Anda di halaman 1dari 15

ANEMIA

1. Definisi
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah, seperti
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah
kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria
WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14
g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada
penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan
keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia. (Schrier, 2011).

2. Klasifikasi
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifi kasikan menjadi (Schrier, 2011):
a. Anemia makrositik

Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia
makrositik dapat disebabkan oleh:
 Peningkatan retikulosit Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit.
Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran
peningkatan MCV
 Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defisiensi folat atau
cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea)
 Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)
 Penggunaan alkohol Penyakit hati Hipotiroidisme.
b. Anemia mikrositik

Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV
kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit.
Dengan penurunan MCH (mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan
gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
 Berkurangnya Fe: anemia defi siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia inflamasi,
defisiensi tembaga.
 Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan
didapat.
 Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.
c. Anemia normositik

Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat
disebabkan oleh:
 Anemia pada penyakit ginjal kronik.
 Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
 Anemia hemolitik: Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan
membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defisiensi G6PD), kelainan hemoglobin
(penyakit sickle cell). Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun,
autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi
transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura
trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa
ular).

3. Etiologi dan Faktor Resiko


Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia (Schrier, 2011):
a. Pendekatan kinetik Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb.
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen:
 Berkurangnya produksi sel darah merah
Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya.
Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:
- Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi
(anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi siensi Fe)
- Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia, infl itrasi
tumor)
- Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
- Rendahnya trophic hormone untuk stimulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin pada
gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme])
- Anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya
Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus
gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag, berkurangnya kadar
eritropoietin (relatif) dan sedikit berkurangnya masa hidup erirosit.
 Meningkatnya destruksi sel darah merah
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel
darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110-120 hari.
Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti
lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-
kira 20 hari.
 Kehilangan darah
b. Pendekatan morfologi Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran
eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV) dan respons retikulosit.
Penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah
tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai volume 80-96
femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil.
Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut
makrositik. Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik.
Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah
merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean
tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefisien variasi volume sel darah merah atau RBC
distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW
menunjukkan adanya variasi ukuran sel.

4. Patofisiologi
TERLAMPIR

5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga
kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan,
karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen (Schrier, 2011). Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor
(Schrier, 2011), yaitu berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan dan adanya hipovolemia (pada
penderita dengan perdarahan akut dan masif).
Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme kompensasi
peningkatan volume sekuncup, denyut jantung, dan curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g% (Ht
15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada kadar Hb lebih tinggi selama aktivitas
atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung karena penyakit jantung yang
mendasarinya.
Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan
tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia
yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung,
angina, aritmia dan/ atau infark miokard) (Schrier, 2011)
Anemia yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi berkurangnya volume
intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala mudah lelah, lassitude (tidak
bertenaga), dan kram otot. Gejala dapat berlanjut menjadi postural dizzines, letargi, sinkop; pada
keadaan berat, dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian (Schrier, 2011)

6. Pemeriksaan Diagnostik
Evaluasi penderita dengan anemia diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan (Schrier,
2011):
 Apakah penderita mengalami perdarahan saat ini atau sebelumnya?
 Apakah didapatkan adanya bukti peningkatan destruksi sel darah merah (hemolisis)?
 Apakah terdapat supresi sumsum tulang?
 Apakah terdapat defi siensi besi? Apakah penyebabnya?
 Apakah terdapat defi siensi asam folat dan vitamin B12? Apakah penyebabnya?
a. Riwayat penyakit
Beberapa komponen penting dalam riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia:
 Riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya, melena pada penderita ulkus
peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal).
 Waktu terjadinya anemia: baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru terjadi pada umumnya
disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang berlangsung lifelong, terutama
dengan adanya riwayat keluarga, pada umumnya merupakan kelainan herediter
(hemoglobinopati, sferositosis herediter).
 Etnis dan daerah asal penderita: talasemia dan hemoglobinopati terutama didapatkan pada
penderita dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-Sahara, dan Asia Tenggara.
 Obat-obatan harus dievaluasi dengan rinci. Obat-obat tertentu, seperti alkohol, asam
asetilsalisilat, dan antiinflamasi nonsteroid harus dievaluasi dengan cermat.
 Riwayat transfusi.
 Penyakit hati.
 Pengobatan dengan preparat Fe.
 Paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan.
 Penilaian status nutrisi
b. Pemeriksaan fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisistem dan untuk menilai
beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik perlu memperhatikan:
 adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.
 pucat: sensitivitas dan spesifisitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau
konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
 ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit dideteksi di
ruangan dengan cahaya lampu artifi sial. Pada penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan
pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1
mg/dL.
 penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
 lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
 limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang dapat
disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif (seperti pada leukemia mielositik
kronik), lesi litik (pada mieloma multipel atau metastasis kanker).
 petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
 kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defisiensi Fe.
 Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia sideroblastik familial).
 Infeksi rekuren karena neutropenia atau defi siensi imun.
c. Pemeriksaan laboratorium
 Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, dan hitung
jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit
harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak
automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel.
 Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi de-ngan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi
dengan automated blood counter.
 Sel darah merah berinti (normoblas)
Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan
pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik
lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita dengan bone
marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan hematologis sebe-lumnya, adanya
normoblas dapat menunjukkan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau
gagal jantung berat.
 Hipersegmentasai neutrofil
Hipersegmentasi neutrofil adalah abnormalitas yang ditandai dengan >5% neutrofil berlobus ≥5
dan/atau 1 atau lebih neutrofil berlobus ≥5. Adanya hipersegmentasi neutrofil dengan gambaran
makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defisiensi vitamin B12 dan asam folat).
 Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel
darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte
production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit
harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia.
% 𝑟𝑒𝑡𝑖𝑘𝑢𝑙𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝑥 𝐻𝑐𝑡
Rumus: 𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑟𝑒𝑡𝑖𝑘𝑢𝑙𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 =
45
Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan retikulosit
prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di darah selama 24
jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit
dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-
3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis.
Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte
production index (RPI).
% 𝑟𝑒𝑡𝑖𝑘𝑢𝑙𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝑥 𝐻𝑐𝑡/45
𝑅𝑃𝐼 =
𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
Tabel 1. faktor koreksi
Hematokrit penderita (%) Faktor koreksi
40-45 1,0
35-39 1,5
25-34 2,0
15-24 2,5
<15 3,0

RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi sel darah
merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan indikasi adanya hiperproliferasi
sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap anemia (Karnath, 2004).
 Jumlah leukosit dan hitung jenis
Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infiltrasi sumsum
tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau asam folat. Adanya leukositosis dapat
menunjukkan adanya infeksi, inflamasi atau keganasan hematologi. Adanya kelainan tertentu
pada hitung jenis dapat memberikan petunjuk ke arah penyakit tertentu:
- Peningkatan hitung neutrofi l absolut pada infeksi
- Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia
- Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu
- Penurunan nilai neutrofi l absolut setelah kemoterapi Penurunan nilai limfosit absolut pada
infeksi HIV atau pemberian kortikosteroid
- Jumlah trombosit
Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik.
Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan anemia,
misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang, destruksi trombosit
autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defisiensi folat atau B12. Peningkatan jumlah
trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif, defisiensi Fe, inflamasi, infeksi
atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit (trombosit raksasa, trombosit degranulasi)
dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif atau mielodisplasia.
- Pansitopenia
Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia. Pansitopenia
berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defi siensi folat, vitamin B12, atau keganasan
hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat ditemukan pada penderita dengan
splenomegali dan splenic trapping sel-sel hematologis.
Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostik. Contoh:
Pada seorang penderita, Hb turun dari 15 g% menjadi 10 g% dalam 7 hari. Bila disebabkan
oleh ganguan produksi total (hitung retikulosit = 0) dan bila destruksi sel darah merah
berlangsung normal (1% per hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari. Penurunan Hb seharusnya
0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun lebih banyak, yaitu 5 g%, sehingga
dapat diasumsikan supresi sumsum tulang saja bukan merupakan penyebab anemia dan
menunjukkan adanya kehilangan darah atau destruksi sel darah merah.
Tabel 2. Klasifikasi anemia
Tabel 3. Anemia normokrom normositik tanpa peningkatan respons retikulosit
Indikasi pemeriksaan sumsum tulang pada penderita anemia:
1. Abnormalitas hitung sel darah dan/atau morfologi darah tepi
- Sitopenia dengan penyebab tidak diketahui
- Leukositosis dengan penyebab tidak diketahui atau disertai leukosit abnormal
- Sel teardrops atau leukoeritroblastosis
- Rouleaux.
- Tidak ada atau rendahnya respons retikulosit terhadap anemia
2. Evaluasi penyakit sistemik
- Splenomegali, hepatomegali, limfadenopati yang tidak diketahui penyebabnya
- Staging tumor: limfoma, tumor solid
- Pemantauan efek kemoterapi
- Fever of unknown origin (dengan kultur sumsum tulang)
- Evaluasi trabekular tulang pada penyakit metabolik.
7. Penatalaksanaan
Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini:
 Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
 Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
a. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera
diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk
mencegah perburukan payah jantung tersebut.
b. Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk anemia
defisiensi besi.
c. Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab
anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus
diberikan obat anti-cacing tambang.
d. Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil,
berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis
yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika
terdapat respons

8. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah
terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas,
jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu
hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan
berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu
perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Fadil, 2005).

9. Asuhan Keperawatan
A. Data dasar pengkajian
1. Aktifitas / istirahat
Gejala : letih, lemah, malas, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk
tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda : tachicardia, tachipnea, dispnea jika istirahat atau bekerja, apatis, lesu, kelemahan
otot dan penurunan kekuatan, atakna, tubuh tidak tegak.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, endokarditis, palpitasi
Tanda : hipotensi postural, disritmia, abnormalitas EKG, bunyi jantung murmur,
Ekstremitas pucat, dingin, pucat dan membran mukosa ( konjunctiva, mulut, faring,
bibir, dan dasar kuku ), pengisian kapiler lambat, rambut keras.
3. Eliminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal, hematemesis, feses dengan darah segar,
melena, diare, konstipasi, penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
Gejala : penurunan masukan, nyeri menelan, mual, muntah, anoreksia, penurunan
berat badan
Tanda : lidah merah, membran mukosa kering, pucat, tangan kulit kering, stomatitis.
5. Higiene
Tanda & gejala : kurang bertenaga, penampilan tidak rapi
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, insomnia, penurunan
penglihatan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki, sensasi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, respon lambat dan
dangkal, hemoragik retina, epitaksis, perdarahan dari lubang – lubang
koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar
7. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajang terhadap bahan kimia, tidak toleran terhadap dingin
dan atau, panas penyembuhan luka buruk, sering infeksi
Tanda : demam, keringat malam, limpadenopati, petekie, ekhimosis
8. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : kecendrungan keluarga untuk anemia, penggunaan antikonvulsan, antibiotik, agen
kemoterapi, aspirin, obat anti inflamasi
B. Diagnosa & Intervensi keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler untuk pengiriman oksigen /
nutrien ke sel
Tujuan : menunjukkan perfusi adekuat mis : tanda vital stabil, membran mukosa warna merah
jambu, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat
Intervensi :
a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
R/ memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan intervensi
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
R/ meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler
c. Selidiki keluhan nyeri dada
R/ iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial / potensial resiko infark
d. Kaji respon verbal lambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung
R/ dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi
vitamin B12
e. Catat keluhan rasa dingin, tubuh hangat sesuai indikasi
R/ vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien / kebutuhan rasa
hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus
vasodilatasi
f. Awasi pemeriksaan laboratorium mis Hb, Ht dan jumlah SDM, GDA
R/ mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan / respon terhadap terapi
g. Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi
R/ meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan
resiko perdarahan
2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan jaringan
Tujuan : melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
a. Observasi adanya tanda kerja fisik ( takikardi, palpitasi, takipnea, dispnea, nafas pendek,
sesak nafas, pusing, kunang-kunang, berkeringat )
R/ untuk merencanakan istirahat yang tepat
b. Bantu dalam aktifitas sehari-hari yang memungkinkan diluar batas toleransi anak
R/ untuk mencegah kelelahan
c. Beri aktifitas bermain pengalihan
R/ meningkatkan istirahat dan tenang tetapi mencegah kebosanan dan menarik diri
d. Rencanakan aktifitas keperawatan
R/ untuk memberikan istirahat yang cukup
e. Gunakan teknik penghematan energi mis mandi dengan duduk
R/ mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan
mencegah kelemahan
f. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek,
kelemahan, atau pusing
R/ regangan atau stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan
dekompensasi / kegagalan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakadekuatan masukan besi, kegagalan atau
ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah normal
Tujuan : menunjukkan berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
R/ mengidentifikasi defisiensi, nebduga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang berat badan setiap hari
R/ mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas intervensi nutrisi
d. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan
R/ makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga
mencegah distensi gaster
e. Observasi/catat adanya mual/muntah
R/ gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ
f. Berikan dan bantu higiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan
R/ meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri,
meminimalkan kemungkinan infeksi
g. Berikan obat sesuai indikasi mis vitamin dan suplemen mineral (vitamin B/C)
R/ kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan / atau adanya masukan oral
yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi
4. Resiko kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia), defisit nutrisi
Tujuan : mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema,
eksoriasi
R/ kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi
b. Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di
tempat tidur
R/ meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan /
mempengaruhi hipoksia seluler
c. Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih
R/ area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik
d. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
R/ meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis
5. Konstipasi atau diare b/d penurunan masukan diet, perubahan proses pencernaan, efek
samping obat
Tujuan : menunjukkan pola normal dari fungsi usus
Intervensi :
a. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah
R/ membantu mengidentifikasi penyebab/faktor pemberat dan intervensi yang tepat
b. Auskultasi bising usus
R/ bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
c. Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hr dalam toleransi jantung
R/ membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi
d. Hindari makanan yang membentuk gas
R/ menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen
e. Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi serat
R/ serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya sepanjang
traktus intestinal sebagai perangsang untuk defekasi
6. Resiko infeksi b/d pertahanan sekunder tidak adekuat ( penurunan hemoglobin atau penurunan
granulosit ), prosedur invasif
Tujuan : mencegah / menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien
R/ mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bakterial
b. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur/perawatan luka
R/ menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri
c. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
R/ menurunkan resiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi
d. Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau tanpa demam
R/ adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan
e. Amati eritema/cairan luka
R/ indikator infeksi lokal
f. Berikan antiseptik topikal, antibiotik sistemik
R/ mungkin digunakan secara profilaksis untuk menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi lokal
7. Ansietas / takut b/d prosedur diagnostik / transfusi
Tujuan : anak menunjukkan ansietas yang minimal
Intervensi :
a. Siapkan anak untuk tes
R/ untuk menghilangkan ansietas/rasa takut
b. Tetap bersama anak selama tes dan memulai transfusi
R/ untuk memberikan dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi
c. Jelaskan tujuan pemberian komponen darah
R/ untuk meningkatkan pemahaman terhadap gangguan, tes diagnostik, dan pengobatan
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b/d kurang terpajan informasi
/ salah interpretasi informasi
Tujuan : menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostik, dan rencana
pengobatan
Intervensi :
a. Berikan informasi tentang anemia spesifik
R/ memberi dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat
b. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia
R/ menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi
c. Diskusikan pentingnya hanya meminum obat yang diresepkan
R/ kelebihan dosis obat besi dapat menjadi toksik
d. Jelaskan bahwa darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk
anemia
R/ ini sering merupakan kekhawatiran yang tidak diungkapkan yang dapat memperkuat
ansietas pasien
e. Sarankan minum obat dengan makanan atau segera setelah makan
R/ besi paling baik diabsorpsi pada lambung kosong, namun garam besi merupakan iritan
lambung dan dapat menyebabkan dispepsia, diare, dan distensi abdomen bila diminum
saat lambung kosong
f. Peringatkan tentang kemungkinan reaksi sistemik mis kemerahan pada wajah, muntah,
mual, mialgia
R/ kemungkinan efek samping terapi memerlukan evaluasi ulang untuk pilihan dan dosis
obat
DAFTAR PUSTAKA

Karnath BM. Anemia in the adult patient. Hospital Physician 2004:32-6.

Schrier SL. Approach to the adult patient with anemia. January 2011. [cited 2011, June 9 ]. Available
from: www.uptodate.com

Anda mungkin juga menyukai