Anda di halaman 1dari 13

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri unggas merupakan industri yang berkembang cukup pesat di

Indonesia. Permintaan akan daging ayam lebih diminati masyarakat dibanding

sumber protein hewani lainnya seperti daging sapi, dikarenakan harganya yang

relatif lebih murah dan pertumbuhan ayam ras pedaging yang cukup besar. Hal ini

menjadikan adanya persaingan yang cukup kompetitif antara pelaku bisnis di

bidang ternak unggas, tak jarang hal ini terjadi antara peternak kecil dan industri

perunggasan itu sendiri.

Beberapa perusahaan besar yang terintegrasi melakukan usaha perunggasan

dengan menekuni dari bidang hulu hingga hilir, sehingga praktik kartel dan

monopoli sudah tidak asing dilakukan oleh para pelaku industri. Namun, hal ini

menjadi berdampak pada kerugian yang diterima oleh para peternak kecil di Desa

Cimaung, Kabupaten Bandung. Adanya penentuan harga jual secara monopoli

menyebabkan tidak seimbangnya modal produksi dan harga jual antara peternak

dan industri. Industri bersaing langsung dengan peternakan rakyat sehingga

menjadikan terbentuknya lapisan sosial antar peternak rayat dengan industri besar.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan identifikasi masalah:

1. Seperti apa lapisan sosial yang terjadi antara peternak desa dengan industri

ternak unggas akibat adanya kartel tersebut?

2. Seperti apa solusi dari permasalahan tersebut?


2

II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian Startifikasi Sosial

Istilah stratifikasi (stratification) berasal dari kata strata dan stratum yang

berarti lapisan. Karena itu stratifikasi sosial (social stratification) sering

diterjemahkan dengan pelapisan masyarakat. Sejumlah individu yang mempunyai

kedudukan (status) yang sama menurut ukuran masyarakatnya, dikatakan berada

dalam suatu lapisan (stratum). Stratifikasi sosial adalah sistem pembedaan individu

atau kelompok dalam masyarakat, yang menempatkannya pada kelas - kelas sosial

yang berbeda - beda secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang

berbeda - beda pula antara individu pada suatu lapisan dengan lapisan lainnya

(Muin, 2004).

Seorang sosiolog, Pitirin A. Sorokin (1957) mengatakan bahwa sistem

berlapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang

hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga itu dalam jumlah

yang sangat banyak, suatu keadaan tidak semua orang bisa demikian bahkan hanya

sedikit orang yang bisa, dianggap oleh masyarakat berkedudukan tinggi atau

ditempatkan pada lapisan atas masyarakat; dan mereka yang hanya sedikit sekali

atau sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga tersebut, dalam pandangan
masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.

2.2 Dasar Timbulnya Pelapisan Sosial

Dasar pokok timbulnya sistem pelapisan dalam masyarakat itu karena

adanya sistem penilaian atau penghargaan terhadap berbagai hal dalam masyarakat
3

tersebut, berkenaan dengan potensi, kapasitas atau kemampuan manusia yang tidak

sama satu dengan yang lain. Sesuatu yang dianggap bernilai atau berharga itu juga

dengan sendirinya menjadi keadaan yang langka, orang akan senantiasa meraih

penghargaan itu dengan sekuat tenaga baik melalui persaingan bahkan tidak jarang

dengan melalui konflik fisik. Fenomena kekuasaan misalnya, hampir semua orang

memiliki dorongan untuk berkuasa baik untuk kelompok skala kecil sampai skala

besar, tetapi tidak semua orang bisa menjadi penguasa, ada mekanisme pengaturan

dalam masyarakat tentang kekuasaan ini. Setiap masyarakat atau bahkan kelompok

pasti mempunyai ukuran tentang idealisme diberadakannya unsur penguasaan

dalam masyarakat atau kelompoknya, sekurangnya penguasa ini dianggap sebagai

simbol atau figur yang dapat memimpin, mengatur, atau mewakili aspirasi

kelompok. Tidak mungkin simbol atau figur ini di bagi rata pada setiap anggota

kelompok, orang akan mempercayakan kekuasaan ini sekurangnya pada satu orang

atau bahkan beberapa orang yang dianggap dapat memimpin orang banyak tentang

bagaimana prosesnya sehingga penguasaan itu ada pada kelompok atau masyarakat,

apakah melalui pemilihan atau melalui unsur paksaan, itu persoalan lain.

2.3 Tolak Ukur

Menurut Maunah (2015) kelas sosial merupakan suatu realitas sosial yang
penting, bukan hanya sekedar suatu konsep teoritis saja, tetapi juga

mengelompokkan mereka atas:

 Pertama, kekayaan dan penghasilan. Bahwa kekayaan dan penghasilan

merupakan determinan kelas sosial yang penting disebabkan oleh perannya

dalam memberikan gambaran tentang latar belakang keluarga dan cara

hidup seseorang.
4

 Kedua, pekerjaan. Pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk

mengetahui cara hidup seseorang, sehingga secara tidak langsung pekerjaan

merupakan indikator terbaik untuk mengetahui kelas sosial seseorang.

 Ketiga, pendidikan. Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi

sekurang - kurangnya dalam dua hal yaitu:

1) Pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi.

2) Jenis dan tinggi - rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang dalam

kelas sosial.

Pendidikan dianggap lebih penting karena tidak hanya melahirkan

keterampilan kerja melainkan juga melahirkan perubahan mental, selera, minat,

tujuan, cara berbicara dan perubahan dari keseluruhan cara hidup seseorang.

2.4 Bentuk - Bentuk Pelapisan Sosial

Menurut J. Milton Yinger (1966), secara teoritis, keterbukaan suatu sistem

stratifikasi diukur oleh mudah - tidaknya dan sering - tidaknya seseorang yang

mempunyai status tertentu memperoleh status dalam strata yang lebih tinggi. Setiap

anggota masyarakat dapat menduduki status yang berbeda dengan status orang

tuanya, bisa lebih tinggi bisa lebih rendah, sedangkan stratifikasi sosial yang

tertutup ditandakan dengan keadaan manakala setiap anggota masyarakat tetap


berada pada status yang sama dengan orang tuanya.

2.5 Unsur - Unsur Penting Dalam Sistem Pelapisan Sosial

Selo Soemardjan (1964) seorang tokoh sosiologi Indonesia, menyatakan

bahwa hal yang mewujudkan unsur - unsur dalam teorisosiologi tentang sistem

berlapis lapis dalam masyarakat, adalah kedudukan (status) dan peranan (role).
5

Kedudukan dan peranan ini merupakan unsur - unsur baku dalam sistem berlapis -

lapis, juga mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial masyarakat. Ralph

Linton (1967) mengartikan sistem sosial itu sebagai pola - pola yang mengatur

hubungan timbal balik antar individu dalam masyarakat dan antar individu dengan

masyarakatnya, dan tingkah laku individu-individu tersebut. Dalam hubungan-

hubungan timbal balik tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti

yang penting, karena keberlangsungan hidup masyarakat tergantung daripada

keseimbangan kepentingan kepentingan individu- individu termaksud.

2.6 Kelas Sosial

Konsep kelas merupakan suatu konsep yang sudah lama digunakan dalam

ilmu sosial, makna yang diberikan pada konsep tersebut berbeda-beda; meskipun

konsep itu menduduki posisi sangat penting dalam teori Karl Marx, namun ia tidak

pernah mendefinisikannya secara tegas, yang jelas ia mengaitkannya dengan

pemilikan alat produksi. Demikian juga dengan Max Weber (1958), ia tidak

membatasi konsep tersebut pada pemilikan alat produksi tetapi membeikan makna

yang lebih luas, sehingga selain mencakup penguasaan atas barang meliputi pula

peluang untuk memperoleh penghasilan. Menurut Giddens (1989), peluang untuk

memperoleh pekerjaaan dan penghasilan yang dimaksud Weber tersebut ini tidak
hanya berupa penguasaan atas barang tetapi dapat pula berupa keterampilan dan

kemampuan yang antara lain tercermin dalam ijazah.

Peter L Berger (1978), seorang ahli sosiologi modern, menganggap sistem

kelas sebagai tipe stratifikasi yang menjadi salah satu dasar posisi-posisi yang

umum dalam masyarakat menurut ukuran-ukuran ekonomi; dari perumusannya ini


6

tampak bahwa konsep kelas ini dikaitkan dengan posisi seseorang dalam

masyarakat sehubungan dengan kriteria kemampuannya secara ekonomi.

2.7 Upaya Masyarakat Untuk Mengurangi Ketidaksamaan

Kamanto Sunarto (2004) mengisyaratkan bahwa berbagai masyarakat

mungkin berbeda pandangannya terhadap konsep kesamaan ini; pada satu sisi, ada

masyarakat yang berpandangan bahwa apa yang dapat diperoleh seseorang anggota

masyarakat tergantung pada kemampuannya. Masyarakat Amerika, merupakan

masyarakat yang cenderung menekankan pada pentingnya asas ini, setiap anggota

masyarakat dianggap berhak atas kesempatan yang sama (equality of opportunity)

untuk meraih sukses melalui prestasi. Ini berarti bahwa sukses yang diraih

seseorang tergantung pada prestasinya, orang yang berprestasi dapat meraih status

tinggi serta segala imbalan yang menyertainya, sedangkan orang yang tidak

berprestasi akan tetap menduduki status rendah.

2.8 Perlunya Sistem Pelapisan Sosial dalam Masyarakat

Manusia pada umumnya bercita - citakan agar ada perbedaaan kedudukan

dan peranan dalam masyarakat, akan tetapi cita - cita itu akan selalu terbentur

dengan suatu kenyataan yag berlainan. Setiap masyarakat harus menempatkan


individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur sosial dan mendorong

mereka untuk melaksanakan kewajiban kewajibannya sebagai akibat penempatan

tersebut. Dengan demikian, masyarakat menghadapi dua persoalan, yaitu masalah

penempatan individu - individu dan mendorong mereka agar melaksanakan

kewajibannya.
7

III

ANALISIS KASUS

3.1 Ringkasan Kasus

Jeritan peternak ayam mandiri di berbagai pelosok sentra produksi ayam

potong akibat jepitan industri ayam integrator kian nyaring. Mereka menjerit bukan

saja karena tak mampu lagi bersaing, menanggung beratnya beban biaya produksi,

melainkan juga ancaman kebangkrutan usaha yang sudah di depan mata. Sejarah

mencatat, anjloknya harga daging ayam hingga Rp 9.000 per kilogram di kandang

peternak sejak pertengahan Februari 2016 lalu merupakan yang terburuk sejak 10

tahun terakhir.

"Selama empat pekan terakhir, kerugian peternak mencapai Rp 10.000 - Rp

11.000 per kilogram (kg). Ini merupakan kerugian tertinggi yang pernah terjadi

selama 10 tahun terakhir," ujar Sekretaris Jenderal Pengusaha Peternak Unggas

Indonesia (PPUI) Ashwin Pulungan.

Peternak ayam di Desa Cimaung, Kabupaten Bandung, Teguh Prasetyo,

menjelaskan, pada pekan lalu saat panen sekitar 15.000 ekor harga ayam di kandang

Rp 10.000 per kg. Ia menderita rugi puluhan juta rupiah karena harga pokok

produksi (HPP) sekitar Rp 18.000 per kg. "Harga ayam hari ini agak naik menjadi

Rp 12.500 per kg, tetapi saya masih rugi," ujar Teguh, yang Jumat (4/3/2016) lalu
melakukan panen untuk 15.000 ayam pedaging berikutnya.

Menurut PPUI, selama ini sering terjadi praktik kartel dan monopoli dalam

penentuan harga pokok produksi unggas nasional. Itu berlangsung bahkan sebelum

realisasi pengesahan Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan

dan Kesehatan Hewan yang membolehkan usaha integrasi pada peternakan unggas.
8

Setelah berlakunya UU itu, praktik yang bersifat monopolistik dan kartelisasi dalam

setiap komoditas penting produksi perunggasan lebih bebas lagi. Akibatnya, usaha

budidaya peternakan rakyat banyak yang bangkrut dan usahanya mati. Produksi

ayam hasil budidaya peternak bersaing langsung dengan hasil budidaya para

perusahaan terintegrasi di pasar tradisional.

Data Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) menyebutkan,

setidaknya ada 1,2 juta peternak ayam rakyat di Jabar dengan rata-rata kepemilikan

ayam 2.000-5.000 ekor ayam. "Saat ini, perusahaan bermodal besar menikmati

keuntungan jauh lebih besar ketimbang peternak rakyat. Pemerintah harus memilih,

berpihak pada salah satu pihak atau memberi solusi yang mampu menjamin

keuntungan kedua belah pihak," kata Ketua Gopan Herry Dermawan di Bandung,

Jumat (4/3/2016). Ia mengatakan, kondisi tata niaga ayam ini sudah terjadi sejak

lama. Tanpa ada pengawasan dan aturan hukum yang tepat, tata niaga ayam

nasional selalu tidak menguntungkan peternak rakyat.

Sri mengatakan, ada perusahaan besar yang bahkan mampu menguasai

omzet bibit ayam berumur satu hari yang sangat besar hingga mencapai 60 persen.

"Kalau jumlahnya tidak dikendalikan, ayam akan melimpah. Harganya menjadi

murah sekali. Kartel besar memaksa peternak menjadi buruh. Tidak lagi mandiri,"

katanya.
Rudi Chandra (45), peternak di Desa Lebakwangi, mengatakan “peternak

murni saat ini sudah sangat jarang, soalnya semua sudah menjadi mitra perusahaan

besar. Peternak jadi buruh di kandangnya sendiri," ujar Rudi.


9

3.2 Analisa Kasus

3.2.1 Lapisan Sosial antara Peternak Rakyat dengan Peternak Industri pada

Ternak Unggas

Kasus yang dicantumkan kompas merupakan kasus yang menjelaskan

adanya lapisan sosial antara peternak rakyat dengan peternak tingkat industri yang

dimana para peternak rakyat merasa tercekik dikarenakan harga ayam yang naik

menjulang tinggi, para peternak mengalami kerugian sekitar Rp 9000 per kg, hal

tersebut merupakan yang terburuk selama 10 tahun silam. Peternak ayam di Desa

Cimaung, Kabupaten Bandung, Teguh Prasetyo, menjelaskan, saat panen sekitar

15.000 ekor harga ayam di kandang Rp 10.000 per kg. Ia menderita rugi puluhan

juta rupiah karena harga pokok produksi (HPP) sekitar Rp 18.000 per kg. Penyebab

kerugian tersebut tidak luput dari beberapa pelaku yang melakukan praktik kartel

dan monopoli dalam penentuan harga pokok unggas. Dilihat dari hal tersebut dapat

dikaitkan dengan adanya lapisan sosial antara peternak rakyat dengan peternak

besar, sehingga peternak besar dapat disebut memiliki tingkat sosial yang lebih

tinggi dibandingkan dengan peternak rakyat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Pitirin A. Sorokin (1957) mengatakan bahwa sistem berlapis itu merupakan ciri

yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang siapa

yang memiliki sesuatu yang berharga itu dalam jumlah yang sangat banyak, suatu
keadaan tidak semua orang bisa demikian bahkan hanya sedikit orang yang bisa,

dianggap oleh masyarakat berkedudukan tinggi atau ditempatkan pada lapisan atas

masyarakat; dan mereka yang hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak memiliki

sesuatu yang berharga tersebut, dalam pandangan masyarakat mempunyai

kedudukan yang rendah.


10

Data Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) menyebutkan,

setidaknya ada 1,2 juta peternak ayam rakyat di Jabar dengan rata-rata kepemilikan

ayam 2.000-5.000 ekor ayam. Perusahaan bermodal besar menikmati keuntungan

jauh lebih besar ketimbang peternak rakyat, perusahaan besar bahkan mampu

menguasai omzet bibit ayam berumur satu hari yang sangat besar hingga mencapai

60 persen. Kasus tersebut menandakan adanya perbedaan yang menjadi tolak ukur

lapisan sosisal, diantaranya tingkat kekuasaan karena sesuatu yang memiliki tingkat

kekuasaan lebih besar akan memiliki wewenang yang lebih besar. Sehingga saat ini

banyak sekali peternak rakyat yang menjadi buruh di kandangnya sendiri

dikarenakan kerugian besar yang dialami kebanyakan peternakan rakyat.

3.2.2 Solusi Permasalahan

Solusi dari permasalahan tersebut adalah pemerintah perlu memantau

pergerakan perdagangan ternak di komoditas unggas, pemerintah harus dapat

bersikap adil antara peternak rakyat dengan peternak besar. Perlu juga pemantauan

jumlah produksi dari peternak industri karena jika produksi melimpah maka harga

akan semakin turun, dan akan menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi

peternak kecil.
11

IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Lapisan sosial antara peternak rakyat dengan peternak tingkat industri

terjadi karena kenaikan harga ayam yang menjulang tinggi, sehingga

peternak mengalami kerugian.

2. Pemerintah perlu memantau pergerakan perdagangan ternak di komoditas

unggas, pemerintah harus dapat bersikap adil antara peternak rakyat dengan

peternak besar.

4.2 Saran

Perlu dilakukan survey lebih lanjut ke berbagai peternak rakyat dan

peternak industri, agar stratifikasi sosial dapat diminimalisir, sehingga tercipta

keadilan dan tidak ada yang merasa dirugikan antara peternak rakyat dan peternak

kalangan industri.
12

DAFTAR PUSTAKA

A. Sorokin Pitirim. 1957. Social and Culture Dinamics. Pargent. Boston.

Berger, P. L. 1978. Ethics and the New Class. Ethics and Public Policy Center.
Georgetown.

Hari, L .2016. Mereka Jadi Buruh Dikandangnya Sendiri. https:// regional.kompas.


com/read/2016/03/07/18530041/Mereka.Jadi.Buruh.di.Kandangnya.Sendir
i (diakses tanggal 11 Oktober 2018 pukul 20.03 WIB).

Indianto, Muin. 2004. Sosiologi. Erlangga. Jakarta.

Maunah, Binti. 2015. Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas dalam Perspektif
Sosiologi Pendidikan. Tulungagung.

Soemardjan, S. S. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Sunarto, K. 2004. Pengantar Sosiologi (edisi ketiga). Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta.
13

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perbedaan Perusaahan Terintegrasi dengan Peternak Mandiri


Perusahaan Terintegrasi Peternak Mandiri
Item Biaya/ Ekor/ Total Biaya Biaya/ Total Biaya
Kg 5000 Ekor Ekor/ Kg 5000 Ekor
Biaya DOC 3.100 15.500.000 3.500 17.500.000
Biaya pakan 5.200 72.930.000 6.200 81.840.000
Biaya medikasi 600 3.000.000 600 3.000.000
Biaya pemanas 500 2.500.000 500 2.500.000
Biaya buruh 600 3.000.000 600 3.000.000
Sewa kandang 500 2.500.000 500 2.500.000
Total biaya 99.430.000 110.340.000
Lama pemeliharaan
32 32
(hari)
Kematian (%) 4 5
Fcr 1.65 1.65
Berat badan (kg) 1.7 1.6
Total hasil produksi (kg) 8160 7600
Biaya produksi rp/kg
12185 14518
hidup
Jumlah populasi > 100000 5000-25000

Lampiran 2. Hasil Diskusi


1. Penanya: Muaz 200110150232

Pertanyaan: Apa dampak positif kepada peternak rakyat?

Jawaban: Peternak bisa termotivasi untuk beralih ternak missal dari ayam ras

ke ayam buras, sehingga persaingan tipis.

2. Penanya: Bella widya 200110150114

Pertanyaan: Solusi peternak terhadap permasalahan ini ?

Jawaban: Lebih efektif peternak mengkaji ulang bersama pemerintah akan

kebijakan yang telah dibuat agar menemui solusi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai