitu

untuk menentukan ukuran sample minimal (n) jika diketahui ukuran populasi (N) pada

taraf siknifikansi (d) adalah :

Rumus Besar Sample :

n= N

1+ N (d)2

Keterangan :

N = besar sampel

n = besar sampel

40
D = besar penyimpangan (0.10)

n= 227___

1+227.0.102

n= 227_____

1+227 (0.10)

n= 227___

1+227

n= 227___ = 69,42

3,27

Dibulatkan menjadi 70 orang

Jadi jumlah sample dalam pepenlitian ini adalah sebanyak 70 siswa.

C. Variable penelitian

Variable penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didaptkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep penelitian

(Notoadmodjo, S, 2012: 145).

Variable yang akan penulis sajikan adalah sebagai berikut :

1. Variable independen (bebas)

Variable bebas yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variable terikat. Variable independen atau bebas dalam penelitian ini

adalah pengentahuan remaja terhadap seks bebas

41
2. Variable dependen (terikat)

Variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable

bebas. Variabel dependen atau variabel terikat pada penelitian ini adalah sikap

berpacaran pada remaja.

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Kategori Hasil

Ukur

1. Pengetahuan Kemampuan remaja Kuesioner Ordinal 1. Baik : 76%-

Seks Bebas dalam mengingat, 100%

memahami tentang 2. Cukup : 56%-

seks bebas, meliputi, 75%

definisi, faktor yang 3. Kurang : ≤

mempengaruhi, 55%.

dampak seks bebas,

cara mencegah. (Arikonto,

2010).

2. Sikap Respon remaja Kuesioner Nominal 1. Positif (skor >

Berpacaran terhadap sikap 70)

Sehat berpacaran, meliputi, 2. Negatif (skor

definisi, gaya ≤70).

berpacaran, alasan

42
berpacaran, dampak (Darmawanti,

berpacaran, cara 2012).

mencegah.

E. Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA N 1 Semin Gunung Kidul.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2017

F. Jenis dan teknik pengumpulan data

1. Jenis data

a. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari subjek penelitian

melalui kuesioner, yaitu data tentang pengetahuan seks bebas dan sikap

berpacaran pada remaja.

b. Data sekunder data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data yang sudah

ada di SMA N 1 Semin Gunung Kidul untuk mengumpulkan data jumlah siswa di

kelas XI.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah dengan memberikan kuesioner yaitu memberikan

kuesioner kepada responden. Responden yang memenuhi kriteria inklusi dan

menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini diberi kuesioner.

43
Sebelum respoden mengisi kuesioner, peneliti memberikan penjelasan tentang cara

pengisian keusioner. Kuesioner diisi oleh responden saat itu juga dengan diberikan

waktu 30 menit untuk melakukan pengisian, setelah selsai pengisian kuesioner

dikumpulkan kembali oleh peneiliti. Pengambilan data dengan kuesioner dilakukan

pada bulan November 2017 di SMA N 1 Semin Gunung Kidul.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat bantu bagi peneliti di dalam menggunakan metode pengumpulan

data (Arikunto, 2010 : 101). Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup

untuk pengetahuan seks bebas dan sikap berpacaran pada remaja dengan adanya dua

pernyataan favourabel dan unfavourabel.

Pada kuesioner pengetahuan remaja tentang seks bebas dengan bentuk jawaban benar (B)

atau salah (S) dengan jumlah pertanyaan sebanyak 20 item. Untuk pertanyaan

unfavourabel diberikan skor 0 (nol) untuk jawaban salah (S) dan skor 1 (satu) untuk

jawaban benar (B). Untuk pertanyaan favourabel diberikan skor 0 untuk jawaban benar

dan skor 1 (satu) untuk jawaban salah (S). Dibawah ini merupakan kisi-kisi kuesioner

pengetahuan remaja tentang seks bebas dan sikap berpacaran :

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Pengetahuan Remaja Tentang Seks Bebas

No Aspek yang dinilai Favourabel Unfavourabel Jumlah

pertanyaan

1. Pengertian (1, 2, 6) (3, 5, 4) 6

2. Faktor-faktor yang (13, 12) (20) 3

44
mempengaruhi

3. Bentuk (7, 8, 11) (10, 9) 5

4. Penyebab 0 (14, 16, 15) 3

5. Dampak (17, 19) (18) 3

6. Jumlah 10 10 20

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Sikap Remaja Berpacaran

No Aspek yang dinilai Favourabel Unfavourabel Jumlah

pertanyaan

1. Menerima (1) (3, 4, 2) 4

2. Menanggapi (7, 8, 6, 5) (10, 9) 6

3. Menilai (11) (13, 12) 3

4. Mengelola (15, 14) (16) 3

5. Meghayati (17, 18) (20, 19) 4

6. Jumlah 10 10 20

Pada sikap kuesioner berpacaran menggunakan skala likert dengan bentuk jawaban

sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju (KS), tidak setuju (TS), atau sangat tidak setuju

(STS) dengan jumlah pertanyaan sebanyak 20 item. Untuk pertannyaan unfavourable diberikan

skor 1 untuk jawaban sangat setuju (SS), skor 2 untuk jawaban setuju (S), skor 3 untuk jawaban

kurang setuju (KS), skor 4 untuk jawaban tidak setuju (TS), dan skor 5 untuk jawaban sangat

tidak setuju (STS). Untuk pertanyaan favourable diberikan skor 1 untuk sangat tidak setuju

45
(STS), skor 2 untuk jawaban tidak setuju (TS), skor 3 untuk jawaban kurang setuju (KS), skor 4

untuk jawaban setuju (S), skor 5 untuk jawaban sangat setuju (SS).

H. Validitas dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Sebelum dilakukan pengambilan data dengan kuesioner, maka terlebih dahulu kuesioner

diuji cobakan pada populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan subyek

penelitian. Kemudian hasilnya dianalisa dengan rumus statistik. Uji validitas merupakan

suatu ukuran yang meunjukan tingkat kevalidan atau keaslian suatu intrumen (Arikunto, S,

2010 : 105). Uji validitas dan reabilitas akan dilakukan pada SMK yang dianggap memiliki

karakteristik sama. Uji validitas dan reabilitas akan dilakukan pada mei setelah penyerahan

proposal.

Uji validitas instrumen dimaksud untuk mendapatkan alat ukur yang sahih dan

terpercaya. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya

diukur (Arikunto, S, 2010 : 106). Analisis butir pada instrumen penelitian ini diuji dengan

product moment dengan rumusan sebagai berikut :

rxy N ∑ X Y – (∑ x) (∑ Y)

√{N ∑ X2 – (∑ X)2} {N ∑ Y2 – (∑ Y)2}

Keterangan tabel :

rxy = koefisien korelasi skor butir dengan skor total

∑X = jumlah skor butir

46
∑Y = jumlah skor total

∑ X2 = jumlah kuadrat skor butir

∑ Y2 = jumlah kuadrat skor total

∑ X Y = jumlah perkalian antara skor total dan butir

N = banyaknya subyek

Setelah dihitung seluruh korelasi dari setiap instrumen kemudian angka korelasi

tersebut dibandingkan dengan tabel nilai r product moment untuk mengetahui apakah nilai

korelasinya signifikan atau tidak. Bila taraf kesalahan yang ditetapkan 5% dan ternyata harga

r hitung lebih besar dari pada r tabel sehingga Ho ditolak dan Ho diterima maka

kesimpulannya instrumen tersebut valid. Demikian pula sebaliknya apabila harga r hitung

lebih kecil dari r tabel maka instrumen itu dinyatakan tidak valid atau gugur sehingga harus

dihilangkan (Arikunto, 2010 : 107).

2. Uji Reabilitas

Reabilitas instrumen menunjukan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk
2
digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Penelitian

ini menggunakan uji reabilitas internal karena uji reabilitas tersebut diperoleh dengan cara

menganalisis data dengan satu kali pengetahuan (Arikunto, 2010 : 108). Dalam uji reabilitas

ini digunakan rumus Alpha Cronbach yaitu:

k Σ σb2
Γ11 = ൬ ൰ ቆ1 − 2 ቇ
ሺk − 1ሻ σ t

47
Ketrangan :

r11 = realibilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan/banyaknya soal

∑σb2 = jumlah variasi butir

σ12 = variasi total

setelah didapat angka reabilitas dengan rumus Alpha Cronbach, dan diperoleh r hitung

lebih kecil dari 1 maka dikatakan instrumen tersebut andal atau reliable.

I. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Dalam melakukan analisa data terlebih dahulu data harus diolah dengan tujuan mengubah

data menjadi informasi. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langakah yang harus

ditempuh, diantaranya :

a. Editing (penyuntingan data)

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui kuesioner perlu

disunting terlebih dahulu untuk melakukan pengecekan terhadap kelengkapan kuesioner.

Apabila masih ada data atau didapatkan kuesioner yang belum terisi secara keseluruhan

maka dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi.

b. Coding

Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom-kolom untuk merekam data

secara manual. Lembaran atau kode berisi nomor responden, dan nomor-nomor

48
pertanyaan tujuannya untuk memudahkan peneliti dalam melakukan pengecekan data jika

terdapat kekliruan.

c. Data Entry

Yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode sesuai

jawaban masing-masing pertanyaan.

d. Tabulating

Yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan

oleh peneliti kemudian dianalisa.

e. Scoring

Yakni pemberian nilai berupa angka pada jawaban pertanyaan untuk memperoleh data

kuantitatif. Dalam penelitian ini urutan pemberian skor berdasarkan tingkatan jawaban

yang diterima dari responden.

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Teknik analisa data yang dilakukan adalah univariat yaitu analisa yang dilakukan

terhadap tiap variabeldari hasil penelitian pada umumnya hanya menghasilkan distribusi

dan presentase pada tiap variabel (Notoatmojo, 2012 : 182).

Setiap responden diukur faktor yang berhubungan dengan perilaku seks remaja

yaitu pengetahuan dan sikap dijumlah dibuat prosentase dengan rumus :

f
p = x100%
n

49
Keterangan :

p = prosentase

f = jumlah jawaban yang benar

n = jumlah seluruh item

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu

meliputi variabel bebas dam variabel terikat. Uji statistik yang digunakan adalah chi-

square (Arikunto, 2010 : 352). Dengan rumus :

2
∑ሺf0 − fe ሻ2
x =
Fe

Keterangan :

x2 = nilai chi-square hitung

f0 = frekuensi observasi

fe = frekuensi harapan

kriteria :

Hipotesis penelitian diterima jika nilai x2 hitung > x2 tabel, dan hipotesis

penelitian ditolak jika x2 hitung ≤ x2 tabel.

50
J. Rencana dan jalannya penelitian

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan dimulai dengan menganalisa masalah yang ada pada sebuah

populasi, kemudian membuat judul penelitian. Tahap selanjutnya melakukan studi

pendahuluan yang sudah dilaksanakan tanggal 10 oktober 2017 untuk penentuan

tujuan, hipotesis, dan penentuan sampel. Selanjutnya pembuatan proposal penelitian

yang ditujukan untuk SMA N 1 Semin Gunung Kidul.

2. Tahap pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di SMA N 1 Semin Gunung Kidul. Waktu penelitian akan

dilaksanakan pada bulan januari 2017 . Sumber sumber data, data primer yang

langsung didapat dari siswa dengan mengisi kuesioner. Alat pengumpulan data

dengan menggunakan kuesioner.

3. Tahap akhir

Tahap akhir dari penelitian ini adalah pengumpulan data dengan menggunakan

kuesioner, yang dibagikan kepada siswa dibantu oleh asisten peneliti, diharapkan

siswa dapat mengisi kuesioner sesuai dengan petunjuk yang sudah ada, diberikan

waktu 30 menit untuk mengisi kuesioner setelah mengisi kuesioner kemudian

dikumpulkan kembali untuk dilakukan pengecekan apakah ada kuesioner yang masih

belum terisi dengan lengkap. Setelah itu siswa diberikan penyuluhan tentang

pengetahuan seks bebas. Kuesioner dikumpulkan kembali dan dilakukan pengoahan

data, analisa data dan menguji hipotesis. Tahapan selanjutnya memberikan

kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan menyajikannya dalam

bentuk Karya Tulis Ilmiah dan harapannya dapat bermanfaat untuk semua pihak.

51
K. Etika Penelitian

Masalah etika yang harus diperthaitkan antara lain sebagai berikut (Hidayat, 2010 : 93) :

1. Inform consent

Informent Consent merupakan bentuk persetujan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan membrikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan.

3. Kerahasiaan

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi maupuan masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan, hanya kelompok data tertentu yan akan dilaporkan pada hasil

riset.

52
DAFTAR PUSTAKA

Abid, Rifdah, (2013). Pacaran Dikalangan Remaja Sekarang. (online).

http://www.scribd.com/doc/16577941/, diakses tanggal 10 Mei 2015

Arikunto

53

Anda mungkin juga menyukai