Referensi.
Pengertian.
Hukum Acara Pidana Militer adalah semua ketentuan yang digunakan atau dijadikan dasar
oleh aparat penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya di lingkungan peradilan militer.
1. Zaman Hindia-Belanda.
Pada zaman Hindia-Belanda sudah ada Peradilan Militer dan yang memiliki hanya
Angkatan Darat dan Angkatan Laut saja. Peradilan Militer pada waktu itu dibagi
dalam dua tingkat, yaitu :
Kedua lembaga peradilan tersebut masih menggunakan HIR sebagai hukum acara.
2
Setelah Indonesia merdeka kedua lembaga peradilan yang ada pada zaman
Hindia-Belanda tidak berlaku lagi bagi TNI, karena TNI lahir pada tanggal 5
Oktober 1945. Namun ketentuan-ketentuan hukum acara yang ada yaitu HIR
sebagian masih berlaku. Yang menjadi permasalahan mengapa sebagian ketentuan-
ketentuan yang ada dalam HIR masih berlaku ? Karena setelah Indonesia merdeka
masih menghadapi revolusi fisik terhadap Belanda yang akan kembali menguasai
Indonesia, sehingga Bangsa Indonesia belum sempat untuk merumuskan hukum
acara sebagai pengganti HIR dan lebih konsentrasi menghadapi revolusi fisik.
Bagaimana jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh para prajurit ? Jika ada
pelanggaran cukup diselesaikan dengan dijatuhi Hukuman Disiplin. Pada tahun
1946 dikeluarkan dua undang-undang yaitu :
Perlunya membentuk Peradilan Militer karena tugas militer berbeda dengan tugas
warganegara lainnya, yaitu mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
3
Indonesia dan keselamatan bangsa, atau dalam arti lain adalah berperang atau bertempur.
Untuk mendukung tugas tersebut TNI harus disiapkan agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik. Oleh karena itu perlu diatur melalui ketentuan-ketentuan hukum yang keras
baginya yaitu Hukum Militer maupun Hukum Disiplin Militer. Hukum Disiplin Militer
mengatur tentang tata kehidupan militer agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
sehingga selalu siap siaga. (Selengkapnya baca Buku 30 Tahun Perkembangan Peradilan
Militer di Nergara Republik Indonesia, Penulis BrigejanTNI Soegiri, S.H.).
1. Pasal 15 KUHPM.
Pasal 14 a KUHP.
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau
pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam
putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah
dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan
lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum
masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau
karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus
yang mungkin ditentukan dalam perintah ini.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-
perkara mengenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuihkan
pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau
perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan
terpidana dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu
hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap
kejahatan dan pelanggaran itu dihentikan bahwa dalam hal dijatuhi pidana
denda, dan syarat-syarat ketentuan pasal 30 ayat 2.
(3) Jika hakim tidak menentukan lain,maka perintah mengenai pidana pokok
juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat
berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk
dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak
pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-
keadaan yang menjadi alasan perintah itu.
4
2. Pasal 26 KUHPM.
(1) Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan hak untuk
memasuki Angkatan Bersenjata, selain daripada yang ditentukan dalam
pasal 39, dapat dijatuhkan oleh hakim berbarengan dengan setiap putusan
penjatuhan pidana mati atau pidana penjara kepada seorang militer yang
berdasarkan kejahatan yang dilakukan dipandangnya tidak layak lagi tetap
dalam kalangan militer.
Penjelasan.
KUHP diterapkan terhadap pasal 85 KUHPM, maka setiap militer yang melakukan
disersi tidak perlu menjalani pidana penjara karena hakim menjatuhkan pidana
kurang dari satu tahun. Apabila hal ini diikuti tentunya akan merusak disiplin
dan tata kehidupan militer. Dengan demikian penyimpangan pasal 15 KUHPM
terhadap pasal 14 a KUHP semata-mata hanya untuk kepentingan militer agar dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
2. Bahwa dalam pasal 26 ayat (1) KUHPM yang dimaksud dengan tidak layak ukuran
atau kriterianya hingga kini belum ada yang pasti. Namun ketidaklayakan tersebut
tentunnya berhubungan dengan hal-hal yang bertentangan dan merugikan
kepentingan militer, bangsa dan negara. Apabila militer sudah tidak layak lagi
untuk dipertahankan dalam dinasnya maka yang bersangkutan dapat dijatuhi
pidana berupa pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa hak untuk memasuki
Angkatan Bersenjata. Hal ini tentunnya menyimpang dari ketentuan pasal 67
KUHP yang menyatakan bahwa penjatuhan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup tidak boleh dijatuhkan pidana yang lain lagi. Penyimpangan tersebut
sebenarnya dilakukan karena militer adalah orang-orang yang disiapkan untuk
berperang dan apabila nyata-nyata sudah tidak layak lagi sudah sepantasnya harus
diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas kemiliteran demi tegaknya disiplin
dan tata kehidupan prajurit.
Kesimpulan.
Dengan didasari pasal-pasal tersebut di atas jelaslah bahwa pembentukan Peradilan Militer
semata-mata untuk kepentingan militer, bangsa, dan negara.
a. Ayat (1).
b. Ayat (2).
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan
kejahatan itu.
c. Ayat (3).
Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing
sembilan bulan dan dua belas bulan.
Makna yang terkandung dalam asas tersebut berdasarkan pasal 293 KUHP
adalah sebagai berikut :
Jika seorang prajurit melakukan persetubuhan berdasarkan suka sama suka dengan
seorang gadis yang sebenarnya belum cukup umur, namun dalam penuntutan yang
bersangkutan menyatakan bahwa sebenarnya gadis tersebut sudah dewasa maka
8
hakim dapat menuntut bebas terhadap prajurit tersebut. Karena yang melakukan
adalah prajurit maka hakim juga mempunyai kewenangan untuk menyerahkan
perkara tersebut kepada Ankum untuk diselesaikan secara disiplin.
8. Nara pidana militer yang tidak dipecat dari dinas militer pelaksanaan pidana
di Pemasyarakatan Militer (Masmil). Tujuannya adalah karena prajurit yang
tidak dipecat dari dinas militer nantinya akan dikembalikan ke kesatuannya,
sehingga perlu dibina dan dididik kembali agar menjadi prajurit yang baik dan siap
untuk mengabdi kepada negara dan bangsa.
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang
pengadilan. Artinya orang tersebut sedang dalam proses persidangan sampai
dengan ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Terpidana adalah seorang yang telah dijatuhi hukuman pidana yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum lagi dalam waktu 7
hari setelah diputuskan oleh pengadilan TK-I atau dalam waktu 14 hari setelah
diputuskan oleh pengadilan TK-II (banding) atau pada Tingkat Kasasi sejak saat itu
juga setelah diputuskan tidak ada upaya hukum lagi. Batas waktu untuk
melakukan upaya hukum tersebut termasuk hari libur (Hari Minggu atau Hari Libur
Nasional).
9
Oditur melakukan penyidikan dari awal apabila ada perintah dari Oditur
Jenderal TNI (Orjen TNI). Yang menjadi masalah adalah bahwa setiap
melakukan penyidikan harus berdasarkan Surat Perintah dari Orjen TNI.
Dengan demikian tugas dari Orjen TNI hanyalah membuat Surat Perintah
untuk melakukan penyidikan. Hal ini tentunya tidak benar, karena tugas
Orjen TNI bukanlah membuat Surat Perintah setiap hari. Oleh karena itu
tugas penyidikan tidak dilakukan oleh oditur tetapi dilakukan oleh POM.
3. Penyidik Pembantu.
a. Provoost TNI-AD.
b. Provoost TNI-AL.
c. Provoost TNI-AU.
4. Saksi. Yang dimaksud saksi disini adalah orang yang mengalami sendiri, melihat
sendiri, atau mendengar sendiri adanya suatu tindak pidana.
5. Ahli. Ahli yang dimaksud adalah ahli yang sesuai dengan kemampuan dalam
bidangnya. Kehadiran ahli jika diperlukan.
8. Hakim. Terdiri dari Hakim militer, Hakim militer tinggi, dan Hakim Tetap.Hakim
bertugas mengadili yaitu memeriksa dan memutuskan perkara.
10. Ankum. Dalam perkara pidana Ankum diberi wewenang untuk menahan selama 20
hari.
Catatan : Syarat a lebih kuat daripada syarat b, artinya kita harus melihat terlebih
dahulu tindak pidana tersebut terjadi di daerah hukum mana.
Contoh : Prajurit A dari kesatuan wilayah Kodam III/Slw yang merupakan daerah
hukum Pengadilan Militer II-09/ Bandung, melakukan tindak pidana di
daerah hukum Kodam Jaya yang merupakan daerah hukum Pengadilan
Militer II-08/Jakarta. Maka dalam perkara ini yang berhak menyidik
adalah Pomdam Jaya karena locus delicti terjadi di daerah hukum
Pomdam Jaya. Dalam perkara ini Pengadilan Militer II-08/Jakarta lebih
diutamakan/lebih kuat untuk mengadili perkara tersebut karena terjadinya
tindak pidana di daerah hukumnya. Namun dalam hal tertentu karena
faktor biaya prajurit A tidak dapat hadir dalam sidang di Pengadilan
Militer II-08/Jakarta, maka dalam hal ini perkaranya dapat dilimpahkan
kepada Pengadilan Militer II-09/Bandung yang merupakan daerah hukum
dari kesatuan prajurit tersebut untuk diselesaikannya.
Apabila terjadi hal yang demikian maka yang diterapkan adalah Hukum Pidana
Militer Indonesia. Hal ini berkaitan dengan asas personalitas milter sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 KUHPM, yang pada dasarnya menyatakan bahwa
kemanapun militer pergi, selalu membawa hukumnya. Tidak dipandang apakah
yang dilakukan berupa kejahatan atau pelanggaran yang jelas bagi militer itu
semua merupakan suatu tindak pidana. Ini sangat berbeda dengan asas personalitas
bagi sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 KUHP. Selanjutnya mengenai
tempat untuk mengadili prajurit tersebut adalah kesatuan terdakwa dalam daerah
hukumnya.
13
Catatan : Dalam setiap daerah hukum Pengadilan Militer juga terdapat Oditurat Militer
(Otmil) demikian juga dalam setiap daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi
juga terdapat Oditurat Militer Tinggi (Otmilti).
Untuk Pengadilan Militer Utama, daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia/Jakarta (sama
dengan MA).
Susunan Pengadilan.
1. Pengadilan Militer.
2. Pengadilan Militer Tinggi.
3. Pengadilan Militer Utama.
4. Pengadilan Militer Pertempuran.
Kewenangan/Kekuasaan Pengadilan.
b. Mengadili pada tingkat pertama dalam perkara sengketa Tata Usaha Militer.
c. Mengadili pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh
Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
b. Mengadili pada tingkat banding perkara sengketa Tata Usaha Militer yang
diputus oleh Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama yang
dimintakan banding.
Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang terjadi di medan
pertempuran. Maksud dari tingkat pertama dan terakhir adalah bahwa dalam
perkara tersebut tidak ada upaya hukum banding dan hanya ada kasasi ke MA.
16
Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang ditentukan oleh
Presiden. Dalam hal ini tidak ditentukan subyek dari tindak pidana tersebut, apakah
itu militer atau sipil namun ditentukan langsung oleh Presiden. Pelaksanaan
Mahmillub melalui Keputusan Presiden (Keppres). Adapun fungsi dari Mahmillub
adalah untuk mempercepat proses peradilan.
Susunan Persidangan.
1. Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan
memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang hakim ketua
dan 2 (dua) orang hakim anggota yang dihadiri 1 (satu) orang Oditur Militer/Oditur
Militer Tinggi dan dibantu 1 (satu) orang panitera.
8. Hakim anggota dan oditur sebagaimana dimaksud pada poin 5 dan poin 6, dan
hakim anggota sebagaimana dimaksud pada poin 7 paling rendah berpangkat
setingkat lebih tinggi daripada pangkat terdakwa yang diadili.
11. Pengadilan Militer Pertempuran bersidang untuk memeriksa dan memutus suatu
perkara pidana dengan 1 (satu) orang hakim ketua dengan beberapa hakim anggota
yang keseluruhannya selalu berjumlah ganjil, yang dihadiri 1 (satu) orang Oditur
Militer/Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 (satu) orang Panitera.
12. Hakim ketua dalam persidangan Pengadilan Militer Pertempuran paling rendah
berpangkat Letnan Kolonel, sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah
berpangkat Mayor.
13. Dalam hal terdakwanya berpangkat Letnan Kolonel, hakim anggota dan oditur
sebagaimana dimaksud pada poin 12 paling rendah berpangkat setingkat dengan
pangkat terdakwa yang diadili.
14. Dalam hal terdakwanya berpangkat Kolonel dan/atau perwira tinggi, hakim ketua,
hakim anggota, dan oditur sebagaimana dimaksud pada poin 12 paling rendah
berpangkat setingkat dengan pangkat terdakwa yang diadili.
Kewenangan Oditurat.
Oditurat berwenang menangani masalah/perkara pidana saja dan tidak dilibatkan dalam
perkara sengketa TUM. Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1997 susunan Oditurat terdiri dari :
Catatan : Oditurat merupakan satu kesatuan dan tidak terpisahkan. Arti dari kata
satu kesatuan dan tidak terpisahkan adalah bahwa penuntutan yang
dilakukan oleh oditur dikendalikan oleh Orjen TNI. Hal ini berbeda
dengan Pengadilan yang mandiri, bebas, dan merdeka.
19
b. Jaksa (Jaksa PN, Jaksa PT, Jaksa Agung) semuanya bersidang di Pengadilan
Negeri.
Penyidikan.
1. Ankum.
Menurut UU No. 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI, Atasan
yang Berhak Menghukum yang selanjutnya disingkat Ankum adalah atasan yang
oleh atau atas dasar undang-undang ini ( UU No. 26 Tahun 1997) diberi
kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap prajurit ABRI yang
berada di bawah wewenang komandonya. Arti dari kata wewenang komandonya
adalah komando pembinaan maupun komando operasional. Ankum terdiri dari :
Mengenai kewenangan Ankum dalam hal menyidik baca kembali uraian di atas
(dahulu).
1. Tindak pidana yang terjadi adalah tindak pidana yang locus delictinya adalah dalam
lingkungan satuan.
2. Penyidik Pembantu tidak boleh memberkas perkara.
3. Penyidik Pembantu tidak boleh menyerahkan berkas perkara kepada Oditurat.
3. Penahanan yang dilakukan oleh Ankum paling lama 20 hari. Apabila penyidikan
belum selesai maka dapat diperpanjang oleh Papera sebanyak 6 kali dan setiap kali
perpanjangan selama 30 hari. Jadi jumlah keseluruhan lamanya penahanan dalah
200 hari.
21
Syarat-syarat Penahanan.
1. Tindak pidana yang diduga dilakukan oleh tersangka diancam pidana penjara 3
bulan atau lebih. (Syarat mutlak).
Penggeledahan.
1. Benda/Barang.
Benda/barang yang digeledah adalah rumah dengan ketentuan harus ada perintah
dari komandan atau kepala penyidik yang melaksanakan penyidikan.
Caranya :
a. Apabila pemilik rumah ada dan disetujui untuk dimasuki, harus ada 2 orang
saksi. Tetapi apabila pemilik rumah tidak setuju dimasuki maka harus
disaksikan oleh Lurah, Kepala Desa, Kepala Lingkungan.
2. Badan.
Penyitaan.
Penyitaan adalah tindakan menyita barang sesuatu dari pemiliknya dalam rangka
pembuktian tindak pidana yang diduga dilakukan oleh prajurit atau militer.
5. Dalam rangka penyitaan harus dibuat berita acara penyitaan yang ditandatangani
oleh penyidik, saksi-saksi, Lurah/ Kepala Desa, Kepala Lingkungan, dan tersangka.
Berita acara tersebut harus diberikan kepada komandan yang memerintahkan,
tersangka, dan saksi.
Pemanggilan.
Yang dipanggil adalah orang, dalam rangka sebagai tersangka atau saksi.
1. Apabila tersangka atau saksi adalah militer maka pemanggilan ditujukan
kepada komandan satuan. Komandan satuan wajib memerintahkan tersangka atau
saksi untuk menghadirkannya kepada penyidik.
2. Apabila yang dipanggil berstatus sipil maka pemanggilan ditujukan kepada instansi
atau dialamatkan ke rumahnya.
3. Apabila yang dipanggil sedang ditahan maka pemanggilan ditujukan ke tempat
penahanan.
23
Catatan :
3. Pemeriksaan harus dilaksanakan dengan tepat waktu sesuai yang tercantum dalam
surat pemanggilan.
Pelaksanaan Penyidikan.
2. Jika tindak pidana tersebut merupakan delik aduan, maka harus ada pengaduan dari
yang berhak mengadu. Masalah yang berhak mengadu baca kembali Buku Asas-
Asas Hukum Pidana Di Indonesia (S.R. Sianturi, S.H.).
2. Yang menerima laporan adalah penyidik, dalam hal ini adalah POM. Isi dari
laporan tersebut adalah hal-hal yang terjadi, dilihat, diketahui, dan dialami sendiri
oleh pelapor.
7. Dalam hal tertangkap tangan, maka dia (yang menangkap) yang melaporkan tindak
pidana tersebut. Penyidik segera mendatangi TKP dan melarang orang lain yang
berada di TKP untuk meninggalkan tempat tersebut.
Yang dimuat dalam berita acara adalah berupa tanya jawab tentang kronologis
kejadian yang mengarah kepada adanya tindak pidana/unsur-unsur tindak pidana
yang diduga dilakukan oleh tersangka. Demikian juga terhadap saksi
dipertanyakan hal-hal yang diketahuinya yang berhubungan dengan perbuatan
tersangka.
10. Bagi tersangka mempunyai hak untuk didampingi oleh penasehat hukum.
11. Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit/militer yang diancam
dengan pidana penjara lebih dari 15 tahun atau pidana mati, Papera atau perwira
yang ditunjuk wajib menyediakan penasehat hukum. Apabila dalam persidangan
tidak disediakan penasehat hukum, maka persidangan tersebut harus ditunda.
12. Terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 15
tahun, maka dalam pemeriksaan/penyidikan penyidik perlu mempertanyakan
kepada tersangka apakah perlu didampingi penasehat hukum atau tidak.
13. Apabila dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lebih dari
15 tahun atau mati, tersangka tidak mau didampingi penasehat hukum maka harus
dibuat Berita Acara dan dalam persidangan hasil penyidikan tersebut tetap sah.
Berita acara tersebut ditandatangani oleh penyidik, tersangka, dan penasehat
hukum yang sudah disediakan tetapi ditolak bila perlu ditambah 2 orang saksi.
Dengan demikian berita acara tersebut kuat. Dengan tidak diperlukannya penasehat
hukum maka penasehat hukum tidak wajib hadir pada saat penyidikan.
14. Pemeriksaan yang didampingi oleh penasehat hukum, boleh dilihat dan didengar
oleh penasehat hukum kecuali terhadap perkara yang berhubungan dengan
keamanan negara, boleh dilihat tetapi tidak boleh didengar oleh penasehat hukum.
15. Jika dalam perkara tersebut diperlukan ahli maka dipanggil ahli sesuai dengan
bidangnya.
16. Ahli yang akan dihadirkan dalam pemeriksaan harus disumpah terlebih dahulu.
17. Saksi bisa tidak harus disumpah, tetapi apabila dikhawatirkan tidak bisa hadir
dalam persidangan maka saksi tersebut harus disumpah.
18. Keterangan tersangka, saksi, dan ahli yang sudah dibuat berita acara (baik
penyidikan, penahanan, penangkapan, penyitaan dll) dihimpun menjadi satu dan
selanjutnya dibuatkan Berita Acara Pendapat/Resume yang ditandatangani oleh
25
19. Setelah disimpulkan selanjutnya dihimpun menjadi satu yang disebur Berkas
Perkara atau DPP (Daftar Perkara Permulaan). DPP ini dijahit dan dilak oleh
penyidik.
20. Hasil penyidikan atau berkas perkara tersebut dikirimkan kepada Papera, Ankum,
dan oditur. Namun dalam prakteknya hasil penyidikan tersebut juga dikirimkan
kepada Penasehat Hukum.
21. Berkas perkara yang dikirim ke oditur dibuat 2 rangkap yaitu asli dan tembusan.
Mengapa berkas perkara yang asli dikirim ke oditur dan bukan kepada Papera ?
Karena berkas perkara yang asli akan digunakan untuk bahan pemeriksaan di
persidangan secara terus-menerus.
22. Berkas perkara yang asli tersebut selanjutnya diteliti. Penelitian dilakukan dalam
hal-hal sebagai berikut :
a. Apakah tersangka pantas dituntut atau tidak.
b. Apakah tersangka masih hidup atau sudah meninggal.
c. Apakah perkara tersebut sudah kadaluwarsa atau belum.
d. Apakah ada pengaduan atau tidak.
e. Apakah perkara tersebut nebis in idem atau tidak.
f. Apakah penyidikan termasuk dalam kewenangannya (daerah hukumnya)
atau tidak. Dll.
Selain itu dipelajari juga tentang berita acara pemeriksaan saksi/tersangka dan
keterangan ahli.
Surat pengaduan tidak selalu disatukan dalam berkas perkara. Surat laporan yang
isinya tentang tuntutan dapat befungsi sebagai laporan dan sebagai pengaduan.
23. Penyidikan dapat dihentikan oleh Papera atas usul dari oditur, apabila
perbuatan tersangka tidak cukup bukti atau bukan merupakan tindak pidana atau
dihentikan demi kepentingan hukum dalam hal nebis in idem, kadaluwarsa, dan
tersangka meninggal. Hal ini berbeda dengan penyidikan dalam Hukum Acara
Pidana Umum, dimana penyidikan dapat dihentikan langsung oleh penyidik itu
sendiri.
24. Dalam hal berkas perkara dianggap belum lengkap/kurang oditur dapat melakukan
tindakan sebagai berikut :
25. Dalam hal berkas perkara dari penyidik sudah lengkap, maka oditur mengolah
perkara tersebut dengan membuat berita acara pendapat yang disebut BAPAT ,
isinya :
26. Jika perkara tersebut harus diserahkan ke pengadilan maka harus ada surat yang
ditujukan kepada Papera dari oditur melalui Kaotmil/Kaotmilti berupa Saran
Pendapat Hukum (SPH) selanjutnya Papera mengeluarkan Surat Keputusan
Penyerahan Perkara (Skeppera).
27. Dalam hal oditur berpendapat bahwa perkara tersebut harus diselesaikan melalui
saluran hukum disiplin, maka atas dasar Saran Pendapat Hukum (SPH) dari Ka
Otmil tersebut, maka Papera harus menyelesaikan secara hukum disiplin dengan
mengeluarkan Surat Keputusan Hukuman Disiplin (Skep Kumplin).
28. Dalam hal perkara tersebut harus ditutup demi hukum, kepentingan umum dan/atau
militer, maka Saran Pendapat Hukum (SPH) ditujukan kepada Papera/Papera
tertinggi untuk mengeluarkan Surat Keputusan Penutupan Perkara (Skep Tupra).
29. Dalam hal pendapat dari oditur tidak disetujui oleh Papera dan oditur juga tetap
pada pendiriannya (terjadi perbedaan pendapat) maka oditur dapat melanjutkan
kepada Orjen TNI. Apabila Orjen TNI menyatakan perkara tersebut harus
diselesaikan sesuai dengan SPH dari oditur/menguatkan saran oditur, maka mau
tidak mau Papera harus melaksanakannya dengan menandatagani Skeppera tersebut
yang diajukan oleh oditur.
Catatan :
Yang menjadi masalah adalah jika perkara tersebut sudah dijatuhi hukuman
disiplin sebelumnya, maka Ankum tidak boleh lagi menjatuhkan hukuman
disiplin dan Ankum harus menunjukan Skep Kumplin yang pernah
dikeluarkan.
d. Jika penutupan perkara sesuai dengan usul oditur, maka Oditurat harus
memberitahukan kepada Ankum tentang penutupan perkara tersebut.
1. Papera menurut UU No.31 Tahun 1997 adalah Panglima TNI selaku Papera
tertinggi dan Kepala Staf Angkatan.
Surat Dakwaan.
a. Syarat Formil.
b. Syarat Materiil.
29
1. Tunggal, yaitu bahwa terhadap terdakwa hanya didakwakan satu tindak pidana saja.
2. Kumulasi, yaitu bahwa terhadap terdakwa didakwakan lebih dari satu tindak
pidana.
Contoh : Pencurian (pasal 362 KUHP); Penganiayaan (pasal 351 atau 352 KUHP);
dan pemerkosaan (pasal 385 KUHP).
Contoh : Penggelapan (pasal 372 KUHP) atau Penipuan (pasal 378 KUHP).
Contoh : Dakwaan kesatu adalah : Bentuk tunggal, yaitu pencurian (pasal 362
KUHP).
Catatan :
Dalam surat dakwaan sering kita temukan istilah jungto (jo). Apa maksud dari
istilah tersebut ? Jo. Pada dasarnya berkaitan dengan ketentuan umum.
Contoh : Kasus pembunuhan yang direncanakan oleh beberapa orang. Dalam kasus
ini, tindak pidana pembunuhan yang direncanakan dikenakan pasal 340
KUHP. Sedangkan tindak pidana tersebut dilakukan oleh beberapa orang,
maka dalam hal ini terjadi penyertaan dan dikenakan pasal 55 KUHP.
Karena tindak pidana tersebut berkaitan dengan penyertaan maka dalam
surat dakwaan ditulis pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (?) ke- ? (sesuai
dengan perannya).
ke-1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan.
Bila kita teliti dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 terdapat 3 syarat, dan salah satu syarat
tersebut adalah yang menyuruh melakukan. Sedangkan dalam ayat (1) ke-2 syarat
tersebut adalah menganjurkan. Apakah syarat yang ada pada pasal 55 ayat (1) ke-1
dengan ayat (1) ke-2 memiliki arti yang sama ? Jawabnya adalah tidak. Syarat
yang terdapat pada ayat (1) ke-1 yaitu yang menyuruh melakukan mempunyai arti
bahwa orang yang disuruh tersebut tidak dipertanggungpidanakan atau tidak
dipidana, karena merupakan perintah jabatan. Sedangkan syarat dalam ayat (1) ke-2
yaitu menyuruh melakukan mempunyai arti sebagai penggerak yang dapat
dipertanggungpidanakan atau dapat dipidana, karena menggerakan secara limitatif
sudah diatur syarat-syaratnya dalam ayat tersebut yaitu memberi kesempatan,
sarana, dan informasi/keterangan.
1. Surat dakwaan yang sudah dibuat oleh oditur dapat dirubah sekurang-kurangnya 7
(tujuh) hari sebelum sidang. Artinya apabila dilakukan perubahan kurang dari 7
(tujuh) hari, maka dakwaan tersebut tidak sah karena tidak sesuai dengan ketentuan
UU/ Hukum Acara Pidana Militer.
3. Perubahan surat dakwaan tidak boleh dirubah menjadi tindak pidana lain.
Perubahan hanya bersifat menyempurnakan terhadap perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa. Hal ini didasari oleh yurisprudensi MA No.15/K/Kr/1969
tanggal 19 Februari 1971 yang berbunyi sebagai berikut :
“Surat dakwaan tidak boleh dirubah menjadi tindak pidana yang lain”.
4. Dalam UU tidak ditentukan sejauh mana batasan untuk dapat merubah surat
dakwaan, sehingga banyak menimbulkan penafsiran dari oditur. Pada zaman
sekarang dalam merubah surat dakwaan harus memperhatikan masalah HAM.
Penggabungan Perkara.
1. Apabila oditur menerima beberapa berkas perkara yang sama yang dilakukan oleh
prajurit, maka oditur dapat membuat surat dakwaan dalam satu dakwaan.
2. Jika oditur menerima beberapa berkas perkara yang ada sangkut pautnya dengan
perkara lain maka surat dakwan tersebut dapat digabungkan menjadi satu.
Pemisahan Penuntutan.
Jika oditur menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana
yang dilakukan oleh beberapa tersangka, maka oditur dapat membuat surat dakwaan secara
terpisah/menuntut secara terpisah dan tersangka yang lain dapat sebagai saksi. Hal ini
dilakukan apabila alat bukti hanya ada satu yaitu keterangan terdakwa saja. Padahal sesuai
ketentuan UU penuntutan dapat dilakukan berdasarkan sekurang-kurangnya 2 alat bukti
ditambah keyakinan hakim. Perlu diketahui bahwa keterangan terdakwa hanya digunakan
oleh terdakwa itu sendiri.
Contoh : Kasus penganiayaan yang berakibat matinya seseorang yang dilakukan oleh 3
orang. Pasal yang dapat menjerat para tersangka adalah pasal 351 ayat (3)
KUHP. Dalam kasus ini tidak ditemukan alat bukti yang lain selain keterangan
terdakwa. Apabila hanya ada satu alat bukti saja maka si terdakwa dipastikan
akan bebas dari segala tuntutan. Hal ini tentunya tidak akan mewujudkan rasa
keadilan bagi pencari keadilan dan masyarakat. Untuk itu oditur harus
melakukan pemeriksaan tambahan untuk menemukan bukti yang lain dengan
cara melakukan pemisahan penuntutan. Pemisahan penuntutan dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
Pertama : Orang pertama dijadikan sebagai terdakwa, kemudian orang kedua
dan ketiga sebagai saksi, yaitu saksi 1 dan 2.
32
Kedua : Orang kedua dijadikan sebagai terdakwa, kemudian orang pertama dan
ketiga sebagai saksi, yaitu saksi 1 dan 2.
Ketiga : Orang ketiga dijadikan sebagai terdakwa, kemudian orang pertama dan
kedua sebagai saksi, yaitu saksi 1 dan 2.
Dengan cara demikian maka dapat ditemukan dua alat bukti yaitu keterangan
terdakwa dan keterangan saksi. Jika sudah ditemukan sekurang-kurangnya dua
alat bukti dan hakim berkeyakinan bahwa terdakwa bersalah, maka terdakwa
dapat dipidana.
PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
1. Persiapan Persidangan.
2. Penahanan.
b. Penetapan penahanan (Taphan) oleh Hakim Ketua selama 30 hari dan dapat
diperpanjang oleh Ketua Pengadilan paling lama 60 hari.
3. Pemanggilan.
c. Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa, saksi, atau orang lain, dilakukan
dengan surat tanda terima.
c. Sidang dipimpin oleh hakim ketua secara lisan dan dengan Bahasa
Indonesia yang mudah dimengerti oleh terdakwa.
g. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh lebih dari 1 orang, maka tanpa
harus menunggu semua terdakwa hadir dalam persidangan, sidang tetap
dapat dilaksanakan.
ab. Putusan dari Pengadilan Tingkat Banding dalam perkara tersebut harus
diterima dan tidak dapat diajukan lagi tingkat berikutnya.
38
ac. Putusan dari Pengadilan Tingkat Banding dapat berupa penolakan atau
menerima perlawanan tersebut.
ae. Jika Pengadilan Tingkat Banding menerima perlawanan dari oditur, maka
putusan sela dibatalkan dan memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama
melanjutkan sidang dalam perkara tersebut.
af. Jika putusan sela menolak eksepsi, maka sidang dilanjutkan dan
terdakwa/penasehat hukum dapat mengajukan eksepsi secara bersama-sama
dengan permohonan banding.
ai. Jika yang dipermasalahkan mengenai masalah surat dakwaan, maka yang
dibatalkan adalah putusan sela dan banding, selanjutnya menunjuk
pengadilan lain untuk menyempurnakan surat dakwaan dan kepada oditur
supaya melengkapi surat dakwaan tersebut.
aj. Jika perlawanan yang diajukan bersama-sama dengan permohonan banding
tersebut ditolak, maka putusan Pengadilan Tingkat Pertama harus
dikuatkan.
al. Dalam masalah tersebut di atas (huruf q) terdapat dua pendapat, yaitu :
am. Dalam hal eksepsi ditolak, maka sidang dilanjutkan. Pertama-tama dimulai
dari pemeriksaan terdakwa atau saksi. Hal ini dapat dilakukan dengan
memeriksa terdakwa terlebih dahulu baru memeriksa saksi atau sebaliknya
tergantung kepada hakim ketua. Berbeda dengan ketentuan KUHAP, bahwa
dalam persidangan pertama-tama harus dimulai dengan pemeriksaan
tersangka.
2. Pemeriksaan Saksi.
c. Sebelum diperiksa saksi tidak boleh berhubungan dengan saksi yang lain,
tujuannya adalah agar saksi dapat memberikan keterangan yang obyektif.
Jika para saksi sebelum pemeriksaan sudah berhubungan antara yang satu
dengan yang lain, ada kemungkinan para saksi saling mempengaruhi
sehingga jawaban yang diberikan tidak obyektif.
k. Saksi yang tidak mau mengucapkan sumpah/janji tanpa alasan yang sah
dapat disandera selama 14 hari.
harus membuat kutipan dari Berita Acara Sidang (BAS) yang berhubungan
dengan keterangan palsu maupun keterangan yang benar.
s. Apabila saksi sudah diperiksa dan tidak ada lagi keterangan yang
lain, maka ia dapat/dipersilahkan untuk duduk pada tempat yang telah
disiapkan dan tidak boleh meninggalkan ruang sidang tanpa ada perintah
dari hakim.Tujuannya adalah untuk mengkonfrontasikan apabila ada
keterangan yang berbeda.
3. Pemeriksaan Terdakwa.
a. Barang bukti harus ditunjukan kepada terdakwa maupun saksi. Hal ini
damaksudkan untuk mengetahui sejauh mana barang bukti tersebut ada
hubungannya dengan terdakwa maupun saksi, yaitu digunakan untuk apa
dan milik siapa. Keterangan saksi/terdakwa tersebut merupakan petunjuk
bagi hakim.
42
c. Yang termasuk barang bukti surat adalah surat yang dibuat oleh pejabat
yang berwenang, misalnya visum et repertum (VER).
d. Setelah pemeriksaan barang bukti selesai dan tidak ada saksi yang diajukan
lagi, maka oditur ditanya oleh hakim apakah sudah siap dengan
tuntutannya.
Catatan :
f. Apabila dakwaan tidak terbukti, maka oditur dapat menuntut bebas kepada
terdakwa yang sebelumnya harus melaporkan terlebih dahulu kepada
Kaotmil dan Orjen TNI untuk mendapatkan persetujuan. Tujuannya adalah
agar tuntutan tersebut obyektif.
43
h. Demikian juga dengan status barang bukti, apakah harus disita untuk negara
atau dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemiliknya.
b. Sidang dapat dibuka kembali apabila ada hal-hal yang perlu. Misalnya saksi
ahli belum diperiksa.
i. Putusan pengadilan dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga atau
pada hari lain, yang sebelumnya harus diberitahukan kepada oditur,
terdakwa, atau penasehat hukumnya. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi
maka putusan batal demi hukum.
11) Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan.
12) Hari dan tanggal putusan, nama hakim yang memutuskan, nama
oditur, dan nama panitera.
a. Saksi harus mengundurkan diri apabila ada hubungan keluarga sedarah atau
semenda sampai dengan derajat ketiga atau ada hubungan sebagai suami
isteri walaupun sudah bercerai.
4. Yang perlu diperhatikan adalah masalah penyidikan. Penyidikan dilakukan oleh tim
tetap koneksitas baik di tingkat pusat, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
6. Tim tetap di tiap-tiap daerah sudah dibentuk yang ketuanya dijabat secara
bergiliran antara POM, Polisi, dan oditur.
10. Setalah tercapai kesepakatan baru diajukan ke Mahkamah Agung jika perkara
tersebut harus diadili di peradilan militer.
b. Untuk menjatuhkan pidana cukup satu alat bukti dan pengetahuan hakim
saja.
3. Barang bukti tidak dihadapkan di sidang pengadilan namun cukup dengan daftar
barang bukti yang dibuat oleh pejabat yang berwenang atau yang menyimpan
barang bukti.
3. Yang ada hanya berupa Surat Tanda Bukti Pelanggaran (BA Lang Lalin/
Berita Acara Pelanggaran Lalu Lintas). Kebanyakan orang menyebut dengan
istilah Tilang/Bukti Pelanggaran.
1. Keterangan saksi.
2. Keterangan ahli.
3. Keterangan terdakwa.
4. Surat.
5. Petunjuk.
Perlu dibedakan antara alat bukti dengan barang bukti. Barang bukti dapat berupa :
Sistim Pembuktian.
1. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, kecuali didasarkan dua alat bukti yang sah
ditambah dengan keyakinan hakim bahwa tindak pidana itu terjadi. Berarti dalam
hal ini harus ada dua dari lima alat bukti.
2. Apa yang sudah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan lagi.
49
Contoh : Api itu panas, semua orang sudah tahu bahwa api itu panas sehingga tidak
perlu dibuktikan lagi.
3. Keterangan saksi yang sah adalah keterangan yang dinyatakan oleh saksi di depan
sidang. Artinya BAP penyidikan belum tentu sah atau bersifat sementara. Jadi
apabila keterangan saksi berbeda antara di depan sidang dengan BAP penyidikan,
hakim wajib membuktikan dengan cara memanggil penyidik.
4. Keterangan seorang saksi saja, tidak dapat digunakan untuk menjatuhkan pidana,
kecuali didukung oleh alat bukti lain yang sah.
5. Petunjuk dapat diperoleh dari keterangan atau keterangan terdakwa atau surat.
Keterangan saksi yang berdiri sendiri-sendiri yang bersesuaian satu sama yang lain
sehingga dapat membuktikan bahwa terdakwa adalah pelakunya dapat juga
digunakan sebagai petunjuk.
6. Keterangan saksi yang berdiri sendiri-sendiri yang berhubungan satu sama yang
lain dan berhubungan dengan perbuatan yang didakwakan merupakan alat bukti
yang sah.
7. Saksi yang tidak hadir dalam sidang namun pada saat diperiksa di penyidik telah
disumpah dan pada saat sidang keterangannya dibacakan, maka keterangan tersebut
sama nilainya dengan keterangan saksi yang hadir.
8. Keterangan saksi yang tidak disumpah tidak merupakan alat bukti kecuali jika
didukung oleh alat bukti yang lain.
9. Keterangan saksi yang dibacakan dari BAP yang sebelumnya belum disumpah dari
penyidik, tidak merupakan alat bukti kecuali didukung oleh alat bukti yang lain.
Keterangan Ahli.
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan di sidang pengadilan oleh ahli.
Jadi keterangan ahli yang berupa surat karena ketidakhadiran ahli di sidang pengadilan
bukan merupakan keterangan ahli dan hanya merupakan bukti surat. Sebagai contoh adalah
Visum et Repertum (VER).
50
Keterangan Terdakwa.
Surat.
1. Surat sebagai alat bukti adalah surat yang dibuat oleh pejabat yang berwenang atas
sumpah, yaitu :
2. Sedangkan surat yang tidak dibuat oleh pejabat dapat digunakan sebagai alat bukti
yang sah apabila didukung oleh alat bukti yang lain.
3. Surat juga dapat berasal dari ahli, yaitu visum et repertum.
Barang Bukti.
1. Barang bukti yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dapat digunakan sebagai
bukti surat.
2. Barang bukti dapat berubah menjadi petunjuk.
Bantuan Hukum.
1. Setiap anggota TNI atau militer yang diduga melakukan tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan, yaitu mulai dari
penyidikan, pemeriksaan di sidang pengadilan sampai dengan kasasi.
2. Bantuan hukum disediakan oleh dinas, yaitu oleh Papera atau perwira yang
ditunjuk oleh Papera.
3. Setiap prajurit yang memberikan bantuan hukum harus mendapat perintah dari
Papera atau perwira yang ditunjuk.
4. Apabila dalam sidang koneksitas, untuk sipil izin bantuan hukum oleh kepala
pengadilan yang bersangkutan.
51
5. Terhadap anggota TNI atau militer yang diduga melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau penjara 15 tahun ke atas Papera atau perwira
yang ditunjuk wajib menyediakan penasehat hukum.
6. Oleh sebab itu setiap penasehat hukum harus memperhatikan ketentuan ini.
UPAYA HUKUM
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penasehat hukum atau oditur untuk
menolak putusan Pengadilan Tingkat Pertama atau Tingkat Pertama dan terakhir
(Pengadilan Pertempuran) dengan mengajukan perlawanan atau banding atau kasasi atau
hak terdakwa atau ahli waris atau oditur untuk mengajukan permohonan PK terhadap
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Upaya hukum ada dua macam,
yaitu :
a. Banding.
3) Putusan bebas dari segala dakwaan apabila salah satu unsur atau
keseluruhan unsur tindak pidana tidak terbukti.
11) Permohonan banding yang diajukan oleh terdakwa atau oditur yang
diterima oleh panitera harus diberitahukan kepada pihak lainnya.
Apabila oditur banding dan terdakwa tidak maka panitera wajib
memberitahukan kepada terdakwa dan sebaliknya apabila terdakwa
banding dan oditur tidak maka panitera wajib memberitahukan
kepada oditur. Demikian juga apabila keduanya mengajukan
banding.
b. Kasasi.
18) Putusan tingkat kasasi sama dengan tingkat pertama dan tingkat
banding, artinya setelah diucapkan dalam sidang segera
ditandatangani.
3) Permohonan oleh Orjen TNI ini harus disertai risalah kasasi dan
oleh panitera diberitahukan kepada terpidana dan oditur.
10) Berita acara pendapat menunjukan apakah dalam hal tersebut ada
hal-hal sebagaimana alasan PK.
11) Berdasarkan BAP dan Berita Acara Pendapat ditambah dengan
berkas lain, selanjutnya diajukan ke MA melalui Pengadilan Militer
Utama.
15) Permohonan PK hanya 1 kali dan tidak dibatasi oleh jangka waktu.
PELAKSANAAN PIDANA
Putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap harus dilaksanakan oleh
oditur atau pelaksanaan pidana oleh oditur. Bagaimana caranya ? Lihat amar putusannya.
a. Pidana Mati.
59
b. Pidana Penjara.
1) Pidana penjara untuk militer apabila tidak dipecat dari dinas
kemiliteran dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Militer
(Lemmasmil).
d. Pidana Denda.
e. Pidana Tutupan. Baca dalam UU No.20 Tahun 1946 tentang Tata Cara
Penjatuhan Pidana Tutupan.
2. Pidana Tambahan.
Mengenai pidana tambahan dapat dibaca ketentuan pasal 10 dan 35 KUHP.
1. Pidana yang dijatuhkan oleh hakim yang dilaksanakan oleh oditur yang pidananya
berupa perampasan kemerdekaan (penjara/kurungan), diawasi oleh kepala
pengadilan terhadap pelaksanaannya.
3. Kepala pengadilan atau hakim yang ditunjuk dapat mengawasi dan mengamati
setelah mendapat Berita Acara pelaksanaan pidana yang ditandatangani oleh
Kamasmil atau Kalapas, oditur, dan terpidana.
7. Mengenai pelaksanaan pidana harus diketahui oleh Ankum, oditur, dan Papera.
1. Pada dasarnya setiap tindakan dalam melaksanakan hukum pidana harus selalu
ditindak lanjuti dengan berita acara.