Anda di halaman 1dari 26

TULI MENDADAK

I. PENDAHULUAN

Tuli mendadak atau sudden deafness atau sudden sensorineural hearing loss
(SSNHL) didefenisikan sebagai kehilangan pendengaran sensorineural yang lebih
dari 30 dB pada 3 frekuensi berturut turut dalam onset 3 hari, sering unilateral dan
bersifat idiopatik. Penyebab tuli mendadak tidak dapat langsung diketahui, biasanya
terjadi pada satu telinga. Kerusakan terutama di koklea dan biasanya bersifat
permanen, kelainan ini dimasukkan ke dalam keadaan darurat neurotologi. Diagnosis
tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan audiometri.
Tuli mendadak mempunyai tiga karakteristik yaitu bersifat akut, tuli sensorineural
dan etiologi tidak diketahui. Karakteristik tambahan dapat berupa vertigo, tinitus dan
tidak adanya keterlibatan saraf kranialis. Penatalaksanaan tuli mendadak meliputi
terapi konservatif dengan beberapa modalitas. Penanganan harus dilakukan sedini
mungkin karena penanganan yang terlambat akan menyebabkan tuli yang
permanen.1,2
Proses mendengar terjadi karena adanya integrasi dari sistem pendengaran
yang meliputi telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi
dalam penangkapan dan penghantaran getaran suara ke telinga tengah untuk
diperbesar dan diperkuat dan selanjutnya diteruskan ke telinga dalam. Telinga dalam
merupakan tempat letak sel pengindra. Telinga dalam kemudian dihantar melalui
saraf ke otak untuk diinterpretasikan menjadi bunyi.3,4
Gangguan proses mendengar dapat terjadi akibat terganggunya fungsi
dibagian mana saja di salah satu telinga, sehingga seseorang tidak dapat mendengar
dengan baik atau tidak dapat mendengar sama sekali.5,6
Tuli mendadak merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan yang
memerlukan penanganan segera, walaupun beberapa kepustakaan menyatakan bahwa
tuli mendadak dapat pulih spontan; angka pemulihan pasien yang tidak mendapat

1
pengobatan adalah 28-65%, sebagian besar dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala. Masalah yang umum ditemukan pada kasus tuli mendadak adalah
keterlambatan diagnosis, sehingga pengobatan tertunda yang akhirnya menyebabkan
kehilangan pendengaran permanent. Oleh sebab itu, penting untuk mengenali dan
mendeteksi kelainan ini sejak dini agar dapat menunjang pemulihan fungsi
pendengaran dan meningkatkan kualitas hidup pasien.7

II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi tuli mendadak 5-30 tiap 100.000 orang pertahun. Distribusi laki-
laki dan perempuan hampir sama, dengan puncak usia 50-60 tahun. 1-3 Insiden tuli
mendadak di poli THT-KL RS. M. Djamil Padang pada satu tahun terakhir periode
Agustus 2010 sampai Agustus 2011 berkisar 37 orang pasien.1
Kira-kira dari 15.000 laporan kasus ketulian mendadak diseluruh dunia setiap
tahunnya 4000 diantaranya terjadi di AS. Di Amerika Serikat sendiri insidens
terjadinya tuli mendadak adalah kira-kira 5 sampai20 per 100.000 penduduk
pertahun. Faktor umur dapat mempengaruhi, dan insiden terbanyak adalah pada umur
30-60 tahun. Onset umur rat-rata dilaporkan sekitar 46-49 tahun dengan insiden yang
meningkat sesuai dengan peningkatan umur. Prevalensi antara laki-laki dan
perempuan sama.4,5

III. ANATOMI
Telinga merupakan organ untuk pedengaran dan keseimbangan, yang terdiri
dari telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar menangkap
gelombang suara yang dirubah menjadi energy mekanis oleh telinga tengah. Telinga
tengah mengubah energy mekanis menjadi impuls saraf, yang kemudian dihantarkan
ke otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh.2,8,9

2
1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (auricula) dan liang telinga (meatus
akusticus eksternus) sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang
rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian kulit luar
liang telinga terdapat rambut-rambut halus kelenjar serumen yang merupaka
modifikasi dari kelenjar keringat yang menghasilkan serumen, suatu sekresi
lengket yang menangkap partikel-partikel asing yang halus. Serumen dan rambut
halus berfungsi untuk mencegah partikel-partikel dalam udara masuk ke bagian
dalam saluran telinga, yang dapat mengakibatkan penumpukan kotoran yang
dapat mencederai membran timpani dan mengganggu pendengaran.2,8,9

Gambar 1. Potongan Frontal Telinga


2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
 batas luar : membran timpani
 batas depan : tuba eustachius
 batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
 batas belakang : aditus ad antrum, kanalis servikalis pars vertikalis
 batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

3
 batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horisontal, kanalis fascialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window), dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
teling dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksid (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksid hanya berlapis duayaitu, bagian luar lanjutan epitel kulit
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.8,9

Bagian penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut


umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7
pada membran timpani kiri dan arah pukul 5 pada membran timpani kanan.
Refleks cahaya merupakan cahaya luar yang dipantulkan oleh membran timpani.
Di membran timpani terdapat dua macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya yng berbentuk kerucut.
Membran timpani dibagi atas 4 kuadran, dengan menarik garis searah prosessus
longus maleus dan garis tengah yang tegak lurus dengan garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagia atas depan, atas belakang, bawah depan, serta bawah
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.8,9

Didalam telinga tengah juga terdapat tulang-tulang perdengaran yang


tesusun dari luar ke dalam yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran ini
saling berhubungan. Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani.
Maleus melekat pada inkus, inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada
tingkap lonjong yang melekat pada koklea, hubungan antara tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. Pars flaksid terdapat pada daerah yang

4
disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah.2,8

Gambar 2. Gambar Telinga Tengah

3. Telinga Dalam

Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks yang terdiri
dari dua bagian utama : koklea (organ pendengaran) dan kanalis semisirkuler
(oragan keseimbangan). Koklea merupakan saluran berongga yang berbentuk
seperti rumah siput, berisi cairan kental dan organo korti, yang mengandung
ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang mengarah ke dalam
cairan tersebut. Kanalis semisirkularis merupakan 3 saluran berisi cairan, yang
berfungsi membantu menjaga keseimbangan.4,8

Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah
putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf
dan suplai arteri dan arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan

5
menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel
sensorik organo corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh
ductus koklearis yang panjangnya 3,5cm dan berisi endolimfe dan dipisahkan dari
duktus koklearis oleh membran Reisner yang tipis. Bagian bawah adalah skala
timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh
lamina spiralis osseus dan membran basalis. Perilimfe pada skala berhubungan
pada apex koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui celah
yang dikenal sebagai helokotrema.3,4,8

Membrana basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada
apeks (nada rendah).2,8

Gambar 3. Potongan Koklea

4. Vaskularisasi Telinga Dalam

Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A.


Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis.
Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A.
Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi A.
Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi N.
Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis. A.Vestibulokohlearis
sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah menjadi cabang terminal

6
vestibularis dan cabang kohlear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus,
sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear
memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen
spiralis. A. Kohlearis berjalan mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus
internus dan didalam kohlea mengitari modiolus . Vena dialirkan ke V.Labirintin
yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil
melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus superior dan
inferior. 10,11

Gambar 4. Vaskularisasi koklea

Terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ corti,
yang mengandung organel-organel penting mekanisme saraf perifer pendengaran.
Organ corti terdiri dari satu basis sel rambut dalam (3000) dan tiga basis sel
rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan
horizontal dari suatu jungkat jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong.Ujung
saraf aferen dan eferan menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan
sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung diatasnya
yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aseluler, dikenal sebagai membrana
tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang
terletak di medial disebut sebagai limbus.6,9

7
Gambar 5. Organ Corti

IV. FISIOLOGI PENDENGARAN


Telinga merupakan organ yang berperan dalam proses pendengaran dan
keseimbangan. Sebagai organ pendengaran telinga berfungsi menangkap gelombang
suara oleh telinga luar dan teling tengah, kemudian mengubahnya menjadi impuls
listrik oleh telinga dalam, untuk selanjutnya dihantar ke otak melalui sistem saraf
untuk diinterpretasikan sebagai suara yang kita dengar.6
Suara yang kita dengar ditentukan oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara),
intensitas(kekuatan, kepekaan suara) dan timbre (kualitas, warna nada).4,12

1. Nada
Nada suatu suara (misalnya, apakah itu not C atau G) ditentukan oleh
frekuensi getaran, semakain frekuensi getaran, semakin tinggi nada. Telinga
manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20-20.000
siklus perdetik, tetapi paling pekah terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000
siklus perdetik. Nada yang tediri dari suatu frekuensi saja, disebut nada murni
(pure tone) yang jarang ditemui di alam, tetapi dapat dibuat oleh audiometer.
Nada yang terdengar sehari-hari umumnya adalah nada kompleks. Artinya nada
utama disertai beberapa nada ikutan (overtones).5,8

8
2. Intensitas Suara
Intensitas suatu suara bergantung pada amplitude gelombang suara, atau
perbedaan tekanan antara daerah yang pemampatan yang bertekanan tinggi dan
daerah penjarangan yang bertekanan rendah. Dalam rentang pendengaran
,semakin besar amplitude, semakin keras (pekak) suara. Telinga manusia dapat
mendeteksi intensitas suara dalam rentan yang luas, dari bisikan terhalus sampai
suara yang memekakkan telinga. Kepekakan dinyatakan dalam decibel (dB), yaitu
ukuran logaritmik intensitas dibandingkan suara teredam (terhalus) yang dapat
didengar ambang pendengaran. Karena hubungan yang bersifat logaritmik, setiap
sepuluh decibel menandakan peningkatan 10 desibel. Suara yang lebih kuat dari
100 desibel dapat secara permanen merusakkan perangkat sensorik yang peka di
koklea.8,13
3. Kualitas suara atau Warna nada (timbre)
Bergantung pada nada tambahan (overtone), yaitu frekuensi tambahan
yang mengenai nada dasar. Garpu tala merupakan benda yang memiliki nada
murni (pure tone), tetapi sebagian besar suara tidak murni. Sebagai contoh,
campuran nada-nada tambahan menyebabkan alat music yang berbeda
mengeluarkan suara yang berbeda untuk nada yang sama (suara nada C terompet
berbeda dengan suara pada piano). Nada-nada tambahan merupakan penyebab
perbedaan khas suara manusia. Warna memungkinkan pendengaran membedakan
sumber gelombang suara, karena setiap sumber suara menghasilkan pola nada-
nada tambahan yang berlainan. 3,4,6
Proses mendengar diawali dengan dikumpulkannya gelombang suara oleh
auricular dalam bentuk gelombang yang kemudian dialirkan menuju meatus
akusticus eksterna, dan akan menyebabkan bergetarnya tulang-tulang
pendengaran (maleus, incus, stapes), Pada proses ini gelombang suara mengalami
perkuatan melalui daya ungkit tulang pendengaran (sebesar 1,3 X) dan
perbandingan luas membran timpani dan luas basis stapedius (sebesar 17) yang
akan menghasilkan perkuatan getaran sebesar 17 X pula. Jadi total perkuatan

9
adalah 17 X 1,3 =22 X kekuatan asalnya. Kekuatan ini akan cukup untuk
menggeterkan cairan endolimfe yang ada dalam koklea. Selanjutnya gelombang
suara yang telah diperkuat diteruskan ke stapes yang akan mengerakkan
foramenovale, sehingga perilimfe pada skala vestibule dan skala timpani akan
bergetar. 6,9

Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe


pada skala media, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektorial. Karena organ corti berada pada membran
basilaris, sel-sel rambut organ corti juga akan ikut bergetar. Dan karena sel-sel
rambut terbenam pada membran tektoria yang kaku dan stasioner, sel-sel rambut
tersebut akan membengkok ke depan dan ke belakang sewaktu membran basilaris
menggeser posisinya terhadap membran tektorial. Proses ini merupakan rangsang
mekanis yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Selanjutnya terjadi proses depolarisasi sel rambut, yang akan menyebabkan
potensial aksi pada saraf yang melekat pada sel-sel rambut. Disinilah gelombang
suara mekanis dirubah menjadi energi elektrokimia, yang merupakan suatu arus
impuls yang selanjutnya ditransmisikan ke ganglion spirale, kemudian dilanjutkan
ke nukleus saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis
otak. 2,8

V. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab tuli mendadak masih belum diketahui secara jelas; banyak teori
dugaan penyebab yang dikemukakan oleh para ahli. Sebuah data memperkirakan 1%
kasus tuli mendadak disebabkan oleh kelainan retrokoklea yang berhubungan dengan
vestibular schwannoma, penyakit demielinisasi, atau stroke, 10-15% kasus lainnya

10
disebabkan oleh penyakit Meniere, trauma, penyakit autoimun, sifilis, penyakit
Lyme, atau fistula perilimfe. Dalam praktik, 85-90% kasus tuli mendadak bersifat
idiopatik yang etiopatogenesisnya tidak diketahui pasti. Dalam sebuah systematic
review, diuraikan beberapa kemungkinan penyebab tuli mendadak, yaitu idiopatik
(71%), penyakit infeksi (12,8%), penyakit telinga (4,7%), trauma (4,2%), vaskular
dan hematologik (2,8%), neoplasma (2,3%), serta penyebab lainnya (2,2%).7

Tabel 1 Derajat penurunan pendengaran menurut klasifikasi WHO14

Ada empat teori utama yang mencoba menjelaskan penyebab tuli mendadak,
yakni infeksi virus, kelainan vaskular, kerusakan membran intrakoklea, dan kelainan
imunologi.7

 Infeksi virus
Meskipun sampai saat ini masih belum ditemukan bukti kuat, infeksi virus
dianggap sebagai salah satu penyebab tuli mendadak. Sebuah studi oleh Wilson
(1986) menunjukkan adanya hubungan antara infeksi virus dengan kejadian tuli
mendadak. Dalam studi ini, ditemukan tingkat serokonversi untuk virus herpes
secara signifikan lebih tinggi pada populasi pasien tuli mendadak. Pada studi lain,
dilakukan pemeriksaan histopatologi tulang temporal dan ditemukan kerusakan

11
pada koklea yang konsisten dengan infeksi virus. Terdapat pula temuan lain,
seperti hilangnya sel rambut dan sel penyokong, atrofi membran tektoria, atrofi
stria vaskularis, dan hilangnya sel neuron, yang berhubungan dengan mumps
virus, maternal rubella, dan virus campak.7
Sekitar 28% pasien yang mengalami tuli mendadak sebelumnya telah
menderita infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus sebelum
mereka mengalami penurunan pendengaran. Beberapa jenis virus seperti virus
parotis, campak, influenza B, dan mononukleosis dapat menyebabkan kerusakan
pada organ corti, membran tektorial, dan selubung mielim saraf akustik.
Meskipun beberapa penelitian belum dapat membuktikan hubungan titer virus
dengan beratnya penurunan pendengaran. Ketulian yang terjadi biasanya berat,
terutama pada frekuensi sedang dan tinggi. 2,3,9
Menurut teori yang dikemukan oleh para ahli, terdapat beberapa jalan
yang dilalui virus untuk dapat sampai ke telinga dalam, yaitu yang paling sering
adalah melalui aliran darah (viremia). Pada fase awal virus akan dideposit ke
dalam membran koklea. Selain itu, virus dapat masuk ke telinga dalam dari ruang
subaraknoidea melalui akudakutus koklearis masuk ke ruang perilimfe. 15
Selain itu, partikel virus akan memperbanyak diri sehingga mempercepat
terjadinya perubahan-perubahan patologis. Mula-mula virus akan melekat pada
endotel pembuluh darah. Terjadinya pembengkakan dan proliferasi endotel
sehingga mengakibatkan menyempitnya lumen pembuluh darah dan
berkurangnya aliran darah. Jika partikel virus menempel pada sel darah maka
akan terjadi hiperkoagulasi dan menyumbat pembuluh darah kapiler, Apabila hal
ini terjadi pada arteri yang memperdarahi koklea, maka akan terdapat keluhan
tinnitus dan ketulian. Bila sumbatan lebih proksimal, maka akan terjadi gangguan
pada fungsi vestibuler berupa vertigo. 15

12
 Kelainan vaskular
Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak. Koklea
memperoleh asupan darah dari arteri labirintin atau arteri auditiva interna.
Pembuluh darah ini merupakan end artery yang tidak memiliki vaskularisasi
kolateral, sehingga jika terganggu dapat mengakibatkan kerusakan koklea.
Kelainan yang menyebabkan iskemia koklea atau oklusi pembuluh darah seperti
trombosis, spasme, perdarahan arteri auditiva interna atau berkurangnya aliran
darah dapat mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis
dan ligament spiralis yang diikuti pembentukan jaringan ikat dan penulangan.
Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membrane basal jarang terkena.2,7

 Gangguan idiopatik
1. Penyakit menier
Diyakini sebagai akibat dari pembengkakan rongga endolimfe. Sekitar
5% pasien ini mengeluhkan kehilangan pendengaran yang terjadi secara
mendadak. Dan serangan ini dapat berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam. Ketulian dapat bersifat sementara namun dapat pula
menetap setelah masa ketulian yang berlangsung lama. 3,4
2. Multiple sklerosis
Merupakan suatu gangguan demielinisasi sistem saraf pusat, yang juga
merupakan salah satu penyebab ketulian dalam berbagai derajat. Letak
gangguan pendengaran belum jelas, dan ketulian mendadak pada
multipel sklerosis jarang terjadi. 4

• Kerusakan membran intrakoklea


Terdapat membran tipis yang memisahkan telinga dalam dari telinga
tengah dan ada membran halus yang memisahkan ruang perilimfe dengan
endolimfe dalam koklea. Robekan salah satu atau kedua membrane tersebut
secara teoretis dapat menyebabkan tuli sensorineural. Kebocoran cairan perilimfe

13
ke dalam telinga tengah melalui tingkap bundar dan tingkap lonjong didalilkan
sebagai penyebab ketulian dengan membentuk hidrops endolimfe relatif atau
menyebabkan robeknya membran intrakoklea. Robekan membran intrakoklea
memungkinkan terjadinya percampuran perilimfe dan endolimfe sehingga
mengubah potensial endokoklea. Teori ini diakui oleh Simmons, Goodhill, dan
Harris, dengan pembuktian histologi yang didokumentasikan oleh Gussen.7

• Kelainan imunologi
Tuli sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun diperkenalkan
oleh McCabe pada tahun 1979. Pada kondisi ini, ditemukan adanya kehilangan
pendengaran progresif. Adanya aktivitas imun pada koklea mendukung konsep
teori ini. Gangguan pendengaran pada sindrom Cogan, SLE, dan kelainan
reumatik autoimun lainnya telah lama diketahui. Sebagai pendukung lain teori
ini, terdapat sebuah studi prospektif pada 51 pasien tuli mendadak dan ditemukan
beberapa kelainan yang berkaitan dengan sistem imun (multiple immune-mediated
disorders).7

VI. DIAGNOSIS
1. Gejala klinis
Terjadi penurunan pendengaran yang terjadi secara tiba-tiba. Kadang-
kadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan, tetapi biasanya bersifat
menetap. Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak lebih berat dan tidak
berlangsung lama. Kemungkinan yang harus diambil adalah harus diingat bahwa
perubahan ketulian menjadi menetap dapat terjadi dengan sangat cepat. Ketulian
paling banyak bersifat unilateral dan hanya sekitar 4% yang bilateral, dan
biasanya disertai dengan tinnitus dan vertigo. 2
Penderita mengeluh pendengarannya berkurang pada satu telinga. Bisanya
keadaan ini disadari penderita ketika bangun tidur pada pagi hari atau setelah

14
bekerja, dimana penderita akan mendengar bunyi “klik” dan lalu menyadari
pendengarannya kemudian menghilang sama sekali. Umumnya pasien dapat
mengatakan dengan pasti saat mulai timbulnya ketulian. 15
Ketulian dapat mengenai semua frekuensi pendengaran, tetapi yang paling
sering pada frekuensi tinggi. Keluhan biasanya disertai rasa penuh pada telinga
yang sakit, tinnitus, dan vertigo. 15

2. Anamnesis

Menurut AAO-HNS (American Academy of Otolaryngology-Head and


Neck Surgery) guideline, langkah pertama diagnosis tuli mendadak adalah
membedakan tuli sensorineural dan tuli konduktif melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, tes penala, pemeriksaan audiometri, dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Ketulian atau hearing loss diklasifikasikan menjadi tuli
konduktif, tuli sensorineural, atau campuran. Tuli konduktif disebabkan oleh
abnormalitas telinga luar, membran timpani, rongga udara telinga tengah, atau
tulang pendengaran, struktur yang menghantarkan gelombang suara ke koklea.
Sementara itu, tuli sensorineural disebabkan oleh adanya abnormalitas koklea,
saraf auditorik, dan struktur lain yang mengolah impuls neural ke korteks
auditorik di otak. Tuli konduktif dan tuli sensorineural memerlukan penanganan
yang sangat berbeda. Sebagai contoh, tuli konduktif yang terjadi akibat impaksi
serumen dapat ditangani dengan evakuasi serumen, lain halnya dengan
penanganan pada tuli sensorineural yang lebih kompleks karena penyebabnya
sering tidak diketahui. 7
Perlu juga ditanyakan kemungkinan pasien memiliki riwayat cedera kepala,
telinga tertampar, riwayat pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, dan
menanyakan riwayat pekerjaan, apakah pasien bekerja di tempat yang memiliki
tingkat kebisingan yang tinggi. 4

15
3. Pemeriksaan pendengaran
Adapun pemeriksaan pendengaran yang dilakukan pada kasus ini
adalah: 15
a. Tes penala untuk penilaian pendengaran secara kualitatif
b. Audiometri nada murni untuk menentukan derajat dan jenis ketulian
c. Audiometri khusus yaitu SISI (shoert increment sensitivity test) untuk
mengetahui adanya kelainan koklea dan tes kelelahan (tone decay) untuk
mengetahui adanya tuli retrococlea.
d. Audiometri tutur untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan
sehari-hari dan penggunaan alat bantu dengar
e. Audiometri ipmedans untuk mengetahui kelainan di telinga temgah, lesi
di koklea, atau retrokoklea.
f. BERA

Pada pemeriksaan pendengaran, tes garpu tala: Rinne positif, Weber


lateralisasi ke telinga yang normal, swabach memendek, kesan tuli
sensorineural.Pada audiometri nada tinggi menunjukkan tuli sensorineural ringan
sampai berat. Pemeriksaan audiometri nada tutur memberikan hasil tuli
sensorineural sedangkan pada audiometri impedans terdapat kesan tuli
sensorineural koklea. Pada anak-anak dapat dilakukan tes BERA dimana hasilnya
menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai berat. 2

16
Gambar 6.Tes Pendengaran

4. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang biasa dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dari penyakit antara lain:
A. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menyingkirkan penyakit
infeksi dan penyakit lainnya yang bisa menyebabkan ketulian mendadak
seperti virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid, penyakit
auto imun dan faal hemostasis. 2

B. Pemeriksaan radiologis
CT-Scan yang mempunyai resolusi tinggi dilakukan apabila terdapat
malformasi kongenital dari tulang temporal. Standar penggunaan saat ini
yang menunjukkan ketulian mendadak sebagai akibat suatu proses inflamasi
(berhubung dengan labirin), maka penggunaan secara rutin akan memerlukan
biaya yang besar. 13

17
Selain CT Scan dapat juga dilakukan Pemeriksaan Magnetic Resonance
imaging (MRI) dengah menggunakan Gadolinkium diethylenetriamin –
pentaacetic acid (DPTA) untuk mendiagnosis adanya massa retrokoklear. 4

VII. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini belum ada keseragaman diantara para ahli dalam penanganan
tuli mendadak. Sebagian ahli berpendapat tuli mendadak dapat sembuh spontan tanpa
pengobatan. Sedangkan pendapat lain menyatakan walaupun penyebabnya belum
diketahui, tuli mendadak adalah tetap suatu kegawatdaruratan THT yang segera, guna
mempercepat proses penyembuhan dan menghindarkan cacat yang menetap. 15
Penanganan yang paling utama pada pasien yang mengalami tuli mendadak
adalah tirah baring kira-kira selama 14 hari, dengan tujuan sebagai istirahat fisik dan
mental bagi pasien untu mengurangi stress akibat keadaan yang dialaminya serta
untuk memperbaiki sistem neurovaskuler. 15

Terapi lain yang dianjurkan termasuk


 Vasodilator 2,4,15
Vasodilator diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan aliran darah ke
koklea sehingga mengurangi hipoksia. Obat pilihan saat ini adalah Xantinol
Nicotinat injeksi dan tablet, dengan dosis tertentu yang diturunkan secara
bertahap. Dosis injeksi yaitu:
 3x 900 mg selama 4 hari
 3 x 600 mg selama 4 hari
 3 x 300 mg selama 6 hari

Dosis dalam bentuk tablet yaitu 3x2 tablet setiap hari selama 2 minggu.

18
 Kortikosteroid sistemik

Berbagai penelitian penggunaan kortikosteroid pada pasien tuli mendadak


telah dipublikasikan. Terdapat bukti laboratorium yang menunjukkan adanya
cascade inflamasi kematian sel pada pasien tuli mendadak, yang dimodifikasi
oleh terapi steroid. Kortikosteroid yang diberikan adalah glukokortikoid sintetik
oral, intravena, dan/atau intratimpani, meliputi prednison, metilprednisolon, dan
deksametason. Kortikosteroid diperkirakan memiliki efek anti inflamasi dan
kemampuan dalam meningkatkan aliran darah koklea.7
Untuk hasil pengobatan yang maksimal, dosis terapi prednison oral yang
direkomendasikan adalah 1 mg/kg/hari dosis tunggal dengan dosis maksimum 60
mg/hari selama 10- 14 hari. Dosis ekuivalen prednison 60 mg setara dengan
metilprednisolon 48 mg dan deksametason 10 mg. Sebuah data yang representatif
menggunakan regimen pengobatan dengan dosis maksimum selama 4 hari diikuti
tapering off 10 mg setiap dua hari. Efek samping prednison meliputi insomnia,
dizziness, kenaikan berat badan, berkeringat, gastritis, perubahan mood,
fotosensitif, dan hiperglikemia. Efek samping lain yang cukup berat, tetapi jarang
ditemukan, yakni pankreatitis, perdarahan, hipertensi, katarak, miopati, infeksi
oportunistik, osteoporosis, dan osteonekrosis. Oleh sebab itu, untuk
meminimalkan risiko, pasien dengan kondisi medis sistemik, seperti insulin-
dependent diabetes mellitus (IDDM), diabetes tidak terkontrol, hipertensi labil,
tuberkulosis, dan ulkus peptikum tidak disarankan diberi terapi kortikosteroid
sistemik.7
 Kortikosteroid intratimpani
Beberapa ahli THT merekomendasikan terapi kortikosteroid intratimpani
sebagai pengganti terapi kortikosteroid sistemik atau “salvage therapy” pada
pasien yang tidak mengalami perbaikan dengan kortikosteroid sistemik. Terapi
kortikosteroid intratimpani dapat menjadi alternatif untuk pasien diabetes yang
tidak bisa mengonsumsi kortikosteroid sistemik. Steroid diberikan dengan sebuah

19
jarum melalui membran timpani atau ditempatkan di telinga tengah melalui
tabung timpanostomi atau miringotomi yang kemudian diserap dan menyebar
melalui membran tingkap bundar ke telinga dalam. Keuntungan terapi
kortikosteroid intratimpani adalah memberikan steroid konsentrasi tinggi
langsung pada jaringan target (perilimfe) dengan efek samping sistemik minimal.
Hal ini didukung oleh Parnes dkk, yang mempublikasikan dan
mendemonstrasikan kadar steroid yang tinggi di telinga dalam setelah aplikasi
terapi steroid intratimpani. Sebuah studi mengenai terapi kombinasi
kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan kortikosteroid intratimpani menunjukkan
hasil perbaikan fungsi pendengaran secara signifikan. Namun, studi lainnya tidak
menghasilkan perbedaan pemulihan pendengaran antara terapi kombinasi
kortikosteroid oral dan intratimpani dengan terapi kortikosteroid oral saja. Steroid
intratimpani yang biasa diberikan adalah deksametason atau metilprednisolon.
Konsentrasi kortikosteroid yang digunakan bervariasi, sebagian besar studi
menganjurkan deksametason 10-24 mg/mL dan metilprednisolon 30 mg/mL atau
lebih. Efek samping terapi intratimpani yang haru diantisipasi adalah efek lokal,
seperti otalgia, dizziness, vertigo, perforasi membran timpani, atau infeksi (otitis
media).7
 Terapi oksigen hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik telah diterapkan sebagai terapi tambahan dalam
kasus tuli mendadak. Terapi ini memberikan oksigen 100% dengan tekanan lebih
dari 1 ATA (atmosphere absolute). Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan
oksigenasi koklea dan perilimfe, sehingga diharapkan dapat menghantarkan
oksigen dengan tekanan parsial yang lebih tinggi ke jaringan, terutama koklea
yang sangat peka terhadap keadaan iskemik. Terapi oksigen hiperbarik
diperkirakan memiliki efek yang kompleks pada imunitas tubuh, transpor oksigen
dan hemodinamik, peningkatkan respons normal pejamu terhadap infeksi dan
iskemia, serta mengurangi hipoksia dan edema. Menurut guideline AAO-HNS,

20
terapi oksigen hiperbarik sebaiknya dilakukan dalam 2 minggu hingga 3 bulan
dari saat diagnosis tuli mendadak. Pasien usia muda memberikan respons lebih
baik dibandingkan pasien yang lebih tua (usia bervariasi antara 50-60 tahun). Hal
penting yang perlu dipertimbangkan dalam terapi oksigen hiperbarik ini adalah
manfaat dan risiko efek samping. Terapi ini memiliki efek samping berupa
kerusakan pada telinga, sinus, dan paru akibat perubahan tekanan, myopia yang
memburuk sementara, klaustrofobia, dan keracunan oksigen. Dalam sebuah studi
terhadap 80 pasien yang menjalani terapi oksigen hiperbarik, 5 pasien (6,25%)
mengalami barotrauma pada telinga atau sinus.7
 Obat Anti Virus, Asiklovir dan Amandatin
Penggunaannya pada pengobatan ketulian sensorineural mendadak
idiopatik, hanya pada etiologi virus. Famsiklovir dan valasiklovir merupakan obat
terbaru, yang memiliki struktur dan cara kerja yang serupa dengan asiklovir dan
belum dilaporkan penggunaannya pada ketulian yang mendadak. Salah satu
penyebab tuli mendadak adalah inflamasi oleh infeksi virus. Mekanisme inflamasi
berupa invasi virus secara langsung pada koklea atau saraf koklea, reaktivasi virus
laten dalam ganglion spirale, dan infeksi yang dimediasi imun. Secara teoretis,
inisiasi pemberian antivirus disinyalir dapat membantu pemulihan fungsi
pendengaran. Beberapa percobaan yang telah dilakukan masih belum
mengungkap adanya manfaat penambahan terapi antivirus. Conlin dan Parnes
melakukan systematic review dan meta-analisis terhadap empat studi RCT
(randomized controlled trial) yang membandingkan terapi antivirus dan steroid
dengan plasebo dan steroid, tidak satu pun yang melaporkan hasil signifikan
secara statistik.Selain itu, penggunaan antivirus memiliki efek samping berupa
mual, muntah, fotosensitif, serta (jarang) perubahan status mental, dizziness, dan
kejang.7

21
 Vitamin
Sebagai roborantia dapat diberikan vitamin B kompleks dan Vitamin C.
vitamin C diberikan 2x 100 mg / hari. Vitamin B kompleks diberikan 3 x 1 tablet
/ hari. 2

Bila fungsi pendengaran tidak membaik dengan pengobatan tersebut maka


perlu dipertimbangkan pemakaian alat bantu dengar (hearing aid) dan apabila
dengan alat ini belum juga membantu pasien maka perlu dilakukan psikoterapi
dengan tujuan agar pasien dapat menerima keadaan. 2

VIII. PROGNOSIS
Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan
untuk sembuh, bila sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi kecil.
Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap, tetapi dapat juga tidak sembuh. Hal ini
disebabkan karena faktor konstitusi seperti pada pasien yang pernah mendapat obat
ototoksik yang cukup lama, kadar kolesterol yang tinggi, viskositas darah yang tinggi,
dan sebagainya, walaupun pengobatan diberikan pada stadium yang dini. 2

Usia muda mempunyai angka perbaikan yang lebih besar dibandingkan usia
tua,tuli sensorineural berat dan sangat berat mempunyai prognosis buruk
dibandingkan dengan tuli sensorineural nada rendah dan menengah. Usia lanjut,
gangguan pendengaran sangat berat, dan adanya gejala vestibular subjektif dikaitkan
dengan rendahnya tingkat kesembuhan. Usia lanjut, hipertensi, diabetes, dan
hiperlipidemia berkaitan dengan disfungsi mikrovaskuler di koklea, yang merupakan
faktor prognosis buruk. Saat mulai pengobatan lebih dini (dalam 7 hari pertama)
berhubungan dengan prognosis baik bagi pemulihan fungsi pendengaran. Derajat
gangguan pendengaran awal memengaruhi potensi pemulihan pendengaran. Vertigo
dapat digunakan sebagai indikator tingkat keparahan lesi dan berkaitan dengan

22
prognosis yang buruk. Namun, 28-65% pasien tuli mendadak yang tidak diobati dapat
mengalami pemulihan spontan.2,7
Pasien tuli mendadak disarankan melakukan pemeriksaan audiometri ulang
dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis, untuk menentukan keberhasilan terapi. Filipo
dkk menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh Furuhashi untuk evaluasi perbaikan
pendengaran pada tuli mendadak, terdiri atas pemulihan total, pemulihan bermakna,
pemulihan minimal, dan tidak ada pemulihan. Pasien tuli mendadak yang telah
mendapat pengobatan, namun ketulian tetap bersifat permanen dan menimbulkan
kecacatan, membutuhkan rehabilitasi auditorik. 2,7

IX. Kesimpulan

Tuli mendadak (Sudden deafness) merupakan hilangnya pendengaran


yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba dalam waktu tiga hari. Jenis ketulian yang
paling sering adalah tuli sensorineural. Hal ini disebabkan terutama oleh iskemia
koklea dan infeksi virus. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli
mendadak. Keadaan ini dapat disebabkan karena spasme, trombosis atau
perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan arteri ujung
(end artery), sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea
sangat mudah mengalami kerusakan Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada
sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis. Kemudian diikuti oleh
pembentukan jaringan ikat dan penulangan. Penyebab lain yaitu infeksi virus,
seperti virus parotis, campak, virus influenza B, dan mononukleosis menyebabkan
kerusakan pada organ corti, membran tektoria, dan selubung mielin saraf
akustik.2,7,15

Diagnosis tuli mendadak dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan


pendengaran (audiologi), dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis ditemukan
gejala penurunan pendengaran secara mendadak , kadang bersifat sementara atau
berulang dalam serangan, tetapi biasanya menetap. Tuli dapat unilateral atau
bilateral, dapat disertai dengan tinitus atau vertigo. Kemungkinan ada gejala dan

23
tanda penyakit virus seperti parotitis, varisela, variola, atau pada anamnesis baru
sembuh dari penyakit virus tersebut. Pada pemeriksaan klinis tidak terdapat
kelainan telinga. Pemeriksaan pendengaran (audiologi), ditemukan Rinne (+),
Weber lateralisasi ke telinga yang sehat, Schwabach memendek, sesuai kesan tuli
sensorineural. Pemeriksaan PTA (Pure Tone Audiometri) didapatkan tuli
sensorineural ringan sampai berat. Pemeriksaan lain yang dapat menunjang
diagnosis yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.2,3,7

Penanganan utama pasien tuli mendadak yaitu tirah baring selama 14 hari,
pemberian vasodilatansia kuat, kortikosteroid, menggunakan antiviral apabila
disebabkan oleh infeksi virus. Apabila hasil konsultasi dengan Sub Bagian
Hematologi Penyakit Dalam dan Bagian Kardiologi ditemukan kelainan , terapi
ditambahkan sesuai dengan anjuran bagian tersebut. Evaluasi fungsi pendengaran
dilakukan tiap minggu selama satu bulan. Bila gangguan pendengaran tidak
sembuh dengan pengobatan tersebut, dapat dipertimbangkan pemasangan alat
bantu dengar ( hearing aid) . Prognosis penyakit ini bergantung pada lama
pengobatan. Bila sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi lebih
kecil. 2 ,7,15

24
Daftar Pustaka

1. Munilson Jacky, Yurni. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN TULI


MENDADAK. Departemen Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Unand/ RS. Dr. M. Djamil Padang.2010. [cited 21
December 2013]. Available from URL :
http://repository.unand.ac.id/18123/1/Tuli%20Mendadak%20perbaikan-
%20Yurni.pdf .
2. Soetirto I, Bashiruddin J. Tuli Mendadak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-
Hidung-Tenggorok Kepala Leher.Ed:5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2000.
Hal.39-41
3. Hashisaki George. Sudden sensory hearing Loss. In: Bailey Byron, Johnson
Jonas, editors. Head and Neck Surgery – Otolaryngology. 4 th edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2006 p. 2232-5.
4. Mayers Arlen. Sudden Hearing Loss. Update 2010. [Cited 20 December 2013].
Available from URL : http://www.emedicine.medscape.com/article/856313.
5. Hain, Timothy C. Sudden Hearing Loss. Update June 2011. [Cited 20 December
2013]. Available from URL : http://www.dizziness-and-
balance.com/article/suddenhearingloss. .
6. Lauralee, sherwood. Fisiology Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: 2001. Hal.
176-183
7. Novita Stevani, Yuwono Natalia. Diagnosis dan Tata Laksana Tuli Mendadak.
RSUD Landak, Ngabang, Kalimantan Barat, Indonesia. 2013. [ Cited 21
December 2013] Available from URL :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_210Diagnosis%20dan%20Tata%20Laksa
na%20Tuli%20Mendadak.pdf
8. Moller Aage. Hearing: Anatomy, Physiology, and disorders of the Auditory
Sistem. Second Edition. USA: Elsevier, 2006. P 3-17

25
9. Agamemmon. Conduction of sound, Sound Sensor. In: Agamemnon, editor, Atlas
Color of Physiology. New York: Thieme; 2006 p. 364-5
10. Anonim. Anatomi Telinga Secara Umum. Bagian THT FK Universitas Sumatera
Utara. [Citied 22 December 2013]. Available from URL :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30607/4/Chapter%2520II.pdf
11. Water Thomas R. Van De, Staecker H. Otolaryngology. Basic science and clinical
review. Thieme. 2005. p.280-2.
12. Arts Alexander H. Sensorineural Hearing Loss in Cummings Otolaryngology
Head and neck Surgery. 4thed. Philadelphia: Elsevier Mosby.2005. p 3550-5.
13. World Health Organization. WHO Grades of Hearing Impairment in Global
Burden of Hearing Loss in the Year 2000 [Internet]. 2000 [cited 2013 December
21]. Available from:
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_hearingloss.pdf.

26

Anda mungkin juga menyukai