Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
OSTEOSARKOMA

A. DEFINISI
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat
ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang
tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim
pembentuk tulang.
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang paling
sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Osteosarkoma
merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada anak-anak. rata-rata penyakit ini
terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki dan anak perempuan
adalah sama, tetapi padaakhir masa remaja penyakit ini lebih banyak ditemukan pada anak
laki-laki.
Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai kemampuan
untuk membentuk osteoid atau tulang yang imatur.

B. ETIOLOGI
Etiologi osteosarcoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada berbagai macam faktor
predisposisi sebagai penyebab osteosarcoma. Adapun faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan osteosarcoma antara lain :
a. Trauma
Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya injuri.
Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena
tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan
osteosarcoma.
b. Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis juga
diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarcoma ini. Salah satu contoh adalah
radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti kista tulang aneurismal,
fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan osteosarcoma.
c. Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberculosis mengakibatkan 14
dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarcoma.
d. Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarcoma baru dilakukan pada
hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan oncogenik virus pada
osteosarcoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa laporan menyatakan adanya
partikel seperti virus pada sel osteosarcoma dalam kultur jaringan. Bahan kimia, virus,
radiasi, dan faktor trauma. Pertumbuhan yang cepat dan besarnya ukuran tubuh dapat
juga menyebabkan terjadinya osteosarcoma selama masa pubertas. Hal ini
menunjukkan bahwa hormon sex penting walaupun belum jelas bagaimana hormon dapat
mempengaruhi perkembanagan osteosarcoma.
e. Keturunan ( genetik )

C. PATOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul
reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran
tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.
Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum
tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung
bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari
massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen
jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang
seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding
periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap
gambarannya di dalam tulang.
Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang penyebab pastinya tidak diketahui. Ada
beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan osteosarkoma.Sel berdiferensiasi dengan
pertumbuhan yang abnormal dan cepat padatulang panjang akan menyebabkan munculnya
neoplasma (osteosarkoma). Penampakan luar dari osteosarkoma adalah bervariasi. Bisa
berupa:
a. Osteolitik dimana tulang telah mengalami perusakan dan jaringan lunak diinvasi oleh
tumor.
b. Osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang baru.
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi, dan pada
hasil pemeriksaan radigrafi menunjukkan adanya suatu bangunan yang berbentuk segitiga.
Walaupun gambaran ini juga dapat terlihat pada berbagai bentuk keganasan tulang yang lain,
tetapi bersifat khas untuk osteosarkoma; tumor itusendiri dapat menghasilkan suatu
pertumbuhan tulang yang bersifat abortif. Gambaran seperti ini pada radiogram akan terlihat
sebagai suatu “sunburst”(pancaran sinar matahari).
Reaksi tulang normal dengan respon osteolitik dapat bermetastase ke paru- paru dan
keadaan ini diketahui ketika pasien pertama kali berobat. Jika belumterjadi penyebaran ke
paru-paru, maka angka harapan hidup mencapai 60%. Tetapi jika sudah terjadi penyebaran ke
paru-paru merupakan angka mortalitastinggi.Tumor bisa menyebabkan tulang menjadi lemah.
Patah tulang di tempat tumbuhnya tumor disebut fraktur patologis dan seringkali terjadi
setelah suatu gerakan rutin. Dapat juga terjadi pembengkakan, dimana pada tumor mungkin
teraba hangat dan agak memerah

D. PATHWAY
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut WHO ditetapkan berdasarkan atas criteria histologist, jenis
diferensiasi sel-sel tumor yang diperhatikan dan jenis inter seluler matriks yang di produksi.
Dalam hal ini dipertimbangkan sifat-sifat tumor, asal usul sel serta pemeriksaan histologist
menetapkan jenis tumor bersifat jinak atau ganas.
Sel-sel dari musculoskeletal berasal dari mesoderm tapi kemudian berdiferensiasi
menjadi beberapa sel osteoklas, kondroblas, fibroblas, mieloblas. Oleh karena itu sebaiknya
klasifikasi tumor tulang berdasarkan atas asal sel, yaitu bersifat osteogenik, kondrogenik atau
mielogonik.Meskipun demikian terdapat kelompok yang tidak termasuk dalam kelompok
tumor yaitu kelainan reaktif (reactive bone) atau hamartoma yang sebenarnya berpotensi
menjadi ganas. Beberapa hal yang penting yang sehubungan dengan penetapan klasifikasi
yaitu:
a. Jaringan yang mudah menyebar tidak selalu harus merupakan jaringan asal.
b. Tidak ada hubungan patologis atau klinis dalam kategori khusus.
c. Sering tidak ada hubungan antara kelainan jinak dan ganas dengan unsure-unsur
jaringannya. Misalnya osteoma dan osteosarkoma.
d. Beberapa tumor hanya disebut dalam suatu kelompok yang sederhana, misalnya
osteosarkoma
Asal sel Jinak Ganas
Osteogenik Osteoma Osteosarkoma
Osteoid Osteoma Parosteal Osteosarkoma
Osteoblastoma Osteoblastoma
Kondrogenik Kondroma Kondrosarkoma
Osteokondroma Kondrosarkoma Juksta Kortikal
Fibroma Kondromiksoid Kondroblastoma
Fibroma Kondromiksoid
Giant Cell Tumor Osteoklastoma
Mielojenik Sarkom Ewing
Sarkoma Retikulum
Limfosarkoma
Mieloma
Vaskuler Hemangioma Angiosarkoma
Limfangioma
Intermediate : Tumor Glomus
Hemangio-Endotelioma
Hemangio-Perisitoma
Jaringan Lunak Fibroma Desmo Plastik Fibrosarkoma
Lipoma Liposarkoma
Mesenkimoma Ganas
Sarkoma tak berdeferesiansi
Tumor lain Neurinoma Kondroma
Neurofibroma Adamantinoma
Tumor tanpa klasifikasi Kista Soliter
Kista Aneurisma
Kista Juksta-Artikuler
Defek Metafisis
Granuloma Eosinofil
Displasia Fibrosa
Miositis Osifikans
Tumor Brown
Hiperparatiroidisme

F. BEBERAPA VARIASI DARI OSTEOSARKOMA


a. Parosteal Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan tulang, dengan
terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblast dan membentuk waven bone atau
lamellar bone. Biasanya terjadi pada umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada
umur 20 – 40 tahun. Bagian posterior dari distal fermur merupakan daerah predileksi
yang paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang yang lainnya. Tumor
dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa
invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal. Pengobatanny adalah dengan cara
operasi, melakukan eksisi dari tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80-90%.
b. Periosteral Osteosarkarmo
Periosteral osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang (moderate-grade) yang
merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat kondroblastik, dan sering terdapat pada
daerah proksimal tibia. Sering juga dapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur
dan bahkan bisa pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama
dengan klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma klasik
yaitu 20%-35% terutama ke paru-paru. Pengobatannya adalah dilakukan operasi
marginal-wide eksisi (wide-margin surgical resection), dengan didahului preoperative
kemoterapi dan dilanjutkan sampai post-operasi.
c. Telangiectasis Osteosarkoma
Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran lesi yang
radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang. Dengan gambaran seperti
ini sering dikelirukan dengan lesi binigna pada tulang seperti aneurismal bone cyst.
Terjadi pada umur yang sama dengan klasik osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat
keganasan yang sangat tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsy sangat sulit
oleh karena tumor sedikit jaringan yang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya sama
dengan osteosarkoma klasik, dan sangat reposif terhadap adjuvant chemotherapy.
d. Osteosarkarmo Sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami mutasi sekunder
dan biasanya terjadi pada umur yang lebih tua, misalnya bisa berasal dari paget’s disease,
osteblastoma, fibous dysplasia, benign giant cell tumor, Contoh klasik dari osteosarkoma
sekuder adalah yang berasal dari paget’s disease yang disebut pegetic osteosarcomas. Di
Eropa merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada umur yang tua. Lokasi
yang tersering adalah humerus, kemudian di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit
sampai mengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama 15-25 tahun dengan
mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari paget’s disease. Selanjutnya rasa nyeri
nertambah, disusul oleh terjadinya destruksi tulang. Prognosis dari pegetic osteosarcomas
sangat jelek dengan five years survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada
orang tua, maka pengobatan dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena
toleransinya rendah.
e. Osteosarkarmo Intrameduler derajat Rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat rendah yang terletak
intrameduler. Secara mikrospik gambarannya mirip parosteal osteosarkoma. Lokasinya
pada daerah metafise tulang dan terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanya
mempunyai umur yang lebih tua yaitu 15-65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir
sama. Pada pemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik pada daerah intrameduler
metafise tulang panjang. Seperti pada parosteral osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini
mempunyai prognosis yang baik dengan hanya melakukan local eksisi saja.
f. Osteosarkarmo Akibat Radiasi
Osteosarkarmo bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30Gy. Onsetnya
biasanya sangat lama berkisar antara 3-35 tahun, dan derajat keganasannya sangat tinggi
dengan prognosis jelek dengan angka metastasenya tinggi.
g. Multisentrik Osteosarkarmo
Disebut juga Multifocal Osteosarcoma. Variasi ini sangat jarang yaitu terdapatnya lesi
tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal ini sangat sulit
membedakan apakah sarcoma memang terjadi bersamaan pada lebih dari satu tempat lesi
tersebut merupakan suatu metastase. Ada dua tipe yaitu: tipe Synchronous dimana
terdapatnya lesi secara bersamaan pada lebih dari satu tulang. Tipe ini sering terdapat
pada anak-anak dan remaja dengan tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya
adalah tipe Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu terdapat tumor pada
tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor pertama. Pada tipe ini
tingkat keganasannya lebih rendah.
G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada pasien dengan Osteosarkoma adalah sebagai berikut :
a. Nyeri pada ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari
dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
b. Pembekakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
c. keterbatasan gerak
d. kehilangan berat badan (dianggap sebagai temuan yang mengerikan).
e. Masa tulang dapat teraba, nyeri tekan, dan tidak bisa di gerakan, dengan peningkatan
suhu kulit diatas masa dan ketegangan vena.
f. Kelelahan, anoreksi dan anemia.
g. Lesi primer dapat mengenai semua tulang, namun tempat yang paling sering adalah distal
femur, proksimal tibia, dan proksimal humerus
h. Gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan
malaise

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan keganasan relatif
daritumor tulang. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis meliputi foto sinar-x lokal pada lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang (
bone survey ) apabila ada gambaran klinis yang mendukung adanya tumor
ganas/ metastasis. Foto polos tulang dapat memberikan gambaran tentang:
1. Lokasi lesi yang lebih akurat, apakah pada daerah epifisis, metafisis, diafisis,
ataupada organ-organ tertentu.
2. Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.
3. Jenis tulang yang terkena.
4. Dapat memberikan gambaran sifat tumor, yaitu:
5. Batas, apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi atau tidak.
6. Sifat tumor, apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah memberikanreaksi
pada periosteum, apakah jaringan lunak di sekitarnya terinfiltrasi.
7. Sifat lesi, apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun.
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemindaian radionuklida.
Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil seperti osteoma.
2. CT-scan.
Pemeriksaan CT-scan dapat memberikan informasi tentang keberadaantumor,
apakah intraoseus atau ekstraoseus.
3. MRI
MRI dapat memberika informasi tentang apakah tumor berada dalam
tulang,apakah tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke jaringan lunak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/ penunjang dalam
membantumenegakkan diagnosis tumor.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:
1. Darah. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah,
haemoglobin,fosfatase alkali serum, elektroforesis protein serum, fosfatase asam
serum yangmemberikan nilai diagnostik pada tumor ganas tulang.
2. Urine . Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein Bence-Jones.
c. Biopsi
Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk
pemeriksaanhistologist, untuk membantu menetapkan diagnosis serta grading tumor.
Waktu pelaksanaanbiopsi sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
radiologi yangdipergunakan pada grading. Apabila pemeriksaan CT-scan dilakukan
setelah biopsi, akan tampak perdarahan pada jaringan lunak yang memberikan kesan
gambaran suatu keganasanpada jaringan lunak.
Ada dua metode pemeriksaan biopsi, yaitu :
1. Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus ( fine needle aspiration, FNA)
dengan menggunakan sitodiagnosis, merupakan salah satu biopsi untuk
melakukandiagnosis pada tumor.
2. Biopsi terbuka.
Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif. Keunggulan biopsi
terbuka dibandingkan dengan biopsi tertutup, yaitu dapat mengambil jaringan
yang lebih besar untuk pemeriksaan histologis dan pemeriksaanultramikroskopik,
mengurangi kesalahan pengambilan jaringan, dan mengurangikecenderungan
perbedaan diagnostik tumor jinak dan tunor ganas (seperti antara enkondroma dan
kondrosakroma, osteoblastoma dan osteosarkoma). Biopsi terbuka tidak boleh
dilakukan bila dapat menimbulkan kesulitan pada prosedur operasi berikutnya,
misalnya pada reseksi end-block.
I. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan Medis
1. Pembedahan secara menyeluruh atau amputasi. Amputasi dapat dilakukan melalui
tulang daerah proksimal tumor atau sendi proksimal dari pada tumor.
2. Kemoterapi.
Merupakan senyawa kimia untuk membunuh sel kanker. Efektif pada kanker yang
sudah metastase. Dapat merusak sel normal.
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkamo
adalah kemoterapi preoperative (preoperative chemotherapy) yang disebut juga
dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi
postoperative (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant
chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya,
sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara
dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu
mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus
masih dapat mempertahankan ekstrimnya. Pemberian kemoterapi posperatif
paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma
adalah : doxorubicin (Andriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide (Ifex), mesna
(Rheumatrex). Protocol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin
dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi
(neoadjuvant) atau terai adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan
ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang
intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate 60-80%.
3. Radiasi.
Efek lanjut dari radiasi dosis tinggi adalah timbulnya fibrosis. Apabila fibrosisini
timbul di sekitar pleksus saraf maka bisa timbul nyeri di daerah yang
dipersarafinya. Nyeri di sini sering disertai parestesia. Kadang-kadang akibat
fibrosis ini terjadi pula limfedema di daerah distal dari prosesfibrosis tersebut.
Misalnya fibrosis dari pleksus lumbosakral akan menghasilkan nyeri disertai
perubahan motorik dan sensorik serta limfedema di kedua tungkai.
4. Analgesik atau tranquiser.
Analgesik non narkotik, sedativa, psikoterapi serta bila perlu narkotika.
5. Diet tinggi protein tinggi kalori.
b. Tindakan Keperawatan
1. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
2. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan
dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli
psikologi atau rohaniawan.
3. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping
kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat.
Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal.
Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
4. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan
terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.

c. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul,antara lain gangguan produksi anti- bodi,infeksi yang
biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang yang luas dan merupakan juga efek dari
kemoterapi,radioterapi,dan steroid yang dapat menyokong terjadinya leucopenia dan fraktur
patologis,gangguan ginjal dan system hematologis,serta hilangnya anggota
ekstremitas.Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda – tanda apatis dan kelemahan.

d. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan
lain-lain.
2. Anamnesa
Pengkajian berdasarkan karakterisitik nyeri:
P : palliative : tidak teridentifikasi
Q : quality/quanty : pada kasus nyeri yang dirasakan klien terus menerus.
R ::region ; nyeri terletal pada tungkai bawah kanan.
S : scale ; klien menyatakan bahwa nyerinya ada pada skala 9 (0-10)
T : nyeri terjadi sejak 3bulan yang lalu dan akan bertambah nyeri apabila area bengkaknya
disentuh atau bergesekan dengan kain.
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
1) Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
2) Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
3) Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
b) Riwayat kesehatan dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang
berat/penyakit tertentu yang memungkinkan berpengaruh pada kesehatan
sekarang, kaji adanya trauma prosedur operatif dan penggunaan obat-
obatan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien/gangguan tertentu yang berhubungan secara
langsung dengan gangguan hormonal seperti gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
4. Pengkajian fisik
Inspeksi :
a) Postur: terlihat massa sebesar bola tenis di tungkai kanan,kemerahan,dan mengkilap
b) Gaya berjalan: nyeri dirasakan klien pada skala9 sehingga dapat dipastikan klien
tidak bisa berjalan dengan baik.
c) ROM : klien tidak dapat bergerak bebasd.
d) Perubahan warna kulit : terlihat perubahan kulit berupa rubor dan mengkilat pada
areapembengkakan,ditemukan adanya pus berwarna hijau.
Palpasi:
a) Nyeri tekan bertambah apabila disentuh dan bergesekan dengan kain,sehingga perawat
tidak bolehmenekannya.
b) Edema (tempat,ukuran,temperature)Edema pada tungkai bawah kanan klien sebesar bola
tennis dan timbul rubor dan mengkilat.
5. Hasil laboratorium/radiologi
a) Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan
tulang baru.
b) Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek
tulang.
c) Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik atau inflamasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya tumor
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan kerusakan
muskuloskeletal
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status kesehatan
5. Resiko cedera berhubungan dengan tumor
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan jaringan
7. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
hipermetabolik
8. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi
9. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Kronis berhubungan dengan NOC: NIC :
ketidakmampuan fisik-psikososial  Comfort level Pain Manajemen
kronis (metastase kanker, injuri  Pain control - Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen
neurologis, artritis)  Pain level nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama - Tingkatkan istirahat dan
DS: …. nyeri kronis pasien berkurang dengan kriteria - yang adekuat
- Kelelahan hasil: - Kelola anti analgetik ...........
- Takut untuk injuri ulang  Tidak ada gangguan tidur - Jelaskan pada pasien penyebab nyeri
DO:  Tidak ada gangguan konsentrasi - Lakukan tehnik nonfarmakologis (relaksasi,
- Atropi otot  Tidak ada gangguan hubungan interpersonal masase punggung)
- Gangguan aktifitas  Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan
- Anoreksia ungkapan secara verbal
- Perubahan pola tidur  Tidak ada tegangan otot
- Respon simpatis (suhu dingin,
perubahan posisi tubuh ,
hipersensitif, perubahan berat
badan)
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan body image berhubungan NOC: NIC :
dengan:  Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis),  Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien
kognitif/persepsi (nyeri kronis), terhadap tubuhnya
kultural/spiritual, penyakit, krisis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama - Monitor frekuensi mengkritik dirinya
situasional, trauma/injury, pengobatan …. gangguan body image - Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan
(pembedahan, kemoterapi, radiasi) pasien teratasi dengan kriteria hasil: dan prognosis penyakit
 Body image positif - Dorong klien mengungkapkan perasaannya
DS:  Mampu mengidentifikasi kekuatan personal - Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian
- Depersonalisasi bagian tubuh  Mendiskripsikan secara faktual perubahan alat bantu
- Perasaan negatif tentang tubuh fungsi tubuh - Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
- Secara verbal menyatakan  Mempertahankan interaksi sosial kelompok kecil
perubahan gaya hidup
DO :
- Perubahan aktual struktur dan
fungsi tubuh
- Kehilangan bagian tubuh
- Bagian tubuh tidak berfungsi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan

Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :


 Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Berhubungan dengan :
 Mobility Level  Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan
- Gangguan metabolisme sel
 Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan
- Keterlembatan perkembangan
 Transfer performance  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
- Pengobatan
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
- Kurang support lingkungan

ketahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
- Keterbatasan
selama….gangguan mobilitas fisik teratasi berjalan dan cegah terhadap cedera
kardiovaskuler

- Kehilangan integritas struktur tulang dengan kriteria hasil: Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik teknik ambulasi
- Terapi pembatasan gerak
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Kurang pengetahuan tentang
 Memverbalisasikan perasaan dalam  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
kegunaan pergerakan fisik
meningkatkan kekuatan dan kemampuan secara mandiri sesuai kemampuan
- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun
berpindah  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan
percentil sesuai dengan usia
 Memperagakan penggunaan alat Bantu bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
- Kerusakan persepsi sensori
untuk mobilisasi (walker)  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
- Tidak nyaman, nyeri
 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
- Kerusakan muskuloskeletal dan
berikan bantuan jika diperlukan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, kontrol
dan atau masa
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum

DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan (penurunan
untuk berjalan, kecepatan, kesulitan
memulai langkah pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan
halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek atau
tremor
- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat dan tidak
terkoordinasi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan keperawatan
paparan lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien tidak mengalami infeksi  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
- Peningkatan paparan lingkungan dengan kriteria hasil: petunjuk umum
patogen  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
- Imonusupresi  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan sekunder timbulnya infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
(penurunan Hb, Leukopenia,  Jumlah leukosit dalam batas normal  Berikan terapi antibiotik:.................................
penekanan respon inflamasi)  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Penyakit kronik  Status imun, gastrointestinal, genitourinaria  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Imunosupresi dalam batas normal  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
- Malnutrisi kemerahan, panas, drainase
- Pertahan primer tidak adekuat  Monitor adanya luka
(kerusakan kulit, trauma jaringan,  Dorong masukan cairan
gangguan peristaltik)  Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Eksternal : Wound Healing : primer dan sekunder longgar
- Hipertermia atau hipotermia  Hindari kerutan pada tempat tidur
- Substansi kimia Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Kelembaban selama….. kerusakan integritas kulit pasien  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
- Faktor mekanik (misalnya : alat teratasi dengan kriteria hasil: jam sekali
yang dapat menimbulkan luka,  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan  Monitor kulit akan adanya kemerahan
tekanan, restraint) (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
- Immobilitas fisik pigmentasi) yang tertekan
- Radiasi  Tidak ada luka/lesi pada kulit  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Usia yang ekstrim  Perfusi jaringan baik  Monitor status nutrisi pasien
- Kelembaban kulit  Menunjukkan pemahaman dalam proses  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Obat-obatan perbaikan kulit dan mencegah terjadinya  Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
Internal : sedera berulang tekanan
- Perubahan status metabolik  Mampu melindungi kulit dan  Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Tonjolan tulang mempertahankan kelembaban kulit dan karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan
- Defisit imunologi perawatan alami nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Berhubungan dengan dengan  Menunjukkan terjadinya proses  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan
perkembangan penyembuhan luka luka
- Perubahan sensasi  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Perubahan status nutrisi (obesitas,  Cegah kontaminasi feses dan urin
kekurusan)  Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Perubahan status cairan  Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)

DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)

Anda mungkin juga menyukai