PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular,
dan regenerasi nodularis parenkim hati.1
World Health Organization (WHO) tahun 2002 memperkirakan 783 000 pasien di
dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh
penyalahgunaan alkohol dan infeksi virus hepatitis. Di Indonesia sirosis hati banyak
dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C karena penyalahgunaan alkohol lebih
jarang terjadi dibandingkan negara-negara barat. Sekitar 57%, pasien sirosis hati terinfeksi
hepatitis B atau C.South East Asia Regional Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan sekitar
5,6 juta orang di Asia Tenggara adalah pembawa hepatitis B, sedangkan sekitar 480 000
orang pembawa hepatitis C. Di Indonesia, prevalensi hepatitis B dan C pada dewasa sehat
yang mendonorkan darah masing-masing adalah 2,1% dan 8,8% pada tahun 1995.1,3
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala dan tanda
klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik
dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati.1
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson.
Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah
bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yg
disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya
sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda
dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupffer. Sel kupffer lebih
permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler
yang lain.3,4
Setiap hepatosit dapat berkontak langsung dengan darah dari dua sumber : darah vena
yang langsung datang dari saluran pencernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah
vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal
sebagai system porta hati. Vena yang mengalir dari saluran pencernaan tidak secara langsung
menyatu dengan vena kava inferior. Malahan, vena-vena dari lambung dan usus memasuki
vena porta hepatica, yang mengangkut produk-produk yang diserap dari saluran pencernaan
langsung ke hati untuk diolah, disimpan, atau didetoksifikasi sebelum produk-produk tersebut
mendapat akses ke sirkulasi umum. Di dalam hati, vena porta kembali bercabang-cabang
menjadi jaringan kapiler (sinusoid hati) yang memungkinkan pertukaran antara darah dan
hepatosit sebelum mengalirkan darah ke vena hepatica, yang kemudian menyatu dengan vena
kava inferior. Hepatosit juga mendapat darah arteri segar, yang menyalurkan oksigen mereka
dan menyalurkan metabolit-metabolit untuk diolah di hati.3,4
4
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,
hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi,
hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-
satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi
produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain
dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang ß – globulin hanya
dibentuk di dalam hati.
5. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi dibutuhkan vitamin K.
Vitamin larut lemak (A,D,E,K) disimpan di dalam hati; juga vitamin B12 tembaga
dan besi.
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan
dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat
yang dapat berbahaya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
Sel kupffer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupffer juga ikut memproduksi globulin sebagai
mekanisme imun hati.
9. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica ± 25%
dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar
dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah
cepat pada waktu latihan, terik matahari, dan shock. Hepar merupakan organ penting
untuk mempertahankan aliran darah 1,2
6
2.2 Definisi
Sirosis merupakan akhir dari perubahan patologis dari berbagai macam penyakit hati.
Istilah sirosis pertama kali dikemukakan oleh Laennec pada tahun 1826. Berasal dari
istilah yunani “scirrhus” dan digunakan untuk menjelaskan tekstur hati yang seperti
jeruk yang terlihat pada saat autopsy. Banyak bentuk cedera hati yang ditandai dengan
fibrosis. Fibrosis didefinisikan sebagai penumpukan komponen matriks ekstraselular
(kolagen, glikoprotein, proteoglikan) yang berlebihan pada hati.1,3
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.1
2.3 Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsy. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi
4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati
akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis
hati belum ada, hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Salah satunya terdapat
di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4.1% dari pasien yang
dirawat di bagian penyakit dalam pada kurun waktu satu tahun di tahun 2004. Di medan
dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati 819 (4%) pasien dari seluruh
pasien dibagian penyakit dalam.1
2.4 Etiologi
Penyebab yang pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas. Di negara barat
yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus
hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C ( non B-non
7
C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali
karena belum ada datanya.1
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari penyebab sirosis
hepatis dan secara klinik telah dikenal bahwa virus hepatitis B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis bila dibandingkan dengan virus hepatitis A. penderita dengan hepatitis aktif
kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10% penderita virus lebih dari 10 minggu
disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka
mempunya prognosis kurang baik.
Istilah "hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati. Penyebabnya dapat
berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional.
Virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis : hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Hepatitis A,
B dan C adalah yang paling banyak ditemukan. Manifestasi penyakit hepatitis akibat
virus bisa akut (hepatitis A), kronik (hepatitis B dan C) ataupun kemudian menjadi
kanker hati (hepatitis B dan C).1,13
8
3. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel
hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau
degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa sirosis hepatis. Pemberian
bermacam-macam obat –obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus.
Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang
merata, dan akhirnya dapat terjadi sirosis hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-
sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil alcohol adalah penimbunan lemak dalam
hati.1
9
4. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda
ditandai dengan sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya
cicin pada kornea yang bewarna coklat kehijauan disebut kayser fleiscer ring. Penyakit
ini diduga disebabkan defisiensi sitoplasmin bawaan. Penyakit ini diduga disebabkan
defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti,
mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.12
5. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
- Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit
hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya
sirosis hati.8
6. Sebab-Sebab Lain
Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan
fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler. Sebagai
saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum
wanita. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik.1
Hepar yang normal mampu mengakomodasi perubahan aliran darah portal tanpa
menyebabkan perubahan tekanan portal bermakna. Hipertensi porta terjadi akibat
10
kombinasi peningkatan aliran masuk vena porta dan peningkatan resistensi pembuluh
darah porta. Hipertensi porta pada sirosis terjadi karena adanya kerusakan pada
sinusoid. Meski begitu, hipertensi porta dapat terjadi pada berbagai keadaan non-
sirosis. Penyebab hipertensi porta :
Prehepatik
- Thrombosis vena splenikus, thrombosis vena porta
biasanya berhubungan dengan keadaan hiperkoagulasi dan keganasan.
- Kompresi ekstrinsik pada vena porta.
Intrahepatik
Presinusoidal
- Deposisi oosit Schistosoma (shistosomiasis).
- Sinusoidal
- Sirosis hati, sirosis alkoholik, sirosis virus hepatitis B atau C, penyakit Wilson,
hepatitis aktif kronis, hepatitis fulminan, dll.
Postsinusoidal
- Penyakit veno-oklusif.
Posthepatik
Gagal jantung kanan kronik, dan regurgitasi triskuspid, dan lesi obstruktif vena
hepatika dan vena cava inferior. Kondisi yang dapat diakibatkan oleh hal tersebut
selanjutnya disebut sindrom Budd-Chiari. Gejalanya yaitu berupa hepatomegali, nyeri
abdomen, dan asites.2,3,15
2.5 Klasifikasi1
Sirosis secara konvensional di klasifikasikan sebagai :
1. Sirosis hati kompensata : sering disebut dengan sirosis hati laten. Pada stadium
kompensata ini belum terliht gejala-gejala yang nyata, biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan skrining
2. Sirosis hati dekompensata dikenal dengan active liver cirrhosis dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya; asietes, edema dan ikterus.1
11
1. Sirosis Alkoholik
2. Sirosis Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
3. Sirosis Biliaris
4. Sirosis Kardiak
5. Sirosis metabolik, keturunan , dan terkait obat
2.6 Patofisiologi
Meskipun penyebab sirosis hati dari beberapa faktor, tetapi terdapat beberapa
karakteristik patologi yang sama yang menyebabkan terjadinya sirosis hati, seperti
degenerasi, sel hepatosit yang nekrosis dan pergantian jaringan parenkim baru dengan
jaringan parut yang difus dan sedikit nodul regeneratif. Transisi dari penyakit hati kronik ke
sirosis melibatkan proses inflamasi, aktivasi HSC (Human Stellata Cell), angiogenesis, dan
lesi parenkima akibat oklusi vaskular. Proses ini menyebabkan perubahan mikrovaskular,
yaitu sinusoidal remodelling (deposisi matriks ekstraselular dari proliferasi HSC yang
teraktivasi yang menghasilkan kapilarisasi sinusoid hati), pembentukan shunt intrahepatik,
dan disfungsi endotelial hati. HSC yang sebelumnya dikenal dengan sel penyimpan lemak, sel
perisinusoid, atau sel yang kaya vitamin A, terletak di ruang Disse pada hati yang normal dan
memiliki fungsi sebagai tempat penyimpan vitamin A. HSC teraktivasi setelah terpapar
12
Vena porta terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5
darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh
limfe dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah di observasi oleh
mukosa dan usus halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm. Yang satu dengan yang lain
terpisah oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati, cabang vena porta
arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan dan membentuk
saluran porta. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap
lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh Sinusoid darah atau kapiler hepatika. Pembuluh darah
halus berjalan di antara lobulus hati disebut Vena interlobuler. Dari sisi cabang-cabang
kapiler masuk ke dalam bahan lobulus yaitu Vena lobuler. Pembuluh darah ini mengalirkan
darah dalam vena lain yang disebut vena sublobuler, yang satu sama lain membentuk vena
hepatika dan langsung masuk ke dalam vena kava inferior. Empedu dibentuk di dalam sela-
sela kecil di dalam sel hepar melalui kapiler empedu yang halus/korekuli. Dengan cara
berkontraksi, dinding perut berotot pada saluran ini mengeluarkan empedu dari hati.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan peningkatan
resistensi vena portal (1). Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena porta
meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi
umumnya sekitar 7 mmHg (2). Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh
adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.
Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau
cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang
terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,
parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).
13
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan porta yang menetap di atas nilai
normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. Tanpa memandang penyakit dasarnya, mekanisme primer
penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
Selain itu biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua faktor
yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk
bersama sama menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan berlebihan
sistem portal inimerangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik
(varises). Tekanan balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan sebagian
bertanggung jawab atas tertimbunnya asites. Asites merupakan penimbunan cairan encer
intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Faktor utama patogenesis asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan
osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Faktor lain yang berperan adalah retensi natrium dan
airserta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada
esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi
vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis
lanjut. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian.
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan timbulnya
sirkulasi ini menyebabkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Sistem vena
rektal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat
menyebabkan berkembangnya hemoroid interna. Perdarahan dari hemoroid yang pecah
biasanyatidak hebat, karenatekanadi daerah ini tidak setinggi tekanan pada esofagus karena
jarak yang lebih jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan
kongesti pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena
linealis. 2,3,11,15
14
Edema perifer
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku
e. Fetor hepatikum
f. Gangguan neurologis : ensefalopati hepatic
a. Asites
b. Varises esofagus
A. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat
tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase
normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis. Kenaikan kadar enzim transaminase
– SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati,
kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak,
pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif. Aspartat- to- Platelet Ratio Index (skor APRI) merupakan pemeriksaan
indirect marker meliputi dua parameter pemeriksaan laboratorium yakni pemeriksaan
Aspartat aminotransferase (AST) dan jumlah platelet yang rutin dilakukan
18
secara tepat dan akurat. FibroScan dengan tehnik Transient Elastography (FibroScan,
Echosens, Franc) menggunakan gelombang suara untuk mengukur kekakuan hati
yang dinyatakan dalam kilopascal (kPa). FibroScan mudah digunakan, tidak
membutuhkan anestesi dan rawat inap, tidak nyeri, dan hasilnya cepat diperoleh;
tetapi tehnik ini masih relatif mahal dan tidak tersedia luas. Hasil yang diperoleh
akurat untuk menilai tahap fibrosis pada penyakit hati kronis yang berbeda. Ini juga
bisa menjadi evaluasi terapi pertama pada pasien hepatitis B dan C. Penilaian tingkat
fibrosis adalah salah satu indikator kunci dalam evaluasi penyakit hati kronis.
Tabel 2.5 Tes non-invasif yang secara umum digunakan untuk pemeriksaan tingkat
kerusakan jaringan hati
21
Q. Biopsi Hati
Sampai saat ini, gold standard yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan hati
adalah biopsi. Namun, terdapat beberapa kekurangan dari tindakan ini, yaitu pasien
merasa nyeri atau sakit, kemungkinan terjadinya kesalahan sebesar 30 persen dan
pelaksanaannya memelukan tenaga kesehatan yang terlatih. Biopsi hati saat ini memiliki
tiga peran utama : (1) untuk diagnosis, (2) untuk penilaian prognosis, dan/atau (3) untuk
membantu dalam membuat keputusan manajemen terapi . Sirosis adalah yang terbaik
ditentukan dengan memeriksa sampel jaringan hati dibawah mikroskop , prosedur yang
disebut biopsi hati . Dalam prosedur yang relatif sederhana ini dimasukkan jarum tipis,
dengan anestesi lokal, dalam hati dan memberikan apusan sepotong kecil jaringan hati .
Biopsi hati tidak hanya menegaskan adanya sirosis , tetapi sering dapat memberikan
informasi mengenai penyebabnya. Ada beberapa skala untuk mengukur tingkat
kerusakan pada hati. WHO mengusulkan dipakai Skor METAVIR:
22
2.9 Diagnosis
A. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.
B. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi. Diagnosis pada penderita suspek
sirosis hati dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami
pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan kita pada
diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG Abdomen dan tes-
tes laboratorium dapat membantu.
C. Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan terasa
keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk
memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid
wave. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris
(warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput medusa, foetor
hepatikum (bau yang khas pada penderita sirosis), dan ikterus.
D. Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis. Fungsi hati
kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma
glutamil transpeptidase, serum albumin, protrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil
oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak
begitu tinggi dan juga tidak spesifik.
standard dilakukan Biopsi hati yang saat ini memiliki tiga peran utama yang salah satunya
untuk mendiagnosis adanya sirosis, dan dapat memberikan informasi mengenai
penyebabnya.1,3,10,15
2.10 Pengobatan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma
hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-
3000 kkal/hari.1
A. Pengobatan Sirosis Kompensata.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik
dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya.1
- Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.14
- Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata
bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik
yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki
efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis.1
B.Pengobatan Sirosis Dekompensata
ASITES; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol / hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan
dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin. Parasintesis biasanya dilakukan hanya untuk alasan diagnostik dan bila
asites menyebabkan kesulitan bernafas yang berat akibat volume cairan yang besar.9,15
diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang
kaya asam amino rantai cabang.1,15
Tabel 2.16 Efek aliran portal, resistensi, dan tekanan dengan perbedaan terapi untuk
varises/perdarahan varises
32
Tabel 2.18 Strategi pengobatan setelah ada hasil skrining endoskopi pada pasien
sirosis
Tabel 2.20 Diagnosis dan strategi untuk terapi perdarahan akut varises esofagus
Tabel 2.23 Strategi Tatalaksana untuk pencegahan Peritonitis bakterial spontan yang
berulang
Tabel 2.25 Kriteria International Ascites Club mengenai HRS setelah revisi pada tahun 2007
36
- AIDS
37
- Cholangiocarcinoma
- Infeksi sistemik yang berat dan tidak terkontrol
- Kegagalan multiorgan
- Penyakit kardiopulmonar lanjut
- Penyalahgunaan substansi tertentu secara aktif1,10
Tabel 2.27 Indikasi dan Kontraindikasi transplantasi hati pada pasien sirosis
38
Gambar 2.11. Tahapan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi sirosis dini
2.11 Komplikasi
2.12 Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyait lain yang
menyertai. Klasifikasi Child Pugh, juga dapat digunakan untuk menilai prognosis
pasien sirosis yang akan menjalani operas, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites, dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi Child-
Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu
tahun untuk pasien dengan child A, B, dan C berturut-turut 100,80,dan 45%.
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease
(MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.1,3
41
BAB III
PENUTUP
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis h``ati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati
kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata
yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas, yaitu adanya ikterik, perdarahan
saluran cerna, asites, ataupun ensefalopati. Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung,
mual, berat badan menurun, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), dan
itching/pruritus. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis : hepatoceluller damage (gagal sel hati) dan hipertensi portal.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tatalaksana
pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati,
yaitu dengan menatalaksana penyakit hati yang mendasarinya dan mencegah/mendiagnosis
dini terjadinya komplikasi sirosis. Untuk pengobatan sirosis dekompensata sendiri dilakukan
tatalaksana sesuai dengan manifestasi yang ditimbulkan.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Penilaian
menggunakan Child-Pugh classification atau Pugh scoring system dan Model of End State
Liver Disease (MELD) score sering digunakan untuk menilai risiko operasi pada pasien
sirosis hati. Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease
(MELD).