Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

SHORTNESS OF BREATH (SOB)

DI RUANG 28 RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Departemen Medikal

Muhammad Putra Ramadhan


125070200111013
Kelompok 3

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1. Definisi Shortness of Breath
Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi
ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa
penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan
istilah “Shortness Of Breath” (Morgan, 2016).
Dyspnea didefinisikan sebagai pernapasan yang abnormal atau kurang
nyaman dibandingkan dengan keadaan normal seseorang sesuai dengan tingkat
kebugarannya. Dyspnea merupakan gejala yang umum ditemui dan dapat
disebabkan oleh berbagai kondisi dan etiologi. Organ yang paling sering
berkontribusi dalam dyspnea adalah jantung dan paru (Morgan, 2016).
Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu :
a. Dyspnea Akut
Merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat.
Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan
pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada (Morgan, 2016).
b. Dyspnea Kronis
Dyspnea kronis dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara
(Morgan, 2016).
2. Etiologi Shortness of Breath
Shortness of Breath atau Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari
berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat
menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga
menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas.
Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu
penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn
maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan
jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menebab
kan dispnea (Chemo, 2016).
Shortness of Breath atau Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang
mengalami penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan
terhadap compliance paru maka semakin besar gradien tekanan transmural yang
harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang
normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya
adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi
asbston atau iritan yang sama (Chemo, 2016).
Diagnosis dari Shortness of Breath memiliki keberagaman yang sangat luas
dan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu kardiak, pulmonal, gabungan
kardiak atau pulmonal, dan nonkardiak atau nonpulmonal (Chemo, 2016) yaitu
sebagai berikut:
Kardiak - Gagal jantung
- Penyakit arteri koroner
- Kardiomiopati
- Disfungsi katup
- Hiipertrofi ventrikel kiri
- Hipertrofi katup asimetrik
- Perikarditis
- Aritmia
Pulmonal - Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
- Asma
- Penyakit paru restriktif
- Penyakit paru herediter
- Pneumotoraks
Gabungan - PPOK dengan hipertensi pulmonal atau cor pulmonale
kardiak - Dekondiri
dan - Emboli paru kronik
pulmonal - Trauma
Nonkardiak - Kondisi metabolik, misal asidosis
atau - Nyeri
nonpulmonal
- Penyakit neurmuskular
- Penyakit otorinolaringeal
- Fungsional: Gelisah, panic, hiperventilasi

Semua penyebab sesak napas kembalinya adalah kepada 5 hal antara lain:
a. Oksigenasi jaringan menurun
b. Kebutuhan oksigen meningkat
c. Kerja pernapasan meningkat
d. Rangsangan pada sistem saraf pusat
e. Penyakit neuromuskuler.

3. Manifestasi Klinik Shortness of Breath


Sesak dialami ketika seseorang bernapas secara sadar. Penderita baisanya
merasakan sensasi seperti kehabisan udara, terdapat sumbatan di tenggorokan,
terdapat tali yang mengikat dadanya, dan sebagainya. Pada asma, misalnya,
penderita akan merasa gelisah dan muncul keringat dingin. Sesak yang teramat
berat dapat dilihat dari posisi duduk yang membungkuk ke depan.
Terdapat beberapa karakteristik khas dari sesak napas. Sesak akibat asma
biasanya timbul sejak usia anak-anak, disertai suara mengik saat sesak, dan
sesak muncul akibat udara dingin, debu, atau saat penderita kelelahan. Sesak
akibat gagal jantung juga memiliki gejala khas. Sesak muncul saat aktivitas berat
dan akan membaik dengan istirahat. Sesak karena gagal jantung juga terasa lebih
berat pada posisi tidur terlentang. Sesak akibat infeksi selaput paru-paru biasanya
disertai nyeri dada ketika menarik napas. Sesak akibat penyakit paru obstruksi
kronik biasanya ditemukan pada perokok berat.
Gejala klinis pada pasien-pasien yang menderita sesak nafas secara umum
sebagai berikut:
a. Dada terasa tegang atau konstriksi,
b. Kerja yang dilakukan untuk inspirasi meningkat,
c. Butuh bernafas, terasa kurang udara,
d. Tidak bisa tarik nafas dalam,
e. Bernafas berat, bernafas cepat.
Setiap gejala diatas disebutkan atau dirasakan oleh pasien yang mengeluhkan
sesak nafas secara umum. Namun, tergantung penyakit yang diderita pasien,
dispnea yang dialami pasien akan disertai gejala-gejala tambahan.
Menurut (Farzan, 2016; Pederson, 2016; Zieve, 2016), gejala Shortness of
Breathing adalah sebagai berikut:
1. Batuk dan Produksi Sputum
Batuk adalah pengeluaran udara secara paksa yang tiba-tiba dan
biasanya tidak disadari dengan suara yang mudah dikenali. Walaupun batuk
merupakan gejala umum dari penyakit respirasi, gejala ini menunjukkan fungsi
pertahanan dari traktus respiratorius untuk melawan substansi yang berbahaya
dan mempertahankan patensi jalan nafas dengan mengeluarkan sekresi
berlebihan dari salurannya. Produksi sputum atau expectoration merupakan
tindakan batuk dan mengeluarkan bahan yang diproduksi di saluan
pernafasan.
Efek dinamis batuk merupakan hasil kecepatan aliran udara, dengan
beberapa bagian dari saluran nafas, yang cukup kuat untuk mengikis dan
mengeluarkan sekresi yang terakumulasi di permukaan mukosa. Walaupun
batuk dapat bersifat disadari, biasanya batuk menjadi suatu refleks fisiologis.
Oleh karena itu, refleks ini dimediasi melalui lengkung refleks.
Reseptor batuk merupakan ujung saraf yang dapat beradaptasi dengan
cepat, yang dikenal dengan reseptor iritan. Ujung serat sarag ini banyak
ditemui di mukosa laring, karina, trakea, bronkus yang besar, yang dengan
cepat distimulasi oleh iritan kimia dan mekanik. Daerah-daerah tersebut
merupakan bagian dari saluran nafas yang menjadikan batuk sebagai
pembersih sekresi paling efektif. Reseptor batuk juga terdapat di daerah
lainnya, seperti faring, saluran nafas perifer, dan daerah intra ataupun
ekstratorakal seperti pleura, kanal telinga, membran tifani, bahkan lambung.
Serat saraf vagus merupakan serat saraf yang paling utama, walaupun saraf
glosofaringeal dan trigeminal juga dapat terkait. Pusat batuk di medulla
merupakan pusat yang mengontrol batuk walaupun posisi anatomisnya belum
diketahui secara pasti. Pusat ini dipengaruhi oleh higher voluntary nerve
centers, yang dapat menginisiasi dan memodifikasi batuk. Serat eferen yang
terlibat adalah vagal, phrenikus, dan serat saraf spinal motorik dari otot
ekspiratorius.
Kejadian mekanik yang terkait dengan batuk merupakan rangkaian
cepat dari:
a. Inspirasi inisial yang cukup dalam
b. Penutupan ketat dari glottis, dengan dibantu oleh struktur supraglottis
c. Kontraksi otot ekspiratorik yang cepat dan kuat, dan
d. Pembukaan tiba-tiba dari glottis bersamaan dengan kontraksi dari otot
ekspiratorik.
Tekanan intrapulmonal yang sangat tinggi dibentuk selama dua fase
terakhir yang akan menyebabkan aliran udara yang sangat cepat dari paru
ketika glottis terbuka. Sebagai tambahan, perbedaan tekanan antara sisi luar
dan dalam dari saluan nafas intratorakal selama fase 4 akan menyebabkan
kompresi dinamik dan penyempitan. Kombinasi dari penyempitan aliran udara
dan saluran nafas menghasilkan pengeluaran secara paksa dari aliran udara
dengan kecepatan linear yang kadang mendekati kecepatan suara.
Hembusan udara yang diproduksi dapat mengeluarkan sekresi dengan
tekanan tinggi. Luasnya kompresi ditentukan oleh volume paru. Dengan
volume paru yang besar, hanya trakea dan bronkus besar yang terkompresi,
sedangkan pada volume paru yang lebih kecil, saluran nafas yang lebih distal
akan ikut menyempit. Inspirasi yang dalam dapat membantu memperbesar
volume paru.
Karakteristik bunyi batuk dihasilkan dari getaran pita suara, lipatan
mukosa di atas dan bawah glottis, dan akumulasi sekresi. Variasi bunyi batuk
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sifat sekresi dan kuantitasnya,
perbedaan anatomi dan perubahan patologis dari laring dan saluran udara
lainnya, dan kekuatan batuk itu sendiri. Getaran saat batuk juga membantu
untuk mengeluarkan sekresi dari dinding saluran pernafasan.
Jumlah sekresi trakeobronkial yang umum diproduksi dalam jumlah
sedikit dengan efektif ditangani oleh mekanisme pembersihan mukosilia.
Sekresi ini mengandung air, substansi seperti elektrolit dan glukosa,
glikoprotein mucus, protein asal dan transudat, serta lipid (surfaktan). Kelenjar
mukosa dan sel goblet merupakan sumber utama dari mucus trakeobronkial.
Dengan membentuk lapisan tipis, mukus saluran udara menutupi epitel
bersilia. Getaran ritmis dari silia mendorong mukus ke faring yang kemudian
akan ditelan tanpa disadari. Keseimbangan pembentukan dan pembersihan
mukus menjaga lapisan protektif yang tipis dari mukus untuk menangkap dan
membuang berbagai iritan pada udara inspirasi diiringi dengan pencegahan
akumulasi yang berlebihan dari sekresinya.
Sputum dapat mengandung material endogen dan eksogen lain, seperti
cairan transudat dan eksudat, sel lokal maupun termigrasi, mikroorganisme,
jaringan nekrotik, muntah yang teraspirasi, dan partikel asing lainnya.
Penampakan sputum merupakan hasil dari konten yang terkandung di
sputum. Sputum mukosa berwarna jernih dan kental, mengandung hanya
sedikit elemen mikroskopik. Sputum purulen berwarna off-white, kuning atau
hijau, dan opak. Ini mengindikasikan adanya jumlah yang besar dari leukosit,
terutama granulosit neutrofil. Pada asma, sputum mungkin tampak purulen
dari sel eosinofilik yang terlibat. Warna yang merah umumnya disebabkan
karena tercampur dengan darah. Partikel karbon akan membuat sputum
berwarna abu-abu (pada perokok) atau hitam (pada pekerja tambang).

2. Dada Berat
Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya,
dada berat diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat
berbagai alasan lain untuk dada berat. Dada berat diartikan sebagai perasaan
yang berat di bagian dada. Rata-rata orang juga mendeskripsikannya seperti
ada seseorang yang memegang jantungnya, jantung terasa diperas dan dada
nyeri. Asma merupakan penyebab yang umum dari dada berat. Oleh karena
itu, penderita asma sering mengeluhkan dada berat pada serangan asma.
Penderita Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD) juga
mengeluhkan dada berat yang sering disebut heart burn. Beberapa alasan
lainnya yang dapat diasosiasikan dengan nyeri dada adalah diabetes,
merokok, penggunaan obat berlebih, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi,
dan lain-lain. Pneumonia, batuk, ulkus gaster, dan emboli pulmonal juga dapat
menyebabkan nyeri pada dada.
Gejala nyeri pada dada juga mengindikasikan perikarditis. Nafas yang
pendek dengan gejala nyeri dada yang tajam mengindikasikan adanya
inflamasi pada paru, kondisi yang dinamakan pleurisy. Ini juga diartikan
sebagai kerusakan alveolus pada jaringan paru atau pneumotoraks.
Pneumonia juga menyebabkan dada berat disertai demam. Iritasi pleura yang
disebabkan oleh emboli pulmonal merupakan penyebab lain dari nyeri dada.

3. Mengi
Mengi merupakan bunyi siul dengan pitch yang tinggi saat bernapas.
Bunyi ini muncul ketika udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi
adalah tanda seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas
terdengar saat ekspirasi, namun bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi
umumnya muncul ketika saluran nafas menyempit atau adanya hambatan
pada saluran udara yang besar atau pada seseorang yang mengalami
gangguan pita suara. Penyebab mengi antara lain asma, bronkiektasis,
bronkiolitis, bronchitis, emfisema, GERD, gagal jantung, reaksi alergi, medikasi
(aspirin), pneumonia, merokok, dan infeksi viral.

4. Patofisiologi Shortness of Breath


Terlampir.

5. Pemeriksaan Diagnostik Shortness of Breath


1) Riwayat Penyakit atau Pemeriksaan Fisik
Mengetahui riwayat dyspnea sangat penting untuk pencarian petunjuk
dalam mendiagnosis. Jika dyspnea terjadi saat berolahraga atau beraktivitas
fisik, dapat dipikirkan kemungkinan penyakit kardiak, pulmonal, atau dekondisi.
Dypsnea saat beristirahat merujuk pada penyakit kardiopulmonal yang berat
atau penyakit nonkardiopulmonal. Ortopnea, dypsnea nocturnal paroksismal,
dan edema merujuk pada gagal jantung dan PPOK.
Pasien yang diberi penghambat reseptor beta adrenergik juga dapat
mengalami dyspnea akibat eksaserbasi bronkospasme dan membatas
aktivitas fisik. Pemberian beberapa obat tertentu juga dapat menyebabkan
fibrosis paru. Dyspnea yang dialami perokok dapat dipikirkan kemungkinan
emfisema, bronkitis kronik, dan asma. Jika terdapat alergi, mengi, dan riwayat
asma pada keluarga, kemungkinan terbesarnya adalah asma. Pada penyakit
arteri koroner, dyspnea sepadan dengan munculnya angina.
Pada pasien dengan tekanan darah tinggi, dapat dipikirkan
kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri dan gagal jantung. Pasien yang
mengalami kegelisahan identik dengan hiperventilasi dan serangan panic.
Kepala yang ringan, perasaan geli di jari, dan perioral merujuk pada
hiperventilasi. Trauma yang dialami pasien biasanya berkaitan dengan
pneumotoraks dan nyeri dinding toraks. Pajanan terhadap debu, asbes, dan
bahan kimia yang mudah menguap berkaitan dengan penyakit paru interstitial.
Dalam mendiagnosis dypsnea perlu ditanyakan durasi dari dypnea,
faktor lingkungan yang dapat mencetuskan, kemunculan di pagi atau malam
hari, adanya nyeri dada, jumlah bantal yang dipakai saat tidur, seberapa
nyenyak pasien tidur, batuk yang menyertai, dan toleransi aktivitas.

2) Foto Rontgen Dada


Foto rontgen dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru,
mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal.

3) Pemeriksaan Fungsi Paru


Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan
derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi. Selain itu, Pemeriksaan
sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru. Sediaan
apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi.
Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum,
konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya.

4) Analisa Gas Darah


Pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun (alkalosis
respiratori ringan akibat hiperventilasi); kemudian penurunan pH, penurunan
PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik).

5) EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P- pulmonal
pada hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

6. Penatalaksanaan Shortness of Breath


Penanganan Shortness of Breath atau sesak napas pada dasarnya
mencakup tatalaksana yang tepat atas penyakit dasar yang melatar belakanginya
serta komplikasinya. Akan tetapi, apabila kondisi memburuk hingga mungkin
terjadi gagal napas akut, maka lebih baik perhatian ditujukan pada keadaan
daruratnya dulu sebelum dicari penyebab yang melatar belakanginya. Berikut
penatalaksanaannya :
1) Berikan O2 2-4 liter/ menit tergantung derajat sesaknya (secara intermiten).
2) Infus D5% 8 tetes/menit, jika bukan payah jantung tetesan dapat lebih cepat.
3) Posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal tinggi. Usahakan yang
paling nyaman untuk pasien. Bila pada pasien terjadi, syok maka posisi kepala
jangan tinggi.
4) Cari penyebab. Hal ini karena tindakan selanjutnya tergantung penyebab.

Sementara itu, penatalaksanaan Shortness of Breath adalah sebagai berikut:


1) Mengurangi kebutuhan - Mengurangi beban metabolik
ventilasi - Latihan fisik : Meningkatkan efisiensi eliminasi CO2
- Terapi O2
- Menurunkan respiratory drive
- Terapi O2
- Terapi farmakologi : opiat, anxiolitik/sedatives
2) Meningkatkan fungsi otot - Nutrisi
inspirasi - Latihan otot inspirasi
- Mengurangi penggunaan steroid
- Latihan pernapasan ( contoh : pursed-lip breathing )
- Koreksi obesitas atau malnutrisi
- Mengistirahatkan otot respirasi (contoh : ventilasi nasal,
oksigen transtrakeal )
- Medikasi ( contoh : theophyllin )
3) Perubahan persepsi - Edukasi
sentral - Pendekatan perilaku-kognitif
- Terapi farmakologi: Opiates and sedatives
- Intervensi psikologi (contoh : psikoterapi)
4) Perhatian khusus - Pada payah jantung:
Jangan beri infus NaCl, dan tetesan harus pelan sekali.
Hal ini agar tidak makin memberatkan beban jantung.
- Pada (riwayat) sakit dad:
Jangan injeksi adrenalin karena akan berakibat fatal
- Pada PPOM
Jika diperlukan O2, aliran kecil 1-2 liter/menit karena jika
tidak mendapat O2 akan terjadi Apneu

7. Konsep Asuhan Keperawatan


7.1 Pengkajian
Data demografi
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.

Riwayat kesehatan saat ini


Keluhan utama yang biasa muncul pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan antara lain: sesak nafas, batuk, batuk darah, produksi sputum
berlebih dan yeri dada.
Setiap keluhan utama harus ditannyakan kepada klien sedetail- detailnya
dan semuannya diterangkan pada riwayat penyakit saat ini. Pada umumnya,
berapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala adalah lama timbulnnya
(durasi), lokasi penjalaran, terutama nyeri, sifat keluhan (karakter) , berat
ringannya, mula timbulny (onset), faktorfaktor yang meringankan atau
memperberat dan gejala yang menyertai.
1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem
pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan).
Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik
(misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan
aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif,
kongesti, kering.
2) Peningkatan Produksi Sputum.
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk.
Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau dan jumlah dari sputum karena
hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari proses patologik. Jika infeksi
timbul sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum mungkin jernih, putih
atau kelabu. Pada keadaan edema paru sputum akan berwarna merah mudah,
mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak.
3) Dyspnea/ sesak napas
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas
pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang
kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan
apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya
paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan
penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
4) Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan.
Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan
hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah
terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit
yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis,
TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru,
pneumonia, kanker paru dan abses paru.
5) Chest Pain
Keluhan utama lainnya yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri dada. Nyeri dada merupakan gejala yang
timbul akibat radang pleura nyeri itu bagaikan teriris iris dan tajam, diperberat
dengan batuk, bersin, dan napas yang sering klian bernapas cepat dan
dangkal.

Riwayat Kesehatan Sebelumnya


1) Riwayat merokok
Merokok merupakan penyebab dari munculnya gangguan sistem pernapasan.
Penkajian merokok mepiluti usia mulainya merokok secara rutin, rata-rata
jumlah rokok yang dihisap perhari dan usia melepas kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Penyakit infeksi tertentu
Khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi
dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui
sumber penularannya.
2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh
konflik keluarga atau kenalan dekat.
3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya
tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya
memperburuk penyakit tersebut.

Pola Kesehatan Fungsional


Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah:
1) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya
faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen.
2) Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena
ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami kelemahan
otot pernafasan.
3) Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan
berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
4) Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak.
Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh
dan kebutuhan oksigen.
5) Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
6) Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu
atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien.
7) Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan, situasi
keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
8) Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan
merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
9) Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
10) Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
11) Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.

Pengkajian Fisik
1) Kesadaran: Kesadaran menurun
2) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
3) Head to toe
a. Mata
Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena
hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau
endokarditis)
b. Mulut dan bibir
Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut
c. Hidung
Pernafasan dengan cuping hidung
d. Dada
Inspeksi
 Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
 Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya. Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.
 Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit (pucat, sianosis) dan
kondisi kulit, skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti:
kiphosis, scoliosis dan lordosis.
 Catat jumlah pergerakan dada atau pernafasan (mengalami peningkatan
yaitu > 20), irama pernafasan (tidak teratur), kedalaman pernafasan
(pendek), dan kesimetrisan pergerakan dada (asimetris).
 Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
 Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi
yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan
sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
 Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP)
dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 : 2
sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh klien.
 Kelainan pada bentuk dada :
- Barrel Chest: Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi
peningkatan diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada klien
emfisema.
- Funnel Chest (Pectus Excavatum): Timbul jika terjadi depresi dari
bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan
pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini
dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat
kecelakaan kerja.
- Pigeon Chest (Pectus Carinatum) Timbul sebagai akibat dari
ketidaktepatan sternum, dimana terjadi peningkatan diameter AP.
Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
- Kyphoscoliosis Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas
ini akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien
dengan osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang
mempengaruhi thorax.
- Kiposis: meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae
torakalis menyebabkan klien tampak bongkok.
- Skoliosis: melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi
vertebral
 Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru
atau pleura. Jika ada gangguan maka pergerakan dada akan asimetris.
 Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
 Pasien terlihat kelelahan dan gelisah

Palpasi
 Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
 Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak. Kaji juga kelembutan kulit,
terutama jika klien mengeluh nyeri. Vocal premitus : getaran dinding
dada yang dihasilkan ketika berbicara.

Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ
yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Temuan saat dilakukan perkusi :

Bunyi Intensitas Puncak Durasi Contoh Contoh patologis


lokasi
Kedaratan Ringan Tinggi Singkat Paha Efusi pleura aktif
Pekak Sedang Sedang Sedang Hepar Pneumonia
Resonan Keras Rendah Lama Paru normal Bronkitis kronis
sederhana
Hiperresonan Sanagat Lebih Lebih Normalnya Emfisema,pneumothoraks
keras rendah lama tidak
Timpani Keras Tinggi Gelembung Pneumothoraks masif
gas pada
lambung
Suara Perkusi Abnormal :
- Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan
dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
- Pekak : dapat timbul pada bagian paru yang abnormal berisi cairan.
- Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi.
Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya
seluruhnya berisi jaringan.
Auskultasi
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), Suara
nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari
laring ke alveoli, dengan sifat bersih
Suara nafas abnormal :
a) Bronchial: sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara
ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti
diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau
daerah suprasternal notch.
b) Bronchovesikular: merupakan gabungan dari suara nafas bronchial
dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang
sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar
di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
c) Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
Suara nafas tambahan:
a) Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter
suara nyaring, musikal, suara terus menerus yang berhubungan
dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit.
b) Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus.
Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum
c) Pleural friction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter
suara : kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada
daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernafas
dalam.
d) Crackles
e) Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.
Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah
yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang
digesekkan.
f) Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah,
kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi
pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien batuk.

Pemeriksaan Diagnostik
a. BGA (pada pasien dispnea dapat terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah)
b. Saturasi oksigen (Saturasi oksigen kurang dari normal)
c. X-ray/foto thorax (untuk mengetahui penyebab dari dispnea seperti
pneumothorax, hematothorax, dll)
d. Tes fungsi pulmonal (dengan spirometri, nilai FEV1 atau FVC bisa mengalami
peningkatan dan juga bisa menunjukkan penurunan).

7.2 Diagnosa Keperawatan


1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
7.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No
Tujuan Intervensi
Dx
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, Manajemen Jalan Napas
klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang efektif, 1) Buka jalan napas pasien
dengan kriteria hasil:
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
3) Identifikasi Pasien untuk perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
Respiratory Status: Airway patency
4) Keluarkan secret dengan suction
Tujuan
No Indikator 5) Auskultasi suara napas, catat bila ada suara napas tambahan
1 2 3 4 5
6) Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan
1. Pengeluaran sputum pada jalan tidakan suction
napas
2. Irama napas sesuai yang Suction Jalan Napas
diharapkan
1) Auskultasi jalan napas sebelum dan sesudah suction
3. Frekuensi pernapasan sesuai
2) Informasikan keluarga tentang prosedur suction
yang diharapkan
3) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakheal
Keterangan:
4) Hentikan suksion dan berikan oksigen bila Pasien menunjukkan bradikardi
1. Keluhan ekstrim peningkatan saturasi oksigen
2. Keluhan berat 5) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
3. Keluhan sedang 6) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2,
4. Keluhan ringan Suction, Inhalasi.
5. Tidak ada keluhan
No
Tujuan Intervensi
Dx
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, Airway Management
klien dapat mencapai napas efektif, dengan kriteria hasil: 1) Buka jalan napas Pasien
2) Posisikan Pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Respiratory Status: Ventilation, Vital Sign monitoring 3) Identifikasi Pasien untuk perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
Tujuan 4) Keluarkan secret dengan suction
No Indikator
1 2 3 4 5 5) Auskultasi suara napas, catat bila ada suara napas tambahan
1. Auskultasi suara napas sesuai 6) Monitor penggunaan otot bantu pernapasan
2. Bernapas mudah 7) Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan
3. Tidak didapatkan penggunaan tidakan suction
otot tambahan
4. TTV dalam rentang normal Vital sign monitoring
1) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Keterangan: 2) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
1. Keluhan ekstrim 3) Monitor vital sign
2. Keluhan berat 4) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
3. Keluhan sedang memperbaiki pola nafas.
4. Keluhan ringan 5) Ajarkan bagaimana batuk efektif
5. Tidak ada keluhan 6) Monitor pola nafas
No
Tujuan Intervensi
Dx

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam 1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasil: 2) Pasang mayo bila perlu
3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Respiratory Status : Gas exchange
4) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Respiratory Status : ventilation
6) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Vital Sign Status
7) Monitor respirasi dan status O2
Tujuan
No Indikator 8) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
1 2 3 4 5
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
1. Mendemonstrasikan
9) Monitor suara nafas, seperti dengkur
peningkatan ventilasi dan 10) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
oksigenasi yang adekuat cheyne stokes, biot
2. Memelihara kebersihan paru 11) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
paru dan bebas dari tanda dan suara tambahan
tanda distress pernafasan 12) Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
13) Observasi sianosis khususnya membran mukosa
3. Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
4. AGD dalam batas normal
5. Status neurologis dalam
batas normal
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA

Morgan WC, Hodge HL. Diagnostic evaluation of dyspnea. Diakses pada Minggu, 31
Juli 2016. Diunduh dari: http://www.aafp.org/afp/980215ap/morgan.html

Chemo Care. Dyspnea (shortness of breath). Diakses pada Rabu, Minggu, 31 Juli
2016. Diunduh dari: http://www.chemocare.com/MANAGING/dyspnea.asp

Mukerji V. Dypsnea, orthopnea, and paroxysmal nocturnal dyspnea. Diakses pada


Minggu, 31 Juli 2016. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK213/

Farzan S. Cough and sputum production. Diakses pada Minggu, 31 Juli 2016. Diunduh
dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK359/

Pederson K. Chest heaviness. Diakses pada Rabu, Minggu, 31 Juli 2016. Diunduh
dari: http://www.home-remedies-for-you.com/articles/328/general-health-and-
fitness/chest-heaviness.html

Zieve D, Eltz DR. Wheezing. Diakses pada Rabu, Minggu, 31 Juli 2016. Diunduh dari:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003070.htm

Anda mungkin juga menyukai