Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meskipun kemajuan teknologi berkembang begitu pesat, namun fenomena kematian


mendadak masih menjadi perhatian. Definisi dan diagnosis dari kematian mendadak
bervariasi, tetapi secara keseluruhan definisi yang mendasari kematian mendadak adalah
lamanya waktu antara onset gejala yang timbul dengan kematian yang terjadi. The World
Health Organization (WHO) mendefinisikan kematian mendadak sesuai dengan
International classification of diseases version 10 (ICD-10), yaitu kematian yang bukan
disebabkan oleh kekerasan dan terjadi kurang dari 24 jam setelah gejala timbul. Faktor resiko
kematian mendadak pada pasien dewasa diantaranya adalah usia tua, indeks massa tubuh
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, hipertensi, diabetes mellitus, gaya hidup dan stress.1
Penyebab kematian mendadak diantaranya pada Sistem Kardiovaskular 44,9%, Sistem
pernapasan 23,1%, Sistem saraf 17,9%, Pencernaan & Urogenital 9,7%, Sebab lain 4,4%.
Kelainan kardiovaskular pun bermacam-macam jenisnya, dan dapat menimbulkan berbagai
macam komplikasi pula. Data yang ada di Instalasi/ Departemen Forensik-Medikolegal
RSUD Dr. Soetomo menunjukkan bahwa kasus rupture aorta sangat jarang ditemukan, dalam
10 tahun terakhir hanya dua kasus ditemukan saat otopsi. Pada tahun 2010,
instalasi/departemen forensik dan medikolegal RSUD dr. Soetomo Surabaya menerima dan
melakukan pemeriksaan terhadap 1062 jenazah, yang patut diduga meninggal dengan cara
tidak wajar. Kasus kematian mendadak tercatat sebanyak 210 jenazah, dan hanya 25% (52
jenazah) saja yang dapat diotopsi. Pada satu jenazah ditemukan rupture aorta. 2
Dalam kasus forensik, penyebab kematian dapat diidentifikasi dengan cara pemeriksaan
medik dengan tujuan membantu penegakan hukum antara lain adalah pembuatan visum et
repertum. Visum et repertum merupakan keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan
penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup
atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya
dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum adalah salah satu alat
bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian
pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti.3,4,5

1
Pemeriksaan medik lain yang sangat penting untuk mengidentifikasi penyebab kematian
adalah autopsi. Autopsi berasal dari kata Auto = sendiri dan Opsis = melihat. Yang
dimaksudkan dengan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi
pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam dengan tujuan menemukan proses
penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut,
menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan
yang ditemukan dengan penyebab kematian. Jika pada pemeriksaan ditemukan beberapa jenis
kelainan bersama-sama, maka dilakukan penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab
kematian, serta apakah kelainan yang lain turut mempunyai andil dalam terjadinya kematian
tersebut.3,4,5
Berdasarkan tujuannya, autopsi terbagi atas 3 yaitu autopsi klinik, autopsi
forensik/medikolegal dan autopsi anatomi. Autopsi klinik dilakukan terhadap jenazah seorang
yang diduga terjadi akibat suatu penyakit, tujuannya untuk menentukan penyebab kematian
yang pasti, menganalisis kesesuaian antara diagnosis klinis dengan diagnosis post mortem,
patogenesis penyakit dan sebagainya. Untuk autopsi ini diperlukan izin keluarga terdekat
jenazah tersebut.3,4,5
Autopsi forensik/medikolegal dilakukan terhadap jenazah seseorang yang diduga
meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan
maupun bunuh diri. Tujuan pemeriksaan ini adalah membantu penentuan identitas jenazah,
menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian dan saat kematian, mengumpulkan
dan memeriksa benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan,
membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.
Autopsi forensik harus dilakukan sedini mungkin, lengkap, oleh dokter sendiri dan seteliti
mungkin.3,4,5
Autopsi anatomi dilakukan terhadap mayat korban meninggal akibat penyakit, oleh
mahasiswa kedokteran dalam rangka belajar mengenai anatomi manusia. Untuk autopsi ini
diperlukan izin dari korban (sebelum meninggal) atau keluarganya. Dalam keadaan darurat,
jika dalam 2 x 24 jam seorang jenazah tidak ada keluarganya maka tubuhnya dapat
dimanfaatkan untuk autopsi anatomi.4,5
Menurut sistem tubuh, lesi yang menyebabkan kematian mendadak dapat dibagi atas:
penyakit jantung dan pembuluh darah (penyumbatan arteri koroner, trombosis koroner,
hipertensi, stenosis aorta, penyakit miokard, aneurisma sifilis), penyakit sistem respirasi
(epiglottis), penyakit pada otak dan lesi intrakranial lain (ruptur aneurisma berry, perdarahan

2
serebral, meningitis), penyakit sistem gastrointestinal, penyakit sistem urogenital, lain-lain
(asthma dan epilepsi).3,4,5

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan di latar belakang, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kematian mendadak?
2. Bagaimana epidemiologi dari kematian mendadak?
3. Apa saja penyebab dari kematian mendadak?
4. Bagaimana aspek medikolegal pada kematian mendadak?
5. Bagaimana pemeriksaan forensik pada korban mati mendadak?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang kematian
mendadak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Sebagai persyaratan mengikuti ujian akhir Stase Forensik Dan Medikolegal di
RSUD Raden Mattaher Jambi.
2. Menjelaskan pengertian kematian mendadak, epidemiologi kematian mendadak,
etiologi kematian mendadak, aspek medikolegal pada kematian mendadak dan
pemeriksaan forensik pada korban yang mengalami kematian mendadak.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada
dokter-dokter muda yang sedang menjalani stase forensik dan medikolegal mengenai
kematian mendadak, yang meliputi pengertian kematian mendadak, epidemiologi kematian
mendadak, etiologi kematian mendadak, aspek medikolegal pada kematian mendadak dan
pemeriksaan forensik pada korban yang mengalami kematian mendadak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kematian mendadak

3
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected
natural death yang didalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural atau alamiah.
Mendadak diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan,
dengan batasan waktu yang ditentukan. Camps menyebutkan batasan kurang dari 48 jam sejak
timbul gejala pertama.4
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi
dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa
menit, jam, dan seterusnya. Setelah beberapa waktu, timbul perubahan pasca mati yang jelas
memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.4
Sedangkan mendadak merupakan kata yang berkaitan dengan waktu yang cepat
atau seketika terhadap munculnya suatu kejadian atau peristiwa. Mendadak kaitannya dengan
kematian dapat bersifat mutlak ataupun relatif. Dilihat dari perjalanan waktu kata mendadak
dapat diartikan seketika, saat itu juga. Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu
kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan
kematian mendadak dengan terminologi “sudden natural unexpected death”.4
Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam
sejak gejala-gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi
dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak
tidak selalu tidak terduga, dan kematian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun
amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus.6,7

2.2 Epidemiologi
Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam
penyebab kematian mendadak, dan sesuai dengan kecenderungan kematian mendadak.
Penyakit jantung dan pembuluh darah secara umum menyerang laki-laki lebih sering
dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 7:1 sebelum menopause, dan menjadi 1:1
setelah perempuan menopause.8

Tabel 2.1 Demografi dan Kriteria Klinis Pada Kasus Kematian Jantung Mendadak

4
Sumber: Eckart et al. Sudden Death.in Young Adults. JACC:58:2011:1254
Menurut sebuah penelitian, keadaan tersering yang menyebabkan pasien yang
memang memiliki risiko mengalami kematian mati mendadak adalah kegiatan olahraga,
seperti yang terlihat pada tabel 2.2.8

Tabel 2.2 Aktivitas spesifik saat terjadi kejadian mati mendadak

Sumber: Eckart et al. Sudden Death.in Young Adults.


JACC:58:2011:1254
2.3 Etiologi kematian mendadak

5
Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh, yaitu sistem
susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem
haemopoietik, dan sistem endokrin. Dari sistem-sistem tersebut, yang paling banyak menjadi
penyebab kematian adalah sistem kardiovaskuler, dalam hal ini penyakit jantung.9,10

2.3.1 Sistem kardiovaskuler


Mati mendadak adalah kematian yang tidak terduga, nontraumatis, non self inslicted
fatality, yang terjadi dalam waktu 24 jam sejak awal gejala. Berdasarkan definisi ini maka
penyakit jantung (sudden cardiac death) merupakan 60% dari keseluruhan kasus. Jika yang
dianggap mati mendadak adalah kematian yang terjadi satu jam sejak timbulnya gejala, maka
sudden cardiac death merupakan 91% dari semua kasus kematian mendadak.8
Sudden Cardiac Death adalah kematian tidak terduga karena penyakit jantung, yang
didahului dengan gejala maupun tanpa gejala yang terjadi 1 jam sebelumnya. Lebih dari 50%
penyakit kardiovaskuler adalah penyakit jantung iskemik akibat sklerosis koroner.8

Tabel 2.3 Penyebab spesifik Sudden Cardiac Death7

Sumber: Eckart et al. Sudden Death.in Young Adults. JACC:58: 2011:1254

6
Gambar 2.1. Patofisiologi SCD/Non-SCD akibat sindroma koronaria akut11
Sumber: El Sherif N, Khan A, Savarese J, Turitto G. Pathophysiology, risk
stratification, and management of sudden cardiac death in coronary artery disease.
Cardiology Journal 2010;17(1):4–10

a. Penyakit jantung iskemik


Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling banyak kematian mendadak.
Penyempitan dan oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling sering ditemukan.
Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan (lemak), kebiasaan
merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-
lain.9
Kematian lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita. Sklerosis ini sering
terjadi pada ramus descendens arteri koronaria sisnistra, pada lengkung arteri koronaria
dekstra, dan pada ramus sirkumfleksa arteri koronaria sisnistra. Lesi tampak sebagai bercak
kuning putih (lipidosis) yang mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebar keluar ke
lapisan yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan subintima atau ke dalam
lumen. Adanya sklerosis dengan lumen menyempit hingga pin point sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya tidak semua kematian koroner
disertai kelainan otot jantung.9
Sumbatan pada pembuluh darah koroner merupakan awal dari munculnya berbagai
penyakit kardiovaskuler yang dapat menyebabkan kematian. Kemungkinan kelanjutan
darisumbatan pembuluh darah koroner adalah :9
a) Kematian mendadak yang dapat terjadi sesaat dengan sumbatan arteri atau setiap saat
sesudah terjadi.

7
b) Fibrilasi ventrikel yang disebabkan oleh kerusakan jaringan nodus atau kerusakan
sistem konduksi.
c) Komplikasi-komplikasi lain.

b. Infark miokard
Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat insufisiensi aliran darah.
Insufisiensi terjadi karena spasme dan atau sumbatan akibat sklerosis dan trombosis. Infark
miokard adalah patologik (gejala klinisnya bervariasi, bahkan kadang tanpa gejala apapun),
sedangkan infark miokard akut adalah pengertian klinis (dengan gejala diagnosis tertentu).9
Sumbatan pada ramus descendent arteria koronaria sinistra dapat menyebabkan infark
di daerah septum bilik bagian depan, apeks, dan bagian depan pada dinding bilik kiri.
Sedangkan infark pada dinding belakang bilik kiri disebabkan oleh sumbatan bagian arteria
koronaria dekstra. Gangguan pada ramus sirkumfleksa arteria koronaria sinistra hanya
menyebabkan infark di samping belakang dinding bilik kiri. Suatu infark yang bersifat dini
akan bermanifestasi sebagai daerah yang berwarna gelap atau hemoragik. Sedangkan infark
yang lama tampak berwarna kuning padat. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam awal
atau hari setelah infark dan penyebab segeranya adalah fibrilasi ventrikel. Penyebab lain dari
kematian mendadak segera setelah onset dari infark adalah ruptur dinding ventrikel
padadaerah infark dan kematian akibat tamponade jantung. 9

c. Penyakit Katup Jantung


Lesi katup sering ditemukan pada kasus-kasus kematian mendadak dan tampak pada
banyak kasus dapat ditolerir baik hingga akhir hidup. Suatu lesi katup spesifik yang terjadi
pada kelompok usia lanjut adalah stenosis aorta kalsifikasi (sklerosisanular), yang tampak
sebagai degenerasi atheromatosa daun katup dan cincinnya, dan bukan suatu akibat dari
penyakit jantung rematik pada usia muda. 9
Penyakit katup jantung biasanya mempunyai riwayat yang panjang. Kematian
mendadak dapat terjadi akibat ruptur valvula. Kematian mendadak dapat juga terjadi pada
stenosis aorta kalsifikasi (calcific aortal stenosis), kasus ini disebabkan oleh penyakit
degenerasi dan bukan karditis reumatik. Penyakit ini lebih banyak pada pria dibanding wanita
dan timbul pada usia sekitar 60 tahun atau lebih. 9

d. Miokarditis
Miokarditis adalah radang pada miokardium yang ditandai dengan adanya proses
eksudasi dan sebukan sel radang. Miokarditis akut dapat berupa miokarditis akut purulenta
yang merupakan komplikasi dari septikemia atau abses miokard. Miokarditis biasanya tidak
menunjukkan gejala dan sering terjadi pada dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada

8
kematian mendadak hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik. Otot jantung
harus diambil sebanyak dua puluh potongan dari dua puluh lokasi yang berbeda untuk
pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan histopatologik tampak peradangan interstisial dan atau
parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot hingga miolisis. Infiltrasi leukosit
berinti tunggal dan tunggal,plasmosit dan histiosit tampak jelas. 9

e. Hipertoni
Hipertoni ditegakkan dengan adanya hipertrofi otot jantung disertai dengan tanda-
tanda lain seperti perbendungan atau tanda-tanda dekompensasi, sklerosis pembuluh
periferserebral status lakunaris pada ganglia basalis, sklerosis arteria folikularis limpa dan
arteriosklerosis ginjal. Hipertropi miokardium dapat terjadi pada hipertensi, penyakit katup
jantung, penyakit paru-paru yang kronik atau oleh karena keadaan yang disebut kardiomiopati
atau idiopati kardiomegali. Satu atau kedua sisi jantung. 9

f. Penyakit Arteri
Sebagai penyebab kematian mendadak, satu-satunya penyakit arteri yang penting
adalah yang dapat menjadi aneurisma, sehingga mudah ruptur. Aneurisma paling sering terjadi
di aorta thoracalis dan aneurisma atheromatous pada aorta abdominalis, yang biasanya
terjadi pada laki-laki berusia di atas lima puluh tahun. Akibat dari ruptur aneurisma
tergantung pada lokasi ruptur. Jika ruptur terjadi pada aneurisma aorta ascenden, maka
mungkin akan masuk ke dalam paru-paru, rongga pleura, medistinum, bahkan trakea,
bronkus, dan esopagus. Ruptur pada aorta thoracalis pars descendent biasanya selalu ruptur
ke kavum pleura. 9
Pada aorta pars abdominalis ruptur biasanya terjadi sedikit di atas bifucartio. Jika
aneurisma juga melibatkan arteri-arteri iliaca, maka ruptur akan terjadi disekitar pembuluh
darah tersebut. Perdarahan biasanya retroperitoneal dan kolaps mendadak bisa terjadi. Ruptur
mungkin ke arah rongga retroperitoneal atau kadang-kadang sekitar kantung kencing dan
diagnosis baru dapat diketahui setelah otopsi. 9
Selain rupturnya aneurisma, kematian mendadak oleh karena kelainan aorta juga
disebabkan oleh koarktasio aorta, meskipun biasanya berakibat terjadinya ruptur dan diseksi.
Kematian terjadi beberapa jam atau hari setelah gejala muncul. Gejala atau keluhan yang
paling sering muncul pada umumnya adalah rasa sakit. 9

g. Kardiomiopati Alkoholik
Kardiomiopati alkoholik mungkin lebih banyak terjadi dari pada kenyataan yang ada.
Alkohol dapat menyebabkan kematian medadak melalui dua cara. Pertama bersama dengan

9
obat psikotropik. Kedua efeknya terhadap jantung. Kardiomiopati alkoholik akibat langsung
dari : 9
(1) Efek toksik langsung pada miokard.
(2) Defisiensi nutrisi secara umum, juga vitamin.
(3) Penyakit jantung beri-beri.
Efek toksik langsung terhadap miokard merupakan penyebab yang paling umum. Dua
penyebab lainnya tidakbiasa ditemukan. Ditemukannya kematian mendadak karena
kardiomiopati alkoholik didukung dengan hipertrofi ventrikel, yang biasanya terjadi pada dua
ventrikel, dan arteria koronaria relatif bebas dari atheroma serta riwayat tekanan darah
normal. 9

h. Tamponade jantung
Tamponade jantung keadaan gawat darurat di mana cairan terakumulasi di
perikardium. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan nyeri samar-
samar atau tekanandi dada, yang akan bertambah buruk jika berbaring dan akan membaik jika
duduk tegak. Penderita mengalami gangguan pernapasan yang berat selama menghirup udara,
vena-vena di leher membengkak. Tamponade jantung dapat terjadi secara mendadak jika
begitu banyak cairan yang terkumpul secara cepat sehingga jantung tidak dapat berdenyut
secara normal. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dalam jantung, dan
menyebabkan ventrikel jantung tidak terisi dengan sempurna, sehingga hasilnya adalah
pemompaan darah menjadi tidak efektif, syok, dan dapat juga menyebabkan kematian. 9

2.4 Aspek medikolegal kematian mendadak 11


Pelaku tindak pidana pembunuhan biasanya akan melakukan suatu tindakan/usaha
agar tindak kejahatan yang dilakukannya tidak diketahui oleh orang lain, baik oleh keluarga,
masyarakat, dan yang pasti oleh pihak penyidik (polisi). Salah satu modus operandus yang
bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah tersebut ke rumah sakit dengan alasan
kecelakaan atau meninggal di perjalanan ketika menuju ke rumah sakit (death on arrival)
dimana sebelumnya jenazah mengalami serangan suatu penyakit (natural sudden death).
Pada kondisi tersebut, dokter sebagai seorang professional yang mempunyai
kewenangan untuk memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati
dalam mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus kematian mendadak
(sudden death) karena di kawatirkan kematian tersebut setelah diselidiki oleh pihak penyidik

10
merupakan kematian yang terjadi atas suatu akibat tindak pidana. Kesalahan prosedur atau
kecerobohan yang dokter lakukan dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan
menandatangani surat kematian tersebut dapat terkena sanksi hukuman pidana.
Beberapa prinsip yang secara garis besar harus diketahui oleh dokter berhubungan
dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu:
1. Pada pemeriksaan luar jenazah terdapat atau tidaknya tanda-tanda kekerasan yang
signifikan dan dapat diprediksi menyebabkan kematian.
2. Pada pemeriksaan luar terdapat ada atau tidaknya tanda-tanda yang mengarah pada
keracunan.
3. Didapatkan keterangan bahwa almarhum merupakan pasien (contoh: penyakit jantung
koroner) yang rutin datang berobat ketempat praktek atau poliklinik rumah sakit.
4. Didapatkan keterangan bahwa almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan
merupakan penyakit tersering penyebab natural sudden death.

Terdapatnya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian tidak wajar berdasarkan


kriteria tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan kematian tersebut kepada
penyidik (polisi) dan tidak mengeluarkan surat kematian
.
2.5 Kepentingan autopsi pada kasus mati mendadak5

Mati mendadak sampai saat ini mungkin masih dianggap sebagai peristiwa yang wajar,
baik oleh masyarakat maupun pihak penyidik atau kepolisian. Sehingga kasus mati
medadak tidak dimintakan autopsi. Kondisi tersebut sangat merugikan, mengingat
kemungkinan kematian mendadak tersebut terdapat unsur kriminalnya, atau kematian
tersebut berhubungan dengan kelalaian perbuatan orang lain. Pada kasus kematian
mendadak, sangat perlu mendapat perhatian keadaan korban sebelum kematian. Apakah
korban baru menjalankan aktivitas, atau sewaktu istirahat sehabis melakukan aktivitas.
Keadaan lingkungan tempat kejadian perkara juga harus diperhatikan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan:
1. Kematian terjadi pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik maupun emosional dan
disaksikan oleh orang lain, misalnya sedang berolahraga, melakukan ujian, dan lain
sebagainya.
2. Jenazah dalam keadaan mencurigakan, misalnya korban tanpa kelainan apa-apa
dengan pakaian rapi ditemukan meninggal, atau meninggal di tempat tidur sendirian.

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan


terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau

11
adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan
penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang
ditemukan dengan penyebab kematian. Beberapa kondisi yang mendukung untuk
dilakukannya autopsi pada kasus mati mendadak, yaitu:
1. Jika jenazah ditemukan dalam keadaaan yang mencurigakan, seperti ditemukan
adanya tanda kekerasan. Kadang kematian mendadak yang disebabkan penyakit dapat
dipacu oleh adanya kekerasan yang disengaja tanpa meninggalkan tanda pada tubuh
korban. Umur korban juga memegang peranan penting dalam menentukan, apakah
korban perlu dilakukan autopsi atau tidak. Mati mendadak jarang terjadi pada usia muda,
jadi kecurigaan adanya unsur kriminal perlu lebih diperhatikan dibanding pada orang tua.
2. Autopsi dilakukan atas permintaan keluarga, yang ingin mengetahui sebab
kematian korban.
3. Autopsi dilakukan untuk kepentingan asuransi.

Kematian mendadak yang tidak mendatangkan kecurigaan pada prinsipnya tidak perlu
dilakukan autopsi. Baru jika penyidik merasa ada kecurigaan atau tidak mampu untuk
menentukan adanya kecurigaan mati tidak wajar, maka dokter sebetulnya mutlak untuk
melakukan pemeriksaan di tempat kejadian yang sebenarnya.

2.6 Pemeriksaan Forensik Pada Korban Meninggal


Hal-hal yang perlu dilakukan jika menemukan korban meninggal adalah:
A. Alloanamnesa
Seorang dokter harus melakukan alloanamnesa kepada keluarga atau kerabat dekat,
untuk mengetahui ada tidaknya keluhan, atau penyakit sebelumnya yang pernah diderita oleh
korban. 4,6
B. Pemeriksaan luar 5,11
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan
luar adalah :
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada ibu jari kaki
mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,
bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit untuk identifikasi
di kamar jenazah harus tetap ada pada tubuh mayat.

12
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah
dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan
corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial,
dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya
bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6. Mencatat benda di samping mayat.
7. Mencatat perubahan tanatologi :
a. Lebam mayat: Letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.

Gambar 2.2. Lebam mayat


b. Kaku mayat: Distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya
spasme kadaverik.
c. Suhu tubuh mayat: Memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada
saat tersebut.
d. Pembusukan

Gambar 2.3. Pembusukan mayat


e. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

13
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,
status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, ada /tidak striae albicantes pada
dinding perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala
harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai
ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini
disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang
melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan
fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat
ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan
sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah.
Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang
ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah
dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang
pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain.
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dan lain-
lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi
luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain: Garis tengah melalui
tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting
susu, dan garis mendatar melalui pusat.
Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang satu
letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan dua
sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan ujung yang lain
lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan empat sentimeter di

14
atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian
pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.
18. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

C. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :
a. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosessus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari pusat sampai simfisis, dengan demikian
tidak perlu melingkari pusat.
b. Insisi Y, merupakan salah satu teknik khusus autopsi.
c. Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.10,11

Gambar 2.4. Teknik insisi pada pembedahan mayat


Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan
dicatat :

15
1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara
tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang
mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
2. Bentuk
3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat
dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan
yang kasar, penumpulan atau kekeruhan.
4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan
yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang
susah menunjukkan kohesi yang kuat.
6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-abuan,
tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna
kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna
organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia. Struktur organ juga bisa berubah
dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ
tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian.
Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, esophagus, trakea dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.4
1. Lidah. Pada lidah, perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang
baru maupun yang lama. Pengirisan lidah sebaiknya tidak sampai teriris utuh, agar
setelah selesai autopsi, mayat masih tampak berlidah utuh.
2. Tonsil. Perhatikan penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi, nanah dan
sebagainya.
3. Kelenjar gondok. Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot terlebih dahulu
dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Setelah otot leher ini terangkat, maka
kelenjar gondok akan terlihat jelas dan dapat dilepaskan dari perlekatannya pada rawan
gondok dan trachea.
4. Kerongkongan (esofagus). esofagus dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding
belakang. Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta kelainan
yang mungkin ditemukan (misalnya striktura, varices).
5. Batang tenggorok (trakea). Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorokan,
dimulai dari epiglotis. Perhatikan adanya edema, benda asing, perdarahan dan kelainan
lainnya. Perhatikan pula pita suara dan kotak suara. Pembukaan trakea dilakukan dengan

16
melakukan pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat pada cincin trakea)
sampai mencapai cabang bronkus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa,
darah, serta selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (kartilago thyroid), dan rawan cincin (kartilago
cricoid). Tulang lidah kadang-kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan.
Perhatikan adanya patang tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan cincin sering
kali juga menunjukkan resapan darah pada kasus kekerasan pada daerah leher
(pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Arteria karotis interna. Arteri karotis komunis interna biasanya tertinggal melekat pada
permukaan depan ruas tulang leher. Bila kekerasan pada leher mengenai arteri ini,
kadang-kadang ditemukan kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah.
8. Kelenjar kacangan (thymus). Kelenjar kacangan terdapat melekat di sebelah atas
kandung jantung. Pada permukaannya perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta
kemungkinanan adanya kelainan lain.
9. Paru-paru. Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru-
paru. Pada paru yang mengalami emphysema, dapat ditemukan cekungan bekas
penekanan iga. Perhatikan warnanya. Serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat
aspirasi darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna
merah-hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, bula, dan sebagainya. Perabaan
paru yang normal terasa seperti meraba spon/karet busa. Pada paru dengan proses
peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras. Pada penampang paru ditentukan
warnanya serta dicatat kelainan yang mungkin ditemukan.
10. Jantung. Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat.
Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bintik-bintik perdarahan. Pada autopsi
jantung, ikuti sitematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan mengikuti
aliran darah di dalam jantung. Pertama-tama jantung diletakkan secara anatomi
menghadap ke depan/ventral. Posisi ini dipertahankan terus sampai autopsi jantung
selesai. Pertemuan vena cava superior dan inferior dibuka dengan jalan menggunting
dinding belakang vena-vena tersebut. Dengan gunting, buka pula aurikel kanan dan
atrium kanan. Perhatikan adanya kelainan, baik pada aurikel kanan maupun atrium kanan.
Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai menembus apeks dengan mata
pisau mengarah ke lateral. Diiriskan sampai ventrikel terbuka. Dinilai apakah terdapat
kelainan atau tidak. Tebal dinding bilik kanan diukur dengan cara membuat irisan tegak
lurus pada dinding belakang bilik kanan ini, ukuran ± 1 sentimeter di bawah katup. Irisan
pada dinding bilik depan kanan dilakukan menggunakan gunting di ukur tebal otot bilik

17
jantung kanan. Mulai dari apex, menyusuri septum pada jarak setengah sentimeter, ke
arah atas menggunting dinding depan arteria pulmonalis dan memotong katup
semilunaris pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan katup semilunaris
pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai (apakah tebal,
keras atau lunak). Pembukaan serambi dan bilik kiri dimulai dengan pengguntingan
dinding belakang vv. pulmonales, yang disusul dengan pembukaan aurikel kiri. Dengan
pisau panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk. Lalu diiris ke arah lateral
sehingga bilik kiri terbuka (nilai keadaan korda, papilla). Lakukan pengukuran lingkaran
katup mitral serta penilaian terhadap keadaan katup. Mengukur tebal otot jantung sebelah
kiri diukur pada irisan tegak yang dibuat 1 sentimeter di sebelah bawah katup mitral.
Dengan gunting dinding depan bilik kiri dipotong menyusuri septum pada jarak ½
sentimeter, terus ke arah atas. Membuka dinding depan aorta dan memotong katup
semilunaris aorta dapat ditemukan dua muara aa. Coronaria kanan dan kiri. Untuk
memeriksa keadaan a. koronaria sama sekali tidak boleh menggunakan sonde. Karena ini
akan dapat mendorong thrombus. Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan
membuat irisan melintang sepanjang jalannya pembuluh darah a. Coronaria kiri berjalan
di sisi depan septum dan a. Coronaria kanan keluar dari dinding pangkal aorta ke arah
belakang. Pada penampang irisan diperhatikan tebal dinding arteri. Kedaan lumen serta
kemungkinan terdapatnya thrombus (apakah ada atau tidak). Septum jantung dibelah
untuk melihat kelainan otot, baik merupakan kelainan yang bersifat degeneratif maupun
kelainan bawaan. Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai
berikut; ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat. Berat sekitar 300 gram.
Ukuran lingkaran katup serambi bilik kanan sekitar 11 sentimeter, yang kiri sekitar 9,5
sentimeter. Lingkaran katup pulmonal sekitar 7 sentimeter dan aorta sekitar 6,5
sentimeter. Tebal otot bilik kanan 3 sampai 5 milimeter sedangkan kiri sekitar 14
milimeter.17

18
Gambar 2.5. Autopsi Jantung11
11. Aorta thoracalis. Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat
memperlihatkan permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit
kapur, ateroma atau pembentukan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan
tanda-tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh
diri dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat tinggi. Bila korban mendarat dengan
kedua kaki terlebih dahulu. Seringkali ditemukan robekan melintang pada aorta
thoracalis.
12. Aorta abdominalis. Organ perut dan panggul diletakkan diatas meja potong dengan
permukaan belakang menghadap ke atas. Aorta abdominalis digunting dinding
belakangnya mulai dari tempat pemotongan aa. iliaca comunis kanan dan kiri. Perhatikan
dinding aorta terhadap adanya penimbunan, pekapuran, atau atheroma. Perhatikan pula
muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini, terutama muara aa.
renalis kanan dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat
kelainan pada dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan dasar dideritanya
hipertensi renal bagi yang bersangkutan.
13. Anak ginjal (glandula suprarenalis). Anak ginjal kanan terletak di bagian mediokranial
dari kutub atas ginjal kanan, tertutup oleh jaringan lemak, berada antara permukaan
belakang hati dan permukaan bawah diafragma. Anak ginjal kemudian dibebaskan dari
jaringan sekitarnya dan diperiksa terhadap kemungkinan adanya kelainan ukuran, resapan
darah dan sebagainya. Anak ginjal kiri terletak dibagian medio-kranial kiri kutub atas
ginjal kiri, juga tertutup dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kelenjar liur perut
(pankreas) dan diafragma. Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak ginjal akan
memberikan penampang dengan bagian korteks dan medula yang tampak jelas.
14. Ginjal, ureter, dan kandung kencing. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal
seringkali menyebabkan resapan darah pada capsula. Dengan melakukan pengirisan di

19
bagian lateral kapsula, ginjal dapat dilepaskan. Pada ginjal yang mengalami peradangan,
simpai ginjal mungkin akan melekat erat dan sulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal
dilepaskan, lakukan terlebih dahulu pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah
kelainan berupa resapan darah, luka-luka ataupun kista-kista retensi. Pada penampang
ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula spinalis. Juga perhatikan pelvis renalis
akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan, nanah dan sebagainya.
Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renalis, terus mencapai vesika
urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi saluran serta
keadaan mukosa. Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya
mengikuti bentuk huruf T. Perhatikan isi serta selaput lendirnya.

Gambar 2.6. Pengangkatan ginjal8


15. Hati dan kandung empedu. Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada
keadaan biasa menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat.
Kadang kala pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista
kecil, permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses. Pada perabaan, hati normal
memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati biasanya tajam. Hati yang normal
menunjukkan penampang yang jelas gambaran hatinya. Pada hati yang telah lama
mengalami perbendungan dapat ditemukan gambaran hati pula. Kandung empedu
diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan terdapatnya batu empedu. Untuk
mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu, dapat dilakukan pemeriksaan
dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil memperhatikan muaranya pada
duodenum (papilla vateri). Bila tampak cairan coklat-hijau keluar dari muara tersebut, ini
menandakan saluran empedu tidak tersumbat.

20
16. Limpa dan kelenjar getah bening. Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang normal
menunjukkan permukaan yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal.
Buatlah irisan penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas,
berwarna coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan
penampang limpa. Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa. Catat pula bila
ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.

Gambar 2.7. Pengangkatan limpa8


17. Lambung, usus halus dan usus besar. Lambung dibuka dengan gunting curvatura mayor.
Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi
lambung ingin diperlukan untuk pemeriksaan toksikologik atau pemeriksaan laboratorik
lainnya. Selaput lendir lambung diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi,
perdarahan/resapan darah. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen
serta kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan
bersifat ulseratif, polip dan lain-lain.
18. Kelenjar liur perut (pancreas). Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini
dari sekitarnya. Kelenjar liur perut yang normal menunjukkan warna kelabu agak
kekuningan, dengan permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal.
Perhatikan ukuran dan beratnya. Cata bila ada kelainan.

21
Gambar2.8. Pengirisan pankreas6
19. Otak besar, otak kecil, dan batang otak. Perhatikan permukaan luar dari otak dan cacat
kelainan yang ditemukan. Adakah perdarahan subdural, perdarahan subarakhnoid,
kontusio jaringan otak atau kadangkala bahkan sampai terjadi laserasi. Pada Udema
cerebri, gyrus otak akan tampak mendasar dan sulkus tampak menyempit. Perhatikan
pula kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang menyebabkan sebagian permukaan
otak menjadi datar. Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Willisi. Nilai
keadaan pembuluh darah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan
ateroma, adakah penipisan dinding akibat aneurysma, adakah perdarahan. Bila terdapat
perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan sumber perdarahan tersebut. Perhatikan
pula bentuk serebelum. Pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial akibat edema
serebri misalnya, dapat terjadi herniasi serebellum ke arah foramen magnum, sehingga
bagian bawah serebellum tampak menonjol. Pisahkan otak kecil dan otak besar dengan
melakukan pemotongan pada pedunculus serebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian
dipisahkan juga dari batang otak dengan melakukan pemotongan pada pedunculus

22
serebelli. Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan
pemotongan otak besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan.

Gambar 2.9. Pengirisan otak8


Tempat pemotongan haruslah sedemikian rupa sehingga struktur penting dalam otak
besar dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada penampang otak
besar antara lain adalah: perdarahan pada korteks akibat contusio cerebri, perdarahan
berbintik pada substansi putih akibat emboli, keracunan barbiturat serta keadaan lain
yang menimbulkan hipoksia jaringan otak. Infark jaringan otak, baik yang bilateral
maupun yang unilateral akibat gangguan perdarahan oleh arteri, abses otak, perdarahan
intracerebral akibat pecahnya a. lenticulostriata dan sebagainya. Otak kecil diperiksa
penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang, catatlah kelainan perdarahan,
perlunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan. Batang otak diiris melintang mulai
daerah pons, medulla oblongata sampai ke bagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan
kemungkinan adanya perdarahan. Adanya perdarahan di daerah batang otak biasanya
mematikan.
20. Alat kelamin dalam (genitalia interna). Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari
scrotum melalui rongga perut. Jadi tidak dibuat irisan baru pada scrotum. Perhatikan
ukuran, konsistensinya serta kemungkinan ada resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan
ukuran epididimis. Kelenjar prostat diperhatikan ukuran dan konsistensinya. Pada mayat
wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran telur dan uterus
sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan, resapan darah

23
ataupun luka akibat tindakan abortus provokatus. Uterus dibuka dengan membuat irisan
berbentuk huruf “T” pada dinding depan melalui saluran serviks serta muara kedua
saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan keadaan selaput lendir uterus, tebal dinding, isi
rongga rahim serta kemungkinan terdapatnya kelainan lain.
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ. Sebelum mengembalikan organ-
organ (yang telah diperiksa secara makroskopis) kembali ke dalam tubuh mayat,
pertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan diperlukannya organ guna pemeriksaan
histopatologik. Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan tebal
maksimal 5 mm. Usahakan mengambil bagian organ di daerah perbatasan antara bagian
yang normal dan yang mengalami kelainan. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam
botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan larutan formalin 10% (larutan
formaldehida 4%) atau alkohol 90-96%, dengan jumlah cairan fiksasi sekitar 20-30 kali
volume potongan jaringan yanng diambil. Jumlah organ yang perlu diambil untuk
pemeriksaan toksikologi disesuaikan dengan kasus yang dihadapi serta ketentuan
laboratorium pemeriksa. Sedapat mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam botol
tersendiri. Bila diperlukan pengawetan, agar digunakan alkohol 90%. Pada pengiriman
bahan untuk pemeriksaan toksikologik, contoh bahan pengawet agar juga turut
dikirimkan di samping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi atas kasus tersebut.

E. Pemeriksaan Khusus.
Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam tindakan
otopsi, antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes emboli udara, tes
apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes alphanaphthylamine.

I. Insisi ”Y
Insisi ”Y”, dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazahyang
sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat.
Ada dua macam insisi ”Y”, yaitu :

24
Gambar2.10.Insisi Y6
1. Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada tubuh pria.
Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar dengan tulang
tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian tengah (incisura jugularis).
a. Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah tepat di garis
pertengahan sampai ke sympisis os pubis menghindari daerah umbilikus.
b. Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang bawah, tindakan ini
dimulai dari sayatan yang telah dibuat pertama kali.
c. Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat dalam rongga mulut
dan leher dikeluarkan.
d. Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang biasa.

2. Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan untuk kaum wanita.
a. Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah buah dada, dimulai dari bagian lateral
menuju bagaian medial (proc. Xiphoideus), bagian lateral disini dapat dimulai dari
ketiak, ke arah bawah sesuai dengan arah garis ketiak depan (linea axillaris anterior),
hal yang sama juga dilakukan untuk sisi yang lain (kiri dan kanan).
b. Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai simphisis os pubis, dengan
demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang berada dalam rongga mulut,
leher, dan rongga dada lebih sulit bila dibandingkan dengan insisi “Y” yang dangkal.

II. Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher

25
Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga kelainan
yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan, dan
penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir.
a. Buat insisi “I”, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti biasa, sampai
ke simpisis os pubis.
b. Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.
c. Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v. cava inferior, vv. pulmonalis, a.
pulmonalis, v. cava superior dan terakhir aorta.
d. Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.
e. Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher akan bersih dari
darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah tengkorak dan ke bawah, ke arah
rongga dada; dengan demikian pemeriksaan dapat dimulai.

Tes emboli udara4


Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang terjadi.
Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru, misalnya
pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan merobek
pembuluh venanya. Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui
pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian bawah,
lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil), dapat pula pada daerah lain,
misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui jarum
infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara
luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah
lagi dengan pergerakan pernapasan, yang “menyedot”.
a. Buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke symphisis
pubis.
b. Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan tulang dada
keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3.
c. Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3.
d. Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung jantung dengan
insisi “I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter, kedua ujung sayatan tersebut dijepit dan
diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar).
e. Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat tadi, sampai
jantung terbenam, akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka hal ini merupakan
pertanda adanya udara dalam bilik jantung.

26
f. Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan, yang
berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90 derajat,
gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli hasilnya positif.
g. Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah bilik
jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara.
h. Bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan dengan prinsip yang
sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada jantung.
Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner, untuk tes
emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah : pada tes emboli sistemik
tidak dilakukan penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra
ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut,
agar tampak gelembung kecil yang keluar, dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130
ml, sedangkan untuk emboli sistemik hanya beberapa ml.

Tes Apung Paru-paru4


Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama dengan test emboli udara, yakni
mayatnya harus segar. Cara melakukan tes apung paru-paru:
a. Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu kesatuan,
pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat.
b. Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.
c. Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.
d. Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan
masing-masing lobus, kanan terdapat tiga lobus dan kiri dua lobus.
e. Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan mana yang
terapung.
f. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran 5
mm x 5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.
g. Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan potongan tersebu
pada dua karton, dan lakukan penginjakan dengan menggunakan berat badan, kemudian
dimasukkan kembali ke dalam air.
h. Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung udara, bayi tersebut
pernah dilahirkan hidup.
i. Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap
pernah dilahirkan hidup.

Tes Pada Pneumothoraks4

27
Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa
sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk ke paru-paru akan diteruskan
ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali sehingga terjadi akumulasi udara,
akibatnya paru-paru akan kolaps dan korban akan mati.
Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak
dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara melakukan test ini adalah sebagai berikut:
a. Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke 4 dan 5
( udara akan berada pada tempat yangtertinggi ).
b. Buat ”kantung” dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4 dan 5
( sekitar 10 x 5 cm ).
c. Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau, adanya
gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax, dan bila diperiksa paru-parunya,
paru-paru tersebut tampak kolaps.
d. Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar dengan jarum
besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut, bila ada pneumothorax, tampak
gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.

Tes Alpha Naphthylamine4


Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesiu khususnya pada pakaian
korban penembakan.
a. Kertas saring Whatman direndam dalam larutan alphanaphthylamine, dan keringkan
dalam oven, hindari jangan sampai terkena sinar matahari.
b. Pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga mengandung butir-butir mesiu, dipotong
dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi alpha-naphthylamine.
c. Di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi ditaruh lagi kertas
saring yang dibasahi oleh aquadest.
d. Keringkan dengan cara menyetrika tumpukan tersebut, yaitu kain yang akan diperiksa,
kertas yang mengandung alpha-naphthylamine dan kertas saring yang basah, test yang
positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour), pada kertas saring yang
mengandung alpha-naphthylamine; bintik-bintik merah jambu tadi sesuai dengan
penyebaran butir-butir mesiu pada pakaian.
Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga
tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan
ke dalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada
saat membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat,
mulai dari dagu sampai ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada

28
tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala
dijahit dengan rapi. Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali
pada pihak keluarga.8

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Darah4

Tujuan pemeriksaan darah forensik adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah
tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek-objek
tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata dan sebagainya), manusia dan pakainanya dengan
darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan. Selain itu pemeriksaan darah juga
berguna untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak,
ragu ayah (disputed paternity) dan lain-lain. Dari bercak yang dicurigai harus dibuktikan
bahwa:
a. Bercak tersebut benar darah.
b. Darah dari manusia atau hewan.
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut berasal dari manusia.
d. Darah menstrusi atau bukan.

Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk melihat morfologi sel-sel darah merah.
Cara pemeriksaan:
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca objek dan
ditambahkan satu tetes larutan garam fisiologis, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Cara
lain adalah dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan wright atau giemsa.

Hasil pemeriksaan:
Kelas mamalia mempunyai mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak
berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval/elips dan berinti.
1. Pemeriksaan Kimiawi
Dilakukan jika sel darah merah sudah dalam keadaan rusak sehingga pemeriksaan
mikroskopis tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi terdiri dari:
a. Pemeriksaan penyaring darah
1) Reaksi Benzidin
Reagen yang digunakan adalah larutan jenuh Kristal benzidin dalam asam asetat
glacial.
Cara pemeriksaan: Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai
kemudian diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reaksi reagen benzidin.

29
Hasil positif bila timbul warna biru gelap pada kertas saring. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
2) Reaksi Fenoftalin
Reagen yang digunakan adalah adalah reagen yang dibuat dari fenolftalein 2 g + 100
ml NaOH 20% dan dipanaskan dengan serbuk zinc sehingga terbentuk fenoftalin yang
tidak berwarna.
Cara pemeriksaan: Kertas saring yang telah digosokkan pada bercak yang dicurigai
langsung diteteskan dengan reagen fenolftalin.
Hasil positif bila timbul warna merah muda pada kertas saring. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
b. Pemeriksaan penentuan darah
Pemeriksaan penentuan darah berdasarkan terdapatnya pigmen/kristal hematin
(hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang dilakukan adalah reaksi Teichman dan
reaksi Wagenaar.
1) Reaksi Teichman
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca objek, tambahkan 1 butir Kristal
NaCl dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan.
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCl yang berbentuk batang
berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskop dan memastikan bahwa bercak adalah
darah.
2) Reaksi Wagenaar
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca objek, letakkan jugasebutir pasir,
lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca objek dan kaca penutup terdapat
celah untuk penguapan zat. Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi berlawanan
diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan.
Hasil positif bila terlihat Kristal aceton-hemin berbentuk batang berwarna coklat dan
memastikan bahwa bercak adalah darah.

2. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah. Prinsip
pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibodi (antiserum)
yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.
a. Penentuan spesies
Lakukan ekstraksi bercak atau darah kering dengan larutan garam fisiologis.
Dianjurkan untuk memakai 1 cm2 bercak atau 1 gr darah kering, tetapi tidak melebihi
sebagian bahan yang tersedia.
Cara Pemeriksaan: Reaksi Cincin (reaksi presipitin dalam tabung). Ke dalam
tabung reaksi kecil, dimasukkan serum antiglobulin manusia, dan ke atasnya

30
dituangkan ekstrak darah perlahan lahan melalui tepi tabung. Biarkan pada
temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam.
Hasil positif tampak sebagai cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua
cairan.
b. Penentuan golongan darah
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh, maka penentuan
golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti penentuan golongan darah
orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes serum keatas 1 tetes darah dan dilihat
terjadinya aglutinasi.
Bila sel darah merah telah rusak, maka penentuan darah golongan darah dapat
dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai
sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan dengan aglutinin. Di antara sistem-sitem
golongan darah yang paling lama bertahan adalah antigen dari sistem golongan darah
ABO.

2. Pemeriksaan Cairan Mani9


Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan
berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik
menjadi cair dalam waktu yang singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan
mani 3-5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2-7,6. Cairan mani mengandung spermatozoa,
sel-sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang
mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam.
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu
persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis).
Pemeriksaan tanpa pewarnaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa
yang bergerak. Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam
setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina.
Haid akan memperpanjang waktu ini menjadi 3-4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak
bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis), sehingga harus dilakukan
pemeriksaan dengan pewarnaan. Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakkan
pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan.
Perhatikan pergerakan sperma. Spermatozoa masih dapat ditemukan sampai 3 hari pasca-
persetubuhan, kadang-kadang sampai 6 hari pasca-persetubuhan. Bila sperma tidak

31
ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan
azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani
dalam cairan vagina.

2. Pemeriksaan Bercak Mani pada Pakaian.


Secara visual bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnya. Bercak yang
sudah agak tua berwarna agak kekuningan. Pada bahan sutera/nylon batasnya sering tidak
jelas, tetapi selalu lebih gelap dari sekitarnya. Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak
yang segar akan menunjukkan permukaan mengkilat dan translusen, kemudian akan
mongering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning sampai coklat. Pada
tekstil yang menyerap, bercak yang segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang
berangsur-angsur akan berwarna kuning sampai coklat dalm waktu 1 bulan. Di bawah
sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan floresensi putih. Secara taktil (perabaan)
bercak mani teraba memberi kesan kaku seperti kanji. Pada tekstil tidak menyerap, bila
tidak teraba kaku, kita masih dapat mengenalinya karena permukaan bercak akan teraba
kasar.

3. Pemeriksaan Rambut9
Guna pemeriksaan laboratorium terhadap rambut dalam bidang forensik adalah untuk
membantu penentuan identitas seseorang, menunjukkan keterkaitan antara seseorang yang
dicurigai dengan suatu peristiwa kejahatan tertentu, antara korban dengan senjata atau antara
korban dengan kendaraan yang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut meliputi
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.
Pemeriksaan makroskopis dicatat keadaan warna, panjang, bentuk (lurus, ikal,
keriting) dan zat pewarna rambut yang mungkin dijumpai. Untuk pemeriksaan mikroskopis,
perlu dibuat sediaan mikroskopis rambut dengan cara rambut dibersihkan dengan air, alkohol
dan eter. Kemudian letakkan pada gelas objek, tetesi gliserin dan tutup dengan gelas penutup.
Dengan cara ini dapat dilihat gambaran medulla rambut. Untuk melihat pola sisik rambut
secara mikroskopis, dibuat cetakan rambut tersebut pada sehelai film selulosa dengan
meneteskan asam asetat glacial, lalu letakkan rambut yang telah dibersihkan di atasnya dan
ditekan menggunakan gelas objek. Pola sisik dapat didokumentasikan dengan membuat foto
hasil pemeriksaan mikroskopis. Di samping itu, pada pemeriksaan mikroskopis dapat pula
ditentukan:
1. Rambut manusia atau rambut hewan
Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk kutikula yang
pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25 mikron atau lebih

32
dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar dan menonjol. Pigmen pada rambut
manusia sedikit terpisah-pisah sedangkan pada hewan padat dan tidak terpisah.
2. Asal tumbuh rambut manusia
Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ikal, keriting dan panjang dengan
penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval dan elips
(pada rambut yang ikal/keriting). Alis, bulu mata, bulu hidung umumnya relative kasar,
kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar
sedangkan rambut badan halus dan pendek.
3. Umur
Bila usia bertambah maka rambut akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya
terjadi pada dekade kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya
rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada wajah saat menopause. Rambut ketiak dan
rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.

4. Pemeriksaan Air Liur9


Pemeriksaan air liur penting untuk kasus-kasus jejas gigitan untuk menentukan
golongan darah penggigitnya. Golongan darah penggigit yang termasuk dalam golongan
secretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi.
Cara absopsi inhibisi:
Basahkan bercak air liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan tempatkan air liur
atau ekstrak air liur dalam salin tadi dalam tabung reaksi, lalu dipanaskan dalam air mendidih
selama 10 menit. Pusing dan supernatant diambil dan boleh disimpan pada 20 derajat C.
Untuk pemeriksaan perlu dilakukan control dengan air liur yang telah diketahi
golongan secretor atau non secretor. Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol
antiserum. Campuran tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses
absorpsi. Selama menunggu tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan. Setelah
30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan
cara yang sama. SDM yang digunakan adalah suspense 4% yang berumur kurang dari 24 jam.
Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum ditambah air liur.
Hasil positif bila titer kurang lebih 2 kali.

33
BAB III
ILUSTRASI KASUS

Seorang jenazah laki-laki meninggal dunia didalam rumahnya pada hari selasa tanggal
1 desember 2015 pukul 11.00 WIB. Jenazah ditemukan oleh pembantunya. jenazah tergeletak
di lantai dengan posisi terlentang. Keterangan yang didapat dari pembantu rumahnya dan KTP
jenazah diketahui bahwa jenazah bernama Darma, umur 46 tahun, alamat Jalan Husada RT 02
Kel. telanaipura, Kota Jambi. Pembantu rumahnya menghubungi orangtua jenazah Keluarga
jenazah kemudian mendatangi kantor polisi untuk meminta visum terhadap jenazah untuk
mengetahui sebab kematiannya. Kemudian dibuat surat permintaan tertulis dari Kepolisian
Daerah Provinsi Jambi, Resort Kota Jambi, Sektor Telanaipura tanggal 1 desember 2015 No.
Polisi : VER/222/XII/2015/RESKRIM yang ditandatangani oleh Farhat Abbas, SH. NRP.
76060785, pangkat komisaris polisi dan diterima tanggal 1 desember pukul 12.00 WIB.

34
PEMERINTAH PROVINSI JAMBI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
JAMBI
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
Jalan Let. Jend. Suprapto No. 31 Telanaipura – Jambi 36122
Telp. (0741) 61692-61694; Fax. (0741) 60014

PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
NO: 123/VRJ/VD/XII/2015

Atas permintaan tertulis dari KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH


PROVINSI JAMBI, RESORT KOTA JAMBI, SEKTOR TELANAI PURA, melalui suratnya
tanggal 1 Desember 2015, No. Pol: A/222/VER-J/XII/2015/RESKRIM, yang ditandatangani
oleh Farhat Abbas, SH, NRP. 76060785, pangkat KOMISARIS POLISI, dan diterima tanggal
1 Desember 2015, jam 12.00 WIB, maka dengan ini saya dr. Eonri A’ahia sebagai dokter
yang bekerja di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Provinsi Jambi, menerangkan bahwa pada tanggal 1 Desember 2015,
jam 13.00 WIB, di Instalasi Pemulasaraan jenazah Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Jambi, telah memeriksa seorang jenazah, yang berdasarkan surat tersebut di atas dan
telah dibenarkan oleh yang bersangkutan bernama Darma, umur 46 tahun, jenis kelamin laki-
laki, alamat Jalan Husada RT 02 Kelurahan Telanaipura, Kota Jambi. Jenazah tersebut
ditemukan didalam rumahnya pada tanggal 1 Desember 2015, jam 11.00 WIB, dan diduga
meninggal dunia karena mati mendadak-----------------------------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN:--------------------------------------------------------------------------------

35
Berdasarkan pemeriksaan luar dan dalam yang telah kami lakukan atas tubuh jenazah tersebut
diatas ditemukan fakta-fakta sebagai berikut: ---------------------------------------------------------
A. FAKTA YANG BERKAITAN DENGAN IDENTITAS JENAZAH----------------------
1. Identitas UmumJenazah :-------------------------------------------------------------------
a. Jenis Kelamin : Laki-laki---------------------------------------------------------
b. Umur : Kurang lebih empat puluh enam tahun---------------------
c. Berat Badan : Sembilan puluh kilogram--------------------------------------------
d. Panjang Badan : Seratus tujuh puluh sentimeter-------------------------------------
e. Warna Kulit : Putih--------------------------------------------------------------
f. Warna Pelangi Mata: Hitam------------------------------------------------------------
g. Ciri rambut : Warna hitam beruban, bentuk rambut ikal, ukuran
panjang rambut lima sentimeter, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak
ada kelaian-----------------------------------------------------------------
h. Kesan Gizi : Lebih----------------------------------------------------------
i. Golongan Darah : AB---------------------------------------------------------------
2. Identitas Khusus Jenazah:--------------------------------------------------------------------
a. Tato : Tidak ada------------------------------------------------------
b. Jaringan Parut : Terdapat satu buah jaringan parut pada perut bagian
kanan bawah, titik pusat terletak tiga sentimeter di bawah garis mendatar yang
melewati pusar dan enam sentimeter disebelah kanan garis tengah tubuh, bentuk
tidak teratur, ukuran panjang lima sentimeter dan lebar dua sentimeter, pada
perabaan lebih menonjol dari kulit sekitar, warna kecoklatan, daerah sekitar
jaringan parut tidak ada kelainan----------------------------------------------------------
c. Tanda Lahir : Tidak ada------------------------------------------------------
d. Tahi Lalat : Terdapat satu buah tahi lalat di pipi kanan, titik pusat
terletak empat sentimeter dibawah garis mendatar yang melewati kedua sudut
mata dan lima sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh, bentuk lingkaran,
diameter nol koma lima sentimeter, pada perabaan lebih menonjol dari kulit
sekitar, warna hitam, tidak berambut, daerah sekitar tahi lalat tidak ada kelainan-
e. Cacat Fisik : Tidak ada------------------------------------------------------
f. Kantung jenazah : Tidak ada------------------------------------------------------
g. Penutup Jenazah : Terdapat satu buah kain panjang, bahan katun, motif
batik, warna coklat, ukuran panjang seratus delapan puluh sentimeter, lebar
seratus sentimeter, merek “GUNUNG PUTRI”-----------------------------------------
h. Alas jenazah : Tidak ada------------------------------------------------------
i. Pakaian :-------------------------------------------------------------------
 Terdapat satu buah kemeja lengan pendek, berkerah, bahan katun, warna
kuning muda, motif polos, ukuran tidak ada, merek “HAMMER”, terdapat
satu buah kantong di bagian kiri depan, isi kantong kosong-----------------------
 Terdapat satu buah kaos dalam, tidak berkerah, tidak berlengan, warna putih,
motif polos, ukuran tidak ada, merek “RIDER”, tidak ada kantong--------------

36
 Terdapat satu buah celana panjang sebatas mata kaki, bahan katun, warna
hitam, motif polos, ukuran tidak ada, merek “CARDINAL”, terdapat dua
buah kantong pada sisi samping kanan dan kiri, isi masing-masing kantong
kosong-------------------------------------------------------------------------------------
 Terdapat satu buah celana dalam, bahan kaos, warna merah gelap, motif
polos, ukuran tidak ada, merek “GT
Man”---------------------------------------------------
j. Benda disamping jenazah : Tidak ada---------------------------------------------
k. Perhiasan : Terdapat satu buah jam tangan yang melingkar
pada pergelangan tangan kiri bagian belakang, bentuk bulat dengan diameter
lima sentimeter, warna coklat, merek “CASIO”----------------------------------------
l. Lain – Lain : Tidak ada---------------------------------------------

B. FAKTA YANG BERKAITAN DENGAN WAKTU TERJADINYA KEMATIAN:---


1. Suhu rectal mayat : Tidak diperiksa--------------------------------------------------------
2. Lebam Mayat : Terdapat lebam mayat pada kedua bokong, paha bagian
belakang, berwarna merah keunguan , hilang dengan penekanan-------------------------
3. KakuMayat : Terdapat kaku mayat pada kedua kelopak mata, rahang bawah,
anggota gerak atas, sukar dilawan--------------------------------------------------------------
4. Pembusukan : Tidak ada---------------------------------------------------------------

C. FAKTA DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN LUAR----------------------------


1. Permukaan Kulit Tubuh :----------------------------------------------------------------------
a. Kepala:-----------------------------------------------------------------------------------------
 Daerah berambut : Tidak ada kelainan-------------------------------------------------
 Bentuk kepala : Simetris, tidak terdapat kelainan---------------------------------
 Wajah : Tampak pucat-------------------------------------------------------
b. Leher : Tidak terdapat kelainan-------------------------------------------
c. Bahu:------------------------------------------------------------------------------------------
 Bahu kanan : Tidak ada kelainan---------------------------------------------------
 Bahu kiri : Tidak ada kelainan---------------------------------------------------
d. Dada:-----------------------------------------------------------------------------------------
 Dada : Tidak ada kelainan---------------------------------------------------
 Puting susu : Tidak ada kelainan---------------------------------------------------
 Tulang iga : Tidak ada kelainan--------------------------------------------------
e. Punggung : Tidak ada kelainan--------------------------------------------------
f. Perut : Tidak ada kelainan--------------------------------------------------
g. Bokong :--------------------------------------------------------------------------
 Bokong kanan : Tidak ada kelainan--------------------------------------------------
 Bokong kiri : Tidak ada kelainan--------------------------------------------------
 Dubur :--------------------------------------------------------------------------
Lingkar dubur : Ukuran diameter satu koma empat sentimeter, tidak ada
kelainan ------------------------------------------------------------------------------------

37
 Liang dubur : Tidak ada kelainan ----------------------------------------------------
h. Anggota Gerak :-------------------------------------------------------------------------------
 Anggota gerak atas :-------------------------------------------------------------------
- Kanan : Kulit telapak tangan tampak pucat. Ujung jari dan
jaringan di bawah kuku tampak kebiruan, tidak ada kelainan ------------------
- Kiri : Kulit telapak tangan tampak pucat. Ujung jari dan
jaringan di bawah kuku tampak kebiruan, tidak ada kelainan ------------------
 Anggota gerak bawah :-------------------------------------------------------------------
- Kanan :Kulit telapak kaki tampak pucat. Ujung jari dan
jaringan di bawah kuku tampak kebiruan, tidak ada kelainan ------------------
- Kiri : Kulit telapak kaki tampak pucat. Ujung jari dan
jaringan di bawah kuku tampak kebiruan, tidak ada kelainan ------------------

2. BagianTubuhTertentu :----------------------------------------------------------------------
a. Mata:-------------------------------------------------------------------------------------------
 Alis mata : --------------------------------------------------------------------------
- Kanan : Warna hitam, tipis, panjang satu sentimeter, tidak ada
kelainan------------------------------------------------------------------------------
- Kiri : Warna hitam tipis, panjang satu sentimeter, tidak ada
kelainan------------------------------------------------------------------------------
 Bulu mata :----------------------------------------------------------------------------
- Kanan : Warna hitam, lurus, ukuran panjang satu sentimeter. Tidak ada
kelainan------------------------------------------------------------------------------
- Kiri : Berwarna hitam, lurus, ukuran panjang satu sentimeter. Tidak
ada kelainan-------------------------------------------------------------------------
 Kelopak mata :----------------------------------------------------------------------------
- Kanan : Tampak pucat, tidak ada kelainan-----------------------------------
- Kiri : Tampak pucat, tidak ada kelainan-----------------------------------
 Selaput kelopak mata : ------------------------------------------------------------------
- Kanan : Tampak pucat, tidak ada kelaianan----------------------------------
- Kiri : Tampak pucat, tidak ada kelaianan----------------------------------
 Selaput biji mata:--------------------------------------------------------------------------
- Kanan : Tidak ada kelainan-----------------------------------------------------
- Kiri : Tidak ada kelainan-----------------------------------------------------
 Selaput bening mata:----------------------------------------------------------------------
- Kanan : Jernih, tidak ada kelainan---------------------------------------------
- Kiri : Jernih, tidak ada kelainan---------------------------------------------
 Pupil mata:---------------------------------------------------------------------------------
- Kanan : Bentuk bulat, diameter nol koma enam sentimeter, tidak ada
kelainan -----------------------------------------------------------------------------
- Kiri : Bentuk bulat, diameter nol koma enam sentimeter, tidak ada
kelainan -----------------------------------------------------------------------------
 Pelangi mata :Berwarna hitam---------------------------------------------------------

38
b. Hidung:--------------------------------------------------------------------------------------------
-
 Bentuk hidung : Mancung, tidak ada kelainan--------------------------------
 Permukaan kulit hidung : Tidak ada kelainan--------------------------------------------
 Lubang hidung : Tidak ada
kelainan--------------------------------------------
c. Telinga:--------------------------------------------------------------------------------------------
 Bentuk telinga : Tidak ada
kelainan--------------------------------------------
 Permukaan daun telinga : Tidak ada kelainan--------------------------------------------
 Lubang telinga : Tidak ada
kelainan--------------------------------------------
d. Mulut : ---------------------------------------------------------------------------------------------
 Bibir atas : Tampak kebiruan---------------------------------------------
 Bibir bawah : Tampak kebiruan---------------------------------------------
 Selaput lendir mulut : Tidak ada kelainan--------------------------------------------
 Lidah : Tidak ada
kelainan--------------------------------------------
 Rongga mulut : Tidak ada kelainan-------------------------------------------
 Gigi–geligi :-------------------------------------------------------------------
- Rahang atas : Gigi lengkap, gigi geraham belakang ketiga kanan dan
kiri sudah tumbuh, tidak ada kelainan -------------------------------------------------
- Rahang bawah : Gigi lengkap, gigi geraham belakang ketiga kanan dan
kiri sudah tumbuh, tidak ada kelainan--------------------------------------------------
e. Alat Kelamin : Laki-laki -------------------------------------------
 Pelir : Sudah disunat, tidak ada kelainan--------------------------
 Kantung buah pelir : Teraba dua buah biji pelir, tidak ada kelainan------------
 Rambut kelamin :Warna hitam, panjang empat sentimeter, tidak ada
kelainan ---------------------------------------------------------------------------------------

3. Tulang – Tulang:-------------------------------------------------------------------------------
a. Tulang tengkorak : Tidak ada kelainan-------------------------
 Tulang atap tengkorak : Tidak ada
kelainan--------------------------
 Tulang dasar tengkorak : Tidak ada
kelainan--------------------------
b. Tulang wajah : Tidak ada
kelainan--------------------------
c. Tulang hidung : Tidak ada
kelainan--------------------------
d. Tulang belakang : Tidak ada
kelainan--------------------------

39
e. Tulang – tulang dada : Tidak ada
kelainan--------------------------
f. Tulang – tulang punggung : Tidak ada kelainan--------------------------
g. Tulang – tulang panggul : Tidak ada
kelainan--------------------------
h. Tulang anggota gerak : Tidak ada
kelainan--------------------------

D. FAKTA DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN DALAM------------------------


1. Rongga Kepala :---------------------------------------------------------------------
a. Kulit kepala bagian dalam : Tidak ada kelainan-------------------------------------------
b. selaput keras otak : Tidak ada kelainan ---------------------------------------------------
c.Selaput lunak otak : Tidak ada kelainan---------------------------------------------------
Otak besar : -----------------------------------------------------------------------------------
Kanan : Berat tujuh ratus gram, ukuran panjang dua puluh satu sentimeter, lebar
empat belas sentimeter, tebal lima sentimeter, teraba kenyal, pada pengirisan
tampak bagian yang berwarna abu-abu dan berwarna putih dengan batas tegas,
tidak ada kelainan---------------------------------------------------------------------------
Kiri : Berat enam ratus lima puluh gram, ukuran panjang dua puluh sentimeter,
lebar tiga belas sentimeter, tebal empat sentimeter, teraba kenyal, pada
pengirisan tampak bagian yang berwarna abu-abu dan berwarna putih dengan
batas tegas, tidak ada kelainan-------------------------------------------------------------
Otak kecil : Berat seratus sepuluh gram, ukuran panjang tiga belas sentimeter,
lebar tujuh sentimeter, tebal tiga sentimeter, teraba kenyal, pada pengirisan tidak
ada kelainan-------------------------------------------------------------------------------------
Batang otak: Berat lima puluh gram, panjang delapan koma lima sentimeter, lebar
empat koma lima sentimeter, tebal dua sentimeter, pada pengirisan tidak ada
kelainan------------------------------------------------------------------------------------------
2. Leher Bagian Dalam :----------------------------------------------------------------------
 Kulit bagian dalam : Tidak ada kelainan-------
 Lidah : Tidak ada kelainan--------------------------
 Saluran kerongkongan : Tidak ada kelainan----------------------------------
 Tenggorokan : Tidak ada kelainan----------------------------------
 Selaput lendir tenggorokan : Tidak ada kelainan----------------------------------
 Tulang pangkal lidah : Tidak ada kelainan----------------------------------
 Tulang-tulang rawan : Tidak ada kelainan----------------------------------
3. Rongga Dada : ---------------------------------------------------------------------
a. Rongga dada : Tidak ada perlengketan antara dinding dada dan
organ, tidak ada kelainan---------------------------------------------------------------------
b. Kulit bagian dalam : Tidak ada kelainan----------------------------------
c. Tulang dada : Tidak ada kelainan---------------------------------
d. Tulang-tulang iga : Tidak ada kelainan----------------------------------

40
e. Otot-otot pada rongga dada : Tidak ada kelainan----------------------------------
f. Paru :----------------------------------------------------------
- Paru kanan : Terdiri dari tiga baga, warna pucat, ukuran
panjang dua puluh dua sentimeter, lebar tiga belas koma lima sentimeter dan
tebal sebelas sentimeter, berat empat ratus delapan puluh gram. Pada
pengirisan tidak ada kelainan------------------------------------------------------------
- Paru kiri : Terdiri dari dua baga, warna pucat, ukuran
panjang dua puluh dua sentimeter, lebar tiga belas koma lima sentimeter, dan
tebal sebelas sentimeter, berat empat ratus dua puluh gram. Pada pengirisan
tidak ada kelainan-------------------------------------------------------------------------
g. Jantung :-------------------------------------------------------------------------------------
- Jantung terletak diantara kedua paru-paru, ukuran sebesar kepalan tangan
kanan jenazah, berat tiga ratus gram, panjang empat belas sentimeter, lebar
delapan sentimeter, tebal tujuh sentimeter, permukaan jantung kiri tampak
pucat, permukaan licin, perabaan kenyal.------------------------------------
- Kandung jantung : Terdapat cairan warna kekuningan sebanyak delapan
mililiter--------------------------------------------------------------------------------------
- Jantung kanan : Katup serambi bilik kanan terdiri dari tiga katup, ukuran
panjang lingkar ketiga katup dua belas sentimeter, tebal otot jantung kanan satu
koma dua sentimeter. Pembuluh nadi paru terdiri dari tiga katup, ukuran
panjang lingkar ketiga katup pembuluh nadi paru lima sentimeter, tidak ada
kelainan-------------------------------------------------------------------------------------
- Jantung kiri : Katup serambi bilik kiri terdiri dari dua katup, ukuran panjang
lingkar kedua katup sebelas koma dua sentimeter, tebal otot jantung kiri dua
koma lima sentimeter. Otot jantung kiri tampak pucat. Pembuluh nadi utama
terdiri dari tiga katup, ukuran panjang lingkar ketiga katup tujuh sentimeter.
Pada pengirisan jantung kiri terdapat banyak bekuan lemak dengan berbagai
ukuran dipembuluh nadi utama otot jantung--------------------------------

4. Rongga Perut --------------------------------------------------------------------------------------


a. Kulit perut bagian dalam: Tidak ada kelainan------------------------------------------
b. Rongga perut : Tidak ada perlengketan-----------------------------------------------
c. Tirai usus: Menutupi sebagian besar permukaan usus---------------------------------
d. Lambung : Warna merah pucat, panjang lengkung besar dua puluh enam
sentimeter, panjang lengkung kecil tujuh belas sentimeter, lebar sebelas
sentimeter, tebal empat sentimeter, berat lambung dan isinya empat ratus lima
puluh gram, berisi cairan dan sedikit sisa makanan berupa nasi, tidak ada
kelainan---------------------------------------------------------------------------------------

41
e. Usus : Usus besar dan usus kecil, warna tampak pucat, berat seluruh usus satu
koma lima kilogram. Pada pengirisan tidak ada kelainan-----------------------------
f. Hati :Warna merah pucat, ukuran panjang tiga puluh sentimeter, lebar dua puluh
dua sentimeter, dan tebal enam sentimeter, berat seribu dua ratus gram pada
perabaan kenyal, tepi tajam, permukaan licin dan rata. Pada pengirisan tidak ada
kelainan---------------------------------------------------------------------------------------
g. Limpa : Warna merah kehitaman, permukaan licin, pada perabaan kenyal, berat
seratus tiga puluh gram, panjang lima belas sentimeter, lebar delapan sentimeter,
tebal dua koma lima sentimeter, pada pengirisan tidak ada kelainan----------------
h. Pankreas: Berat seratus tiga puluh, panjang empat puluh delapan sentimeter,
lebar empat koma enam sentimeter, tebal satu sentimeter dan pada pengirisan
tidak terdapat kelainan---------------------------------------------------------------------
i. Kandung empedu : Panjang sepuluh sentimeter, lebar empat sentimeter, tebal
nolkoma lima sentimeter, terdapat cairan empedu berwarna hijau kurang lebih
tiga milliliter, tidak ada kelainan---------------------------------------------------------
j. Ginjal: ---------------------------------------------------------------------------------------
 Ginjal kanan: Selaput pembungkus ginjal tidak mudah dilepaskan, warna
merah tua, berat dua ratus gram, ukuran panjang sepuluhsentimeter, lebar
enamsentimeter dan tebal dua sentimeter. Pada pengirisan penampang tidak
terdapat kelainan. Saluran kencing kanan tidak ada kelainan---------------------
 Ginjal kiri: Selaput pembungkus ginjal tidak mudah dilepaskan, warna merah
tua, berat seratus delapan puluh gram, ukuran panjang sepuluh sentimeter,
lebar enam sentimeter dan tebal dua sentimeter. Pada pengirisan penampang
tidak terdapat kelainan. Saluran kencing kiri tidak ada kelainan.----------------
5. Rongga Panggul:---------------------------------------------------------------------------------
a. Kandung kencing : Kosong, tidak terdapat kelainan.--------------------------------
b. Prostat : Terdiri dari dua baga, permukaan rata, berat dua puluh gram, ukuran
panjang tiga sentimeter, lebar dua sentimeter, tebal dua sentimeter. Tidak ada
kelainan-------------------------------------------------------------------------------------

E. FAKTA DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG------------------------------------------------


Selain fakta-fakta diatas guna memperjelas hasil pemeriksaan maka kami
mengambil sampel dari tubuh jenazah untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi, golongan
darah dan patologi anatomi. Sampel yang kami kirim berupa : ----------------------------------
1. Darah sebanyak sepuluh mililiter -----------------------------------------------------------
2. Urin sebanyak sepuluh mililiter------------------------------------------------------------
3. Cairan lambung : semua cairan yang ada pada lambung --------------------------------
4. Irisan pembuluh nadi utama otot jantung --------------------------------------------------

42
Sampel tersebut telah kami serahkan kepada pihak penyidik, yang diwakili oleh
Farhat Abbas, SH, NRP. 76060785, pangkat KOMISARIS POLISI untuk dimintakan
pemeriksaan kepada Laboratorium Forensik lain---------------------------------------------------

Hasil dari pemeriksaan laboratorium : -------------------------------------------------------------------


1. Golongan darah : AB----------------------------------------------------------------------------------
2. Toksikologi : Pada cairan lambung, darah dan urine tidak ditemukan alkohol dan
narkoba--------------------------------------------------------------------------------------------------
3. Patologi anatomi ditemukan jaringan lemak pada pembuluh nadi utama otot jantung-------

KESIMPULAN--------------------------------------------------------------------------------------------
Dari fakta-fakta yang kami temukan dari pemeriksaan atas jenazah tersebut maka kami
simpulkan bahwa telah diperiksa jenazah laki-laki, umur kurang lebih empat puluh enam
tahun, warna kulit putih, kesan gizi lebih. Dari pemeriksaan luar dan dalam tidak ditemukan
adanya tanda-tanda kekerasan benda tumpul atau tajam. Ditemukan adanya bekuan lemak
yang menyumbat pembuluh nadi utama otot jantung. Sebab kematian adalah gagal jantung
akibat peyumbatan pembuluh nadi utama jantung------------------------------------------------------

PENUTUP:-------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya, dengan mengingat
sumpah sewaktu menerima jabatan sebagai dokter.---------------------------------------------------

Jambi, 1 Desember 2015


Dokter yang Memeriksa

dr. Eonri A’ahia


NIP. G1A215023

43
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan4


Dari hasil pemeriksaan ditemukan :
A. Fakta yang berkaitan dengan waktu terjadinya kematian
 Lebam mayat
Terdapat lebam mayat pada kedua bokong, paha bagian belakang, berwarna
merah keunguan dan hilang dengan penekanan.
Lebam mayat jika kurang dari 12 jam hilang dengan penekanan dan jika lebih dari
6 jam tidak hilang dengan penekanan. Kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan
butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah
akan keluar dari kapiler darah yang rusak dan mewarnai jaringan sekitarnya sehingga
menyebabkan lebam mayat di daerah tersebut akan menetap dan tidak hilang dengan
penekanan.
 Kaku Mayat
Terdapat kaku mayat pada kedua kelopak mata, rahang bawah, anggota gerak atas,
sukar dilawan.
Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian
luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalm. Teori menyebutkan bakhwa kaku mayat ini
menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap.
Sesudah itu, tubuh mayat akan mengalami relaksasi kembali sebagai akibat dari proses
degenerasi dan pembusukan. Relaksasi yang terjadi sesudah mayat mengalami kaku
mayat disebut relaksasi sekunder.

B. Fakta dari pemeriksaan tubuh bagian luar


 Bibir atas dan bawah
Bibir atas dan bawah berwarna kebiruan.
Bibir atas dan bawah berwarna kebiruan menandakan terjadi sianosis. Sianosis
terjadi karena kurangnya oksigen sehingga darah akan berwarna kebih gelap dan
encer.4

44
C. Fakta dari pemeriksaan tubuh bagian dalam
 Rongga dada
-
Lingkar arteri coronaria sempit. Lingkar arteri koronaria
sempit karena adanya timbunan plak ateroma pada lumen pembuluh darah.
Sumbatan pada lumen cabang pembuluh darah yang partial atau total yang luas
ataupun hanya setempat dapat menyebabkan arteri tidak dapat mengirim darah
yang adekuat ke miokardium. Sebagai akibatnya akan terjadi coronary artery
insufficiency dan jantung secara tiba-tiba berhenti.9

4.2 Aterosklerosis9
Aterosklerosis adalah suatu penyakit peradangan yang mengenai arteri besar dan
sedang. Hal ini disebabkan oleh penumpukan plak ateromatus pada permukaan dalam (intima)
dinding arteri. Banyak teori mengenai Aterogenesis, tetapi secara umum merupakan sebuah
proses peradangan yang terjadi pada dinding pembuluh darah, yang terjadi dengan beberapa
fasa dan tahap.
Pada fasa awal, aterosklerosis dimulai dengan adanya disfungsi endotelial. Hal ini
selanjutnya meningkatkan paparan molekul adhesi pada sel endotel dan menurunkan
kemampuan endotel tersebut untuk melepaskan nitric oxide dan zat lain yang membantu
mencegah perlekatan makromolekul, trombosit, dan monosit pada endotel. Setelah
kerusakan endotel vaskular terjadi, monosit dan lipid (kebanyakan berupa lipoprotein
berdensitas rendah) yang beredar, mulai menumpuk di tempat yang mengalami kerusakan
dengan degradasi ikatan dan struktur mosaik, sehingga memungkinkan senyawa yang terdapat
di dalam plasma darah seperti LDL untuk menerobos dan mengendap pada ruang sub-
endotelial akibat peningkatan permeabilitas.
Monosit melalui endotel, memasuki lapisan intima dinding pembuluh, dan
berdiferensiasi menjadi makrofag, yang selanjutnya mencerna dan mengoksidasi tumpukan
lipoprotein, sehingga penampilan makrofag menyerupai busa. Sel busa makrofag ini
kemudian bersatu pada pembuluh darah dan membentuk fatty streak yang dapat dilihat.
Dengan berjalannya waktu, fatty streak menjadi lebih besar dan bersatu, dan jaringan otot
polos serta jaringan fibrosa di sekitarnya berproliferasi untuk membentuk plak yang makin
lama makin besar. Makrofag juga melepaskan zat yang menimbulkan inflamasi dan
proliferasi lebih lanjut dari jaringan fibrosa dan otot polos pada permukaan dalam dinding
arteri. Penimbunan lipid ditambah proliferasi sel dapat menjadi sangat besar sehingga plak

45
menonjol ke dalam lumen arteri dan sangat mengurangi aliran darah, bahkan dapat
menyumbat seluruh pembuluh darah.
Terjadi pula sklerosis akibat penimbunan sejumlah besar jaringan ikat padat sehingga
arteri menjadi kaku dan tidak lentur. Garam kalsium juga seringkali mengendap bersama
kolesterol dan lipid lain dari plak, yang menimbulkan kalsifikasi menjadikan arteri seperti
saluran kaku sekeras tulang. Pada tempat penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan
plak yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah, dengan akibat pembentukan
thrombus atau embolus, sehingga dapat menyumbat semua aliran darah di dalam arteri dengan
tiba-tiba.1 Arteri kemudian kehilangan sebagian besar distensibilitasnya, dan karena daerah di
dinding pembuluhnya berdegenerasi, pembuluh menjadi lemah hingga memungkinkan terjadi
suatu aneurisma, atau rapuh dan mudah robek / ruptur.
Pada kasus ini ditemukan adanya perlemakan yang terbentuk didalam pembuluh darah
utama jantung yang mengakibatkan darah terhambat untuk mengalir sehingga jantung tidak
memperoleh oksigen untuk melakukan kontraksi jantung dan jantung terhenti untuk
memompa darah. Hal ini karena adanya faktor risiko yang terdapat pada jenazah berupa
obesitas merupakan penyebab adanya perlemakan pada pembuluh nadi besar jantung.

46
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala-gejala
timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam
hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul.
2. Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling banyak kematian mendadak.
Penyempitan dan oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling sering ditemukan.
3. Pada kasus ini penyakit jantung iskemik terjadi karena sklerosis koroner dipengaruhi
oleh faktor-faktor makanan (lemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin,
ras, diabetes mellitus, hipertensi, stress psikis, obesitas dan lain-lain. Kematian lebih
sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita. Sklerosis ini sering terjadi pada ramus
descendens arteri koronaria sinistra, pada lengkung arteri koronaria dekstra, dan pada
ramus sirkumfleksa arteri koronaria sinistra. Lesi tampak sebagai bercak kuning putih
(lipidosis) yang mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebar keluar ke lapisan
yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan subintima atau ke dalam
lumen. Adanya sklerosis dengan lumen menyempit hingga pin point sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya tidak semua
kematian koroner disertai kelainan otot jantung. Sumbatan pada pembuluh darah
koroner merupakan awal dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskuler yang dapat
menyebabkan kematian.

5.2 Saran
1. Untuk kepentingan hukum, diperlukan adanya kerjasama yang baik antara bagian
forensik dan medikolegal dengan pihak berwajib.
2. Untuk kepentingan pendidikan, diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik antar
bagian dalam rumah sakit.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Nofal HK, Abdulmohsen MF,.Khamis A.H. 2009. Incidence and causes of sudden
death in a university hospital in eastern Saudi Arabia. Department of
Pathology/Forensic Medicine;Department of Internal Medicine; Department of Family
and Community Medicine, College of Medicine, King Faisal University, Dammam,
Saudi Arabia. EMHJ Vol 17; No 9.
2. Widhiatmoko Bambang, Yudianto Ahmad. 2012. Tamponade Jantung Akibat Ruptur
Spontan Aorta. Dept./Inst. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair –
RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia. Vol 14; No;3.
3. Bhaskara DSM, Mallo JF, Tomuka Djemi. 2012. Hasil Autopsi Sebab Kematian
Mendadak Tak Terduga di Bagian Forensik BLU RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou
Manado Tahun 2010-2012. Bagian Ilmu Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado
4. Ilmu kedokteran forensik. Edisi kedua. Jakarta: Bagian kedokteran forensik fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.
5. Staf pengajar bagian kedokteran forensik FK UI. Teknik autopsi forensik. Cetakan ke
4. FKUI.Jakarta:2000
6. Pd09.fk.uns.ac.id.pdf. diakses tanggal 20 November 2015
7. Ranthe MF, et al. Risk of cardiovascular disease in family members of young sudden
cardiac death victims. European Heart Journal doi:10.1093/eurheartj/ehs350
8. Eckart et al. Sudden Death.in Young Adults. JACC 2011:58(12):1254
9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius. Jakarta.2000: 187-189.
10. Hamdani, Njowito. Autopsi. Dalam: Ilmu Kedokteran Kehakiman. Edisi
Kedua.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2000 : 48-59.
11. El Sherif N, Khan A, Savarese J, Turitto G. Pathophysiology, risk stratification, and
management of sudden cardiac death in coronary artery disease. Cardiology Journal
2010;17(1):4–10.
12. Chadha, PV. Otopsi Mediko-Legal. Dalam: Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi
Kelima.

48

Anda mungkin juga menyukai