Anda di halaman 1dari 1

Diagram di samping merupakan diagram yang menggambarkan parameter

cuaca yaitu rata-rata bulanan SST (Sea Surface Temperature) dalam runtun waktu
dari bulan Januari 2006 sampai bulan Desember 2010. Sumbu X pada diagram ini
merupakan ordinat bujur permukaan bumi. Domain yang digambarkan dalam
diagram ini adalah dari 85o BT sampai 100 o BT dan 0 o sampai 10 o LS yang
merupakan domain dari Samudera Hindia Tenggara di dekat Sumatera. Kemudian
sumbu y pada diagram Hovmoller ini merupakan runtun waktu selama 5 tahun.
SST dalam diagram Hovmoller ini digambarkan dalam satuan derajat Celcius.
Berdasarkan diagram ini dapat dilihat bahwa secara umum nilai SST di
Samudera Hindia Tenggara lebih hangat pada periode bulan Januari sampai Juli.
Samudera Hindia bagian tenggara merupakan salah satu domain pengukuran IOD,
jika di wilayah Samudera Hindia tenggara SST hangat, dapat diasumsikan bahwa
pada saat itu IOD bernilai negatif. Secara umum kondisi SST di Samudera Hindia
Tenggara hangat terjadi pada bulan April-Mei, hal ini berarti di wilayah sekitar
Samudera Hindia tenggara (Indonesia Bagian Barat) cenderung akan mengalami
musim penghujan karena penguapan dan aktivitas konvektif akan bergeser ke arah
tenggara yang menyebabkan pertumbuhan awan-awan konvektif penyebab hujan.
Berdasarkan diagram, kondisi SST yang sangat hangat ini terjadi pada periode
bulan Januari 2010 sampai bulan Juli 2010.
Pada periode bulan Juli sampai Januari SST di wilayah Samudera Hindia
Tenggara relatif lebih rendah, kemungkinan besar pada saat itu IOD bernilai positif.
Pada periode IOD+, perairan di Samudera Hindia bagian tenggara umumnya lebih
“dingin” (suhu lebih rendah dari rata-rata), di mana perairan di Samudera Hindia
bagian barat akan lebih “hangat” (suhu lebih tinggi dari rata-rata). Akibatnya,
konveksi (yang merupakan proses awal terbentuknya awan dan hujan) akan
bergeser dari Samudera Hindia bagian timur ke arah barat, dan membawa banyak
hujan ke bagian timur benua Afrika. Di sisi lain, daerah Samudera Hindia bagian
timur yang “ditinggal lari” konveksi tadi (seperti Indonesia) akan menderita
kekeringan, seperti yang terjadi pada bulan Juli 2006 sampai Januari 2007.
Meskipun demikian, tidak selamanya IOD berpengaruh terhadap intensitas curah
hujan. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh
fenomena lain seperti Monsun, Madden-Julian Oscillation (MJO), Kelvin Wave
dll. Fenomena yang dominan umumnya ditentukan berdasarkan indeks yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai