PENDAHULUAN
1
Gejala kliniknya tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai
pula dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan
mulut dan mata kering dan kadang-kadang disertai pembesaran kelenjer parotis.
Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi limfosit yang mengantikan
epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy). 1.2
Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom
Sjogren Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan 3 gejala utama yaitu
mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal dan biasanya pasien berobat
kespesialis yang berbeda-beda.1.2
Penatalaksanaan Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer
air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi
ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu pengobatan yang ditujukan untuk
semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren bukan merupakan
penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat
mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang
dapat menyebabkan kematian. 1
Manifestasi klinis Sindrom Sjogren ini sering tumpang tindih dengan penyakit
rematik lain sehinga diperlukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat untuk dapat
menegakkan diagnosis sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat, untuk itulah
tinjauan kepustakaan ini disusun.
2
BAB II
DEFINISI DAN ETIOLOGI SINDROM SJOGREN
2.1. DEFINISI.
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit
autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan
gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer
saliva dan lakrimalis.1
2.2. ETIOLOGI
Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat
peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan
adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ. Kaitan antara HLA dan
Sindrom Sjogren didapatkan hanya pada pasien yang meliputi antibodi anti SS-A dan
atau anti SS-B. Diperkirakan terdapat peranan infeksi virus (Epstein-Barr, Coxsackle,
HIV dan HCV ) pada patogenesis Sindrom Sjogren.1.3.4
Hubungan Sindrom Sjogren dengan Hepatitis Virus C dulu masih diperdebatkan,
baru tahun 1922 Haddad di Spanyol mendapatkan gambaran histologi Sindrom Sjogren
pada 16 pasien dari 28 pasien Hepatitis virus C, sejak saat itu lebih dari 250 kasus
Sindrom Sjogren yang berhubungan dengan Hepatiti virus C dilaporkan.4 Tahun 1994
didapatkan sebanyak 4 % pasien Hepatitis autoimun pada pasien Sindrom Sjogren
Primer, sedangkan survei terbaru tahun 2008 terdapat 2 kasus Hepatitis autoimun dari
109 pasien Sindrom Sjogren Primer.5
Hubungan pasien pasien Sindrom Sjogren dengan SLE dilaporkan di Athens dari
283 pasien SLE terdapat 26 (9,2%) memenuhi kriteria Sindrom Sjogren, sedangkan di
China terdapat 35 (6,5 %) pasien memenuhi kriteria Sindrom Sjogren dari 542 pasien
SLE. 5
Berdasarkan AECC kriteria terdapat 19 (14 %) pasien memenuhi kriteria Sindrom
Sjogren dari 133 pasien Sklerosis sistemik. S5
3
IMUNOPATOLOGI
4
PATOFISIOLOGI
5
BAB III
MANIFESTASI KLINIS SINDROM SJOGREN
Gambaran klinik Sindrom Sjogren sangat luas berupa suatu eksokrinopati yang
disertai gejala sistemik dan ektraglandular. Xerostomia dan xerotrakea merupakan
gambaran eksokrinopati pada mulut .Gambaran eksokrinopati pada mata berupa mata
kering atau keratokonjungtivitis sicca akibat mata kering. Manifestasi ektraglandular
dapat mengenai paru-paru, ginjal, pembuluh darah maupun otot. Gejala sistemik yang
dijumpai pada Sindrom Sjogren sama seperti penyakit autoimun lainnya dapat berupa
kelelahan, demam, nyeri otot, artritis. Poliartritis non erosif merupakan bentuk artritis
yang khas pada Sindrom Sjogren. Raynauds phenomena merupakan gangguan vaskuler
yang sering ditemukan, biasanya tanpa disertai teleektasis ataupun ulserasi pada jari.
Manifestasi ektraglandular lainnya tergantung penyakit sistemik yang terkait misalnya
AR, SLE dan skerosis sistemik. Meskipun Sindrom Sjogren tergolong penyakit autoimun
yang jinak, sindrom ini bisa berkembang menjadi suatu malignansi. Hai ini diduga
adanya transformasi sel B kearahan keganasan.2
MATA
Kelainan mata akibat Sindrom Sjogren adalah KeratoConjungtivitis Sicca (KCS).
KCS terjadi akibat penurunan produksi kelenjer air mata dalam jangka panjang dan
perubahan kualitas air mata. Gejala klinis berupa rasa seperti ada benda asing dimata,
rasa panas seperti terbakar dan sakit dimata, tidak ada air mata, mata merah dan
fotofobia. Beberapa pasien KCS ada yang asimtomatik. Pemeriksaan yang dilakukan
untuk penilaian KCS adalah Slit lamp dan pemeriksaan Rose Bengal atau Lissamin
green. Pemeriksaan jumlah produksi air mata dilakukan dengan Schimer test. Bila
hasilnya < 5 mm dalam 5 menit menunjukan produksi yang kurang.1.3
Menurunnya produksi air mata dapat merusak epitel kornea maupun konjungtiva,
bila kondisi ini berlanjut, maka kornea maupun konjungtiva mendapat iritasi kronis,
iritasi kronis pada epitel kornea dan konjungtiva memberikan gambaran klinik
keratokonjungtivitis Sicca. Pada pemeriksaan terdapat pelebaran pembuluh darah
didaerah konjungtiva, perikornea dan pembesaran kelenjer lakrimalis.2
6
Tabel 1. DIAGNOSIS BANDING MATA KERING 3
Sjogren Syndrome(keratoconjunctivitis)
Conjunctival cicatrization
1. Stevens Johnson Syndrome
2. Ocular cicatricial pemphigoid
3. Drud induced pseudopemphigoid
4. Trachoma
5. Graft-vs-host disease
Anticholinergic drug effects
AIDS-associated keratoconjunctivitis sicca
Trigeminal or facial nerve paralysis
Vitamin A deficiency (xerophthalmia)
MULUT
Pada awal penyakit gejala yang paling sering adalah mulut kering (xerostomia).
Keluhan lain adalah kesulitan mengunyah dan menelan makanan, kesulitan mengunakan
gigi bawah serta mulut rasa panas. Tetapi beberapa pasien ada yang tanpa gejala.
Pemeriksaan yang paling spesifik untuk kelenjer saliva pasien Sindrom Sjogren adalah
biopsi Labial Salivary Gland ( LSG). Pemeriksaan biopsi LSG tidak diperlukan pada
pasien yang sudah terbukti terdapat KCS dan anti Ro atau anti La. Fungsi kelenjer saliva
dapat dinilai dengan mengukur unstimulated salivary flow selama 5-10 menit.1
Keluhan xerostomia merupakan eksokrinopati pada kelenjer ludah yang
menimbulkan keluhan mulut kering karena menurunnya produksi kelenjer saliva. Akibat
mulut kering ini sering pasien mengeluh kesulitan menelan makanan dan berbicara lama.
Selain itu kepekaan lidah berkurang dalam merasakan makanan, gigi banyak yang
mengalami karies. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa mulut yang kering dan
sedikit kemerahan, atropi papila filiformis pada pangkal lidah, serta pembesaran
kelenjer.2
7
Gambar 2. MULUT KERING PADA PASIEN SINDROM SJOGREN 3
8
Gambar 3. PEMBESARAN KEL. PAROTIS PASIEN SINDROM SJOGREN 6
Suatu penelitian mendapatkan 98 orang dari 2311 pasien Sindrom Sjogren (4%)
berkembang menjadi limfoma, sementara Ioannidis mendapatkan 38 pasien berkembang
menjadi limfoma pada 4384 pasien Sindrom Sjogren 8
ORGAN LAIN
Kekeringan bisa terjadi pada saluran nafas serta orofaring yang sering
menimbulkan suara parau, bronkitis berulang, serta pneumonitis. Gejala lain yang
mungkin dijumpai adalah menurunnya produksi kelenjer pankreas.2
Kekeringan juga juga bisa terjadi pada vagina, suatu penelitian pada 169 pasien
Sindrom Sjogren, 26 % pasien juga mempunyai keluhan vagina kering.9
MANIFESTASI EKTRAGLANDULAR
Banyak sekali manifestasi ektraglandular pada Sindrom Sjogren yaitu artritis atau
artralgia (25%-85%), fenomena raynaud (13%-62%), tiroiditis autoimun Hashimoto
9
(10%-24%), renal tubular asidosis (5%-33%), sirosis bilier primer dan hepatitis autoimun
(2%-4%), penyakit paru (7%-35%) seperti batuk kronik, fibrosis paru, alveolitis dan
vaskulitis (9%-32%). Resiko terjadinya limfoma meningkat pada pasien SS.1.3
MANIFESTASI KULIT
Manifestasi kulit merupakan gejala ektraglandular yang paling sering dijumpai,
dengan gambaran klinik yang luas. Kulit kering dan gambaran vaskulitis merupakan
keluhan yang sering dijumpai. Manifestasi vaskulitis pada kulit bisa mengenai pembuluh
darah sedang maupun kecil. Vaskulitis pembuluh darah sedang biasanya terkait dengan
krioglobulin dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil berupa purpura. Dikatakan bahwa
vaskulitis dikulit merupakan petanda prognosis buruk.2
A. Kutaneus Vaskulitis :
Sjogren Sindrom yang terkait dengan vaskulitis pembuluh darah kecil.
Kyoglobulinemia vaskulitis
Vaskulitis Urtikaria
Sindrom Sjogren yang terkait dengan vaskulitis pembuluh darah sedang
B. Manifestasi kutaneus yang lain
Fotosensitif cutaneus lesion
Erytema nodosum
Livedoretikularis
Trombositopenia purpura
Lichen planus
Vitiligo
Nodular Vaskulitis
Kutaneus amyloidosis
Granuloma anuler
Granulomatus panikulitis.
10
MANIFESTASI PARU
Manifestasi paru yang paling menonjol yaitu gambaran penyakit bronkial dan
bronkiolar dan saluran nafas kecil. Penyakit paru Intertisial lebih sering dijumpai pada
Sindrom Sjogren Primer dengan gambaran patologi infiltrasi limfosit pada intersisial atau
fibrosis yang berat. Adanya pembesaran kelenjer limfe yang parahiler yang sering
menyerupai suatu limfoma (pseudolimfoma). Manifestasi paru pada Sindrom Sjogren
Primer dan Sekunder memberikan gambaran yang berbeda. Pada Sindrom Sjogren
Sekunder, manifestasi parunya disebabkan oleh primer penyakit yang mendasari.2
MANIFESTASI NEUROMUSKULAR
Manifestasi neurologi yaitu diakibatkan vaskulitis pada sistim syaraf dengan
manifestasi klinik neuropati perifer. Kranial neuropati juga dapat dijumpai pada Sindrom
Sjogren, biasanya mengenai serat saraf tunggal, misalnya neuropati trigeminal atau
neuropati optik, neuropati sensorik merupakan komplikasi neurologi yang sering.
Kelainan muskular hanya berupa mialgia dengan enzim otot dalam batas normal.2
11
Tabel 4. MANIFESTASI SISTIM SYARAF PUSAT PADA SINDROM SJOGREN 2
ARTRITIS
Lima puluh persen gejala artritis pada Sindrom Sjogren, artritisnya mungkin
muncul lebih awal sebelum gejala sindrom sicca muncul. Artritis pada Sindrom Sjogren
tidak erosif. Artralgia, kaku sendi, sinovitis, poliartitis kronis gejala lain yang mungkin
dijumpai.2
12
BAB IV
DIAGNOSIS SINDROM SJOGREN
Lebih dari 10 kriteria diagnosis dan klasifikasi untuk Sindrom Sjogren telah
dibuat. Kriteria paling baru adalah dari American-European Consensus Group
Classification Criteria.1
13
Rules for Classification
For primary SS: In patient without any potentially associated disease
1. Presence of any 4 of the 6 items indicates pSS as long as either item
IV(histopathology) or VI (serology) is positive.
2. Presence of any 3 of the 4 objective criteria items (item III,IV,V,VI)
3. The classification tree procedure (best used in clinical epidemiological surveys)
For secondary SS: patient with a potentially associated disease (another well-defined
connective tissue disease), the presence of item I or item II plus any 2 from among items
III, IV and V
Exclusion criteria: Past head and neck radiation treatment; hepatitis C infection;acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS); preexisting lymphoma;sarcoidosis, graft-vs-host
disease, use of anticholinergic drugs (since a time shorter than fourfold the half-life of the
drug)
GAMBARAN LABORATORIUM
Pada pasien Sindrom Sjogren sering didapatkan peningkatan immunoglobulin
serum poliklonal dan sejumlah auto antibodi yang sesuai dengan aktifitas kronik sel B.
Laju endap darah meningkat sesuai dengan peningkatan globulin gama. Suatu penelitian
multisenter dari 400 pasien Sindrom sjogren berdasarkan kriteria The European
Community Preliminary Criteria tahun 1993 didapatkan Anti Ro 40 % dan anti- La pada
26 %, ANA pada 74 % dan faktor rematoid pada 38 % pasien Sindrom Sjogren. Kelainan
hematologi yang bisa didapatkan pada Sindrom Sjogren adalah anemia 20 %, lekopenia
16% dan trombositopenia 13 %.1.3 hipergammaglobulin ditemukan hampir pada 80 %
pasien.2
Suatu penelitian di London yang mengevaluasi 34 pasien dengan keluhan mata
dan mulut kering tapi tidak termasuk Sindrom Sjogren dikenal dengan Dry Eyes and
Mouth Syndrome (DEMS) pada pemeriksaan anti Ro dan anti La semuanya negatif
walaupun ANA positif (19 %) 11
14
BEBERAPA TES UNTUK MENDIAGNOSIS KERATOKONJUNTIVITIS.
A. TES SCHIMERS
Tes ini digunaka untuk mengevaluasi produksi kelenjer air mata. Tes dilakukan
dengan menggunakan kertas filter dengan panjang 30 mm, caranya kertas ditaruh
dikelopak mata bagian bawah dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit
kemudian dilihat berapa panjang pembasahan air mata pada kertas filter, bila
pembasahan kurang dari 5 mm dalam 5 menit maka tes positif.2
Suatu penelitian di Spanyol yang menggunakan Pilokarpin 5 mg sublingual pada
60 pasien Sindrom sjogren primer, 46 pasien yang rendah produksi salivanya, 22
orang diantaranya terdapat peningkatan produksi saliva setelah menggunakan 5
mg Pilokarpin.12
15
yang dapat mewarnai epitel kornea maupun konjungtiva. Dengan pengecatan ini
keratokonjungtivitis sicca tampak sebagai keratitis puntata, bila dilihat dengan slit
lamp. Tear film break up : tes ini dilakukan untuk melihat kecepatan pengisian
flouresin pada kertas film.
C. SIALOMETRI
Sialometri adalah pengukuran kecepatan produksi kelenjer liur tanpa adanya
rangsangan, baik untuk mengukur kelenjer parotis, submandibula, sublingual
ataupun total produksi kelenjer liur. Pada Sindrom Sjogren menunjukan
penurunan kecepatan sekresi.2 Suatu penelitian di Spanyol untuk memeriksa
fungsi kelenjer ludah pasien Sindrom Sjogren dengan menggunakan pilokarpin 5
mg sublingual apakah terjadi peningkatan produksi kelenjer saliva setelah
pemberian pilokarpin 5 mg, dari 60 pasien pSS diukur Basal Saliva Flow (BSF)
pada semua pasien dimana BSF < 1,5 ml/15 menit berarti abnormal. Dari 60
pasien terdapat 46 pasien dengan BSF < 1,5 ml , kemudian diberi pilokarpin 5 mg
(SSF = Stimulated salivary Flow ). Hasil didapatkan setelah pemberian pilokarpin
terdapat peningkatan produksi saliva.12
D. SIALOGRAFI
Pemeriksaan secara radiologi untuk menetapkan kelainan anatomi pada saluran
kelenjer eksokrin. Pada pemeriksaan ini tampak gambaran teleektasis.
E. SKINTIGAFI
Untuk mengevaluasi kelenjer dengan mengunakan 99m Tc, dengan pemeriksaan
ini dilihat ambilan 99m Tc dimulut selama 60 menit setelah injeksi intravena.
F. BIOPSI
Biopsi kelenjer eksokrin minor memberikan gambaran yang sangat spesifik yaitu
tampak gambaran infiltrasi limfosit yang dominan.2
Biopsi kelenjer saliva minor merupakan gold standar untuk diagnosis Sindrom
Sjogren.6
16
DIAGNOSIS SINDROM SJOGREN
Banyak gejala Sindrom Sjogren yang non spesifik sehingga seringkali
menyulitkan dalam mendiagnosis. Ketepatan membuat diagnosis diperlukan waktu
pengamatan yang panjang. Oleh karena manifestasi yang luas dan tidak spesifik akhirnya
American European membuat suatu konsensus untuk menegakkan diagnosis Sindrom
Sjogren, kriteria ini mempunyai sensitivitas spesifisitas sebesar 95 %.
Adapun kriteria tersebut :
Gejala mulut kering
Gejala mata kering
Tanda mata kering dibuktikan dengan tes schimer atau tes Rose bengal
Tes fungsi kelenjer saliva, abnormal flow rate dengan skintigrafi /sialogram
Biopsi kelenjer ludah minor
Autoantibodi (SS-A, SS-B)
SS bila memenuhi 4 kriteria, satu diantaranya terbukti pada biopsi kelenjer eksokrin
minor atau positif antibodi.2
Suatu penelitian melaporkan dari 3000 pasien Sindrom Sjogren rata-rata waktu
mulai timbul keluhan sampai diagnosis adalah 6,5 tahun.3
Artritis rematoid
Lupus Eritematosus sistemik
Skleroderma
Mixed connective tissue disease
Sirosis bilier primer
Miositis
Vaskulitis
Tiroiditis
Hepatitis kronik aktif
Mixed cryoglobulinemia
17
BAB V
PENATALAKSANAAN SINDROM SJOGREN
MATA
Pengobatan untuk mata meliputi penggunaan air mata buatan bebas pengawet
untuk siang hari dan salep mata untuk malam hari.2.3 Lubrikasi pada mata kering dengan
tetes mata buatan membantu mengurangi gejala akibat sindrom mata kering. Untuk
mengurangi efek samping sumbatan drainase air mata pengganti bisa diberikan lensa
kontak, tetapi resiko infeksi sangat besar. Tetes mata yang mengandung steroid sebaiknya
dihindarkan karena merangsang infeksi.
Bila gagal dengan terapi tersebut dapat diberikan sekretagogum yaitu stimulat
muskarinik reseptor. Ada dua jenis sekretagogum yang beredar di pasaran yaitu golongan
pilokarpin dan cevimelin. Dosis pilokarpin 5 mg 4 kali sehari selama 12 minggu
sedangkan cevimelin 3 x 30 mg diberikan 3 kali sehari.
MULUT
Pengobatan kelainan dimulut akibat Sindrom Sjogren meliputi pengobatan dan
pencegahan karies, mengurangi gejala dimulut, memperbaiki fungsi mulut. Pengobatan
xerostomia sangat sulit sampai saat ini belum ada obat yang dapat untuk mengatasinya.
Pada umumnya terapi ditujukan pada perawatan gigi, kebersihan mulut, merangsang
kelenjer liur, memberi sintetik air liur. Pada kasus ringan digunakan sugar-free lozenges,
cevimeline atau pilokarpin. Pengobatan kandidiasis mulut pada kasus yang masih ada
produksi saliva dapat digunakan anti jamur sistemik seperti flukonazol, sedang pada
kasus yang tidak ada produksi saliva digunakan anti jamur topikal.2.3
18
EKTRAGLANDULAR
OAINS digunakan bila ada gejala muskuloskeletal, hidroksi klorokuin digunakan
untuk atralgia, mialgia hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1 mg/kgBB/hari
dan imunosupresan antara lain siklofosfamid digunakan untuk mengontrol gejala
ekstraglandular misalnya difus intersisial lung disease, glomerulonefritis, vaskulitis.1.3
19
Sedangkan penelitian di Loannina.Greece pada 29 pasie SS yang mendapat
Pilokarpin 2 x 5 mg selama 12 minggu juga terdapat perbaikan keluhan.14
Suatu penelitian pada 373 pasien Sindrom Sjogren primer dan sekunder yang
diterapi dengan Pilokarpin 4 x 5 mg/hari (20 mg) selama 12 minggu terdapat
perbaikan keluhan mata dan mulut kering.15
Pilokarpin dapat meningkatkan produksi kelenjer saliva dan mata. Efek samping
pilokarpin berupa keringat yang berlebih, diare, rasa panas dikulit terutama
disekitar wajah dan leher, nyeri otot, ingusan dan gangguan penglihatan.16
2. Agen Biologik
Suatu penelitian oleh steinfeld pada 16 pasien sindrom sjogren primer yang
diterapi dengan infus Infliximab 3mg/kg pada minggu 0, minggu2, minggu6
terdapat perbaikan keluhan 8
Penggunaan Rituximab infus 375 mg/m2 dengan prednison 25 mg i.v pada 8
pasien sindrom sjogren primer selama 12 minggu dapat mengurangi keluhan mata
dan mulut kering.17
3.Terapi lain
Penelitian Miyawaki 20 pasien Sindrom Sjogren diterapi dengan prednisolon
secara siknifikan menurunkan serum IgG, anti-Ro/SS 8
Hidroksiklorokuin yang digunakan untuk terapi malaria juga digunakan untuk
penyakit autoimun dan dari penelitian pada 14 pasien Sindrom sjogren primer
dapat meningkatkan produksi kelenjer ludah setelah diterapi selama 6 bulan.18.19
Sedangkan penelitian lain yang mengunakan Hidroksiklorokuin dengan dosis 400
mg /hari selama 12 bulan pada 19 pasien Sindrom Sjogren tidak terdapat
perbaikan keluhan.20
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien Sindrom Sjogren tidak banyak yang meneliti, walaupun
Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas namun
perkembangannya dapat terjadi vaskulitis dan limfoma dan kedua hal tersebut
dapat menyebabkan kematian pada pasien Sindrom Sjogren.21.22
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
2. Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya tidak terlalu sulit, tetapi perlu ketelitian dan
perhatian terhadap kemungkinan SS pada pasien dengan gejala akibat disfungsi
kelenjer lakrimalis dan saliva seperti mulut kering, mata kering dan rasa seperti ada
benda asing (seperti ada pasir ), serta memperhatikan adanya gejala tersebut pada
pasien yang beresiko SS seperti pada pasien artritis rematoid
5.2. SARAN
Perlu anamnesa dan pemeriksaan fisik serta laboratorium untuk dapat menegakkan
diagnosis Sindrom Sjogren karena sering penyakit ini tumpang tindih dengan penyakit
lain.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
13. Frederick B. Vivino MD.Pilocarpine tablets for the treatment of dry mouth and dry
eye symptoms in patient with Sjogren Syndrome.Arch Intern Med.2000;159:174-181.
14. Ramos-Casals M.Loustaud-Ratti V.De Vita S, et al. Sjogren syndrome associated
with hepatitis C virus. A multicenter analysis of 137 cases. Medicine.2005;84:81-89.
15. Carson S.Sjogren Syndrom. Kelleys Textbook of Rheumatology.2005;69:1105-1124.
16. Garcia-Carrasco M. Ramos-casals M. Rosas J, et al. Primary Sjogren syndrome.
Clinical and immunologic disease patterns in a cohort of 400 patient.
Medicine.2002;81:270-280.
17. Meijer JM.Pijpe J.Vissink A. Treatment of Primary Sjogren syndrome with
Rituximab; extended follow up, safety and efficacy of treatment. Annals of the
Rheumatic.Diseases.2009;68:284-285.
18. Markus R. Ulbrick R. Treatment of sicca symptoms with Hydroxychloroquine in
patients with Sjogren Syndrome.Rheumatology.2005;11:1093-1094.
19. Kruize AA. Hene RJ. Kallenberg CG. Hydroxycloroquine treatment for primary
sjogren syndrome; a two years double blind crossover trial. Annals of the Rheumatic
Diseases.1993;52:360-364.
20. Haga HJ. Gjesdal CG. Koksvik HS. Pregnancy outcome in patients with primary
sjogren syndrome, a case-control study. The Journal of Rheumatology.2005;32:1734-
1736.
21. Tsifetaki N.Kitsos CA. Paschides. Oral Pilocarpin for the treatment of ocular
symptoms in patient with Sjogren Syndrome. A randomized weeks controlled Study.
Ann. Rheum. Dis.2003;62:1204-1207.
22. Dawson L. Caulfield V. Hydroxy chloroquine therapy in patient with primary
sjogrens syndrome may improve salivary gland hypofunction by inhibition of
glandular cholinesterase. Rheumatology.2005;44:449-455.
23. Zeron Pb.Cassals MR. Prognosis of patient with primary sjogren syndrome.Med
Clin.2008;3:109-115.
24. Theander E. Manthorpe R. Jacobsson TH. Mortality and causes of death in primary
Sjogrens syndrome. Arthritis rheum.2004;50:1262-1269.
23
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
SINDROM SJOGREN
ALIMUDIARNIS
24
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis ucapkan karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka ini yang berjudul “ SJOGREN
SINDROM. Tinjauan pustaka ini merupakan tugas dan persyaratan peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS) Bagian Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Penulis menyadari tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Najirman SpPD K-R yang telah
membimbing dan dan memberikan pengarahan selama menjalani stase di sub Bagian
Rematologi. Semoga menjadi amalan baik dan mendapat balasan Allah SWT, Amin.
Penulis
25
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB VI.PENUTUP...........................................................................................................21
6.1. KESIMPULAN...........................................................................................................21
6.2. SARAN.......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................22
26
27
28