Anda di halaman 1dari 20

“HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam Industri Pembuatan

Es krim”

MAKALAH PRAKTIKUM

MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN TERNAK

Oleh :

Kelas: B

Kel: 4

PUTRI DEWI 200110130014

GANESHA ADE RIEMAS 200110130091


TEGUH F. 200110130133

PUTRI RIANDI L. 200110130309

M. BAGUS R. 200110130314

LASDAME P.GULTOM 200110130352

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2015
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada sebuah industri pembuatan es krim keamanan dari produk tersebut harus

terjamin. Karena jika suatu produk es krim belum mempunyai sistem untuk

menjamin sebuah keamanan pangan, maka akan terjadi sebuah ketidakpercayaan

kepada industri tersebut yang menyebabkan bangkrutnya suatu industri dan

konsumen merasa terancam terhadap bahaya-bahaya yang ditimbulkan dari

bahan-bahan pembuatan es krim yang dapat merugikan konsumen.

Masalah tersebut dapat diminimalisir dengan menerapkan sistem HACCP

yang mampu memberikan costeffective dengan cara menentukan sumber bahaya


dalam produksi dan cara mengatasinya. Cara ini mampu mengurangi resiko

memproduksi dan menjual produk yang tidak aman. Dengan menggunakan

system ini maka didapatkan keuntungan tambahan dalam hal kualitas produk. Hal

ini berkaitan dengan peningkatan perhatian terhadap bahaya dan partisipasi dari

semua orang yang terlibat dalam proses. Banyak dari mekanisme pengendalian
bahaya juga sekaligus merupakan pengendalian terhadap mutu produk.

HACCP telah diadopsi di Indonesia sebagai salah satu standar system mutu

yang menggunakan model jaminan mutu dengan berdasarkan keamanan pangan

(food safety) sebagai pendekatan utama yakni melalui Standar Nasional Indonesia

(SNI) 01-4852-1998 tentang system analisa bahaya dan pengendalian titik kritis

(HACCP) serta pedoman penerapannya. Standar ini ditetapkan oleh Badan

Standarisasi Nasional (BSN) untuk dapat dipergunakan bisnis pangan dalam

menerapkan jaminan mutu keamanan pangan.


1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan es krim.

2. Apa saja titik-titik kritis dalam usaha pembuatan es krim berdasarkan

konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).

3. Bagaimana bentuk bagan alir dari usaha industri es krim.

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui defenisi dari es krim.

2. Mengetahui titik-titik kritis dalam usaha pembuatan es krim berdasarkan

konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).

3. Mengetahui bagan alir dari usaha iindustri es krim.


II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi HACCP

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu

analisa yang dilakukan terhadap bahan baku, produk dan proses untuk

menentukan komponen, kondisi atau tahapan proses yang harus mendapat

pengawasan ketat untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. HACCP menggunakan pendekatan

yang rasional, menyeluruh, kontinyu dan sistematis untuk menjamin bahwa bahan

pangan aman untuk dikonsumsi (Bryan, 1990).


Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard

Analysis and Critical Control Points / HACCP) didefinisikan sebagai suatu

pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan

mengendalikan bahaya. Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian

kritis), adalah langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan


untuk mencegah atau menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik

aman (Bryan, 1995).

Dillon and Griffith (1996) dalam buku Hygiene dan Sanitasi Makanan

(Siti Fathonah, 2005) mendefinisikan HACCP sebagai sistem manajemen

keamanan makanan, dengan strategi mencegah bahaya dan resiko yang terjadi

pada titik-titik kritis pada rantai produksi makanan. Sedangkan Badan

Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia mendefinisikan HACCP sebagai suatu

sistem untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya yang

nyata bagi keamanan pangan.


2.2 Konsep HACCP

HACCP dapat digunakan untuk mengontrol setiap area atau tahapan dalam

system 4 produksi pangan yang memungkinkan terjadinya situasi bahaya baik

berupa bahan kontaminan, mikroorganisme pathogen, cemaran fisik ataupun

kimia, proses dan kondisi penyimpanan.

Konsep HACCP dapat dan harus ditetapkan dalam seluruh mata rantai

produksi makanan. Aplikasi HACCP pada umumnya diterapkan dalam industri

pengolahan pangan, tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan mulai dari penyediaan

bahan baku, proses produksi sampai distribusi. Hal ini disebabkan karena

beberapa kontaminasi seperti logam berat, pestisida dan mikotoksin yang

mungkin mencemari bahan baku saat produksi, sulit dihilangkan dengan proses
pengolahan.

Pada mulanya HACCP dikembangkan untuk mengontrol bahaya

mikrobiologis dalam bahan pangan sehingga prosedurnya lebih dikonsentrasikan

pada bahaya mikrobiologis. Akan tetapi HACCP dapat diaplikasikan dalam

identifikasi dan mengontrol bahan kimia dan benda asing lainnya pada produk
bahan pangan. Agar menjadi efektif maka analisa bahaya dilakukan secara

spesifik terhadap produk maupun proses dengan memperhitungkan prosedur

actual (bahan dasar, peralatan,petunjuk operasi) yang diaplikasikan. Dalam

HACCP dikenal istilah CCP yaitu semua titik di dalam system pangan yang

spesifik dimana hilangnya kendali akan menyebabkan resiko kesehatan yang

besar (Pierson dan Corlett, 1992). Pengujian mikrobiologi bukan merupakan suatu

cara yang efektif untuk memantau titik kendali kritis. Hal ini disebabkan karena

waktu untuk pengujian yang terlalu lama dan sulit diinterpretasikan. Pengujian

secara fisik dan kimia dapat digunakan sebagai pengukuran tidak langsung
terhadap pengujian secara mikrobiologi. Tetapi walaupun demikian pengujian

mikrobiologi dapat digunakan untuk menyempurnakan hasil pengujian fisik dan

kimia, pengamatan visual dan evaluasi sensori dan membuktikan bahwa system

HACCP yang diterapkan telah berjalan dengan baik.

Pada tahun 1989 NACMCF menetapkan 7 prinsip HACCP sebagai berikut

(Pierson dan Corlett, 1992) :

1. Analisa bahaya dan penetapan kategori bahaya

2. Penetapan titik kendali kritis (CCP).

3. Penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang

ditentukan.

4. Dokumentasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP


5. Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi

penyimpangan selama pemantauan CCP

6. Penetapan system pencatatan yang efektif yang merupakan dokumen

penting program HACCP

7. Penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa system HACCP


telah berhasil
III

PEMBAHASAN

3.1. Defenisi Es Krim

Es krim dapat didefinisikan sebagai makanan beku yang dibuat dari

produk susu dan dikombinasikan dengan pemberi rasa dan pemanis. Menurut

Standar Nasional Indonesia, es krim adalah sejenis makanan semi padat yang

dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani

maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan.

Campuran bahan es krim diaduk ketika didinginkan untuk mencegah


pembentukan kristal es yang besar (Arbuckle, 2000).

Pada pembuatan es krim, komposisi adonan akan sangat menentukan

kualitas es krim tersebut nantinya. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas

tersebut, mulai dari bahan baku, proses pembuatan, proses pembekuan,


Universitas Sumatera Utarapengepakan, dan sebagainya. Pada proses pembuatan

seluruh bahan baku es krim akan dicampur, menjadi suatu bahan dasar es krim.

Pada proses ini dikenal beberapa istilah, salah satunya yaitu viskositas/kekentalan.

Kekentalan pada adonan es krim akan berpengaruh pada tingkat kehalusan tekstur,

serta ketahanan es krim sebelum mencair. Proses pembuatannya sendiri melalui

pencampuran atau mixer bahan-bahan menggunakan alat pencampur yang

berputar (Harris, 2011)

3.2. Titik Kritis Pada Industri Es Krim

Batas kritis merupakan satu atau lebih toleransi yang harus dipenuhi yang

dapat menjamin bahwa CCP yang ditetapkan dapat mengendalikan secara efektif

bahaya yang mungkin terjadi. Batas kritis yang terlewati menunjukkan bahwa
bahaya dapat terjadi atau produk tidak diproduksi pada kondisi yang menjamin

keamanan.Pengujian yang terkait dengan batas kritis bagi CCP untuk es krim

adalah :

1. Pengukuran suhu (pasteurisasi, pendinginan, aging, penyimpanan, rework,

sterilisasi alat, penyimpanan produk, container)

2. Waktu (pasteurisasi, aging, penyimpanan rework, sterilisasi alat)

3. Tidak ada allergen (dengan penampakan visual)

4. Kondisi mesin

5. Kebersihan dan swab test.

3.2.1. Titik Kritis Pada Tahap Peternakan

a. Titik Kritis Pada Bahan Baku (Susu)


Dalam proses pemerahan susu, hanya ada satu bahan baku yang dianalisis

bahayanya, yaitu sapi perah. Sapi perah mungkin mengandung bahaya fisik yang

terlihat oleh mata yaitu debu atau tanah yang menempel pada permukaan tubuh

sapi, dan bahaya mikrobiologi dari bakteri patogen atau pembusuk pada kotoran-

kotoran tersebut. Oleh karena itu pada sapi perah yang pertama kali masuk ke
peternakan atau yang akan diperlah, wajib untuk dilakukan pengecekan kondisi

kesehatan dan kebersihan sapi yang bersangkutan dan diperiksa pula dokumen

pendukung tentang asal-usul sapi, penyakit yang mungkin pernah diderita serta

pakan yang biasa diberikan, apakah tercemar atau tidak, dan sebagainya.

b. Titik Kritis Pada Proses Pemerahan

Analisis bahaya pada proses pemerahan susu sapi dilakukan berurutan

sesuai diagram alir proses pemerahan susu sapi. Tahapan proses pemerahan susu

sapi meliputi tiga kegiatan yaitu kegiatan sebelum pemerahan,Kegiatan saat

pemerahan dan Kegiatan setelah pemerahan. Kegiatan sebelum pemerahan


meliputi menyediakan sarana pemerahan, membersihkan kandang, memandikan

sapi, persiapan operator pemerah, membersihkan ambing dan pemerahan awal

yaitu membuang 3 – 4 pancaran susu pertama yang keluar dari sapi yang potensial

mengandung mikroorganisme dari sisa pemerahan sebelumnya.


Formatted: Indent: Left: 0"
Pemerahan awal menjadi CCP, penting dilakukan untuk membersihkan

residu susu kotor yang tidak terbuang dan kemungkinan besar telah

terkontaminasi mikroorganisme. Batas kritis pada tahap ini adalah sempurnanya

pembuangan 3 – 4 pancaran susu pertama awal pemerahan yang merupakan susu

kotor sisa pemerahan sebelumnya. Penyaringan susu juga menjadi CCP karena

bertujuan untuk menghilangkan kontaminasi terutama kontaminasi fisik benda

asing, kotoran seperti batu kerikil kecil pada ember dan lain-lain dengan batas
kritis susu yang bersih, bebas dari kontaminasi benda asing. Tahap selanjutnya

menyimpan susu pada wadah yang diisi air dingin untuk mendinginkan atau

menurunkan suhu susu. Tahap pendinginan merupakan CCP dilakukan untuk

mencegah bakteri berkembang dengan cepat saat susu belum disetorkan ke

pengumpul atau koperasi. Batas kritis tahap ini adalah susu yang bebas dari
mikroba patogen, atau hanya mengandung sedikit mikroba pembusuk. Hal ini

ditandai oleh BJ (Berat Jenis) susu yang tinggi dan kandungan alkohol yang
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
negatif saat diperiksa di TPS (Tempat Penampungan Susu).

c. Titik Kritis Pada Tahap Pengumpulan Susu

Tahap pengumpulan susu ke TPS menjadi CCP selanjutnya pada proses

pemerahan susu Selang waktu antara selesainya proses pemerahan hingga susu

sampai dikumpulkan di TPS menjadi faktor penentu mikroba berkembang biak

dengan cepat dan kemungkinan masuknya benda asing atau kotoran-kotoran yang

tidak kasat mata pada susu. Batas kritis pada tahap ini adalah susu secepatnya
harus dikumpulkan ke TPS setelah diperah, paling lama setengah jam setelah

diperah, dengan mempertimbangkan faktor resiko. Bakteri yang dapat dengan

cepat berkembang biak didalam susu antara lain yaitu Salmonella spp. sedangkan

yang banyak terdapat dalam tangan operator yang tidak bersih adalah

Staphylococcus aureus. Menurut PIERSON (1993), sumber bakteri Salmonella

spp. adalah air, tanah, mamalia, burung, serangga, usus binatang, terutama pada

unggas dan babi. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella adalah mual,

muntah-muntah, diare, kram perut, demam dan sakit kepala. Inkubasi normal

adalah dalam 6 sampai 48 jam. Staphylococcus banyak terdapat pada tangan

manusia, tenggorokan, dan saluran pernafasan. Bakteri ini juga biasa terdapat

pada kulit binatang. Penyakit yang dapat ditimbulkannya adalah mual-mual,


muntah, diare, kejang perut, dan gangguan saraf. Gejala dapat terjadi secara akut.

Secara normal serangan terjadi dalam jangka waktu 30 menit sampai 8 jam.

Jangka waktu inkubasi biasanya terjadi dalam periode 24 sampai 48 jam setelah

terinfeksi bakteri tersebut.

Titik-titik yang perlu dikontrol (CP = Control Points) merupakan titik


yang tidak kritis, karena tidak menimbulkan bahaya baik bagi keselamatan

maupun mutu. CP pada proses pemerahan susu sapi meliputi 6 (enam) tahap yaitu

menyediakan sarana pemerahan, membersihkan kandang, persiapan pemerah,

membersihkan ambing, mengatur jarak dan waktu pemerahan, serta suci hama

puting setelah proses pemerahan selesai.

Berdasarkan informasi yang ada walaupun teknik pemerahan dan

penanganan susu termasuk seragam ternyata rata-rata kondisi peternakan para

peternak di Sarwamukti terutama untuk kebersihan kandang memiliki tingkat

kebersihan yang rendah. Selain itu kegiatan fumigasi terhadap kandang dan
peralatan pemerahan yang sebenarnya harus dilakukan secara rutin dengan

desinfektan dalam kenyataan tidak dilakukan. Hal ini merupakan sumber

tingginya nilai TPC susu.

Tindakan peternak yang memandikan sapi sebelum pemerahan merupakan

tindakan yang menyimpang dari SOP. Hal ini akan menimbulkan kontaminasi

mikroorganisme dari tubuh ternak yang masih basah ada kemungkinan air dari

tubuh ternak menetes ke dalam penampungan susu. Dalam SOP yang

diberlakukan kepada peternak dalam kegiatan operasional pemerahan susu

dianjurkan sapi dimandikan setelah diperah. Sapi hanya dibersihkan terlebih

dahulu pada ambingnya dengan menggunakan air hangat dan lap kering yang

bersih sebelum pemerahan.


3.2.2. Titik Kritis Pada Tahap Industri Es Krim

a. Titik kritis pada saat awal penerimaan susu dari peternak

Penerimaan High Risk Ingredients dimana bahaya yang terjadi yaitu

Kontaminasi debu pada bagian cair dari pipa pengiriman maupun penerimaan

bahan cair yang menuru gudang.Hal ini dapat dilakukan pencegahan dengan cara
Penutupan pipa setelah digunakan, Pembersihan pipa bahan dan sweb test.pada

setiap proses penerimaan harus dilakukan Pengecekan kebersihan dan swab.

Setiap akan mengisi tangki test oleh Petugas substore dan QC serta tindakan

koreksi dengan pembersihan ulang.

Selain itu bahaya lain yang mungkin terjadi yaitu Kontaminasi

(bakteri, serangga) pada bahan cair dari pipa pengiriman maupun penerimaan

bahan cair yang menuju gudang. Hal ini dapat dilakukan pencegahan dengan cara

Penutupan pipa setelah digunakan, Pembersihan pipa bahan dan sweb test.pada

setiap proses penerimaan harus dilakukan Pengecekan kebersihan dan swab.


Setiap akan mengisi tangki test oleh Petugas substore dan QC serta tindakan

koreksi dengan pembersihan ulang.batas kritis dari bahaya tersebut dimana Pipa

harus bersih.

b. Titik kritis pada higienitas dan sanitasi

Sanitasi Ruangan/Lingkungan tidak ada gunanya apabila semua

peralatan dalam kondisi bersih tetapi ruangan dan lingkungan (termasuk

petugas/karyawan produksi) dalam kondisi kurang bersih. Secara garis besar

kondisi sanitasi ruangan dan lingkungan yang diinginkan antara lain :

Peralatan Proses Permukaan peralatan harus selalu dalam keadaan

bersih baik bagian luar ataupun bagian dalam yang akan bersinggungan/kontak

dengan susu, yang dicirikan dengan tidak ada bau dari produk yang
membusuk,Permukaan halus dan bersih , Permukaan tidak belang-belang karena

lidah air.

Lingkungan yang bersih yaitu tembok, lantai dan got harus selalu

bersih dan tidak berbau,ruang Filling harus disediakan larutan Chlorine di pintu

masuk dimana sepatu/boot karyawan harus nyebur (foot-bath),bila kosong lampu


Ultra-violet (UV) di ruang filling harus dinyalakan terutama malam hari,harus

dijaga tidak ada genangan air baik di dalam maupun `diluar ruang proses,

termasuk saluran pembuangan limbah.

Ruang penyimpanan produk (storage area) harus selalu bersih,Bahan

pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama,IRT

seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya sarang hama.

Pemberantasan hama yaitu hama harus diberantas dengan cara yang

tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan,pemberantasan hama dapat

dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus atau secara kimia seperti
dengan racun tikus.Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan

pertimbangan tidak mencemari pangan.

Kesehatan karyawan Karyawan yang bekerja di ruang produksi harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut : Kesehatan dan higiene karyawan yang

baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung

dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran.Karyawan yang sakit atau baru

sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan

bekerja di pengolahan pangan,karyawan yang menunjukkan gejala atau sakit

misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit

tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari

telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan
mengolah pangan,karyawan harus diperiksa dan diawasi kesehatannya secara

berkala.

Kebersihan karyawan yaitu karyawan harus selalu menjaga kebersihan

badannya,mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap dengan penutup kepala,

sarung tangan dan sepatu kerja. Pakaian dan perlengkapannya hanya dipakai
untuk bekerja,Karyawan harus menutup luka dan perban, selalu mencuci tangan

dengan sabun sebelum memulai kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani

bahan mentah atau bahan/alat yang kotor dan sesudah ke luar dari toilet/jamban;

Kebiasaan karyawan Karyawan tidak boleh bekerja sambil

mengunyah, makan dan minum, merokok, tidak boleh meludah, tidak boleh bersin

atau batuk ke arah pangan, tidak boleh mengenakan perhiasan seperti giwang,

cincin, gelang, kalung, arloji dan peniti.

Fasilitas higiene karyawan yaitu baju kerja diganti dengan yang bersih

setiap hari,Rambut pendek, badan bersih dan sehat,Selalu memakai perlengkapan


kerja yang sesuai (sepatu boot karet, topi pet, dll),mempunyai kesadaran tinggi

akan pentingnya kebersihan termasuk

Memelihara kebersihan tempat kerja seperti Fasilitas higiene karyawan

seperti tempat cuci tangan dan toilet/jamban harus tersedia dalam jumlah yang

cukup dan selalu dalam keadaan bersih dan Pintu toilet/jamban harus selalu dalam

keadaan tertutup.

c. Titik kritis proses pengolahan susu menjadi es krim

Poses mixing dan produksi yaitu terdapat beberapa tahap yaitu mulai

dari pemanasan dimana pada saat pemanasan terdapat bahaya yang terjadi seperti

bakteri tetap hidup akibat susu pasteurisasi yang kurang.Hal ini dapat dilakukan
pencegahan yaitu resirkulasi otomatis jika suhu pasteurisasi kurang.Batas kritis

pada tahap pemanasan ini adalah Suhu memenuhi 80- 85oC, 20 kg/det.Pada tahap

ini perlu dilakukan monitoring dengan cara Pemantauan suhu selama proses,audit

suhu yang dilakukan tiap jam selama proses berjalan.

Tahap selanjutnya yaitu cooling dimana pada tahap ini terdapat


bahayadengan adanya pertumbuhan bakteri karena suhu pendinginan >

4oC.Pencegahan dapat dilakukan yaitu program resirkulasi mix jika suhu >

4oC.Batas kritis pada tahap ini adalah Kurang dari 5oC serta pengendalian suhu air

pendingin dan glikol (0-4oC) sehingga perlu diadakannya monitoring dengan cara

monitor suhu mix yang keluar dari pendingin,monitor suhu glikol dan air

pendingin dan tiap ½ jam selama proses berjalan.Tindakan koreksi yang dapat

dilakukan yaitu dengan resirkulasi mix.Bahaya lain yang dapat ditemukan yaitu

kontaminasi dari glikol.Pencegahan yang harus dilakukan yaitu pemeliharaan

sealing pelat (gasket).Batas kritis dalam pencegahan bahaya ini adalah tidak ada
kebocoran.hal ini dapat dipastikan dengan melakukan monitor keadaan sealing

pelat (gasket).dan Saat mulai produksi.

Pada tahap aging terdapat bahaya yang biasa terjadi yaitu

pertumbuhan bakteri karena lama disimpan.Bahaya ini dapat dicegah dimana pada

tahap aging waktu tidak lebih dari 3 hari dan suhu tidak lebih dari 9oC.Batas kritis

pada tahap aging adalah Maksimum waktu aging 3 hari dan maksimum suhu

80c.Untuk mencapainya perlu dilakukan monitoring dengan cara pemantauan dan

pencatatan waktu dan suhu pemeliharaan system pendingin.Pemanatauan

dilakukan tiap jam selama proses berjalan.tindakan koreksi yang dapat dilakukan

adalah dengan pemeriksaan QC dan system pendingin.

Pada proses Penyimpanan kemungkinan bahaya yang terjadi adalah


kontaminasi hama dan serangga.Hal ini dapat dilakukan pencegahan yaitu

Pembersihan rutin setiap hari serta pest control.Batas kritis pada saat

penyimpanan yaitu Bersih, tidak ada kotoran ataupun binatang.untuk mencegah

bahaya yang terjadi dapat pula dilakukan monitoring dengan cara melekukan

pengecekan,pembersihan setiap hari,Rencana dan pelaksanaan rutin pest control


Setiap 2 minggu.

d. Titik kritis distribusi es krim

Pada saat pendistribusian susu salah satu hal yang harus diperhatikan

adalah pada saat transportasi karena terdapat bahaya pada saat perrjalanan yaitu

Pertumbuhan bakteri karena abuse temperature selama perjalanan hal ini dapat

dicegah dengan Penggunaan container berpendingin serta Penggunaan checklist

keadaan distribusi.Batas kritis suhu pada tahap ini adalah -18oC sehingga harus

dilakukan monitoring setiapa ½ jam jam perjalanan.Jika terjadi kerusakan dapat


dilakukan tindakan koreksi dimana produk tidak dikirim dan dikembalikan ke

pabrik.alat pendingin yang digunakan harus diadakan pemeliharaan tiap 6 bulan.

Pada tahap wrapping terdapat bahaya yang terjadi yaitu Kontaminasi

bakteri dari stropper/driver.hal ini dapat dilakukan pencegahan dengan melakukan

pencucian stopper/driver setiap pencucian mesin ,Pembersihan dari sisa mix yang

menempel saat proses terjadi.batas kritis pada tahap ini adalah tidak adanya

kotoran. Hal inii dapat dicapai dengan rutin mengadakan monitoring seperti wab

test dan pencatatan hasil dan Pemantauan kebersihan selama produksi.

Tahap berikutnya adalah Coding dimana pada tahap ini terdapat

bahaya yang mungkin terjadi yaitu Coding machine tidak bekerja,hal ini dapat

dicegah dengan melakukan pemeriksaan Coding machine. Batas kritis pada tahap
ini adalah Print Coding jelas terbaca sehingga perlu diadakan monitoring dengan

cara pemeriksaan keadaan mesin dan pencatatan hasil tiap awal ship.

Metal detecting merupakan bagian dari proses distribusi yaitu bahaya

yang muncul adalah Metal detector tidak mendeteksi,namun hal ini dapat

dilakukan pencegahan dengan cara pemeriksaan metal detector.Batas kritis dari


tahap ini adalah tidak ada kontaminasi logam sehingga perlu dilakukan

monitoring dengan cara Pemeriksaan keadaan mesin dan pencatatan hasil

pemantauan tiap awal shift dan perbaikan mesin.

e. Titik Kritis Packaging Es Krim

Pada tahap packaging bahaya yang sering muncul adalah Kontaminasi

mikroba pada sisa packaging.hal ini dapat dilakukan pencegahan yaitu Packaging

sisa harus dibungkus setelah dipakai serta gudang penyimpanan selalu

bersih.Batas kritis pada saaat packaging yaitu ipa bersihdan juga tidak ada kotoran

setelah pembersihan.Hal ini harus diiringan dengan monitoring seperti memeriksa


keadaan packaging yang sudah dipakai pastikan tidak ada sisa

packaging,Pengecekan kebersihan gudang, setiap hari oleh bagian gudang dan

oleh petugas substrore dan operator produksi.

3.3 Bagan Alir Usaha Industri Es Krim

Peternak Industri Distribusi Formatted: Centered

(farmer) pengolahan Es Formatted: Centered


krim

Konsumen Formatted: Centered

Gambar 1. Bagan alir usaha industri peternakan

Pada bagan alir tersebut, sebuah industri pembuatan Es krim berawal dari

penerimaan bahan baku yang diterima dari peternak. Kemudian bahan baku

tersebut diolah menjadi eskrim oleh industri (perusahaan). Setelah itu di kemas
dan di distribusi ke konsumen dengan keadaan utuh, aman, sehat, dan halal.
IV

KESIMPULAN

Pada makalah ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Es krim adalah makanan beku yang dibuat dari produk susu dan

dikombinasikan dengan pemberi rasa dan pemanis.

2. Titik kritis pada industri es krim yaitu diawali pada saat pemerahan

susu,penyimpanan dan distribusi.Selanjutnya titik kritis pada industri susu

yaitu diawali pada proses penerimaan susu dari peternak,prose hygienitas


dan sanitasi,Titik kritis pada pengolahan susu,titik kritis pada saat

packaging es krim serta titik kritis pada saat pendistribusian es krim

kepada konsumen.

3. Berdasarkan bagan yang alir dapat dilihat bahwa proses produksi es krim
sebuah berawal dari penerimaan bahan baku yang diterima dari peternak.

Kemudian bahan baku tersebut diolah menjadi eskrim oleh industri

(perusahaan). Setelah itu di kemas dan di distribusi ke konsumen dengan

keadaan utuh, aman, sehat, dan halal.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2001. Susuku Sehat, Susuku Selamat, Penghasilanku Meningkat.

Laporan dari Lokakarya Kesehatan Hewan pada tanggal 21 April 2001 di

Malang. Lacto media. Produksi: GKSI Pusat, Jakarta. hlm. 12 – 13.


Anonimus. 2005. Penelitian Perbaikan Mutu dan Keamanan Pangan Susu di

Tingkat Peternak dan Koperasi Susu. Laporan Akhir tahun 2005. Balai Besar

Litbang Pascapanen Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.

Arbuckle, W.S. 2000. Ice Cream Third Edition. Avi Publishing Company. Inc

West Port, Connecticut

Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01- 2782-1998, Metoda pengujian susu

segar. Dirjen Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan. Dirjen Bina

Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Bryan, Frank L. (1995). Analisis Bahaya dan Pengendalian itik Kritis .


(Diterjemahkan oleh Ditjen PPM dan PLP). Jakarta: Depkes RI

Donaldson, A.I. 1997. Contamination of animal products: prevention and risks for

animal health. Revue Scientifique et Technique Off int Epiz. Paris, France.

16(1): 117 – 124.


Harris, A. (2011). Pengaruh Substitusi Ubi Jalar (Ipomea batatas) dengan Susu

Skim Terhadap Pembuatan Es Krim. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Pierson, M. And D.A. Corlett, Jr. 1993. HACCP Principles and Applications. An

AVI Book Published by Van Nostrand Reinhold. New York. SNI No. 01-

6366-2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum

Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Standar Nasional Indonesia.


Sudarmadji.2009.Analisis Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard

Analysis Critical Control Point ).Http:// www .journal. unair.ac.id /filerP DF/

KESLING-1-2-09.pdf. (diakses pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 20.00Wib)

Winarno, G. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Clt 2.

MBRIO Press, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai