Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Penghantaran Obat Baru semester
VII 2018/2019.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen, sehingga kendala-kendala
penulis dapat teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Kami sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
kepada Dosen pembimbing Ibu Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Si., Apt. Kami meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
September, 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kini bentuk sediaan obat telah dimodifikasi dari bentuk sediaan konvensional
menjadi bentuk sediaan dengan sistem penghantaran obat baru (New Drug Delivery
System). Terdapat empat alasan untuk pengembangan sistem penghantaran obat baru
ini, yaitu adanya kemungkinan untuk mempatenkan kembali obat-obat yang telah
berhasil dipasarkan dengan menggunakan sistem penghantaran obat baru; sistem baru
dapat dirancang untuk sampai ke target kerjanya (site action); dapat dilakukan untuk
pengobatan penyakit kekurangan enzim dan terapi kanker dengan sasaran yang lebih
baik; serta efektivitas dan keamanannya lebih baik dan lebih khusus dibandingkan
dengan sediaan konvensional.
Sistem penghantaran obat dirancang dengan cara mengontrol pelepasan obat dari
bentuk sediaannya, mengontrol absorpsi obat, dan dengan sistem targetting. Oleh
karena itu, sistem penghantaran obat ini sangat ditentukan oleh faktor rute pemberian,
pembawa (carier), dan sasaran (target) yang dituju. Rute pemberian obat sangat
penting dalam merancang sistem penghantaran obat, karena akan menentukan
pembawa apa yang dapat digunakan untuk sampai ke target.
Deskripsi Umum
Rute parenteral dari obat-obat terdiri dari injeksi dari bahan-bahan obat, dalam bentuk
larutan, suspensi atau emulsi, masuk dalam tubuh. Dengan demikian, salah satu
hambatan utama masuknya obat ke bagian belakang kulit. Formulasi parenteral telah
resmi dikenal sejak abad ke-19 pertengahan ketika larutan morfin muncul di 1874
Farmakope Inggris (1867). Saat ini banyak kelas obat yang dirumuskan sebagai
bentuk sediaan parenteral dan memang, kontrol terhadap penyakit tertentu tergantung
pada pemberian parenteral, misalnya tipe diabetes mellitus 1.oleh karena itu produk
parenteral merupakan komponen penting obat modern obat.
Selain keempat cara diatas, dokter juga sering menggunakan cara intrathecal.atau
intraspinal, dll. untuk pemberian obat perenteral ini.
A. Rute Subcutan
B. Rute Intramuskular
Injeksi IM dilakukan dengan cara obat dimasukan ke dalam otot skeletal, biasanya
otot deltoit atau gluteal. Onset of action IM > SK. Absorpsi obat dikendalikan secara
difusi dan lebih cepat daripada SK karena vaskularitas pada jaringan otot lebih tinggi.
Kecepatan absorpsi bervariasi bergantung pada
Sifat fisikokimia larutan yang diinjeksikan dan variasi fisiologi (sirkulasi darah otot
dan aktivitas otot). Pemberian IM ke dalam otot dapat membentuk depot obat di otot
dan akan terjadi absoprsi secara perlahan-lahan. Adapun kekurangan dari cara IM
yaitu nyeri di tempat injeksi, jumlah volume yang diinjeksikan terbatas yang
bergantung pada masa otot yang tersedia , dapat terjadikKomplikasi dan pembentukan
hematoma serta abses pada tempat injeksi. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat
dari depot otot antara lain kekompakan depot yang mana pelepasan obat akan lebih
cepat dari depot yang kurang kompak dan lebih difuse, konsentrasi dan ukuran
partikel obat dalam pembawa, pelarut yang digunakan, bentuk fisik sediaan,
karakteristik aliran sediaan dan volume obat yang diinjeksikan. Contoh bentuk
sediaan yang dapat diberikan melalui IM diantaranya emulsi minyak dalam air,
suspensi koloid, serbuk rekonstitusi.
Injeksi intramuskular adalah rute pemberian obat melalui injeksi ke jaringan otot.
Larutan berair atau berminyak dan emulsi atau suspensi dapat diberikan. Tingkat
penyerapan, keterlambatan ketersediaan obat ke sirkulasi sistemik, dan durasi efek
yang perfusi terbatas, tergantung pada ukuran molekul agen, volume, dan osmolaritas
larutan obat, kandungan lemak dari tempat suntikan, dan fisik pasien aktivitas
C. Rute Intravena
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik,
yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi,
lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai
penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat.
Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein
atau butiran darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid
darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini â€oebenda asing― langsung
dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan
timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga
kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap
injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya.
D. Rute Intraperitoneal
Metode penayangan cairan dan obat-obatan langsung ke rongga perut melalui tabung
tipis. Rutenya dalam rongga peritoneum. Pemberian obat intraperitoneal adalah
metode pemberian obat melalui suntikan atau infus zat ke dalam peritoneum, di mana
ia diserap oleh lapisan. Zat ini tunduk pertama melalui hati. Pemberian intraperitoneal
merupakan salah satu rute parenteral yang paling sering digunakan pada hewan
pengerat.
E. Rute Intrathecal
Pemberian obat secara langsung ke ruang subarachnoid tulang belakang dalam cairan
serebrospinal, pada setiap tingkat sumbu serebrospinal, termasuk injeksi ke dalam
ventrikel serebral, dalam rangka untuk memotong penghalang darah-otak dan
mencapai lokal, efek yang cepat pada meninges atau sumbu serebrospinal.
Administrasi dalam cairan serebrospinal pada setiap tingkat sumbu serebrospinal,
termasuk injeksi ke dalam ventrikel serebral. (FDA)
1. Bagaimana perjalanan obat dalam tubuh melalui rute parenteral jika bentuk
sediaannya larutan, suspensi, dan emulsi?
4. Kapan obat akan memberikan efek ketika diberikan melalui rute parenteral?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui perjalanan obat dalam tubuh jika diberikan melalui rute parenteral jika
bentuk sediaannya larutan, suspensi, dan emulsi
Intra muscular
Obat- obat yang larut dalam air akan diabsorbsi dengan cepat setelah
penyuntikan IM. Umumnya kecepatan absorpsi setelah penyuntikan
pada muskulus deloid atau vastus lateralis adalah lebih cepat dari pada
bila disuntikkan pada gluteus maximus.
Rute intramuskular disukai dibanding rute subkutan ketika
diperlukan obat dengan volume yang lebih besar. Karena otot-otot
terletak di bawah kulit dan jaringan lemak, digunakan jarum yang lebih
panjang. Obat biasanya disuntikkan ke dalam otot lengan atas, paha,
atau pantat. Seberapa cepat obat ini diserap ke dalam aliran darah
tergantung, sebagian, pada pasokan darah ke otot: Semakin kecil suplai
darah, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk obat yang akan
diserap.
Subkutan
mempunyai kekurangan seperti suntikan intramuscular, tetapi laju
penyerapannya dapat lebih mudah diatur, misalnya efek anestetika
local dapat diperlama dengan penambahan vasokonstriktor (misalnya
epinefrin) ke dalam larutannya.
Suntikan subkutan hanya bias dilakukan untuk obat-obat yang tidak
menyebabkan iritasi terhadap jaringan karena akan menyebabkan rasa
sakit hebat, bnekrosis dan pengelupasan kulit. Absorpsi melalui
subkutan ini dapat pula bervariasi sesuai dengan yang diinginkan.
Untuk rute subkutan, jarum dimasukkan ke dalam jaringan lemak tepat
di bawah kulit. Setelah obat disuntikkan, kemudian bergerak ke
pembuluh darah kecil (kapiler) dan terbawa oleh aliran darah. Atau,
obat mencapai aliran darah melalui pembuluh limfatik. Obat protein
yang berukuran besar seperti insulin, biasanya mencapai aliran darah
melalui pembuluh limfatik karena obat ini bergerak perlahan dari
jaringan ke kapiler. Rute subkutan digunakan untuk banyak obat
protein karena obat tersebut akan hancur dalam saluran pencernaan
jika mereka diambil secara oral.
Obat-obatan tertentu (seperti progestin yang digunakan untuk
pengendalian kelahiran hormonal) dapat diberikan dengan
memasukkan kapsul plastik di bawah kulit (implantasi). Meskipun rute
ini jarang digunakan, keunggulan utamanya adalah untuk memberikan
efek terapi jangka panjang (misalnya, etonogestrel yang ditanamkan
untuk kontrasepsi dapat bertahan hingga 3 tahun).
Intra peritoneal
Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas
sehingga obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini
banyak digunakan di laboratorium tetapi jarang digunakan di klinik
karena adanya bahaya infeksi dan perlengketan peritoneu.
Intra tekal
jarum dimasukkan antara dua tulang di tulang punggung bagian bawah
dan ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang. Obat ini
kemudian disuntikkan ke kanal tulang belakang. Sejumlah kecil
anestesi lokal sering digunakan untuk memati rasakan tempat suntikan.
Rute ini digunakan ketika obat diperlukan untuk menghasilkan efek
yang cepat atau lokal pada otak, sumsum tulang belakang, atau lapisan
jaringan yang menutupi (meninges) -misalnya, untuk mengobati
infeksi dari struktur ini. Anestesi dan analgesik (seperti morfin)
kadang-kadang diberikan dengan cara ini.
Dengan cara ini oabt langsung disuntikkan ke dalam ruang
subaraknoid spinal. Suntikan intratekal dilakukan karena banyak obat
yang tidak dapat mencapi otak, karena adanya sawar darah otak.
b. distribusi
d. Ekskresi
Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat
diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan
lain yang utama adalah eliminasi obat melalui system empedu masuk ke
dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami reabsorbsi
(siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran manusia). Jalur
ekskresi yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu
merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui.
Zat yang menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.
Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi merupakan
resultante dari 3 proses antara lain :
Filtrasi di glumerolus
Glumerolus merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat
yang lebih kecil dari albumin melalui cela antara sel endotelnya
sehingga semua obat yang tidak terikat protein plasma mengalami
filtrasi disana.
Sekresi aktif di tubuli proksimal
Banyak obat diangkut melaui tubuli proksimal secara aktif ke dalam
urine yang ada di tubuli dan disebut sekresi tubuli aktif. Sekresi obat
dapat ditunjukan bila kecepatan pembuangan urine melebihi kecepatan
filtrasi glomeruli.
Reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorbsi pasif untuk bentuk non
ion. Oleh karena itu untuk obat berupa elektrolit lemah, proses
reabsorbsi ini bergantung pada pH lumen tubuli yang menentukan
derajat ionisasi. Bila urine lebih basa, asam lemah terionisasi lebih
banyak sehingga reabsorbsinya berkurang, akibatnya ekskresinya
meningkat. Sebaliknya bila urine lebih asam, ekskresi asam lemah
berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam ekskresi basa
lemah.
2. Fase farmakodinamik
Farmakodinamika obat ialah salah satu subdisiplin farmakologi yang
mempelajari tentang efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme
kerjanya.
Farmakodinamika obat juga mempelajari cara kerja obat , efek obat terhadap
fungsi berbagai organ, dan pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan
struktur organ obat.
Dengan memahami farmakologi diharapkan diketahui bagaimana interaksi
obat dengan sel dan bagaimana efek dan respons yang terjadi.
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.
a. Mekanisme Kerja Obat
Mekanisme kerja obat pada umumnya melalui interaksi dengan reseptor
pada sel organisme. Reseptor obat pada umumnya merupakan suatu
makromolekul fungsional, yang pada umumnya juga bekerja sebagai suatu
reseptor fisiologis bagi ligan-ligan endogen (semisal: hormon dan
neurtransmiter). Interaksi obat dengan reseptor pada tubuh dapat
mengubah kecepatan kegiatan fisiologis, namun tidak dapat menimbulkan
fungsi faali yang baru.
Terdapat bermacam-macam reseptor dalam tubuh kita, misalnya reseptor
hormon, faktor pertumbuhan, faktor transkripsi, neurotransmitter, enzim
metabolik dan regulator (seperti dihidrofolat reduktase,asetilkolinesterase).
Namun demikian, reseptor untuk obat pada umumnya merupakan reseptor
yang berfungsi bagi ligan endogen (hormon dan neurotransmitter).2
Reseptor bagi ligan endogen seperti ini pada umumnya sangat spesifik
(hanya mengenali satu struktur tertentu sebagai ligan).
Obat-obatan yang berinteraksi dengan reseptor fisiologis dan melakukan
efek regulator seperti sinyal endogen ini dinamakan agonis. Ada obat yang
juga berikatan dengan reseptor fisioloigs namun tanpa menghasilkan efek
regulator dan menghambat kerja agonis (terjadi persaingan untuk
menduduki situs agonis) disebut dengan istilah antagonis, atau disebut
juga dengan bloker. Obat yang berikatan dengan reseptor dan hanya
menimbulkan efek agonis sebagian tanpa memedulikan jumlah dan
konsentrasi substrat disebut agonis parsial. Obat agonis-parsial
bermanfaat untuk mengurangi efek maksimal agonis penuh, oleh karena
itu disebut pula dengan istilah antagonis parsial. Sebaliknya, obat yang
menempel dengan reseptor fisiologik dan justru menghasilkan efek
berlawanan dengan agonis disebut agonis negatif.
Pembagian reseptor fisiologik adalah :