Anda di halaman 1dari 18

ASKEP ISPA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti
membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit
yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak,
ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun. Salah satu penyakit yang diderita
oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi
infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian
bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara
berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk
rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada
masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana
ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan
oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas
ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita
datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang
gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 %
dari populasi balita. Untuk mengurangi terjadinya ISPA pada anak dan balita maka dilakukan
deteksi dini oleh masyarakat atau kader dengan cirri balita dan anak dalam keadaan batuk,
sukar bernafas, segera dibawa ke puskesmas atau UPK terdekat untuk mendapatkan
pengobatan.
1.2 Tujuan
- Untuk mendapatkan gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien
ISPA.
- Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai : Pengkajian klien ISPA Diagnosa yang
mungkin timbul pada klien ISPA Intervensi yang akan dilaksanakan pada klien ISPA
Pelaksaan tindakankeperawatan pada klien ISPA Evaluasi keperawatan klien ISPA
1.3 Manfaat
- Sebagai bahan pembelajaran untuk penderita ISPA agar lebih menjaga kesehatannya.
- Sebagai tambahan membuat asuhan keperawatan.
- Sebagai sumber informasi bagi para pembaca.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkimparu.
ISPA adalah masuknya mikroorganisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalam saluran
pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti: sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita
pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA


a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau
kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis
simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan
penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus,
Coxsackie, dan Echo.
b. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun
mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih
tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan
lumen saluran nafasnya masih sempit.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.
3. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian
terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena
penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan.
Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat
berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
4. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram.
Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari
pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya.
Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
5. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi
untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari)
payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan
(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting
untuk melindungi bayi dari infeksi.
6. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu
agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada
pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan
kesehatan anak.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross
sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada
balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai
exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini
berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut
tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor
risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara
di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
4. Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian
pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat
dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil
penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya
ISPA sebesar 9 kali.
5. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat
menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap.
Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-
paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara
menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar
nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan
penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari
4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO),
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian
Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur
di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.
8. Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran
makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang
membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Berdasarkan hasil uji statistik
didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke
pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomia.


a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitismedia, faringitis.

b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)


Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampaidengan alveoli,
dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, sepertiepiglotitis, laringitis, laringotrakeitis,
bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.

2.2 Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteripenyebabny
a antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,hemofilus, bordetella,
dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara laingolongan mikovirus, adenovirus, ko
ronavirus, pikornavirus, mikoplasma,herpesvirus.Bakteri dan virus yang paling sering
menjadi penyebab ISPA diantaranyabakteri stafilokokus dan streptokokus serta
virus influenza yang di udara
bebasakan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitutenggorokan
dan hidung.Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2tahun
yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim
hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadianISPA
pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, danburuknya sanitasi
lingkungan.
Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :


Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah
atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per
menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tldak menangis atau meronta).
Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah
50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah
dan tidak ada napas cepat.

2.3 Manifestasi klinis


Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )

2.4 Tanda dan gejala


- Pilek biasa
- Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
- Kadang bersin-bersin
- Sakit tenggorokan
- Batuk
- Sakit kepala
- Sekret menjadi kental
- Demam
- Nausea
- Muntah
- Anoreksia
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena
menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres.
Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang
kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam
dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih
lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat
komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi
adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga
bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan
dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi
lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan
penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.

 Tanda-tanda klinis

a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,
napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan
wheezing.

b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac
arrest.

c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.

Tanda-tanda laboratori
a. Hypoxemia
b.Hypercapnia dan
c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
2.5 patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan
yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian
besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun infeksi
relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai
bronchus dan alveoli.
Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk mencegah
infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus
yang tertimbun, terdapat lapisan mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari
bronchus ke atas yang menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil
mucus.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang
terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan
melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system
Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas atas,
maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting
(system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya
misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan
berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau
mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Laboratorium:
Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:
a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%
b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3
c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3
d.Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh meningkat.

2.7 Penatalaksanaan
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian
multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO :
Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin, Ampisillin,Penisillin
Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

2.8 Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease yangsembuh
sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak
mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti :
semusitis paranosal, penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco
pneumonia dan berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas.( Whaley and
Wong, 2000 ).
BAB III
ASKEP TEORITIS

3.1. Pengkajian

 Pengkajian

Riwayat kesehatan:
- Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).

- Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa).

- Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit sepertiyang dialaminya
sekarang).

- Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernahmengalami sakit


seperti penyakit klien).

- Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).

Pemeriksaan fisik :
Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:
a. Inspeksi :
- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

- Tonsil tampak kemerahan dan edema

- Tampak batuk tidak produktif

- Tidak ada jaringan parut pada leher

- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasancuping hidung.

b. Palpasi :
- Adanya demam.

- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeritekan pada nodus limfe
servikalis.

- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid


c. Perkusi :
o Suara paru normal (resonance).
d. Auskultasi :
o Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

 PENGKAJIAN (Menurut Khaidir Muhaj (2008):


 Identitas Pasien.

 Umur :Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada
usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika,
2009).

 Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Anggana Rafika, 2009).

 Alamat :Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi
ISPA berat .Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan
lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap
tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah
terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009).

Riwayat Kesehatan :
1) Keluhan Utama:
Klien mengeluh demam.

2) Riwayat penyakit sekarang:


Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri
otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

3) Riwayat penyakit dahulu:


Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang.

4) Riwayat penyakit keluarga:


Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien
tersebut.

5) Riwayat sosial:
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya.
Pemeriksaan Persistem
B1 (Breath) :
 Inspeksi :
o Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
o Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
o Tampak batuk tidak produktif,
o Tidak ada jaringna parut pada leher,
o Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung,
tachypnea, dan hiperventilasi.

 Palpasi :
o Adanya demam.
o Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis.
o Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.

 Perkusi :
o Suara paru normal (resonance).

 Auskultasi :
o Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi.

B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi
gangguan penciuman.
B4 (Bladder) :perkemihan Tidak ada kelainan.
B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit,
nyeri telan pada tenggorokan.
B6 (Bone): Warna kulit kemerahan(Benny:2010).

Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman.

2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.

3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.


3.2 Diagnosa keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan :
- suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.

- Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan antara produksi


panas, peningaktan panas, dan kehilangna panas).
Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal
Nadi : 60-100 denyut per menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
RR : 16-20 kali per menit

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia


Tujuan :
- Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BBnormal.

- Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan

- Tidak menunjukkan tanda malnutrisi

- Nutrisi kembali seimbang


Kriteria hasil : A. Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
Berat badan tidak turun (stabil)
B. Biokimia:
- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan 12-16 g/dl)
- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)
C. Clinis:
- Tidak tampak kurus
- Rambut tebal dan hitam
- Terdapat lipatan lemak subkutan
D. Diet:
- Makan habis satu porsi
- Pola makan 3X/hari

3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri berkurang skala 1-2
4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanansekunder (adanya infeksi
penekanan imun).
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Meminimalisir penularan infeksi lewat udara
Kriteria hasil : Anggota keluarga tidak ada yang tertular ISPA

3.3. Intervensi
1. Intervensi:
a.Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d. Atur sirkulasi udara
e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g. Kolaborasi dengan dokter:
- Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
- Antipiretika
Rasionalisasi:
a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukanperkembangan perawatan
selanjutnya.

b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proseskonduksi/perpindahan panas


dengan bahan perantara.

c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebaldan tidak akan
menyerap keringat.

d. Penyediaan udara bersih.

e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas.

g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas.


2. Intervensi:
a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c. Tingkatkan tirah baring
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuaikebutuhan klien.
Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BBdan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total.

c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, danmenyenangkan.

d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik.

e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi ataukebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal.

3. Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 –
10 ),faktor yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dankarakteristiknya.

b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan


kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.

c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat.

d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)

Rasionalisasi:
a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubunganmerupakan suatu hal yang
amat penting untuk memilih intervensi yangcocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari
terapi yang diberikan.

b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit.

c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta menguranginyeri tenggorokan.

d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambatpengeluaran histami


n dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untukmengurangi nyeri.
4. Intervensi:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.

b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.

c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.

d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun,lansia, dan penderita
penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A danmineral seng atau anti oksidan jika kondi
si tubuh menurun/asupanmakanan berkurang.

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur


Rasionalisasi:
a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.

b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaikipertahanan klien


terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.

d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap


infeksi.

e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.

3.3 Implementasi Keperawatan


I . Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

1. Mengukur tanda tanda vital


2. Mengompres kepala atau aksila dingan mengunakan air dingin
3. Memerikan penjelasan kepada klien tentang manfaat mengunakan pakaian berbahan
tipis
4. Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat waktu

II. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia

1. Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien


2. Membuat catatan makanan harian
3. Monitor lingkungan selama klien makan.
4. Monitor intake nutrisi

III . Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil

1. Tingkatkan istirahat
2. Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti penyebab nyeri berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur
3. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.

IV . Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder

1. Membatasi pengunjung
2. Mempertahankan teknik isolasi
3. Memperbanyak istirahat
3.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C.
2. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
3. Nyeri hilang atau terkontrol.
4. Tidak terjadi komplikasi pada klien.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan :
Didapat beberapa faktor resiko ISPA padapenderita yaitu 1) faktor agen; 2) faktor manusia,
yangterdiri dari faktor umur, jenis kelamin, dan status gizi; 3)lingkungan, yang terdiri dari
faktor kelembaban udara,suhu ruangan, ventilasi, penggunaan anti nyamuk, bahanbakar
untuk memasak, dan keberadaan perokok.
Gejala yang dirasakan penderita yaitu nafsu makan menurun,pasien merasa lesu, demam,
disertai batuk dan pilek selama 5hari, sakit tenggorokan dan terdapat tonsilitis dan faringitis
akutsetelah di periksa dokter

4.2 Saran :
1. Bagi orang tua hindarilah faktor resiko yang dapat meningkatkankejadian ISPA pada anak,
kecuali faktor resiko yang tidak dapatdiubah seperti umur dan jenis kelamin.

2. Membiasakan hidup sehat dan menjaga kebersihan perseorangandan lingkungan


DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.


Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.
DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
EGC : Jakarta.
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Achmadi, U.F, 2003.Waspadai Penyakit Menular, Badan Peneliti danPengembangan Depkes RI,
Jakarta. Agustama., 2005.Kajian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita.

Anda mungkin juga menyukai