Anda di halaman 1dari 5

Inkretin sebagai sinyal endokrin yang diproduksi di saluran pencernaan

untuk merangsang sekresi insulin, sebagai respon terhadap adanya glukosa yang masuk
secara oral (Creutfeld, 1979). Hormon inkretin terdiri dari 2 macam yaitu:
 Glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP)
 Glucagon-like-peptide-1 (GLP-1)
mempunyai reseptor G-protein-couple yang diekspresikan pada sel beta (Piteau et al., 2012). GIP
adalah suatu peptide asam amino 42 tunggal yang terletak di kromosom 17 pada manusia. GIP
disekresikan dalam satu bentuk bioaktif tunggal oleh sel K dan dilepaskan dari usus kecil bagian
atas (duodenum dan jejunum proksimal) sebagai respons terhadap pencernaan karbohidrat dan
lipid. Sedangkan GLP-1 adalah suatu produk gen proglukagon, terletak di rantai panjang
kromosom 2, yang mengkode tidak hanya GLP-1 tetapi juga glucagon.

Sekresi dan metabolisme hormon inkretin:

(Seino, et.al., 2010)


Reseptor GLP-1 predominan terdapat pada sel beta walaupun terdapat juga pada sel alfa
pankreas dan sel jaringan lain. Hormon ini hanya bekerja pada keadaan konsentrasi glukosa yang
berada diatas konsentrasi basal. Setelah makan, hormon inkretin GLP-1 akan disekresikan dan
berikatan dengan reseptornya yang kemudian bekerja mengatur ekspresi gen sel beta dengan
menghambat apoptosis sel beta, mencegah glukolipotoksisitas, dan memperbaiki fungsi sel beta.
GLP-1 juga bekerja dengan menekan pelepasan glukagon dan menurunkan produksi glukosa
hepatik, memperlambat waktu pengosongan lambung dan sekresi asam, sehingga mengurangi
nafsu makan dan berkontribusi terhadap penurunan berat badan. GLP-1 alami yang dihasilkan oleh
tubuh terbatas karena waktu paruhnya yang sangat singkat yakni kurang dari 2 menit karena
didegradasi dengan cepat oleh enzim dipeptidil peptidase 4 (DPP-4).
Efek insulintropik GIP dan GLP-1:

(Seino, et.al., 2010)


Peran GIP dan GLP-1 pada organ yang mengatur homeostatis glukosa darah:

(Girard, et.al., 2010)


DPP-4 merupakan sebuah enzim yang secara alami ada di dalam tubuh yang akan
menurunkan aktivitas 2 jenis hormon inkretin utama di dalam tubuh yaitu GLP-1 dan GIP. Hormon
inkretin utama ini bersifat insulinotropik kuat dan sekresinya akan meningkat dengan pemberian
glukosa secara oral. Apabila kedua hormone ini dihambat maka aktivitasnya dalam merangsang
eksresi insulin juga akan terhambat. Oleh karena hal tersebut, maka peningkatan aktivitas GLP-1
dan GIP saat ini telah menjadi target terapi pada penderita DM tipe 2 (Monika et al., 2009).

Sel Inkretinin Pada Penderita DM tipe-2


Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut GLP- 1 native mempunyai keterbatasan kegunaan karena waktu paruhnya
hanya 1-2 menit pada orang sehat dan pada penderita diabetes karena GLP-1 dan GIP akan dipecah
oleh enzim DPP-4 yang terekspresikan di hampir seluruh jaringan tubuh (Meece, 2007). Akibatnya
stimulasi sekresi insulin oleh hormon inkretin GLP-1 dan GIP mengalami penurunan (Gang
Xu et al, 2007).
Inhibitor DPP-4 akan menghambat lokasi pengikatan pada DPP-4 sehingga akan
mencegah inaktivasi dari GLP-1. Proses inhibisi ini akan menyebabkan meningkatnya GIP
dan GLP-1 dalam sirkulasi darah (Meece, 2007). GIP dan GLP-1 beraksi melalui reseptor
spesifik pada sell p untuk meningkatkan biosintesis dan sekresi insulin (Flock et al., 2007). Aksi
kedua inkretin ini dimulai dengan terikat pada reseptor spesifik kemudian terjadi aktifasi adenyl
cyclase melalui protein G dan meningkatkan kadar cAMP intraseluler. Aktifasi yang terjadi
kemudian pada protein kinase A menghasilkan kaskade proses interseluler seperti peningkatan
konsentrasi sitosolik Ca2+ dan pada kasus sel beta pankreas meningkatkan eksositose granula
yang mengandung insulin (Ethical Digest, 2009).
GLP-1 dan GIP juga melindungi sel-sel beta melawan sitokin yang menginduksi
apoptosis sel-sel beta pankreas. GLP–1 meningkatkan aktivitas dari IGF-1 yang diketahui efek
antiapoptotiknya dengan cara memperbanyak ekspresi reseptor IGF-1 dan menstimulasi
sekresinya. GLP-1 mencegah penurunan massa sel beta dengan cara meningkatkan ekspresi IGF-
IR dan sekresi IGF-2 ( Cornu, et al,. 2009). GLP-1 dan GIP juga meningkatkan kepekaan sel alfa
dan sel beta pada glukosa ( Rosenstock, et al.,2008), hasilnya adalah meningkatkan toleransi
glukosa, mempertinggi respon insulin, dan mengurangi sekresi glucagon (Meece, 2007).

GLP-1 Agonis
Berdasarkan cara kerjanya, GLP-1 agonist dibagi menjadi 2 yakni kerja pendek dan kerja
panjang. GLP-1 kerja pendek memiliki waktu paruh kurang dari 24 jam yang diberikan sebanyak
2 kali dalam sehari, contohnya adalah exenatide (launched). Sedangkan GLP-1 kerja panjang
memiliki waktu paruh yang lebih lama dari GLP-1 yakni ≥ 24 jam yang diberikan 1 kali dalam
sehari, contohnya adalah liraglutide (launched) dan ada juga yang diberikan 1 kali dalam seminggu
yang saat ini masih dalam tahap uji coba fase ke III yakni exenatide LAR, tasphoglutide,
albiglutide, LY2189265 (dalam uji coba fase ke II).
 Exenatide
Exenatide adalah GLP-1 agonis pertama yang diberikan dengan dosis inisial yakni 5 mcg per
dosis dan disuntikkan sebelum makan pagi dan makan malam. Exenatide telah disetujui oleh
Food and Drugs Administration (FDA) sebagai terapi tambahan yang dapat dikombinasikan
dengan obat oral golongan biguanid, sulfonilurea, tiazolidinedion.9 Waktu paruh exenatide
adalah 24 jam, dapat terdeteksi dalam plasma setelah 15 menit penyuntikan hingga 15 jam
kemudian. Dieliminasi terutama di ginjal sehingga tidak direkomendasikan untuk penderita
Diabetes Mellitus dengan gangguan ginjal. Efek samping utamanya adalah nausea namun
sifatnya hanya sementara.10
 Liraglutide
Liraglitude adalah analog GLP-1 dengan tingkat homologi sebesar 97% yang mengandung
rantai samping asam lemak yang mengikat albumin secara reversibel sehingga terjadi 2
perubahan sekuens asam amino. Liraglitude memiliki waktu paruh 13 jam, dengan stabilitas
metabolik yang panjang dan diabsorbsi lebih lama. Konsentrasi maksimum dalam plasma
tercapai setelah 10-14 jam. Exenatide LAR Exenatide LAR (Long Acting Release) memiliki
kemiripan dengan exenatide namun sedang menjalani uji klinis fase 3. Dan memiliki waktu
paruh yang panjang sehingga pemberiannya hanya dianjurkan sebanyak satu kali seminggu.12
 Albiglutide
Abigltide adalah GLP-1 dimer long acting yang dalam kesehariannya digabungkan dengan
albumin manusia untuk mendapatkan waktu paruh yang lebih panjang. Obat ini sedang
menjalani uji klinis fase ketiga dengan lama waktu paruhnya adalah 4-8 hari.
 Tasphoglutide
Tasphoglutide adalah GLP-1 yang sedang menjalani uji klinis fase ketiga dan menghentikan
pengembangannya oleh karena tingginya kejadian hipersensitivitas. GLP-1, seperti obat
lainnya juga memiliki efek samping. Efek samping paling sering adalah pada sistem
gastointesinal. Cara mengatasi efek samping ini dapat dilakukan pada pengendalian dosis,
yakni dengan tappering off pada kebanyakan kasus. Efek samping lebih sedikit ditemukan
pada agonis GLP-1 jangka panjang di banding jangka pendek. Kelebihan dan Kekurangan
GLP-1 agonist Kelebihan GLP-1 agonist adalah bekerja lebih spesifik dengan meniru GLP-1
manusia secara alami, dan dapat menurunkan berat badan pada obesitas. Kekurangannya
adalah obat-obat tersebut masih langka dan dijual dengan harga yang mahal.

DPP IV Inhibitor
Sejumlah obat yang berkerja sebagai inhibitor DPP-IV sudah dipasarkan, seperti
Sitagliptin, Vildagliptin, Saxagliptin dan Linagliptin. Sebuah penelitian pada DM tipe 2
melaporkan bahwa, penurunan HbA1c dengan menggunakan agen ini sama bila dibandingkan
dengan analog reseptor GLP-1. DPP IV inhibitor kurang menyebabkan mual bila dibandingkan
dengan analog reseptor GLP-1.
Sitagliptin (Januvia®, Merck & Co., Inc.) adalah DPP IV Inhibitor yang pertama kali
disetujui untuk pengobatan DM tipe 2 di USA (2006) dan di Eropa (2007) serta Vildagliptin
(Galvus®, Novartis AG) dipasarkan di Eropa pada tahun 2008 dan beberapa lainnya masih dalam
uji klinis tahap akhir.
Sebagian besar merupakan inhibitor kompetitif reversible terhadap DPP IV, dengan
bioavalabilitas oral yang baik dan relative bekerja long acting sehingga cukup dengan dosis sekali
sehari untuk memberikan inhibisi 70–90% terhadap aktivitas DPP IV. Sebagai monoterapi baik
Sitagliptin (5–50 mg bd) maupun Vildagliptin menurunkan KGD puasa dan kadar HbA1c dan
memperbaiki fungsi sel β. Pada pasien dengan kontrol metabolik yang buruk yang ditandai dengan
kadar HbA1c yang tinggi (8–9.5%), tampak perbaikan yang sangat baik dengan menurunkan rata-
rata 1.2–1.5%, ini menunjukkan bahwa manfaat DPP IV inhibititor tidak terbatas pada pasien
DM ringan.
Sitagliptin tergantung pada dosis, menurunkan HbA1c dan kadar glukosa plasma puasa,
dengan efek yang netral terhadap berat badan dan insiden terhadap hipoglikemia dan pengalaman
ketidaknyamanan saluran cerna yang sama dengan placebo.

Anda mungkin juga menyukai