Anda di halaman 1dari 4

Startifikasi Sosial

1. Pengertian
Dalam Moeis (2008), stratifikasi berasal dari kata stratum (jamak: strata) yang
bermakna lapisan. Stratifikasi social sendiri dalam Singgih (2007) didefinisikan sebagai
pembedaan dan/atau pengelompokkan suatu kelompok social secara bertingkat (hierarkis)
yang didasari pada adanya suatu symbol-simbol tertentu yang dianggap berhara dan
bernilai, baik secara social, ekonomi, politik, hukum, budaya, maupun dimensi lainnya.
Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk /
masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara berjenjang (hirarkis). Pitirim A.
Sorokin dalam karangannya yang berjudul “Social Stratification” mengatakan bahwa
sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam
masyarakat yang hidup teratur. Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z. Lawang
adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke
dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.
statifikasi sosial menurut Max Weber adalah stratifikasi sosial sebagai penggolongan
orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan
hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.
2. Bentuk Stratifikasi Sosial
Ilmu sosiologi menggambarkan bahwa setidaknya ada dua bentuk dari stratifikasi social.
Kedua bentuk tersebut adalah:
a. Stratifikasi Sosial Terbuka (open social stratification)
 Setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk naik
lapisan;
 Menggunakan usaha dan kecakapan anggota masyarakat itu sendiri;
 Menstimulus anggota masyarakat untuk mengembangkan kecakapannya.
b. Stratifikasi Sosial Tertutup (closed stratification)
 Terdapat perbedaan kesempatan untuk naik lapisan;
 Menggunakan factor-faktor yang sudah ditentukan (kelahiran, usia, umur, dan
lainnya) untuk naik lapisan.
Menurut J. Milton Yinger dalam Moeis (2008), secara teoritis, keterbukaan suatu sistem
stratifikasi diukur oleh mudah-tidaknya dan sering-tidaknya seseorang yang mempunyai
status tertentu memperoleh status dalam strata yang lebih tinggi, setiap anggota
masyarakat dapat menduduki status yang berbeda dengan status orang tuanya, bisa lebih
tinggi bisa lebih rendah; sedangkan stratifikasi sosial yang tertutup ditandakan dengan
keadaan manakala setiap anggota masyarakat tetap berada pada status yang sama dengan
orang tuanya.
3. Dasar-dasar Pembentukan Stratifikasi Sosial
a. Ukuran Kekayaan : ukuran ini dapat berupa kebendaan, barang siapa yang memiliki
kekayaan palingbanyak, orang-orang itu termasuk lapisan paling atas; kekayaan
tersebut, misalnya dapat dilihat dari tempat tinggal, besarnya tempat tinggal,
kendaraan-kendaraan, pkaian-pakaiannya yang dikenakan, kebiasaanya dalam
mencukupu kebutuhan rumah tangga, yang semuanya itu dianggap sebagai status
simbol atau lambang-lambang kedudukan seseorang yang membedakannya dengan
orang kebanyakan,
b. Ukuran kekuasaan; barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai
wewenang terbesar, maka orang atau orang-orang itu menenmpati lapisan tertinggi
dalam masyarakat.
c. Ukuran kehormatan; ukuran ini mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan
kekuasaan, ukuran secamam ini biasanya hidup pada bentuk-bentuk masyarakat yang
masih tradisional, orang-orang yang bersangkutan adalah individu yang dianggap atau
pernah berjasa besar dalam masyarakat; orang atau orang-orang yang paling
dihormati atau yang disegani, ada dalam lapisan atas
d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ini biasanya dipakai oleh masyarakat-masyarakat
yang menghargai ilmu pengetahuan. Aka tetapi ada kalanya ukuran tersebut
menyebabkan akibat-akibat yang negatif, oleh karena kemudian ternyata bahwa
bukan mutu ilmu pengertahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar
kesarjanaannya; sudah tentu hal ini mengakibatkan segala macam usaha untuk
mendapatkan gelar tersebut, walau melalui mekanisme yang tidak benar.
Ukuran-ukuran tersebut di atas, tidaklah bersifat limitatif, oleh karena masih ada ukuran-
ukuran lainnya yang dapat dipergunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran itu adalah aspek
yang menonjol sebagai dasar timbulnya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Pada
beberapa masyarakat tradisionil di Indonesia, golongan pembuka tanahlah yang dianggap
menduduki lapisan tertinggi; misalnya di Jawa, kerabat dan keturunan pembuka tanahlah
yang dianggap oleh masyarakat desa sebagai kelas tertinggi dalam masyarakat.
Kemudian menyusul para pemilik tanah, walaupun mereka bukan keturunan pembuka
tanah; mereka di sebut pribumi, sikep atau kuli kenceng. Lalu menyusul mereka yang
hanya mempunyai rumah atau pekarangan saja (golongan ini di sebut kuli gundul,
lindungatau indung), dan akhirnya kelompok mereka yanghanya menumpang saja pada
tanah milik orang lain.
4. Unsure-unsur Penting dalam Stratifikasi Sosial
Selo Soemardjan (1964), seorang tokoh sosiologi Indonesia, menyatakan bahwa hal yang
mewujudkan unsur-unsur dalam teorisosiologi tentang sistem berlapis lapis dalam
masyarakat, adalah kedudukan (status) dan peranan (role) ; kedudukan dan peranan ini
kecuali merupakan unsur-unsur baku dalam sistem berlapis-lapis, juga mempunyai arti
yang penting bagi sistem sosial masyarakat; Ralph Linton (1967) mengartikan sistem
sosial itu sebagai pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik antar individu dalam
masyarakat dan antar individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu-individu
tersebut. Dalam hubungan-hubungan timbal balik tersebut, kedudukan dan peranan
individu mempunyai arti yang penting, karena keberlangsungan hidup masyarakat
tergantung daripada keseimbangan kepentingan kepentingan individu –individu
termaksud.
5. Mobilitas Sosial
Mobilitas social atau gerak social adalah pergerakan yang terjadi pada objek sosial dari
suatu kedudukan ke kedudukan lainnya. Terdapat dua macam mobilitas social yaitu:
a. Gerak Horizontal Merupakan perpindahan individu atau objek social dari suatu
kelompok social ke kelompok social lain yang sederajat. Perpindahan ini tidak
meinmbulkan perubahan dalam derajat kedudukan objek social.
b. Gerak Vertikal Merupakan perpindahan individu atau objek social dari suatu
kelompok dari suatu kedudukan ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat.
Perpindahan ini kembali dibedakan menjadi dua gerak yaitu gerak vertical naik
(social climbing) dan gerak vertical turun (social sinking).
6. Alasan Keberadaan Stratifikasi Sosial
a. Manusia pada umumnya bercita-cita agar ada perbedaan kedudukan dan peranan
dalam masyarakat. Tetapi cita-cita tersebut terkadang tidak sesuai kenyataan.
b. Setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu
dalam struktur sosial dan mendorong untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya
sebagai akibat penempatan.
c. Masyarakat menghadapi dua persoalan yaitu pertama menempatkan individu-individu
tersebut dan kedua mendorong agar mereka melaksanakan kewajibannya.
d. Kedudukan dan peranan tertentu memerlukan kemampuan latihan terlebih dahulu.
Pentingnya kedudukan dan peranan juga tidak selalu sama.
e. Hal yang terpenting adalah individu-individu tersebut mendapatkan hak atas
kewenangan untuk melakukan tindakan. Hak-hak tersebut di lain pihak juga
mendorong individu-individu untuk memperoleh kedudukan dan peran tertentu dalam
masyarakat

Sumber :
Moeis, S. (2008). Struktur Sosial: Stratifikasi Sosial. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Gemilang, M Akbar. Strattifikasi Sosial
http://p2k.unimus.ac.id/ind/3040-2937/Stratifikasi-Sosial_88042_unimus_p2k-unimus.html

Anda mungkin juga menyukai