Anda di halaman 1dari 7

EPIDEMIOLOGI TUBERCULOSIS

Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit tuberculosis
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi dan
nomor tiga penyebab kematian pada semua kelompok usia setelah penyakit jantung dan penyakit
saluran pernapasan.

1. PREVALENSI TUBERCULOSIS
The World Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB Control 2003
menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap TBC.
Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang jumlah kasus
TBC di dunia. Estimasi angka insidens TBC di Indonesia berdasarkan pemeriksaan sputum (basil
tahan asam/ BTA positif) adalah 128 per 100.000 untuk tahun 2003, sedangkan untuk tahun yang
sama estimasi prevalensi TBC adalah 295 per 100.000 (WHO, 2005).
Berikut ini data yang diperoleh dari hasil survey yang dilakukan pada tahun 2006:
Estimates of epidemiological burden Population (thousands)
Incidence (all cases/100 000 pop/yr) 234
Incidence (ss+/100 000 pop/yr) 105
Prevalence (all cases/100 000 pop)2 253
Mortality (deaths/100 000 pop/yr)2 38

2. KONSEP TRIAS EPIDEMIOLOGI


a) Faktor Host
Umur
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan
kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling
luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-
mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut.
Jenis Kelamin  Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai
mekanisme pertahanan umum juga memiliki peran besar dalam meningkatkan risiko
terjadinya infeksi tuberculosis.
b) Faktor Agent
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat
tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi
Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan
kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk
transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang
jarang terjadi.
c) Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik  TBC dapat menular pada semua daerah, terutama pada daerah-daerah
kumuh, kotor dan lembab, dimana kuman TBC mudah berkembang biak.
Lingkungan Ekonomi  daerah dengan penduduk miskin, mudah terkena penyakit TBC, hal
ini disebabkan karena kurangnya asupan zat gizi sehingga daya tahan tubuh seseorang bisa
menurun.
Lingkungan social-budaya  Penduduk dengan prilaku atau gaya hidup yang kurang sehat,
akan memudahkan kuman TBC berkembang biak, misalnya saja orang yang sering batuk
dengan tidak menutup mulut.

3. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT


a) Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Infeksi
dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuman TB ke kelenjar
linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya
infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 - 6 minggu. Kelanjutan setelah infeksi
primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).
Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
sekitar 6 bulan.
b) Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis :
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati :
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai ?kasus Kronik? yang tetap
menular (WHO 1996).
Pengaruh Infeksi HIV :
Karena infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga banyak terjadi infeksi oportunistik. Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat juga, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.
4. ETIOLOGI TUBERCULOSIS
Penyebab dari penyakit Tuberkulosis paru adalah mikobakterium Tuberkulosis, yaitu
sejenis kuman yang berbentuk batang, gram positif tahan asam dan pada pemeriksaan
mikroskospik akan tampak berwarna merah. Kuman TBC ini dapat hidup pada daerah yang
lembab namun tidak tahan pada sinar matahari langsung.
Kuman ini dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur selama beberapa tahun. Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Bakteri TBC
tidak membentuk spora, tidak bergerak, dinding selnya berlapis lilin.

5. FACTOR RISIKO TUBERCULOSIS


Umur  75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
Jenis Kelamin  Pria lebih umum terkena daripada wanita
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Jika seseorang
memiliki pengetahuan yang cukup perilaku yang baik untuk kesehatan maka ia akan
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pendidikan
seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila
pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan
mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan
mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan,
pemeliharaan kesehatan. Selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah
(kontruksi rumah).
Status Gizi  Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang
status gizinya cukup atau lebih.
Keadaan Sosial-Ekonomi  Pendapatan yang minim dapat menyebabkan kurangnya
kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh
terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh
yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum
20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang
genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di
dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk
cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan adalah 10 kali lilin
atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.
Ventilasi
Ventilasi yang kurang akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik.
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri
patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.

6. UPAYA PENCEGAHAN TUBERCULOSIS


a) Pencegahan Primer
Upaya pencegahan primer meliputi:
Promosi kesehatan
Promosi kesehatan merupakan salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya
mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya
yang sudah tinggi.
Proteksi spesifik
Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif, melalui
vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan
orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung
Host tambahan dan lingkungan, (2) Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti
ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3)
Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes,
silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.
b) Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan sekunder meliputi:
Deteksi dini  Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan
imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif.
Pembatasan ketidakmampuan dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.
c) Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan salah satu upaya pencegahan tersier. Karena penyakit ini masih menjadi
stigma di masyarakat maka penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari
TBC sangat diperlukan.

7. UPAYA PENANGGULANGAN TUBERCULOSIS


Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS yang
direkomendasikan WHO, dan terbukti dapat memutus mata rantai penularan TBC. Ada lima
komponen utama strategi DOTS:
Komitmen politis dai para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak.
Terjaminnya persediaan obat antituberculosis (OAT).
Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas minum obat (PMO).
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program
penanggulangan TBC.
DAFTAR PUSTAKA

http://members.fortunecity.com/bheru/referat/0012/gand1000.htm diakses tanggal 15 maret


pukul 20.00 WIB
http://pramareola14.wordpress.com/2010/02/15/tuberculosis-tbc-interaksi-agent-host-
lingkungan-terhadap-perjalanan-alamiah-tahapan-pencegahannya/ diakses tanggal 15
maret 2010 pukul 20.00 WIB
http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/24/faktor-resiko-tbc/ diakses tanggal 15 maret 2010
pukul 21.00 WIB
http://surkesnas.litbang.depkes.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=59&Itemid
=35 Diakses tanggal 14 maret 2010 pukul 20.15 WIB
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html diakses tanggal
15 maret 2010 pukul 20.00 WIB
http://www2.reliefweb.int/rw/fullMaps_Wd.nsf/luFullMap/222B2D30B5367A9D852575B60059
46A9/$File/map.pdf?OpenElement di akses tanggal 20 Maret 2010 pukul 21.00 WIB
http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/sejarah/article/74/00010016/2 diakses tanggal 13 maret 2010
pukul 8.24 WIB
Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya.
Jakarta: Penerbit Erlangga. 2008

Anda mungkin juga menyukai