Operator Kuantum
Operator Kuantum
Oleh Kelompok 4 :
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui operator-operator dalam Fisika Kuantum
2. Mempelajari nilai eigen dan fungsi eigen dari operator Commute
3. Mengetahui teorema-teorema dalam operator Hermit
4. Mengetahui postulat-postulat dalam mekanika kuantum
ii
5. Mempelajari fungsi eigen untuk operator posisi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengantar
Operator adalah suatu instruksi matematis yang bila dikenakan
atau dioperasikan pada suatu fungsi maka akan mengubah fungsi tersebut
menjadi fungsi lain. Untuk operator Oˆ dapat ditulis sebagai
𝑂̂(𝑟⃗, 𝑡) = ′ (𝑟⃗, 𝑡)
f m* A f n d = f m A f n = f m A f n = m A n
(1-1)
Notasi (1-1) di atas diperkenalkan oleh Dirac, dan disebut notasi kurung. Bentuk
integral di atas juga sering ditulis:
*
f m A f n d = Am n (1-2)
Notasi untuk integral seluruh ruang atas dua buah fungsi fm dan fn ditulis:
fm
*
f n d = f m f n = f m f n = m n (1-3)
Karena f *
m f n d =f
* *
m f n d, maka:
*
m n = m n (1-4)
iii
Hal-hal lain yang perlu diingat adalah:
fm
*
1. f n d = 1 jika fm = fn dan fungsinya disebut ternormalisasi. (1-5)
fm
*
` f n d = 0 jika fm fn dan fungsinya disebut ortogonal (1-6)
Catatan:
fm
*
f n d juga boleh ditulis m n (Kronikle Delta) yang harganya = 0 jika
dengan adalah fungsi keadaan sistem. Karena nilai rata-rata selalu merupakan
bilangan real, maka:
*
A = A
atau: *
A d =
*
A
d (1-9)
iv
Persamaan (1-9) harus berlaku bagi setiap fungsi yang mewakili
keadaan tertentu suatu sistem atau persamaan (1-9) harus berlaku bagi setiap
fungsi berkelakuan baik (well behaved function). Operator linear yang
memenuhi persamaan (1-9) itulah yang disebut operator Hermit.
*
f g (A f )
*
Ag d = d (1-10)
untuk fungsi f dan g yang berkelakuan baik. Perlu dicatat secara khusus bahwa
pada ruas kiri persamaan (1-10), operator A bekerja pada fungsi g sedang di ruas
kanan, operator bekerja pada fungsi f. Dalam kasus khusus yaitu jika f = g maka
bentuk (1-10) akan tereduksi menjadi bentuk (1-9).
Ada dua hal penting yang termuat dalam pernyataan teorema 1 yaitu
bahwa operator yang dipergunakan adalah operator Hermit jadi harus mengikuti
(1-9) dan ada pernyataan eigen value, ini berarti bahwa fungsi yang dibicarakan
adalah fungsi eigen, jadi hubungan (1-7) berlaku. Untuk ini kita misalkan
v
fungsinya adalah , dan karena A adalah operator hermit, maka menurut (1-9):
* *
A d = A d
atau:
* * *
A d = A d (1-11)
Menurut (1-7) : A = a dengan a adalah nilai eigen untuk
A* * = a* * dengan a* adalah nilai eigen untuk *
* *
sehingga (1-11) dapat ditulis: a d = a* d
* *
Menurut (1-5) nilai d = d = 1, jadi: a = a*
Karena A adalah operator Hermit terhadap 1 dan 2 maka menurut (1-10)
berlaku:
1
*
A 2 d = 2
*
A1 d
* *
1 A2 d = 2 A 1
*
atau: d (1-13)
1 2 2 1 d
* * *
a2 d = a1
vi
1 2 2 1 d
* *
a2 d = a1 (1-14)
1 2 1 2
* *
a2 d = a1 d
1 2 1 2
* *
atau: a2 d - a1 d = 0
1 2
*
atau: (a2 - a1 ) d = 0 (1-15)
Jika a1 tidak sama dengan a2 maka dari (1-15) tersebut (a2-a1) tidak
mungkin nol, sehingga:
1 2
*
d = 0 (1-16)
1 2
*
Karena d = 0, maka 1 dan 2 ortogonal.
Jadi terbukti, jika dua buah fungsi eigen mempunyai nilai eigen berbeda
terhadap operator tertentu, maka kedua fungsi tersebut ortogonal. Yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah, mungkinkah dua buah fungsi eigen yang independen,
mempunyai nilai eigen yang sama? Jawabnya adalah ya. Ini terjadi pada kasus
degenerasi. Pada kasus ini, beberapa fungsi eigen yang independen, mempunyai
nilai eigen yang sama. Untuk dua fungsi eigen yang degenerate atau yang nilai
eigen-nya sama, maka kedua fungsi tersebut tidak ortogonal. Dengan demikian,
maka kita hanya boleh mengatakan bahwa dua fungsi eigen yang berhubungan
dengan operator Hermit adalah ortogonal jika kedua fungsi eigen itu tidak
degenerate.
Telah disinggung di atas bahwa jika dua atau lebih fungsi eigen yang
independen mempunyai nilai eigen sama, maka kasus seperti itu disebut
degenerate. Untuk lebih memahami masalah degenerate ini, marilah kita ingat
vii
kembali fungsi gelombang partikel dalam kotak yang telah kita pelajari. Fungsi
gelombang partikel dalam kotak 3 dimensi dinyatakan sebagai:
= x y z dengan :
1/ 2
2
1/ 2
2n 2 2ny
x = sin x x ; y = sin y dan y =
Lx Lx Ly Ly
1/ 2
2 2ny
sin y
Ly Ly
jadi:
1/ 2
8 2nx 2n y 2n y
= sin x sin y sin y (1-17)
Lx. Ly. Lz Lx Ly Ly
E = Ex + Ey + Ez
dengan :
2 2 2 2 2 2
h nx h ny h nz
Ex = 2
; Ey = 2
dan Ez = 2
(1-18)
8mL x 8mLy 8mLz
sehingga:
2 2 2 2
h nx ny nz
E= + +
8m L2 2 2
x Ly Lz
2 2 2 2
h nx + ny + nz
E= (1-19)
8m 2
L
viii
Jika kotaknya berbentuk kubus, maka menurut (1-19) harga nilai eigen E1-
2
h 6
1-2 = E1-2-1 = E2-1-1 = meskipun eigen function-nya 1-1-2 1-2-1 2-1-
8m L2
Satu hal yang penting dari keadaan degenerate itu ialah, bahwa jika
fungsi-fungsi eigen yang degenerate itu dikombinasilinearkan, maka akan
terbentuk fungsi eigen yang baru.
Contoh: Jika fungsi adalah kombinasi linear dari 1-1-2, 1-2-1 dan 2-1-1 yang
dinyatakan dalam bentuk:
Karena 1-1-2, 1-2-1 dan 2-1-1 adalah degenerate, maka pasti merupakan
fungsi eigen yang nilai eigennya sama dengan nilai eigen fungsi-fungsi
penyusunnya.
Yang harus diingat adalah bahwa jika adalah kombinasi linear dari 1-
1-2 dan 1-3-1 sehingga dapat ditulis: = c1 1-1-2 + c2 1-3-1
(1-21)
maka bukan fungsi eigen karena nilai eigen 1-1-2 dan c2 1-3-1 pasti tidak
sama.
ix
Relasi (1-20) disebut degenerasi karena fungsi eigen penyusunnya degenerate
sedang (1-21) bukan degenerasi. Jika kepada kita ditanyakan berapa energi
2
h 6
pada (1-20) maka jawabnya adalah E = .
8m L2
2.2.4 Ortogonalisasi
Misal kita mempunyai dua buah fungsi eigen yang degenerate, jadi nilai
eigennya sama maka menurut teorema 2 kedua fungsi tersebut tidak ortogonal.
Pertanyaannya adalah dapatkah kita membuatnya menjadi ortogonal? Jawabnya
adalah, dapat.
Karena nilai eigen keduanya sama, maka f dan G pasti tidak ortogonal. Agar
diperoleh dua fungsi baru yang ortogonal, ditempuh langkah sebagai berikut:
Kita buat fungsi eigen baru yaitu g1 dan g2 yang merupakan kombinasi
linear f dan G sehingga membentuk misalnya:
Kita harus menentukan harga c tertentu agar g1 dan g2 ortogonal. Agar ortogonal
harus dipenuhi syarat:
g1 g 2 d = 0
*
atau:
f
*
(G + c f ) d = 0 atau :
f cf
* *
G d + f d = 0 atau :
x
f G d + c f * f d = 0
*
f G
*
d
c=-
f f
*
d
Sekarang kita telah mempunyai dua fungsi ortogonal yaitu g1 dan g2 yaitu:
f G d
*
g1 = f dan g2 = G + c f dengan c = -
f f d
*
~
F(x) = a n n (1-22)
1
n F(x) dx
*
dengan : an = (1-23)
all x
~
m* F(x) = a n m* n (1-24)
1
xi
Jika kedua ruas (1-24) diintegralkan maka diperoleh:
1
m* F(x) dx = a n m* n dx (1-25)
m n dx = m
*
n (1-26)
~
m* F(x) dx = an . m n (1-27)
1
~
a n . m n = a1. m 1 + a2 m 2 + ....a m m m + a m +1 m (m+1) +...
1
Jika indek m pada (1-28) diganti n maka persamaan (1-23) yang dicari diperoleh
yaitu:
an = n* F(x) dx
all x
Contoh:
xii
Ekspansilah F(x) ke dalam fungsi eigen untuk partikel dalam kotak satu dimensi
yang panjang kotaknya = a.
Jawab:
Fungsi gelombang partikel dalam kotak satu dimensi dengan panjang kotak = a
adalah:
1/ 2
2 n
n = sin x (1-29)
a a
1/ 2 ~
~ 2 n
F(x) = a n n =
1 a a n sin a
x (1-30)
1
Menurut (1-23) :
an = n* F(x) dx
all x
1/ 2
2 n
=
a
sin
a
x F( x ) dx
1/ 2
2 n
=
a sin a x F(x) dx
1/ 2 a / 2 1/ 2 a
2 n 2 n
=
a x . sin
a
x dx +
a (1 x ) . sin
a
x dx
0 a/2
=
2a3/ 2 sin n (1-31)
2 2
n 2
Jadi:
a1 =
2a 3/ 2 ; a2 = 0 ; a3 =-
2 a
3/ 2
; a4 = 0 ; a5 =
2a 3/ 2 ; a6 = 0
2 2 2 2 2
3 5
dan seterusnya.
xiii
Kita masukkan (1-31) ke dalam (1-30), maka:
1/ 2 ~
2 n
F(x) =
a a n sin a
x
1
=
1/ 2
2a 2a 3'2 2a 3'2
3' 2
2 3 5
sin x sin x sin x . . . .
a 2 2 2 2 2
a 3 a 5 a
=
2
1/ 2
2a3'2 1
sin
1
x 2 sin
3 1
x 2 sin
5
x . . . .
a
2 1 2 a 3 a 5 a
4a 1 1 3 1 5
= sin x sin x sin x . . . .
1
2 2 a 2 a 2 a
3 5
Pada contoh ekspansi fungsi diatas, fungsi F(x) dapat diekspansi ke dalam
bentuk kombinasi linear fungsi gelombang partikel dalam kotak n dan dalam hal
ini himpunan fungsi disebut himpunan lengkap atau Complete Set. Apakah
semua n dapat digunakan untuk mengekspansi fungsi F? Jawabnya ternyata
tidak, hanya himpunan fungsi yang merupakan himpunan lengkap saja yang dapat
digunakan untuk mengekspansi fungsi F. Selanjutnya mengenai himpunan
lengkap, dibuat definisi sebagai berikut:
xiv
yaitu (n, l, m ) adalah fungsi r,,, namun jika seandainya kita mempunyai
sembarang fungsi F(r,,) maka fungsi tersebut tidak dapat diekspansi menjadi
kombinasi linear , karena seperti kita ketahui bahwa hidrogen hanya
berhubungan dengan energi diskrit saja padahal energi elektron bisa saja
kontinum, yaitu ketika elektron dalam proses lepas dari sistem atom menjelang
terjadinya ionisasi. Jadi n atom hidrogen bukan merupakan himpunan lengkap
sehingga tidak mungkin kita mengekspansi F(r,,) menjadi himpunan linear (n,
l, m). Fungsi gelombang hidrogen baru disebut himpunan fungsi lengkap jika
menyertakan himpunan fungsi gelombang yang berkorelasi dengan energi
kontinum yang biasanya ditulis (E, l, m). Jika fungsi gelombang hidrogen sudah
dinyatakan secara lengkap seperti itu maka fungsi F(r,,) dapat diekspansi, yaitu
menjadi kombinasi linear fungsi diskrit dan kombinasi linear fungsi kontinum.
2.3.2 Teorema 3
Jika g1, g2... adalah himpunan lengkap fungsi eigen dari operator A dan
jika fungsi F juga fungsi eigen dari operator A dengan nilai eigen k (jadi A F = k
F) sedang F diekspansi dalam bentuk F = a i g i , maka gi yang a i nya tidak nol
i
mempunyai nilai eigen k juga. Jadi ekspansi terhadap F, hanya melibatkan fungsi-
fungsi eigen yang mempunyai nilai eigen yang sama dengan nilai eigen F.
Selanjutnya sebagai rangkuman dapat dinyatakan bahwa Fungsi-fungsi eigen
dari operator Hermite, membentuk himpunan lengkap ortonormal dan nilai
eigennya adalah real.
Jika fungsi secara simultan adalah fungsi eigen dari dua buah operator
A dan B dengan nilai eigen aj dan bj, maka pengukuran properti A menghasilkan
aj dan pengukuran B menghasilkan bj. Jadi kedua properti A dan B mempunyai
nilai definit jika merupakan fungsi eigen baik terhadap A maupun B .
xv
Telah dinyatakan bahwa suatu fungsi adalah eigen terhadap A dan B jika
kedua operator tersebut commute atau:
A i = ai i dan B i = bi i Jika : (1-
32)
[A,B] = 0 (1-
33)
Yang harus kita buktikan adalah: [A,B] = 0
Kita tahu: [A,B] = A B - B A (1-
34)
[ A , B ]i = A B i - B A i
= A ( B i ) - B ( A i )
= A bi i - B ai i
= bi A i - ai B i
= bi ai i - ai bi i
[ A , B ] = bi ai - ai bi = 0 (terbukti) (1-
35)
xvi
adalah fungsi eigen dari operator L x dan operator L y tetapi kedua operator
xvii
dengan k i adalah konstan. Persamaan (1-39) itu menyatakan bahwa fungsi g i
merupakan fungsi eigen dari operator B sebagaimana yang hendak kita buktikan.
Jadi, jika A dan B commute dan fungsi g i adalah fungsi eigen terhadap
A maka g i juga merupakan fungsi eigen dari B (Jadi Teorema 5 adalah
kebalikan dari Teorema 4)
Teorema 6: Jika g i dan g j adalah fungsi eigen dari operator Hermite A dengan
nilai eigen berbeda (misal A g i = a i g i dan A g j = a j g j dengan a i
a j ), dan jika B adalah operator linear yang commute terhadap A ,
maka:
< g j B g i > = 0 atau g j B g i d = 0 (1-
s r
40)
g j k i g i d = ki gj g i = k i . 0 = 0 (terbukti)
s r sr
xviii
Operator paritas, dapat dilihat dari efeknya apabila ia bekerja pada
sembarang fungsi. Operator ini akan mengubah tanda semua koordinat Cartessius,
sehingga kita boleh mendefinisikan: f ( x, y, z ) = f (-x, -y, -z)
Contohnya: ( x2 - 2 x. e-2y + 3 z3 ) = { (-x)2 -2 (-x). e2y + 3 (-z)3 }
= x2 + 2 x e2y - 3z3
Jika seandainya g i adalah fungsi eigen dari operator paritas dengan nilai
eigen a i maka kita dapat menulis: g i = a i g i (1-
42)
2 f ( x, y, z ) = f ( x, y, z ) = f (-x, -y, -z) = f ( x, y, z )
Karena f nya fungsi sembarang maka 2 adalah operator satuan (unit Operator),
jadi:
2 = 1 (1-
43)
Sekarang, bagaimana jika kita gunakan 2 untuk (1-42) ? Hasilnya adalah:
2 g i = g i = a i g i = a i g i = a i2 g i (1-
44)
Karena adalah unit operator, maka (1-44) menjadi:
g i = a i2 g i (1-
45)
atau: ai = + 1 (1-
46)
xix
Karena ai adalah nilai eigen untuk 2 , maka nilai eigen untuk 2 adalah 1 dan -
1. Perlu dicatat bahwa hal ini berlaku untuk semua operator yang kuadratnya
merupakan operator satuan.
Bagaimana fungsi eigen dari operator Paritas ? Kita lihat kembali persamaan (1-
42)
gi = ai gi
Karena nilai eigen operator ini + 1, maka persamaan di atas dapat ditulis:
gi = + 1 gi (1-
47)
g ( - x , - y, - z ) = -g ( x , y, z ) (1-
51)
xx
Bagaimana jika Operator Paritas Commute dengan operator Hamilton ?
dan juga boleh menyatakan bahwa i adalah fungsi eigen bagi operator paritas
tidak peduli fungsi tersebut ganjil atau genap. Untuk sistem partikel tunggal,
2 2 2 2
[ H , ] = [ (- V ), ] = [- , ] + [ V, ]
2m x 2 2m x 2
2 2
= - [ , ] + [ V, ] (1-
2 m x 2
53)
2
Harga [ , ] adalah 0, ini dengan mudah dapat dibuktikan sebagai berikut:
x 2
2 2 2
[ , ] F(x) = F(x) - F(x)
x 2 x 2 x 2
2
= F(-x) - F(-x)
x 2 x x
2 2
= F( x) - F(-x) = 0
x 2 x 2
xxi
[ H , ] = [ V, ] (1-
54)
Nilai (1-55) ditentukan oleh fungsi energi potensial. Jika fungsi energi potensial
adalah fungsi genap, maka V(x) = V(-x), maka (1-55) menjadi:
[ V(x), ] = 0 sehingga (1-54) menjadi:
[H , ] =0 (1-
56)
Ini berarti:
Teorema 7: Jika fungsi V adalah fungsi genap, maka H dan adalah commute,
sehingga kita dapat memilih sembarang fungsi gelombang stasioner
baik genap maupun ganjil sebagai fungsi eigen dari kedua operator
tersebut.
Fungsi genap atau ganjil yang merupakan fungsi eigen bagi kedua operator
Hamilton dan paritas itu disebut fungsi definit paritas.
xxii
Jika energi level degenerate, berarti tidak cuma satu fungsi gelombang
independen yang memiliki nilai eigen tersebut. Dengan demikian kita memiliki
banyak sekali pilihan fungsi gelombang sebagai akibat dari kombinasi linear dari
fungsi-fungsi degenerasi itu.
Telah kita postulatkan pada sub bab 1.3 bahwa fungsi eigen dari sembarang
operator Hermite yang mewakili besaran fisik teramati, membentuk himpunan
lengkap. Karena g i adalah himpunan lengkap kita dapat mengekspansi fungsi
dalam suatu deret yang suku-sukunya adalah g i jadi:
xxiii
(q,t) = ci g i (q ) (1-
i
58a)
58b)
∫* d = 1 (1-
59)
ci (t ) g i ci (t ) g i d = ci (t ) g i c j (t ) g j d = 1
* * * *
(1-
i i i j
60)
61)
Jika i = j, maka:
c*i( t ) c i( t ) = 1 atau:
i i
ci
2
=1 (1-
i
62)
Ingat bahwa jika fungsi ternormalisasi, maka nilai rata besaran A adalah:
xxiv
< A > = ∫ * Â d
< A > = c *j (t ) g *j  c i( t ) g i(q) d = c*j( t ) c i( t ) g *j A g i d
j i j i
atau:
ci
2
<A>= ai (1-
i
63)
n X n X ...........n i X i . n n n
<X>= 1 1 2 2 = 1 X1 + 2 X 2 ..... i X i
n n n n
= P1 X1 + P2 X2...... Pi Xi Jadi:
<X>= Pi X i (1-
i
64)
Sekarang jika dari pengukuran terhadap besaran A diperoleh nilai-nilai eigen a1,
a2... ai maka rata-rata A adalah:
<A>= Pi a i (1-
i
65)
xxv
dengan Pi adalah probabilitas mendapatkan nilai a i pada pengukuran besaran A.
Jika hanya ada sebuah fungsi eigen independen untuk setiap nilai eigen
(nondegenerate) maka banyaknya eigen fungsi sama dengan banyaknya nilai
eigen. Selanjutnya dengan membandingkan (1-65) terhadap (1-63) maka dapat
dipastikan bahwa
2
c i = Pi (1-
66)
Teorema 8: Jika a i adalah nilai eigen non degenerate dari operator  dan g i
adalah fungsi eigen ternormalisasi (Â g i = a i g i ) maka, manakala
besaran A diukur dalam sistem mekanika kuantum yang fungsi
statenya pada waktu diadakan pengukuran adalah , probabilitas
mendapatkan hasil a i adalah c i 2, dengan ci adalah koefisien g i
pada ekspansi = i c i g i . Jika nilai eigen a i degenerate,
probabilitas mendapatkan a i pada saat A diukur adalah jumlah dari
c i 2 fungsi-fungsi eigen yang nilai eigennya a i .
xxvi
∫ g *j d = ∫g *j i c i g i d = i c i ∫g *j g i .d = c i i ∫g *j g i d
Jika ortonormal:
∫g *j d = c i
atau:
2 2 2
Pi = c i = ∫. g *j d =< g *j > (1-
68)
Jadi jika kita mengetahui state sistem sebagaimana ditentukan oleh fungsi maka
kita dapat menggunakan (1-68) untuk memprediksi probabilitas dari berbagai
kemungkinan hasil pengukuran besaran A.
Teorema 9: Jika besaran B diukur dalam sistem mekanika kuantum yang fungsi
statenya pada saat pengukuran adalah , maka probabilitas dari
2
pengamatan nilai eigen a j dari operator  adalah <g j > ,
dengan g j adalah fungsi eigen ternormalisasi yang mempunyai nilai
eigen a j .
Integral <g j > = ∫ g*jd akan mempunyai nilai absolut substansial jika fungsi
ternormalisasi g j dan berada pada daerah yang saling berdekatan dan dengan
demikian harganya di daerah tertentu dalam ruangan hampir sama. Jika tidak
demikian maka bisa terjadi g j terlalu besar sedang terlalu kecil (atau
sebaliknya) sehingga hasil kali g j .selalu terlalu kecil. Akibatnya absolut
kuadratnya juga terlalu kecil sehingga probabilitas untuk mendapatkan nilai eigen
a i juga sangat kecil.
xxvii
Contoh: Dilakukan pengukuran terhadap Lz elektron atom hidrogen yang
fungsinya pada saat diadakan pengukuran adalah fungsi 2px. Tentukan
hasil-hasil pengukuran yang mungkin dan tentukan pula probabilitas
masing-masing hasil pengukuran.
Jawab:
a. 2px adalah kombinasi linear dari 2p(+1) dan 2p(-1). Jadi harga Lz yang
mungkin adalah dan - karena Lz adalah m .
b. Untuk menentukan probabilitas masing-masing, kita ekspansi 2px atas
fungsi-fungsi penyusunnya: 2px = 2-1/2 2p(+1) + 2-1/2 2p(-1).
Persamaan diatas adalah bentuk ekspansi 2px atas 2p(+1) dan 2p(-1) dengan
koefisien c1 = c2 = 2-1/2. Menurut teorema 8, probabilitasnya adalah: P1 = 2-
1/2 2
= ½ = P2. P1 adalah probabilitas mendapatkan Lz = sedang P2 adalah
probabilitas mendapatkan Lz = -
Contoh: Akan dilakukan pengukuran terhadap energi (E) bagi partikel dalam box
yang panjangnya a dan pada saat pengukuran dilakukan partikel berada
pada keadaan non stasioner = 301/2a-5/2x (a-x) untuk 0 < x <
= n cn n
Menurut (1-67) : c i = ∫ . g *j d
xxviii
2401 / 2
= [ 1 - (-1)n ] (Buktikan) (1-
n 33
69)
240
Pn = cn2 = [ 1 - (-1)n ]2.
n 6 6
Catatan: Jika anda akan membuktikan (1-69) yang perlu dicatat adalah bahwa cos
n = (-1)n
Postulat I. Keadaan (state) sistem dideskripsi oleh fungsi yang merupakan fungsi
koordinat dan waktu. Fungsi ini disebut fungsi keadaan atau fungsi
gelombang yang memuat semua informasi mengenai sistem. Selanjutnya
juga dipostulatkan bahwa harus bernilai tunggal, continous,
ternormalisasi dan quadratically integrable.
Postulat II. Setiap besaran fisik teramati, berhubungan dengan operator Hermite
linear. Untuk menurunkan operator ini, tulislah ekspresinya secara
mekanika klasik dalam koordinat Cartessius, dan hubungkanlah dengan
komponen momentum linearnya, kemudian gantilah setiap koordinat x
dengan x dan setiap komponen px dengan i
x
Postulat III. Nilai yang mungkin, yang dapat diperoleh dari besaran fisik A hanyalah
nilai eigen a i dalam persamaan  g i = a i g i dengan  adalah operator
xxix
yang berhubungan besaran fisik A dan g i adalah fungsi eigen yang well
behaved.
Postulat IV. Jika  adalah operator Hermite linear yang mewakili besaran fisik
teramati tertentu, maka fungsi g i dari operator  membentuk himpunan
lengkap.
Catatan:
= i c i g i (1-
70)
Postulat V. Jika (q,t) adalah fungsi ternormalisasi yang mewakili suatu sistem pada
saat t, maka nilai rata-rata besaran fisik A pada saat t, adalah:
Postulat VI. Keadaan bergantung waktu dalam sistem mekanika kuantum dinyatakan
dengan menggunakan persamaan Schrodinger bergantung waktu:
= H (1-72)
i t
dengan H adalah operator Hamilton (Energi) sistem itu
xxx
2.8 Pengukuran dan Interpretasi Mekanika Kuantum
xxxi
dikemukakan oleh Einstein, yang menyatakan bahwa fungsi gelombang tidak
mendeskripsi keadaan sistem tunggal (sebagaimana dalam interpretasi ortodok)
tetapi memberikan deskripsi statistikal terhadap sekelompok sistem (dalam jumlah
besar/ ansemble); dengan interpretasi seperti ini maka silang pendapat mengenai
reduksi fungsi gelombang tidak terjadi.
Pada tahun 1964 J.S. Bell membuktikan bahwa dalam eksperimen tertentu
yang melibatkan dua partikel yang terpisah jauh, yang pada awalnya berada pada
daerah yang sama dalam ruangan, orang harus membuat beberapa kemungkinan
teori variabel tersembunyi untuk memprediksi adanya perbedaan dengan yang
dilakukan oleh mekanika kuantum. Dalam teori lokal, dua partikel yang sangat
xxxii
berjauhan akan saling independen. Hasil beberapa eksperimen sesuai dengan
prediksi mekanika kuantum, dan hal ini memperkuat keyakinan mekanika
kuantum untuk melawan teori variabel tersembunyi lokal.
Kita telah menurunkan fungsi eigen untuk operator momentum linear dan
momentum angular. Pertanyaan kita sekarang adalah, bagaimana fungsi eigen
untuk operator posisi ?
Operator posisi ditulis x yang operasinya adalah x kali atau
x = x.
xxxiii
Jika fungsi eigen posisi kita misalkan g(x) dan nilai eigennya a, maka:
x g(x) = a g(x) atau:
(x - a) g(x) = 0 (1-
74)
Kesimpulan di atas membawa kita kepada pemikiran mengenai sifat g(x), yaitu
bahwa seandainya fungsi state = g(x), dan jika dilakukan pengukuran terhadap x,
maka kemungkinan hasilnya adalah a, dan itu hanya benar jika probabilitas nya
2 adalah nol untuk x a agar memenuhi (1-89). Sebelum membahas lebih
lanjut mengenai fungsi g(x), akan diperkenalkan fungsi Heaviside step H(x) yang
definisinya (gambar 1-1)
H(x)
1
1/
2 x
xxxiv
H(x) = ½ untuk x = 0 (1-
77)
Selanjutnya akan diperkenalkan fungsi Delta Dirac (x) yang merupakan turunan
dari fungsi Heaviside step.
Karena pada x = 0 terjadi lompatan mendadak pada harga H(x), maka turunan tak
terhingga, jadi:
Sekarang kita perhatikan (1-90). Jika x diganti x - a, maka (1-90) akan menjadi
lebih umum, yaitu dalam bentuk:
atau:
xxxv
Dengan demikian maka:
~
f(x) (x-a) dx
~
Jadi:
~ ~ ~
f H
f (x) (x-a) dx =
( x) (x - a) ~
- H(x-a) f '(x) dx
~ ~
~ ~
f
(x) (x-a) dx = f (~) - H(x-a) f '(x) dx (1-
~ ~
84)
~ ~
f(x) (x-a) dx = f (~) - H(x-a) f '(x) dx (1-
~ a
85)
~
Suku H(x-a) f '(x) dx pada (1-84) adalah ∫V dU jadi (1-84) menjadi:
a
~
f(x) (x-a) dx = f(a) (1-
~
86)
xxxvi
Jika kita bandingkan (1-86) dengan persamaan j Cj ij = Ci kita dapat melihat
bahwa peran fungsi delta Dirac dalam integral sama dengan peran Kronecker
delta dalam jumlah atau sigma.
~
(x-a) dx = 1 (1-
~
87)
Sifat dari fungsi delta Dirac sama dengan sifat (1-75) dan (1-76), dari fungsi eigen
posisi g(x). Dengan demikian secara tentatif dapat dinyatakan bahwa fungsi eigen
posisi adalah:
xxxvii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Operator adalah suatu instruksi matematis yang bila dikenakan
atau dioperasikan pada suatu fungsi maka akan mengubah fungsi
tersebut menjadi fungsi lain.
2. Sifat pertama operator Hermit adalah bahwa nilai-nilai operator itu
adalah real.
3. Sifat kedua dari operator Hermit adalah bahwa fungsi-fungsi eigennya
adalah orthogonal.
4. Terdapat 9 teorema yang berhubungan dengan operator Hermit.
5. Jika operator berbentuk matriks, maka perkalian dengan fungsi akan
mengikuti cara-cara dalam teori matriks.
6. Dalam mekanika kuantum, terdapat 6 postulat.
7. Postulat IV mekanika kuantum lebih bersifat sebagai postulat
matematik artinya kurang bersifat postulat fisik, karena tidak ada
pembuktian matematik sama sekali terhadap postulat ini. Karena tidak
ada pembuktian matematik terhadap kelengkapan himpunan, maka kita
harus berasumsi terhadap kelengkapannya.
3.2 Saran
xxxviii
Kami berharap setelah pembahasan makalah ini akan ada perbaikan atau
saran- saran yang berdampak positif untuk perkembangan pengetahuan setiap
pemabaca untuk topik bahasan tentang operator-operator dalam mekanika
kuantum dan fungsi eigen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2014.http://kimia.unnes.ac.id/v4/wp/Bab-1-Teorema-Mekanika-
Kuantum-FIN.doc
xxxix