Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata terdapat 4 unsur yang harus dibuktikan dalam
mengajukan gugatan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum. Perbuatan yang dianggap
melawan hukum didasarkan pada kaidah hukum tertulis maupun kaidah hukum tidak tertulis
yang hidup di masyarakt seperti asas kepantasan atau kepatutan. Pada kasus oknum anggota
TNI serang Polsek Ciracas, Pertokoan hingga warga sipil akan dijerat dua pasal. Pertama,
pasal 170 KUHP yang berbunyi barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga
bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang diancam pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan. Kedua, pasal 406 KUHP yang berbunyi barang siapa
dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat
dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau, sebagian milik orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Dengan pasal
tersebut sudah jelas terlihat bahwa terdapat unsur kesalahan yang dibuat oleh oknum
anggota TNI dan Kerugian yang diakibatkan oleh oknum anggota TNI. Terdapat Kerugian
materil dan/atau kerugian immateril diterima oleh Polsek Ciracas, Pertokoan bahkan Warga
Sipil.
2. Tindakan mencari tahanan dan perusakan yang diduga dilakukan aparat TNI tak bisa
dibenarkan. Militer tak punya kewenangan mengurus perkara yang dilakukan sipil. Tidak ada
satu pun alasan yang bisa membenarkan tindakan anggota TNI itu. Sebagai negara hukum,
tidak ada main hakim sendiri. Itu bukan wewenang mereka. Jika nantinya pelaku terbukti
berasal dari TNI, Polisi juga tak bisa memproses mereka. Ini karena anggota TNI tunduk pada
Undang-undang Hukum Pidana Militer. Bila mengacu pada Pasal 3 ayat 4 poin a TAP MPR
Nomor VII/2000 (PDF) dan Pasal 65 ayat 2 UU TNI (PDF), prajurit harus tunduk pada
peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum dan tunduk pada peradilan
3. Tindakan melawan hukum sejumlah oknum TNI telah memenuhi persyaratan untuk disebut
juga mencakup pertanggungjawaban perdatanya karena sudah jelas terdapat kesalahan dan
kerugian. Ke-67 terdakwa itu dijerat Pasal 170 ayat (1) juncto ayat (2) Ke-1 Kitab UndangUndang Hukum
Pidana (KUHP), Pasal 351 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, dan
Pasal 406 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Terdakwa diberi putusan
hukuman pokok satu tahun penjara potong masa tahanan dan hukuman tambahan
4. Dalam Pasal 89 KUHAP dijelaskan peradilan koneksitas untuk mengadili tindak pidana yang
dilakukan bersama-sama oleh pelaku yang termasuk lingkungan peradilan umum dan
lingkungan peradilan militer. Penyidikan perkara tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri dari
penyidik polisi militer, pejabat polisi atau PNS yang berwenang. Tim ini dibentuk dengan
surat keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman. Ketentuan soal acara
pemeriksaan koneksitas juga diatur dalam Pasal 198 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997
tentang Peradilan Militer. Presiden Joko Widodo bisa memprakarsai perubahan UU 31/1997
tentang Peradilan Militer sebagai agenda utama untuk memastikan jaminan kesetaraan di
muka hukum, khususnya anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum diadili di
peradilan umum.
Peradilan koneksitas mensyaratkan adanya pelaku dari kalangan militer dan sipil. Apabila
pelaku tindak pidana berasal dari militer semua, maka kasus tersebut akan diadili di
pengadilan militer. Semestinya sudah tidak ada perbedaan hukum lagi antara masyarakat
sipil dengan anggota militer dalam hukum pidana Indonesia. Ia berpendapat semua orang
yang melakukan tindak pidana umum dapat diadili di peradilan umum. Sementara untuk
peradilan militer hanya mengadili kasus militer seperti desersi atau pengingkaran tugas.
Ketentuan soal militer tunduk pada peradilan pidana umum dijelaskan dalam Pasal 65
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Adapun Pasal 65 ayat 2 UU TNI
berbunyi, "Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum
pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum
pidana umum yang diatur dengan undang-undang." Ketentuan pelaksana yang menjelaskan
Pasal 65 UU TNI tersebut. Di sisi lain, Pasal 74 Undang-undang TNI juga menyebutkan
ketentuan dalam Pasal 65 akan berlaku pada saat Undang-undang tentang Peradilan Militer
yang baru diberlakukan. Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk,
maka akan tetap tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer.