Mps Kuantitatif
Mps Kuantitatif
Jadi hubungan resiprokal kausal merupakan hubungan kausal timbal balik atau bolak balik
dimana variabel sebab dapat menjadi variabel akibat dan sebaliknya variabel akibat dapat
menjadi variabel sebab. Contoh adalah hubungan antara kepuasan kerja an prestasi kerja. Orang
yang puas bekerja akan menyebabkan memiliki kepuasan kerja, atau sebaliknya orang yang
memiliki kepuasan kerja akan menyebabkan prestasi kerja meningkat. Demikian juga antara
motivasi kerja dan kepuasan kerja. Motivasi kerja akan mendorong kepuasan kerja dan kepuasan
kerja akan mendorong motivasi kerja (BAGAN 5. 14a)
Satu hubungan prediktif adalah juga harus menunjukan hubungan kausal. Satu hubungan disebut
prediktif jika ada hubungan kausal di antara variabel dimana ada variabel independen berposisi
sebagai peramal (prediktor) dan ada variabel disebut diramal atau diprediksi. Hubungan prediktif
berarti meramalkan atau memprediksi apa yang terjadi dalam variabel terikat atau dependen
apabila dilakukan perubahan dalam variabel bebas atau independen yang bersifat linear Rober
Ho selanjutnya mengatakan
There are many reasons why researchers want to predict one variable from another. For
example, knowing a person’s I.Q, what can we say about this person’s prospect of successfully
completing a university course? Knowing a person’s prior voting record, can we make any
informed guesses concerning his vote in the coming election? Knowing his mathematics aptitude
scote can we estimate the quality of his performance in a course in statistics? These questions
involve predictions from one variable to another, and psychologist educators, biologists,
sociologists, and economists are constantly being called upon to perform this function.
Jadi disebut satu hubungan prediksi (prediction relationship) jika perubahan pada variabel
independen dapat memprediksi perubahan pada variabel dependen, apabila perubahan dalam satu
variabel dependen dapat diramalkan jika dilakukan perubahan pada variabel independen.
BAGAN 5.14b
Menunjukan hubungan prediksi dimana penambahan atau pengurangan prestasi kerja dapat
diramalkan atau diprediksi melalui penambahan atau pengurangan gaji. Singkatnya, jika gaji
ditambah dalam jumlah tertentu maka dapat diramalkan beberapa peningkatan pada prestasi
kerja.
Dua variabel adalah berhubungan jika perubahan dalam nilai dari satu variabel secara sistematik
membawa perubahan dalam nilai-nilai variabel lain. Ini mengindikasikan ada arah perubahan
hubungan (direction of relations). Ketika kita mengatakan arah hubungan kita artikan bahwa
hubungan antara variabel mengarah ke dua arah: mungkin positif atau negatif. Pernyataan
tentang hubungan dapat menunjukan perubahan nilai dalam variabel X terjadi perubahan nilai
dalam variabel Y dan perubahan tersebut mungkin positif atau negative. Ini terjadi dalam bentuk
hubungan linear atau taklinear. Menurut Walliman:
Positive, e.g. strong people are muscular (and vice versa), i.e. high value in one
concept associated with igh value in second concept, or low value associated with
low value
Negative, e.g. grass at low altitudes grows longer, i.e. low value in one concept
associated with high value in second concept.
None, e.g. men and women have aqual rights in a democracy, i.e. no information
about associated high or low values in either concept.
Baik hubungan bivariabel maupun hubungan multivariable, serta hubungan korelasional dan
hubungan kausal bisa menunjukn arah hubungan positif atau hubungan negatif.
Satu hubungann positif (positive relations) atau hubungan satu arah berarti bahwa bila nilai-nilai
dari satu variabel meningkat, nilai-nilai dari yang lain juga meningkat; atau sebaliknya jika nilai-
nilai dari satu variabel lain juga menurun. Sebagai contoh adalah hubungan antara motivasi
berprestasi dan prestasi kerja (BAGAN 5.15) menunjukan arah
Satu hubungan negatif (negative relations) atau hubungan terbalik (inverse relations)
mengindikasikan bahwa nilai-nilai dari satu variabel meningkat, nilai-nilai dan variabel lain
menurun. Sebaliknya , jika nilai dari satu variabel menurun maka nilai variabel lain menigkat.
Nilai tinggi dari satu variabel dihubungkan dengan nilai rendah dari variabel lainnya, atau
sebaliknya nilai rendah dari satu variabel dihubungkan dengan nilai tinggi pada variabel lainnya.
Satu hubungan negatif, juga disebut hubungan terbalik (inverse relations) mengindikasikan jika
nilai-nilai dari satu variabel meningkat, maka nilai-nilai dari variabel lain menurun; atau
sebaliknya jika nilai-nilai dari satu variabel menurun, maka nilai-nilai dari variabel lain
meningkat. Contoh hubungan negatif tampak dalam hubungan antara sentralisasi manajemen dan
produktivitas. Pernyataan proposional adalah sebagai berikut “sentralisasi manajemen
menyebabkan penurunan produktivitas” (BAGAN 5.16) proposisi ini menyatakan bahwa
organisasi yang memiliki sentralisasi manajemen akan mengakibatkan tingkat produktivitas
rendag. Jadi, makin tinggi sentralisasi manajemen mengakibatkan semakin rendah produktivitas.
Hubungan kausal dapat unidirectional tau bedirectional. Unidirectional atau satu arus tampak
dalam kasus variabel independen memengaruhi variabel dependen tetapi tidak sebaliknya.
Hubungan unidireksional dalam hubungan antara variabel tapak dalam kasus variabel motivasi
berprestasi memngaruhi variabel prestasi kerja tetapi tidak sebaliknya (BAGAN 5. 17a). variabel
motivasi berprestasi selalu berposisi menjadi variabel independen bagi variabel prestasi kerja,
atau sebaliknya variabel prestasi kerja selalu berposisi sebagai variabel dependen bagi variabel
motivasi berprestasi.
Menurut hubungan bidirectional atau dua arus atau araus timbal balik resiprokal jika masing-
masing variabel memengaruhi yang lain. antara variabel dalam sekuensi temporal sering disebut
hubungan resiprokal (reciprocal relationship) atau mutual causation atau mutual correlation.
((BAGAN 5. 17b ). Hubungan antara variabel disebut hubungan resiprokal atau mutual causation
dan mutual correlation apabila kedua variabel tersebut saling memengaruhi satu dengan lain. A
memengaruhi B yang memengaruhi A.Oleh karena itu, hubungan resiprokal disebut juga
hubungan dua arah di mana satu variabel dapat menjadi sebab atau memengaruhi dari variabel
lain dan pada saat tertentu justru menjadi akibat atau variabel yang dipengaruhi. Missal, variabel
X memengaruhi variabel Y sehingga variabel X berposisi sebagai variabel indeenden sedangkan
variabel Y
BAGAN 5.17: Kemungkinan Hubungan Kausal
a. Kausalitas unidireksional
Berposisi sebagai variabel dependen. Tetapi pada saat lain variabel Y memengaruhi variabel X
sehingga variabel Y berposisi sebagai variabel independen danvariabel X berposisi sebagai
variabel independen
Hubungan bedirectioanal atau resiprokal ini, misalnya, tampak antara kepuasan kerja dan
kinerja (BAGAN 5.17). Satu topik yang paling kontroversional dan paling banyak diperdebatkan
dalam mempelajari kepuasan kerja adalah dalam hubungan dengan prestasi kerja. Selama
bertahun-tahun, banyak manajer percaya bahwa seorang pekerja yang puas adalah pekerja yang
mempunyai prestasi tinggi. Meskipun dikatakan antara kepuasan kerja dan kinerja menunjukan
hubungan timbal balik, bukan berarti hubungan antara variabel tidak dapat ditentukan variabel
yang menjadi sebab maupun variabel yang menjadi akibat. Hanya arah hubungan tersebut timbal
balik atau dua arah. Pada saat tertentu dianalisis pengaruh kepuasan terhadap kinerja dan pada
saat yang sama atau pada saat lain dapat juga dianalisis hubungan kausal antara kinerja dan
kepuasan kerja.
Berdasarkan bentuk hubungan maka hubungan antara variabel dapat dibedakan atas hubungan
linear (linear relations) dan hubungan kurvilinier (curvilinear relations) atau taklinear
Model teoritik dalam hubungan antarvariabel sebagaimana telah dijelaskan menunjukan bentuk
hubungan linear dengan arah positif atau negatif. Suatu hubungan antara variabel disebut linear
apabila perubahan yang terjadi dalam satu variabel diikuti oleh perubahan yang sama atau
sebanding dan searah dalam variabel lain. Hubungan linear bisa dalam sifat asosiatif (associative
model) atau kausalitas. Jika nilai variabel X berubah secara meningkat dari 1, 4, 6, 8, 10, 15
maka perubahan yang sama juga terjadi dalam variabel Y yaitu berubah dari 1, 3, 6, 9, 12 dan 14.
Demikian juga sebaliknya, perubahan, nilai yang menurun dalam variabel X menunjukan
perubahan nilai menurun juga dalam variabel Y. Perubahan nilai dalam satu variabel akan diikuti
oleh perubahan nilai yang relatif sama atau sebanding dan searah atau kea rah yang sama dalam
variabel lain. Hubungan linear positif terjadi antara kepuasan dan prestasi kerja. Dalam
pernyataan prorposional dapat dikemukakan; “Makin tinggi tingkat kepuasan kerja, semakin
tinggi tingkat kinerja” atau sebaliknya “Makin rendah tingkat kepuasaan kerja, semakin rendah
tingkat kinerja”. Jika proposisi tersebut dibuat dalam suatu model teoritik, maka akan
menunjukan model teoritik hubungan antara variabel bentuk linear positif (BAGAN 5.19).
Hubungan antara variabel bentuk linear juga dapat bersifat negative, di mana perubahan
nilai dalam suatu variabel (X) diikuti oleh perubahan nilai yang relative sama atau sebanding kea
rah yang berlawanan dalam variabel lain (Y). Jika perubahan nilai dalam variabel X meningkat
akan disertai perubahan nilai menurun dalam variabel Y proposisi yang menunjukan hubungan
linear yang negatif tampak dalam pernyataan berikut ini: “Makin meningkat (tinggi) tingkat
kepuasan kerja, semakain menurun (rendah) tingkat kecendrungan keluar pegawai,” sebaliknya
“makin menurun (rendah) tingkat kepuasaan kerja, semakin meningkat (tinggi) tingkat
kecenderungan keluar pegawai. Proposisi lain ialah: “makin tinggi tingkat kepuasan kerja
semakin rendah
BAGAN 5.19: Model Teritik Hubungan Linear Postif Antara Kepuasan Kerja Dan
Kinerja
Bagan 5.20 Model Teoritik Hubungan Linear Antara Kepuasan Kerja Dan Kemangkiran
Tingkat kemangkiran (abseenteism) atau sebaliknya “makin rendah tingkat kepuasan kerja
semakin tinggi tingkat kemangkiran”. Proposisi ini tampak seperti dalam (BAGAN 5. 20)
Hubungan antara variabel tidak selalu dalam bentuk hubungan linear, melainkan adakalanya
menunjukan hubungan tak linear (nonlinier relationship) atau hubungan kurvilinier (curvilinier
relationship). Disebut hubungan tak-linear atau kurvilinier juga disebut sebagai model fungsional
(functional model), apabila terjadi perubahan nilai dalam satu variabel (X) diikutioleh perubahan
nilai yang berbeda atau tak sebanding dalam variabel lain (Y). Jika sifat hubungan berawal dari
hubungan ara positif kemudian berubah rah menjadi negative atau sebaliknya hubungan berawal
dari arah negative kemudian berubah menjadi arah positif maka bentuk hubungan adalah
kurvilinier atau taklinier.
Ada dua bentuk hubungan kurvilinier yaitu bentuk hubungan kurvilinier V ke bawah atau
terbalik atau telungkup dan ke arah atas. Dalam hal kurvilinier V terbalik atau telungkup
(BAGAN 5.21), pada tingkat awal menunjukan hubungan linear positif (X meningkat, maka Y
meningkat atau sebaliknya) dan kemudian berubah sampai pada tingkat tertentu lainnya menjadi
hubungan linear negatif (X meningkat, maka Y menurun). Jika sifat hubungan berawal dari
hubungan arah positif kemudian berubah arah menjadi negatif disebut kurvilinier V terbalik atau
ke arah bawah. Misalnya, apabila nilai variabel X berubah dari 2, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 15, 18,
perubahan tersebut memengaruhi perubahan nilai dalam variabel Y, misalnya menjadi 6, 8, 12,
14, 17, 14, 12, 8,5.
BAGAN 5.21: Model Teoritik Hubungan Kurvilinier Antara Stress Kerja Dan
Unjuk Kerja
Hubungan tidak linear V terbalik juga terjadi antara trust dan innovation. Tentang
hubungan tidak linier antara trust dan innovation (nonlinier association between trust and
innovation) dijelaskan oleh Stephen R. Herting sebagai berikut,
The relationship between trust and innovation may also be nonlinier. Intuition tells us that
minimum trust would certainly and in minimal innovation.in a coercive, suspicious environment,
innovation that emerges is likely to be are rare and self-serving. However, maximum trust may
not result in maximum innovation. In a completely free-wheeling, unregulated environment,
randomness and axperimentation may spiral into chaos. Hardin (1993) is helpful in this regard
suggesting an optimum balance between trust and trustworthiness. In the case of innovation,
there may be a point of ptimization, where these is sufficient trust to enable the maximum
innovation effects, but where, beyond that point, innovation decreases. Finding that optimum
degree of trust would be important to any organization needing to adopt technical or
organizational innovations.
Selanjutnta dikemukakan,