Skabies
Olivier Chosidow, M.D., Ph.D.
Fitur Jurnal diawali dengan Gambaran kasus yang menyoroti masalah klinis yang
umum. Bukti yang mendukung berbagai strategi kemudian disajikan, dan diikuti
oleh sebuah tinjauan ulang dari pedoman formal, yang terbaru. Artikel ini berakhir
dengan rekomendasi klinis dari penulis.
PROBLEM KLINIS
Sifat Infeksi
Skabies adalah suatu infeksi parasit yang bersifat umum yang disebabkan
oleh tungau Sarcoptes scabiei varian hominis, termasuk fillum arthropoda ordo
Akarina. Prevalensi di seluruh dunia telah diperkirakan sekitar 300 juta kasus
pertahun, meskipun ini mungkin merupakan taksiran yang terlalu tinggi. Skabies
terjadi pada laki-laki maupun perempuan, di segala usia, pada semua kelompok
etnis, dan pada semua tingkatan sosial ekonomi. Dalam sebuah studi epidemiologi
di Inggris, menunjukan bahwa Skabies lebih banyak ditemukan di daerah
perkotaan, dikalangan perempuan dan anak-anak, dan lebih sering juga ditemukan
1
pada musim dingin daripada musim panas.1 Skabies umumnya mengganggu
karena adanya rasa gatal, ruam, dan kemampuan untuk menyebarkan/menularkan
antara orang satu keorang lainnya; superinfeksi juga dapat terjadi. Risiko wabah
dan komplikasi skabies sangat tinggi di institusi (termasuk rumah jompo dan
rumah sakit), di antara populasi dengan keadaan sosial yang kurang beruntung dan
orang-orang dengan immunocompromised.
Tungau adalah suatu parasit obligat yang melengkapi seluruh siklus
hidupnya pada tubuh manusia. Hanya tungau betina saja yang masuk ke dalam
liang kulit (Gambar 1). Proses pematangan berlangsung sekitar 15 hari, dengan
larva muncul 2 sampai 3 hari setelah telur diletakkan.2 Sekitar 5 sampai 15 tungau
betina hidup pada host yang terinfeksi skabies klasik, namun jumlah tersebut
dapat mencapai ratusan atau bahkan jutaan dalam kasus skabies berkrusta. Erupsi
kulit pada skabies klasik dianggap sebagai konsekuensi dari infestasi dan reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau. Masa inkubasi sebelum timbulnya gejala terjadi
adalah 3 sampai 6 minggu untuk infestasi primer tetapi dapat lebih singkat 1
sampai 3 hari dalam kasus-kasus infestasi berulang.
Gambar 1. Gravid -
Dewasa tungau
skabies.
2
3
4
5
Transmisi
Tungau tidak bisa terbang atau melompat, tetapi dapat bergerak/merayap
dengan kecepatan 2,5 cm per menit pada kulit yang hangat. Mereka dapat
bertahan hidup selama 24 sampai 36 jam pada suhu kamar dan kelembaban rata-
rata dan tetap mampu menginfestasi serta membuat terowongan di epidermis.3
Semakin banyak parasit pada seseorang, semakin besar kemungkinan transmisi,
baik langsung (yaitu, kontak kulit-kekulit) atau tidak langsung (misalnya, melalui
tempat tidur, pakaian, dan lain-lain).
Rute utama dari transmisi adalah kontak langsung kulit-ke-kulit. Transmisi
dengan cara memakai satu pakaian bersama-sama atau metode tidak langsung
lainnya yang jarang terjadi pada skabies klasik namun dapat terjadi dengan
skabies berkrusta (misalnya, pada seseorang dengan immunocompromised).
Transmisi sering terjadi antara anggota keluarga dan dalam institusi umum.
Penularan seksual juga terjadi. Dalam sebuah studi faktor risiko untuk
skabies di klinik infeksi menular seksual,4 orang yang berisiko tinggi termasuk
laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki dan laki-laki dengan kontak
seksual sporadis. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa tungau dapat
menularkan infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Diagnosa
Diagnosis skabies sebagian besar didapatkan melalui riwayat perjalanan
penyakit (anamnesis) dan pemeriksaan fisik pasien, serta riwayat adanya keluarga
dan kontak dekat. Manifestasi klasik dari skabies termasuk rasa gatal yang berat
dan tersebar diseluruh tubuh, biasanya sedikit/jarang di wajah dan kepala. Pruritus
(gatal) terasa lebih berat pada malam hari. Lesi sebagian besar terletak di sela-sela
jari (Gambar 2A), pada fleksor permukaan pergelangan tangan, di siku, di aksila,
di bokong dan alat kelamin (Gambar 2B), dan pada payudara perempuan (Gambar
2C). Inflamasi berupa papula pruritus terdapat pada banyak tempat. Terowongan-
terowongan (Gambar 2D) dan nodul (umumnya di kelamin daerah dan aksila)
adalah spesifik untuk skabies namun bisa saja tidak ditemukan. Lesi sekunder
6
nonspesifik, termasuk ekskoriasi, eczematisasi (Gambar 2E), dan impetiginisasi,
dapat terjadi di mana saja.
Dalam sebuah laporan dari daerah sub-Sahara di mana terdapat prevalensi
skabies yang tinggi (13 persen), adanya rasa gatal dan lesi difus yang
berhubungan satu sama lain atau setidaknya pada dua lokasi khas scabies, atau
adanya anggota rumah tangga dengan keluhan gatal memiliki sensitivitas 100%
dan spesifisitas 97% untuk menegakkan diagnosis.5 Data tersebut kurang efektif
pada daerah-daerah dengan prevalensi skabies yang lebih rendah.
Kudis sesekali timbul dengan bentuk-bentuk atipikal6 (Tabel 1) yang lebih
sulit didiagnosis dibandingkan bentuk klasik dan, karenanya, mungkin lebih
cenderung mengarah pada wabah. Presentasi atipikal pada bayi sering melibatkan
wajah, kulit kepala, telapak tangan, dan telapak kaki. Scabies dengan papul yang
atipikal terjadi pada orang tua, skabies berkrusta lokal atau umum pada pasien
immunocompromised, dan impetigo pada pasien dengan skabies superinfeksi
(Gambar 3A melalui 3F).
A B C
D E
Skabies tipikal pada sela-sela jari menegakkan diagnosis (Panel A). Keterlibatan kuku
jarang pada skabies klasik tetapi umum pada scabies berkrusta. Panel B menunjukkan
keterlibatan alat kelamin pria pada pasien dengan sakbies ekskoriasi dan papular. Alat
kelamin harus diperiksa dalam semua kasus yang diduga mengalami infestasi skabies,
terutama ketika pasien mengeluh gatal. Panel C menunjukkan dada dari seorang wanita
dengan lesi skabies papular pada putting susu dan daerah areolar, yang merupkan lokasi
7
umum skabies pada wanita. Mengingat adanya riwayat pruritus pada keluarga wanita ini,
skabies mudah diidentifikasi dengan ditemukannya skabies di lokasi tersebut. Panel D
menunjukkan, khas tertentu, kudisan, liang linier dengan vesikel kecil pada ujung distal.
Lesi–lesi yang jelas jarang terlihat, karena biasanya dikaburkan oleh eksim, impetigo,
atau keduanya. Presentasi yang lebih umum dari skabies dengan lesi eczematosa akibat
goresan ditampilkan di Panel E. Skabies dengan pruritus kronis cepat menyebabkan
goresan dan menjelaskan mengapa eksim sering diamati. Lokalisasi dan epidemiologi
merupakan pendukung untuk menegakkan diagnosis.
Bayi dan anak-anak muda Lesi vesikel, pustula, dan nodul, tapi distribusinya mungkin
atipikal. Umumnya berupa eczematization dan impetigo; scabies
mungkin dibingungkan dengan dermatitis atopik dermatitis atau
acropustulosis. Pruritus mungkin bisa sangat berat sehingga bayi
bisa lekas marah dan selera makannya buruk.
Orang-orang yang tidak punya rumah Umumnya berupa eczematization dan impetigo. Lesi ekskoriasi
(tunawisma) yang luas tidak selalu menunjukkan skabies pada orang
tunawisma namun pruritus pada orang tunawisma seharusnya di
diagnosis skabies.
Pasien dengan immunosupresi Skabies berat (yaitu, skabies papular atipikal atau scabies
berkrusta) berkembang predominan pada pasien yang menerima
kortikosteroid topikal atau sistemik, orang-orang dengan infeksi
HIV, penerima transplantasi organ, dan pasien usia lanjut.
Pruritus mungkin ringan atau tidak ada (yaitu, skabies incognito).
Gambaran Atypical
Skabies di kulit kepala Skabies dapat menyertai atau mensimulasi dermatitis seboroik
atau dermatomiositis pada kulit kepala, bayi, anak, orang tua,
8
pasien dengan acquired immunodeficiency sindrom, dan pasien
dengan skabies berkrusta mungkin akan terpengaruh.
Skabies yang meniru penyakit yang Bulosa pemfigoid, urtikaria, leukemia limfositik kronis, limfoma
dimediasi immunologis sel-B dengan infiltrat monoklonal, CD30 + limfoid proliferations,
vaskulitis nekrosis, dan lupus eritematosus semua bisa
menyerupai skabies.
A B C
D E F
9
Gambar 3. Bentuk Spesial dari Skabies.
Panel A menunjukkan skabies pada bayi. Lokalisasi di telapak kaki yang tidak lazim
dalam bentuk skabies, maupun keterlibatan wajah, kulit kepala, dan telapak tangan. Panel
B menunjukkan pasien dengan superinfeksi skabies yang tampak sebagai impetigo. Pada
pasien tersebut, risikonya berhubungan dengan glomerulonefritis nephritogenik strain
streptococcus di negara-negara berkembang. Panel C menunjukkan skabies papular
atipikal pada wanita sangat tua, yang juga memiliki lesi yang serupa pada punggungnya.
Sering, skabies dikenal pada pasien tersebut karena gatal yang disebabkan pruritus
senilis. Panel D menunjukkan skabies berkrusta lokal pada wanita muda yang sedang
diobati dengan regimen imunosupresi setelah transplantasi ginjal. Dia didiagnosis karena
gejala kuku hiperkeratotik; banyaknya tungau yang ditemukan dalam kerokan kulit. Panel
E dan F menunjukkan skabies berkrusta umum di sela-sela jari dan telapak kaki, lesinya
terpisah satu-satu. Bentuk skabies sangat menular, menyebabkan wabah di institusi-
institusi, termasuk rumah sakit dan panti jompo.
Tes Diagnostik
Diagnosis definitif bergantung pada identifikasi tungau, telur, fragmen
cangkang telur, atau butir-butir tungau. Beberapa sampel dari kulit bagian
superfisial harus diperoleh terutama dari lesi yang memenuhi karakteristik, liang
atau papula dan vesikula pada terowongan-terowongan, dengan kerokan kulit ke
lateral menggunakan mata pisau, lakukan secara hati-hati agar tidak terjadi
perdarahan. Spesimen dapat diperiksa dengan mikroskop cahaya dengan kekuatan
rendah (Gambar 1). Kalium hidroksida (KOH) tidak boleh digunakan, karena
dapat melarutkan butir-butir tungau. Karena jumlah tungau rendah dalam kasus-
kasus skabies klasik, teknik ini sangat tergantung pada operator. Kegagalan untuk
menemukan tungau sering terjadi dan tetap tidak mengesampingkan diagnosis
skabies.
Dalam kasus atipikal atau ketika pemeriksaan langsung tidak mungkin
dilakukan, biopsi kulit dapat berpotensi untuk mengkonfirmasi diagnosis (Gambar
4). Namun, tungau atau temuan diagnostik lainnya sering kali tidak ditemukan,
dan pemeriksaan histologis biasanya menunjukkan hasil yang nonspesifik, reaksi
hipersensitivitas yang tertunda (delayed hypersensitivity reaction).7 Meskipun tes
dignostik dengan sensitivitas yang relatif rendah, pengobatan empiris tidak
dianjurkan untuk pasien dengan gatal-gatal umum, tetapi harus disediakan untuk
pasien dengan riwayat pajanan, erupsi yang khas, atau keduanya.
10
Pengobatan
Seseorang yang mengalami infestasi skabies dan orang-orang yang
mengalami kontak dekat dengannya harus dirawat/diobat di saat yang sama,
terlepas dari apa saja gejala-gejala yang muncul. Produk topikal atau oral dapat
digunakan, meskipun ada beberapa studi untuk panduan ketat dalam
penggunaannya. Tabel 2 merangkum dosis dan efek samping dari agen-agen yang
umum digunakan untuk mengobati skabies.
Topikal
Permetrin dan lindane adalah dua pengobatan topikal untuk skabies yang
paling banyak dipelajari. Sebuah metaanalisis Cochrane dari empat uji acak yang
membandingkan agen ini menunjukkan bahwa permetrin (diberikan sebagai
aplikasi tunggal semalam) lebih efektif dari lindane (rasio odds untuk kegagalan
klinis, 0,66; 95% interval kepercayaan, 0,46-0,95).8,9 Namun, ada heterogenitas
yang cukup besar dalam efek antara studi di meta-analisis. Dalam percobaan
terbesar, dalam klinis tidak ada perbedaan angka kesembuhan, pada rata-rata 28
hari setelah pengobatan, Resolusi lengkap terjadi di 181 dari 199 pasien yang
diobati dengan permetrin (91 %) dan di 176 dari 205 pasien yang diberi lindane
(86 %). 10
Namun demikian, potensi neurotoksisitas dari lindane, terutama dengan
11
aplikasi berulang, menyebabkan penggunaannya dibatasi; produk ini tidak lagi
tersedia di Inggris atau Australia. Dalam model in vitro yang menilai paparan
sistemik selama kondisi berlebihan, risiko efek samping dengan penggunaan krim
permetrin 5 % diperkirakan lebih rendah dengan faktor setidaknya 40 dari risiko
terkait dengan penggunaan 1 persen lindane lotion.12 Pada pasien, tingkat efek
samping terhadap sistem saraf pusat yang dilaporkan oleh dokter untuk setidaknya
kemungkinan berhubungan dengan permetrin adalah rendah dalam laporan 1996
(1 per 500.000 U permetrin didistribusikan), dan tidak ada kejadian yang serius.13
Meskipun biayanya lebih tinggi dari lindane, permetrin 5 persen
direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC)
sebagai terapi topikal untuk skabies.14 FIRSTLINE pengobatan massal dengan
permetrin juga telah efektif dalam mengendalikan skabies di masyarakat di mana
ia menjadi endemik.
11
Perawatan topikal lainnya termasuk benzil benzoat (tidak tersedia di
Amerika Serikat) dan crotamiton. Dalam uji coba secara acak yang dilakukan di
Vanuatu, di Pasifik Selatan, di mana skabies merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama, tingkat penyembuhan dengan benzil benzoat 10% selama
tiga minggu adalah 51 persen (19 dari 37 pasien), hamper serupa dengan angka
kesembuhan 56 persen yaitu dengan dosis tunggal ivermectin oral 200 ug per
kilogram berat badan.15 Namun, sepertiga dari pasien yang diobati dengan benzil
benzoat dilaporkan merasakan seperti terbakar atau pedih pada kulitnya,
dibandingkan dengan 7 persen dari mereka yang diobati dengan ivermectin oral.
Di Perancis, di mana permetrin tidak tersedia, benzil benzoat dianggap sebagai
pengobatan lokal lini pertama, terutama berdasarkan pengalaman profesional.
Ulasan Cochrane menyimpulkan bahwa data yang ada tidak cukup untuk
membandingkan efektivitas baik benzil benzoat atau crotamiton dengan lindane
atau permethrin.8 Namun, data yang terbatas dari uji coba secara acak
menunjukkan bahwa crotamiton memiliki khasiat secara signifikan yang kurang
dari permetrin pada pengobatan selama empat minggu (61 persen vs 89 persen).16
Pyrethrin juga telah digunakan sebagai semprot aerosol (misalnya,
allethrin) untuk mengobati skabies Namun, pengobatan ini dikaitkan dengan
bronkospasme berat pada dua anak perempuan penderita asma yang memiliki kutu
kepala dan telah berakibat fatal pada salah satunya. Dengan demikian formulasi
pyrethrin tidak boleh diresepkan untuk orang dengan riwayat asma.17 Sulfur,
ivermectin topikal, dan minyak pohon teh telah diusulkan sebagai pengobatan,18
tetapi datanya masih kurang untuk mendukung penggunaannya.
Oral
Pengobatan topikal dapat ditoleransi dengan buruk oleh beberapa pasien
(misalnya, karena kotor, atau mungkin sulit untuk diterapkan, dan dapat
menyebabkan pembakaran atau menyengat, terutama ketika kulit mengalami
ekskoriasi atau lesi eczematosa, dan potensi penyerapan perkutan dapat berisiko).
Sebuah pendekatan alternatif dengan penggunaan ivermectin secara oral,19 yaitu
suatu agen yang telah digunakan secara luas untuk infeksi parasit, termasuk
onchocerciasis, filariasis limfatik, dan infestasi nematoda lain yang terkait.
12
Ivermectin dianggap mengganggu induksi neurotransmisi glutamat dan γ-
aminobutyric acid dalam parasit, yang menyebabkan kelumpuhan dan kematian.20
Pada manusia, ivermectin tidak menembus sawar darah-otak, sedangkan di collie,
toksisitas sistem saraf pusat dan kematian mendadak terkait dengan yang telah
dijelaskan.21
Beberapa percobaan terkontrol telah menilai kemanjuran dosis tunggal
ivermectin (200 mg per kilogram) untuk pengobatan skabies. Dalam satu
percobaan plasebo terkontrol, 37 dari 50 pasien yang diobati dengan ivermectin
(74 persen) disembuhkan, dibandingkan dengan 4 dari 26 pasien pada kelompok
plasebo (15 persen) disembuhkan.22 Dalam penelitian kecil, tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam tingkat kesembuhan klinis yang ditemukan antara
ivermectin dan benzil benzoat 10%,15 atau antara ivermectin dan lindane.23 Dalam
satu uji coba secara acak membandingkan ivermectin oral dengan aplikasi
semalam permetrin 5%,24 dosis tunggal ivermectin menyembuhkan 70 persen
pasien, dibandingkan dengan 98 persen angka kesembuhan dengan permetrin (P
<0,003), tetapi dosis ivermectin kedua yang diambil dua minggu kemudian
meningkatkan angka kesembuhan hingga 95 persen. Efektivitas lebih rendah dari
dosis tunggal ivermectin dapat mencerminkan kurangnya tindakan ovicidal obat.
Percobaan acak dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa ivermectin
aman. Ensefalopati telah dilaporkan pada pasien yang diobati dengan agen ini dan
yang memiliki onchocerciasis dan terinfeksi berat dengan mikrofilaria Loa loa.25
Tidak ada efek samping serius yang dicatat dalam program pengobatan massal
dengan ivermectin untuk anak-anak dengan skabies di Kepulauan Solomon.26
Dalam sebuah penelitian, risiko berlebihan berupa kematian dilaporkan di antara
pasien lanjut usia yang menerima ivermectin untuk skabies,27 namun seleksi bias
dan faktor perancu mungkin dapat menjelaskannya; pengamatan ini belum
dikonfirmasi dalam studi lain, termasuk studi warga di rumah jompo.28
Ivermectin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, tetapi biaya lebih
tinggi di beberapa negara yang mendukung pertimbangan terapi awal dengan agen
topikal. Ivermectin harus digunakan sebagai terapi rutin untuk pasien yang tidak
memiliki respon terhadap scabicide topikal, dan mungkin menjadi pilihan pertama
13
sesuai untuk orang tua, pasien dengan eksim umum, dan pasien lain yang
mungkin tidak dapat mentolerir atau sesuai dengan terapi topikal.
Menilai Respon
Pasien harus diberitahu bahwa gatal dapat bertahan hingga empat minggu
setelah akhir pemberian terapi skabisid dengan tepat. Setelah itu, penyebab gatal
harus diperiksa kembali (Tabel 3).
Pengendalian Penularan
14
berhubungan dengan pasien selama 48-72 jam sebelumnya menjamin prosedur
pembersihan.
15
hiperkeratosis dan untuk meningkatkan efektivitas topikal skabisida. Munculnya
potensi tungau skabies yang resisten terhadap ivermectin harus dinilai,35 bersama
dengan risiko resistansi silang parasit lain, terutama di negara-negara berkembang.
Toleransi tungau untuk permetrin telah dibuktikan secara in vitro, namun belum
ada bukti toleransi atau resistensi in vivo.36
Pasien dengan skabies harus diberitahu bahwa skabies adalah jinak, tetapi
menular dan ada beberapa pengobatan yang tersedia (Tabel 2). Pengobatan harus
disesuaikan berdasarkan diagnosis dasar yang ditegakkan. Permetrin topikal
merupakan terapi lini pertama yang lazim digunakan di Amerika Serikat. Bila
permetrin tidak tersedia (misalnya, di Perancis), benzil benzoate, ivermectin
topikal atau oral merupakan pilihan yang baik. Ivermectin oral lebih disukai untuk
pasien yang tidak dapat mentoleransi terapi topikal dan mereka yang tidak
mungkin untuk mematuhi terapi rejimen tersebut.
Jika ivermectin digunakan untuk mengobati orang yang dijelaskan dalam
problem kasus diatas, data yang terbatas dan pengalaman profesional saya akan
membawa saya untuk merekomendasikan pemberian dosis 200 ug per kilogram,
diulang dua minggu kemudian. Orang lain yang mengalami kontak tertutup
16
dengannya juga harus diobati, dan saya akan memberikan resep untuk mengobati
pacarnya pada saat yang sama, bahkan jika dia asimtomatik. Saya juga akan
menyarankan untuk mencuci dan mengerinkan pakaian dan seprai yang baru
dikenakan. Pasien harus di follow up untuk memastikan resolusi gatal, yang dapat
memakan waktu hingga empat minggu.
17
REFERENSI
1. Downs AMR, Harvey I, Kennedy CTC. The epidemiology of head lice and
scabies in the UK. Epidemiol Infect 1999;122: 471-7.
2. Walton SF, Holt DC, Currie BJ, Kemp DJ. Scabies: new future for a neglected
disease. Adv Parasitol 2004;57:309-76.
3. Arlian LG, Runyan RA, Achar S, Estes SA. Survival and infectivity of
Sarcoptes scabiei var. canis and var. hominis. J Am Acad Dermatol
1984;11:210-5.
4. Otero L, Varela JA, Espinosa E, et al. Sarcoptes scabiei in a sexually
transmitted infections unit: a 15-year study. Sex Transm Dis 2004;31:761-5.
5. Mahé A, Faye O, N’Diaye HT, et al. Definition of an algorithm for the
management of common skin diseases at primary health care level in sub-
Saharan Africa. Trans R Soc Trop Med Hyg 2005; 99:39-47.
6. Orkin M. Scabies: what’s new? Curr Probl Dermatol 1995;22:105-11.
7. Falk ES, Eide TJ. Histologic and clinical findings in human scabies. Int J
Dermatol 1981;20:600-5.
8. Walker GJA, Johnstone PW. Interventions for treating scabies. Cochrane
Database Syst Rev 2000;3:CD000320.
9. Bigby M. A systematic review of the treatment of scabies. Arch Dermatol
2000; 136:387-9.
10. Schultz MW, Gomez M, Hansen RC, et al. Comparative study of 5%
permethrin cream and 1% lindane lotion for the treatment of scabies. Arch
Dermatol 1990;126: 167-70.
11. Bhalla M, Thami GP. Reversible neurotoxicity after an overdose of topical
lindane in an infant. Pediatr Dermatol 2004; 21:597-9.
12. Franz TJ, Lehman PA, Franz SF, Guin JD. Comparative percutaneous
absorption of lindane and permethrin. Arch Dermatol 1996;132:901-5.
13. Meinking TL, Taplin D. Safety of permethrin vs lindane for the treatment of
scabies. Arch Dermatol 1996;132:959-62.
14. Scabies fact sheet. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention, 2005.
(Accessed March 24, 2006, at http://www.cdc.gov/ncidod/dpd/parasites
/scabies/ factsht_scabies.htm.)
15. Brooks PA, Grace RF. Ivermectin is better than benzyl benzoate for childhood
scabies in developing countries. J Paediatr Child Health 2002;38:401-4
16. Taplin D, Meinking TL, Chen JA, Sanchez R. Comparison of crotamiton 10%
cream (Eurax) and permethrin 5% cream (Elimite) for the treatment of scabies
in children. Pediatr Dermatol 1990;7:67-73.
17. Chosidow O. Scabies and pediculosis. Lancet 2000;355:819-26.
18. Walton SF, McKinnon M, Pizzutto S, Dougall A, Williams E, Currie BJ.
Acaricidal activity of Melaleuca alternifolia (tea tree) oil: in vitro sensitivity
of Sarcoptes scabiei var hominis to terpinen-4-oil. Arch Dermatol
2004;140:563-6.
18
19. Meinking TL, Taplin D, Hermida JL, Pardo R, Kerdel FA. The treatment of
scabies with ivermectin. N Engl J Med 1995; 333:26-30.
20. del Giudice P, Chosidow O, Caumes E. Ivermectin in dermatology. J Drugs
Dermatol 2003;2:13-21.
21. Roulet A, Puel O, Gesta S, et al. MDR1-deficient genotype in Collie dogs
hypersensitive to the P-glycoprotein substrate ivermectin. Eur J Pharmacol
2003;460:85-91.
22. Macotela-Ruiz E, Pena-Gonzalez G. Tratamiento de la escabiasis con
ivermectina por via oral. Gac Med Mex 1993;129: 201-5.
23. Chouela EN, Abeldano AM, Pellerano G, et al. Equivalent therapeutic
efficacy and safety of ivermectin and lindane in the treatment of human
scabies. Arch Dermatol 1999;135:651-5.
24. Usha V, Gopalakrishnan Nair TV. A comparative study of oral ivermectin and
topical permethrin cream in the treatment of scabies. J Am Acad Dermatol
2000; 42:236-40.
25. Gardon J, Gardon-Wendel N, Demanga Ngangue, Kamgno J, Chippaux JP,
Boussinesq M. Serious reactions after mass treatment of onchocerciasis with
ivermectin in an area endemic for Loa loa infection. Lancet 1997;350:18-22.
26. Lawrence G, Leafasia J, Sheridan J, et al. Control of scabies, skin sores and
haematuria in children in the Solomon Islands: another role for ivermectin.
Bull World Health Organ 2005;83:34-42.
27. Barkwell R, Shields S. Deaths associated with ivermectin treatment of scabies.
Lancet 1997;349:1144-5.
28. del Giudice P, Marty P, Gari-Toussaint M, Le Fichoux Y. Ivermectin in
elderly patients. Arch Dermatol 1999;135:351-2.
29. Arlian LG, Estes SA, Vyszenski-Moher DL. Prevalence of Sarcoptes scabiei
in the homes and nursing homes of scabietic patients. J Am Acad Dermatol
1988;19:806-11.
30. Elston DM. Controversies concerning the treatment of lice and scabies. J Am
Acad Dermatol 2002;46:794-6.
31. Walton SF, McBroom J, Mathews JD, Kemp DJ, Currie BJ. Crusted scabies: a
molecular analysis of Sarcoptes scabiei variety hominis populations from
patients with repeated infestations. Clin Infect Dis 1999; 29:1226-30.
32. Argenziano G, Fabbrocini G, Delfino M. Epiluminescence microscopy: a new
approach to in vivo detection of Sarcoptes scabiei. Arch Dermatol
1997;133:751-3.
33. Prins C, Stucki L, French L, Saurat JH, Braun RP. Dermoscopy for the in vivo
detection of Sarcoptes scabiei. Dermatology 2004;208:241-3.
34. Burkhart CG, Burkhart CN. Optimal treatment for scabies remains
undetermined. J Am Acad Dermatol 2001;45:637-8.
19
35. Currie BJ, Harumal P, McKinnon M, Walton SF. First documentation of in
vivo and in vitro ivermectin resistance in Sarcoptes scabiei. Clin Infect Dis
2004;39:e8-e12.
36. Walton SF, Myerscough MR, Currie BJ. Studies in vitro on the relative
efficacy of current acaricides for Sarcoptes scabiei var. hominis. Trans R Soc
Trop Med Hyg 2000;94:92-6.
37. Sexually transmitted diseases treatment guidelines — 2002. Atlanta: Centers
for Disease Control and Prevention, 2002. (Accessed March 24, 2006, at
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5106a1.htm.)
38. National guidelines for the management of scabies. Sex Transm Infect 1999;
75:Suppl 1:S76-S77.
20