Anda di halaman 1dari 3

Nama : Razananda Skandiva

NIM : 1810611214

Hukum Militer

1. Menurut saudara, apakah Tindak Pidana Penganiayaan yang diatur dalam KUHP (Bukan
KUHPM) dapat diterapkan bagi Militer? jelaskan dengan menyebutkan dasar hukumnya.

Jawab :
Berdasarkan pasal 2 KUHPM yang menyatakan bahwa “ Terhadap tindak pidana yang
tidak tercantum dalam kitab undang-undang, yang dilakukan oleh orang-orang yang
tunduk pada kekuasaan badan-badan peradilan militer, diterapkan hukum pidana umum,
kecualai ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang. “
Sehingga tindak pidana yang diatur dalam KUHP dapat diterapkan kepada seorang
militer. Hal ini juga dikarenakan KUHP yang menjadi pedoman dari KUHPM, dimana
KUHPM berperan sebagai undang-undang khusus dan KUHP berperan sebagai undang-
undang umum berdasarkan asas “lex specialis derogate lex generali” yang artinya
undang-undang yang khusus mengesampingkan undang-undang yang umum.

2. Menurut saudara, penyelesaian  terhadap perkara tersebut, apakah dapat  diselesaikan


secara Hukum Disiplin Militer atau secara Hukum Pidana Militer (Prosesnya melalui
mekanisme Acara Pidana Militer). Jelaskan.

Jawab :
Dikarenakan tindak pidana diatas tidak tercantum dalam KUHPM, maka pidana yang
dapat dijatuhkan kepada Oknum TNI tersebut ialah menjeratnya dengan Pasal 356 (2)
yang berbunyi “jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika
atau karena menjalankan tugasnya yang sah” sehingga Oknum TNI tersebut tidak dapat
dijatuhkan hukum disiplin militer. Ketentuan lain yang melandasi alasan tidak
diselesaikanya perkara ini melalui hukum disiplin militer ialah ketentuan pada Pasal 8
UU Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer yang menyebutkan bahwa
jenis pelanggaran hukum pelanggaran disiplin militer ialah :

a. Segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan,


atau perbuatan yang tidak sesuai dengan Tata Tertib Militer; dan
b. Perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pidana yang sedemikian
ringan sifatnya.
Kemudian dalam Pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 2014 menjelaskan bahwa jenis hukuman
dalam Hukum Disiplin Militer maksimal 21 hari penahanan yang diikuti dengan sanksi
administratif. Hal ini menjelaskan bahwa perkara ini harus diselesaikan dengan Hukum
Pidana Militer di Pengadilan Militer Tinggi dikarenakan pangkat Mayor Oknum TNI
tersebut.

Kemudian Oknum TNI dapat dijatuhkan ancaman maksimal 5 tahun penjara karena
merupakan tindak pidana penganiayaan dan mengakibatkan luka-luka berat kepada
Satpol PP tersebut. Selain itu, hukumannya juga dapat ditambah sepertiga berdasarkan
ketentuan yang tertera dalam Pasal 52 KUHP. Dengan beberapa pelanggaran yang
dilanggar Oknum TNI tersebut, maka harus diselesaikan dengan melalui Hukum Pidana
Militer dengan mekanisme Acara Pidana Militer.

3. Menurut saudara dalam perkara tersebut,  siapakah yang berwenang melakukan 


penyidikan terhadap Militer. Jelaskan.

Jawab :
Dalam perkara ini yang berhak menjadi penyidik yaitu Polisi Militer Tertentu, dan
Oditur, yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk melakukan
penyidikan. Sebagaimana sudah diatur dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1997.

4. Jelaskan secara singkat bagaimana tahapannya proses acara pidana menurut Sistem
Peradilan Pidana Militer?

Jawab :
Tahapan proses acara pidana menurut Sistem Peradilan Pidana Militer yaitu:

A. Penyidikan
Penyidik berhak untuk melakukan hal – hal dibawah ini guna membuat guna
perkara, yaitu:

a. Penangkapan dan Penahanan


b. Penggeledahan dan Penyitaan;
c. Pemeriksaan Surat;
d. Pelaksanaan Penyidikan;

B. Penyerahan Perkara
Perwira penyerah perkara yaitu
a. Panglima;
b. KSAD, KSAU, KSAL;
c. Atau Perwira setingkat Komandan KOREM yang ditunjuk oleh panglima untuk
menjadi Perwira Penyerah Perkara;

C. Pemeriksaan dan Pembuktian di Pengadilan

D. Putusan

5. Menurut saudara apakah Sistem Pembuktian dan Alat Bukti dalam Acara Pidana Militer
sama dengan Sistem Pembuktian dan Alat Bukti dalam Acara Pidana Sistem Peradilan
Pidana Umum? Jelaskan.

Jawab :
Jika melihat dari pasal 172 UU Nomor 31 tahun 1997 dan pasal 184 UU nomor 8 tahun
1981 berbunyi sama diantara kedua pasal tersebut, yaitu:

Alat bukti yang sah ialah :

a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.

Hal ini menandakan sistem pembuktian acara biasa baik dalam peradilan militer dan
peradilan umum sama.

Anda mungkin juga menyukai