Vaksin
Vaksin
Vaksin BCG
Deskripsi:
Vaksin BCG merupakan
vaksin beku kering yang
mengandung Mycrobacterium
bovis hidup yang dilemahkan
(Bacillus Calmette
Guerin), strain paris.
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan
aktif terhadap tuberkulosis.
Cara pemberian dan dosis:
Efek samping:
2-6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul kecil (papula) yang semakin
membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan
menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2-10 mm.
Penanganan efek samping:
Kontra indikasi:
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius.
Efek samping:
Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan, disertai demam
dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi,
irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian.
Penanganan efek samping:
Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah).
Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.
Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B
Deskripsi:
Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infecious, berasal dari HBsAg.
Indikasi:
Pencegahan terhadap penyakit Hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis:
Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
Pemberian sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama usia 0-7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
Kontra indikasi:
Penderita infeksi berat yang disertai kejang.
Efek samping:
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Penanganan efek samping:
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
poliomyelitis.
Cara pemberian dan dosis:
Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval
setiap dosis minimal 4 minggu.
Kontra indikasi:
Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat
pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Efek samping:
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat vaksin polio oral bayi boleh
makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang.
Penanganan efek samping:
Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun.
Indikasi:
Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan
anak immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan
pada individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra
indikasi.
Cara pemberian dan dosis:
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau dua
bulan.
IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14 bulan, sesuai dengan rekomendasi dari
WHO.
Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi, diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan
interval satu atau dua bulan.
Kontra indikasi:
Efek samping:
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam
waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari.
Penanganan efek samping:
Indikasi:
Pemberian kekebalan aktif terhadap
penyakit campak.
Cara pemberian dan dosis:
0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral paha, pada usia 9-11 bulan.
Kontra indikasi:
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan
respon imun karena leukemia atau limfoma.
Efek samping:
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-
12 hari setelah vaksinasi.
Penanganan efek samping:
Orangtua dianjurkan untuk memberikan bayinya minum lebih banyak (ASI atau sari buah).
Jika demam kenakan pakaian yang tipis.
Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3-4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.
Vaksin DT
Vaksin DT
Deskripsi:
Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung
toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke
dalam alumunium fosfat.
Indikasi:
Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus
pada anak-anak.
Cara pemberian dan dosis:
Secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8
tahun.
Kontra indikasi:
Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin.
Efek samping:
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-
kadang gejala demam.
Penanganan efek samping:
Indikasi:
Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu
mulai usia 7 tahun.
Cara pemberian dan dosis:
Disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
Kontra indikasi:
Individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya.
Efek samping:
Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20-30%) serta demam (4,7%).
Vaksin TT
Vaksin TT
Deskripsi:
Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu dalam vial
gelas, mengandung toksoid tetanus murni, terabsorpsi ke
dalam aluminium fosfat.
Indikasi:
Perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia
subur.
Cara pemberian dan dosis:
Secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml.
Kontra indikasi:
Efek samping:
Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat
sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Penanganan efek samping:
Selain imunisasi wajib rutin (diatas), ada pula imunisasi wajib tambahan dan wajib khusus.
Imunisasi wajib tambahan, adalah imunisasi yang diberikan kepada kelompok umur tertentu yang
paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Contoh
imunisasi wajib tambahan adalah Backlog fighting, Crash program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional),
Sub-PIN, Catch up Campaign campak, dan Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI).
Sedangkan imunisasi wajib khusus adalah imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu antara lain persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umrah, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit
tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Contoh imunisasi wajib khusus adalah Imunisasi Meningitis
Meningokokus, Imunisasi Demam Kuning, dan Imunisasi Anti-Rabies.
Selain imunisasi wajib, ada pula imunisasi pilihan, yakni imunisasi yang dapat diberikan kepada
seseorang sesuai dengan kebutuhannya untuk melindunginya dari penyakit menular tertentu, seperti
imunisasi MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A, Influenza, Pneumokokus, Rotavirus, Japanese
Ensephalitis, dan HPV.
Proses pemberian vaksin ke dalam tubuh bervariasi. Lokasi penyuntikan vaksin dan cara
pemberiannya menentukan efektivitas vaksin dalam merangsang terbentuknya kekebalan tubuh.
Hendaknya kita mengetahui cara pemberian vaksin yang benar. Cara pemberian vaksin ditentukan
oleh uji klinik, pengalaman praktis, dan pertimbangan teoritis. Pemberian vaksin dapat dilakukan
dengan cara disuntikkan ke dalam otot (intramuskular), disuntikkan di bawah lapisan kulit
(subkutan), atau disuntikkan ke dalam lapisan kulit terluar hingga menggembungkan kulit
(intrakutan). Ada pula vaksin yang diberikan dengan cara diteteskan melalui mulut (oral).
Cara pemberian tersebut dapat ditentukan berdasarkan jenis vaksinnya, yaitu vaksin hidup dan
vaksin mati. Umumnya, vaksin mati disuntikkan secara intramuskular, sedangkan vaksin hidup
disuntikkan secara subkutan. Cara pemberian vaksin yang tersedia di Indonesia dijelaskan secara
lebih rinci pada tabel.
≤ 18 tahun: 0,5 ml
Hepatitis A
IM
≥ 19 tahun: 1ml
≤ 19 tahun: 0,5 ml
Hepatitis B ≥ 20 tahun: 1ml IM
Untuk suntikan subkutan (SC), pada anak yang berusia dibawah 12 bulan, penyuntikan dilakukan di
paha atas. Sedangkan anak yang berusia diatas 12 bulan, disuntik dibagian lengan atas. Namun,
menyuntik anak berusia dibawah 12 bulan di bagian lengan atas dan anak di atas 12 bulan di paha
atas tetap diperbolehkan.
Untuk suntikan intramuskular (IM), pada anak yang berusia dibawah 12 bulan, penyuntikan dapat
dilakukan di paha atas. Pada anak berusia 1-2 tahun, penyuntikan dapat dilakukan di paha atad
atau lengan atas (bahu). Begitu pula dengan anak berusia 3-18 tahun. Pada orang dewasa berusia
19 tahun keatas penyuntikan dilakukan di lengan atas (bahu). (FG)
A. BCG
Umur : 0 – 11 bln
Dosis : 0,05 cc
Cara : Intrakutan, lengan kanan
Jumlah suntikan : Satu kali
Efek samping :
1. Reaksi normal
Bakteri BCG ditubuh bekerja dengan sangat lambat. Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil merah di
tempat penyuntikan dengan garis tengah 10 mm.
Setelah 2 – 3 minggu kemudian, pembengkakan menjadi abses kecil yang kemudian menjadi luka dengan garis
tengah 10 mm, jangan berikan obat apapun pada luka dan biarkan terbuka atau bila akan ditutup gunakan kasa
kering. Luka tersebut akan sembuh dan meninggalkan jaringan parut tengah 3-7 mm.
2. Reaksi berat
Kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat atau abses yang lebih dalam, kadang juga terjadi
pembengkakan di kelenjar limfe pada leher / ketiak, hal ini disebabkan kesalahan penyuntikan yang terlalu dalam dan
dosis yang terlalu tinggi.
3. Reaksi yang lebih cepat
Jika anak sudah mempunyai kekebalan terhadap TBC, proses pembengkakan mungkin terjadi lebih cepat dari 2
minggu, ini berarti anak tersebut sudah mendapat imunisasi BCG atau kemungkinan anak tersebut telah terinfeksi
BCG.
B. DPT
Umur : 2 – 11 bln
Dosis : 0,5 cc
Cara : IM / SC, jumlah suntikan : 3 x
Selang pemberian : Minimal 4 minggu
Efek samping :
1. Panas
Kebanyakan anak akan menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tapi panas ini akan
sembuh 1 – 2 hari. Anjurkan agar jangan dibungkus dengan baju tebal dan dimandikan dengan cara melap dengan
air yang dicelupkan ke air hangat.
2. Rasa sakit di daerah suntikan
Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak.
3. Peradangan
Bila pembengkakan terjadi seminggu atau lebih, maka hal ini mungkin disebabkan peradangan, mungkin disebabkan
oleh jarum suntik yang tidak steril karena :
- Tersentuh
- Sebelum dipakai menyuntik jarum diletakkan diatas tempat yang tidak steril.
- Sterilisasi kurang lama.
- Pencemaran oleh kuman.
4. Kejang-kejang
Reaksi yang jarang terjadi sebaliknya diketahui petugas reaksi disebabkan oleh komponen dari vaksin DPT.
C. Polio
Umur : 0 – 11 bln
Dosis : 2 tetes
Cara : Meneteskan ke dalam mulut
Selang waktu : Berikan 4 x dengan jarak minimal 4 minggu.
Efek samping :
Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik karena ada gangguan penyerapan vaksin
oleh usus akibat diare berat.
D. Hepatitis B
Umur : Mulai umur 0 bulan
Dosis : 0, 5 cc / pemberian
Cara : Suntikan IM pada bagian luar
Jumlah suntikan : 3 x
Selang pemberian : 3 dosis dengan jarak suntikan 1 bulan dan 5 bulan.
Efek samping : tidak ada
E. Campak
Umur : 9 bln.
Dosis : 0, 5 cc
Cara : Suntikan secara IM di lengan kiri atas
Jumlah suntikan : 1 x dapat diberikan bersamaan dengan pemberian vaksin lain tapi tidak dicampur dalam 1 semprit.
Efek samping vaksin campak : panas dan kemerahan.
Anak-anak mungkin panas selama 1 – 3 hari setelah 1 minggu penyuntikan, kadang disertai kemerahan seperti
penderita campak ringan.
Jadwal Pemberian Imunisasi
Pengertian Imunisasi Dasar - Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan
kekebalan (imunisasi ) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Supartini, Y, 2004). (judul
artikel ini adalah Pengertian Imunisasi Dasar, Campak, BCG, Polio, DPT, WHO, Definisi dan Cara
Pemberian)
Imunisasi dasar adalah imunisasi yang diberikan untuk mendapatkan kekebalan awal secara
aktif
Upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi
sehingga PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) dapat dibasmi, dieliminasi atau
dikendalikan berdasarkan pada Kep. Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/ 2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi (Dinkes.Prov.Jatim, 2006).
Indikator keberhasilan program imunisasi dikatakan berhasil jika cakupan target imunisasi mencapai
target UCI (Universal Child Imunization) yakni 86% balita telah diimunisasi (www.indomedia.com)
Dewasa ini, desa yang mencapai cakupan imunisasi dasar lengkap di atas 80% untuk anak di bawah 1
tahun baru sekitar 73% (Van, 2005). Rendahnya cakupan tersebut mungkin disebabkan kurangnya
sosialisasi kegiatan imunisasi yang dilakukan kader di posyandu, termasuk dampak yang mungkin terjadi
dan cara penanggulangannya (Ginting, 2005). Meja penyuluhan banyak yang tidak berjalan karena
kurangnya pengetahuan dan kepercayaan diri kader dalam melakukan penyuluhan
(www.gizikesmas.multiply.com). Sehingga masih ada ibu-ibu yang enggan membawa anaknya ke
posyandu, selama ini tidak ada penjelasan tentang kemungkinan yang terjadi akibat imunisasi itu dan apa
yang harus dilakukan jika kemungkinan itu terjadi (Ginting, 2005).
1) Diskripsi
BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung mycobacterium bovis hidup yang sudah
dilemahkan dari strain Paris no. 1173.P2.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC (Tuberculosa).
4) Kontra indikasi :
Adanya penyakit kulit yang berat / menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya. Mereka yang
sedang menderita TBC.
5) Efek samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2 minggu kemudian
akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikkan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah
menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut.
Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan / atau leher, terasa padat, tidak sakit
dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang
dengan sendirinya.
1) Diskripsi
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang
inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni
dan bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA rekombinan yang berasal dari
HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada sel ragi.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.
3) Cara pemberian dan dosis :
Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan). Dalam
pelayanan di unit statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan paling lama 4 minggu dengan
penyimpanan sesuai ketentuan :
vaksin belum kadaluarsa
vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
tidak pernah terendam air
sterilitasnya terjaga
VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
1) Diskripsi
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2
dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
6) Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat
pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita
diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bagi individu yang terinfeksi oleh
HIV (Human Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV
harus berdasarkan standar jadwal tertentu.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang diketahui
dapat menginfeksi hati.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.
4) Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-
12 hari setelah vaksinasi.
5) Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan
respon imun karena leukemia, lymphoma. ( Dinkes Prov Jatim, 2005 )
Yupi Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
(judul artikel ini adalah Pengertian Imunisasi Dasar, Campak, BCG, Polio, DPT, WHO, Definisi dan Cara
Pemberian)