Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH TEKNOLOGI

BATUBARA
“TAMBANG BATUBARA”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 4 KELAS IV-B-D3


1. EKA SAFITRI (12614008)
2. VICA NOOR ANDIANI (12614012)
3. MEILAN NOVITA SARI (12614017)
4. ALFRET TARUK ALLO (126140
5. SAMUEL PETER (126140

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2014

1
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa karena atas karunia-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Tambang
Batubara.
Makalah ini disusun sesuai dengan tugas Teknologi
Batu Bara dengan judul Penambangan Batu Bara.
Pembahasan dalam makalah ini ialah tentang
penambangan Batu Bara, Metode-metode yang
digunakan,serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses
penambangan.
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa
agar dapat lebih mudah memahami Teknologi Batu Bara
khususnya Penambangan Batu Bara.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih perlu
ditingkatkan lagi, masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Samarinda, 12 Juni 2014

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................
Daftar Isi .....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................
1.1 Latar Belakang ......................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................
2.1 Batubara ................................................................................
2.2 Penambangan Batu Bara .......................................................
2.3 Proses Penambangan Batu Bara............................................
2.4 Metode Penambangan Batu Bara ..........................................
2.4.1 Metode Tambang Terbuka Batu Bara .........................
2.4.1.1 Keuntungan dan Kerugian Tambang Terbuka ...............
2.4.1.2 Macam-Macam Tambang Batu Bara Terbuka..............
2.4.2 Metode Tambang Batu Bara Tertutup .................................
2.4.2.1 Teknologi Tambang Dalam ...........................................
2.4.2.2 Room & Pillar Mining ...................................................
2.4.2.3 Long Wall Mining .........................................................
2.4.3 Metode Penambangan dengan Auger (Auger Mining) .......
2.5 Faktor-Faktor dalam Pemilihan Sistem Penambangan

3
BAB III SOAL DAN JAWABAN ............................................
BAB IV PENUTUP ...................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Batu bara merupakan salah satu sumber energi yang


sangat penting dalam kehidupan manusia. Sesuai dengan
namanya, batu bara adalah batuan yang mudah terbakar. Sudah
bukan rahasia, bahwa sebagian besar pembangkit listrik yang
beroperasi (di Indonesia) hingga saat ini masih memanfaatkan
batu bara sebagai bahan bakarnya. Tanpa batu bara, bisa
dipastikan sebagian wilayah Indonesia tidak berlistrik. Batu bara
yang tersedia di Indonesia juga cukup melimpah, terutama di
Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis
terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat
Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada
umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat
dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar
Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau
sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut
Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim
purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini.
Beberapa diantaranya tergolong kubah gambut yang terbentuk di

5
atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun.
Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi
dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk
ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar
abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat
umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu
bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi.
Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah
pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur
Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
Batubara menunjukkan tantangan, yang mungkin lebih
daripada bahan bakar fosil lainnya, yang dihadapi oleh
masyarakat global dalam memerangi perubahan iklim. Batubara
berkontribusi atas 44% emisi karbon dari bahan bakar secara
global – lebih besar dari minyak (35%) dan gas alam (20%).
Batubara mengeluarkan karbon dioksida (CO2) yang lebih tinggi
daripada bahan bakar fosil lainnya. Pertambangan batu bara
berkontribusi atas 8-10 persen emisi metana (CH4) buatan
manusia secara global.
Umat manusia masih sangat bergantung pada batubara
untuk pemanas, listrik, dan pabrik baja. Kita harus menghentikan
ketergantungan kita terhadap batu bara untuk membatasi dampak

6
terhadap iklim, walapun transisi ini akan memerlukan pergeseran
paradigma energi secara internasional.
Wawasan industri batubara ini penting karena masyarakat
kita masih sangat bergantung pada batu bara, minyak, dan gas
alam, terlepas dari segala kemajuan teknologi yang kita miliki
selama dua abad terakhir.
Tapi batubara tidak bisa menjadi sumber daya untuk
kemajuan umat manusia selamanya. Pada tahun 2012, telah
diperkirakan bahwa sumber daya batubara dunia akan habis
dalam waktu kurang dari 132 tahun. Dengan demikian, kita akan
terus menggunakan cadangan bahan bakar fosil yang sebenarnya
juga diperlukan oleh generasi mendatang, sampai umat manusia
menemukan alternatif lain.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batu Bara


Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian
umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk
dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara
juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan
kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang
dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya
dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit
dan gambut.
 Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna
hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara
86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari
8%.
 Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan
berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang
paling banyak ditambang di Australia.

8
 Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak
air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang
kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
 Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat
lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
 Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta
nilai kalori yang paling rendah
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga
batu bara disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification).
Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
 Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat
material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk.
Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis
yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta
membentuk gambut.
 Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan
dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

9
Gambar 1. Penambangan Batu Bara

2.2. Penambangan Batu Bara


Cara penambangan atau dikenal dengan sistem ekstraksi
mineral, secara garis besarnya ada dua yaitu tambang terbuka
(surface mining) dan tambang tertutup atau tambang bawah tanah
(underground mining). Pada sistem tambang terbuka, umumnya
bahan galian atau cadangan mineral terasosiasi dengan batuan
penutup atau pendukungnya yang sudah terekspos ke permukaan
bumi. Sementara pada sistem tambang tertutup, bahan galian
mineral terdapat di dalam perut bumi dan tertutup oleh lapisan
batuan penutup yang tebal sehingga perlu pembuatan lubang atau
terowongan untuk mengekstraksinya.

10
Penambangan batubara di Indonesia umumnya dilakukan
dengan sistem tambang terbuka. Tingkat resiko keamanan dan
keselamatan kerja pada tambang terbuka dinilai lebih kecil
dibandingkan dengan tambang tertutup. Biaya investasi dan
operasionalnya juga dinilai lebih rendah, baik untuk peralatan,
manpower hingga asuransi. Namun demikian, dampak langsung
dari penambangan terbuka terhadap lingkungan tentunya lebih
besar daripada tambang tertutup mengingat cara kerja yang
berkontak langsung dengan aktivitas hidup di permukaan bumi.
Tambang tertutup akan jadi pilihan yaitu ketika tambang
terbuka sudah tidak memungkinkan lagi dilakukan, dan melihat
nilai ekonomis batubara yang akan diambil. Sistem tambang
batubara tertutup banyak dilakukan di negara-negara Eropa. Di
Indonesia, sistem penambangan tertutup yang masih beroperasi
antara lain Tambang Batubara Ombilin, PT. BA, Sawahlunto,
Sumatera Barat; Tambang PT. Kitadin, Tenggarong, Kalimantan
Timur; Tambang PT. Fajar Mas Murni di tepi Sungai Mahakam,
Tenggarong, Kalimantan Timur. Pemilihan sistem penambangan
batubara, baik tambang terbuka maupun tambang tertutup
ditentukan oleh kondisi geologi batuan penutup, batuan dasar dan
karakteristik material batuan tersebut, cadangan mineral dan
karakteristiknya, nilai ekonomis mineral yang dapat diambil,

11
serta pertimbangan ekonomis untuk biaya penambangan dan
pertimbangan teknik pelaksanaan.

2.3. Proses Penambangan Batu Bara


Pada tambang terbuka, umumnya lapisan batubara berada di
permukaan bumi atau tertutup topsoil/subsoil tidak lebih dari 6
meter. Secara garis besarnya, proses penambangan batubara
meliputi penyiapan lahan/areal tambang, pengupasan lapisan
penutup batubara dan pengambilan batubara.
1. Aktivitas land clearing, atau pembukaan dan pembersihan
lahan dari pepohonan/tanaman.
2. Top soil removal, yaitu pengupasan dan pemindahan
lapisan tanah teratas yang mengandung humus. Ketebalan
topsoil umumnya 0,3-1 meter dari permukaan tanah.
Lapisan di bawahnya yang masih gembur disebut subsoil.
Kedua lapisan tanah ini diambil dan dipindahkan untuk
nantinya akan digunakan lagi pada proses reklamasi.
3. Umumnya di bawah topsoil masih terdapat lapisan tanah
atau batuan sebelum ditemukan lapisan batubara. Lapisan
batuan atau material penutup batubara ini disebut
overburden. Sama seperti topsoil, overburden juga
dipindahkan ke tempat yang disebut disposal atau waste
dump atau tempat pembuangan.

12
4. Setelah lapisan penutup terbuka dan tampak lapisan
batubara seluas area yang memadai, maka proses
penambangan dapat dilakukan.
5. Batubara diambil kemudian diangkut menuju stockpile
dimana di tempat itu batubara akan dibersihkan dari
kontaminannya dan dihancurkan oleh crusher menjadi
pecahan-pecahan yang lebih kecil. Selanjutnya batubara
siap diangkut dengan trailer ke pelabuhan, dan dinaikan
ke atas tongkang.

Aktivitas di atas juga meliputi aktivitas pendukung, antara lain:


 Aktivitas alat berat, seperti buldozer, yaitu proses
penghancuran material dengan ripper (ripping) dan
penumpukan material (dozing), yang tujuannya agar
material mudah di-loading.
 Aktivitas drilling dan blasting, yaitu penghancuran
material keras dengan peledakan.
 Aktivitas loading, yaitu pengambilan material dengan
excavator untuk dimuatkan ke dalam bak dumptruck.
 Aktivitas hauling, yaitu pengangkutan atau pemindahan
material dari lokasi loading (atau disebut front) ke lokasi
pembuangan (dumping). Untuk material overburden,
lokasi dumping disebut waste dump atau disposal.
Sedangkan untuk material coal, lokasi dumping disebut

13
stockpile atau stockrom. Dalam aktivitas ini digunakan
dumptruck sebagai alat angkutnya.
 Aktivitas road maintaining, yaitu perawatan jalan
tambang. Alat yang digunakan adalah buldozer dan
grader. Dan masih banyak aktivitas yang lain.

2.4. Metode Penambangan Batu Bara


Metode dalam melakukan penambangan batu bara, terdapat
3 metode, yaitu metode penambangan terbuka, penambangan
tertutup (bawah tanah), dan metode penambangan dengan auger
(auger minning)
2.4.1 Metode Tambang Terbuka Batu Bara
Tambang Terbuka – juga disebut tambang permukaan
– hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batu bara
berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang
terbuka memberikan proporsi endapan batu bara yang lebih
banyak daripada tambang bawah tanah karena seluruh lapisan
batu bara dapat dieksploitasi – 90% atau lebih dari batu bara
dapat diambil. Tambang terbuka yang besar dapat meliputi
daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak
alat yang besar, termasuk: dragline (katrol penarik), yang
memindahkan batuan permukaan; power shovel (sekop
hidrolik); truk-truk besar, yang mengangkut batuan

14
permukaan dan batu bara; bucket wheel excavator (mobil
penggali serok); dan ban berjalan.
Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan
dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak; batuan
permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan
katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu
bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali, dipecahkan
kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-
jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban
berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau
langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.
Beberapa ahli pertambangan telah melakukan
klasifikasi metode penambangan terbuka dan bawah tanah
antara lain : Peele (1941), Young (1946), Lewis dan Clarck
(1964). Dasar dari pembagian metode ini adalah beberapa
kombinasi subyektif dari spasial, geologi dan faktor geoteknik.
Sedangkan beberapa skema saat ini dikenalkan lebih
kuantitatif atau memiliki pendekatan sistem, tetapi
menggunakan dasar pe ndekatan yang sama seperti Peele
adalah Morrison dan Russel (1973), Broshkov dan Wright
(1973), Thomas (1978), Nicholas (1981) dan Hamrin (1982).
Untuk saat ini yang diperlukan adalah klasifikasi dari metode
penambangan yang mempunyai ciri : (H.L. Hartman, 1987)

15
1. Umum (dapat diaplikasi kesemua komoditi tambang,
batubara dan non batubara).
2. Termasuk pada metode yang sedang berjalan dan
menjanjikan sebuah metode baru yang sedang
dikembangkan tetapi belum dapat dibuktikan secara
keseluruhan.Mengenai perbedaan kelas metode yang
besar dan biaya relatif.
Kategori yang digunakan oleh Hartman adalah :
1) Dapat diterima (acceptable) : tradisional atau baru
2) Lokal untuk tambang terbuka (atau tambang bawah
tanah)
3) Kelas dan sub kelas
4) Metode.
2.4.1.1 Keuntungan dan Kerugian Tambang Terbuka
Pemilihan metode penambangan dilakukan berdasarkan
pada metode yang dapat memberikan keuntungan
optimum dan bukan pada dangkal dalamnya letak
endapan bahan galian tersebut, serta mempunyai
perolehan tambang (mining recovery) yang terbaik.
 Keuntungan dari tambang terbuka antara lain :
 Ongkos penambangan per ton atau per bcm
endapan mineral/bijh lebih murah karena tidak

16
perlu adanya penyanggaan, ventilasi dan
penerangan.
 Kondisi kerjanya baik, karena berhubungan
langsung dengan udara luar dan sinar matahari.
 Penggunaan alat-alat mekanis dengan ukuran
besar dapat lebih leluasa, sehingga produksi bisa
lebih besar.
 Pemakaian bahan peledak bisa lebih efisien,
leluasa dan hasilnya lebih baik, karena :
-Adanya bidang besar (free face) yang lebih
banyak-Gas-gas beracun yang ditimbulkan oleh
peledakan dapat dihembuskan angin dengan cepat
 Perolehan tambang (mining recovery) lebih besar,
karena batas endapan dapat dilihat dengan jelas.
 Relatif lebih aman, karena adanya yang mungkin
timbul terutama akibat kelongsoran.
 Pengawasan dan pengamatan mutu bijih (grade
control) lebih mudah.
2.4.1.2 Macam-Macam Tambang Batu Bara
Terbuka
Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara
didasarkan pada letak endapan, dan alat-alat mekanis
yang dipergunakan. Teknik penambangan pada

17
umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan
topografi daerah yang akan ditambang. Jenis-jenis
tambang terbuka batubara dibagi menjadi :
1. Contour mining
Contour mining cocok diterapkan untuk endapan
batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau
bukit. Cara penambangannya diawali dengan
pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah
singkapan di sepanjang lereng mengikuti garis
ketinggian (kontur), kemudian diikuti dengan
penambangan endapan batubaranya. Penambangan
dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas
endapan yang masih ekonomis bila ditambang.
Menurut Robert Meyers, contour mining dibagi
menjadi beberapa metode, antara lain :
a. Conventional contour mining
Pada metode ini, penggalian awal dibuat
sepanjang sisi bukit pada daerah dimana batubara
tersingkap. Pemberaian lapisan tanah penutup
dilakukan dengan peledakan dan pemboran atau
menggunakan dozer dan ripper serta alat muat
front end leader, kemudian langsung didorong
dan ditimbun di daerah lereng yang lebih rendah

18
(Gambar 2.). Pengupasan dengan contour
stripping akan menghasilkan jalur operasi yang
bergelombang, memanjang dan menerus
mengelilingi seluruh sisi bukit.

Gambar 2. Conventional Contour Mining

b. Block-cut contour mining


Pada cara ini daerah penambangan dibagi
menjadi blok-blok penambangan yang bertujuan
untuk mengurangi timbunan tanah buangan pada
saat pengupasan tanah penutup di sekitar lereng.
Pada tahap awal blok 1 digali sampai batas tebing
(highwall) yang diijinkan tingginya. Tanah
penutup tersebut ditimbun sementara,
batubaranya kemudian diambil. Setelah itu

19
lapisan blok 2 digali kira-kira setengahnya dan
ditimbun di blok 1. Sementara batubara blok 2
siap digali, maka lapisan tanah penutup blok 3
digali dan berlanjut ke siklus penggalian blok 2
dan menimbun tanah buangan pada blok awal.
Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan
diratakan kembali, maka lapisan tanah penutup
blok 4 dipidahkan ke blok 2 setelah batubara
pada blok 3 tersingkap semua. Lapisan tanah
penutup blok 5 dipindahkan ke blok 3, kemudian
lapisan tanah penutup blok 6 dipindahkan ke
blok 4 dan seterusnya sampai selesai (Gambar 3.
). Penggalian beruturan ini akan mengurangi
jumlah lapisan tanah penutup yang harus
diangkut untuk menutup final pit.

Gambar 3. Block-cut counter mining

20
c. Haulback contour mining
Metode haulback ini (Gambar 4 dan 5) merupakan
modifikasi dari konsep block-cut, yang
memerlukan suatu jenis angkutan overburden,
bukannya langsung menimbunnya. Jadi metode ini
membutuhkan perencanaan dan operasi yang teliti
untuk bisa menangani batubara dan overburden
secara efektif.
Ada tiga jenis perlatan yang sering digunakan,
yaitu:
1. Truk atau front-end loader
2. Scrapers
3. Kombinasi dari scrapers dan truk

Gambar 4. Teknik Haulbuck Truck dengan


menggunakan Front-End Loader

21
Gambar 5. Teknik Haulbuck Truck dengan
menggunakan kombinasi scraper dan truck

d. Box-cut contour mining


Pada metode box-cut contour mining ini (Gambar
6.) lapisan tanah penutup yang sudah digali,
ditimbun pada daerah yang sudah rata di
sepanjang garis singkapan hingga membentuk
suatu tanggul-tanggul yang rendah yang akan
membantu menyangga porsi terbesar dari tanah
timbunan
2. Mountaintop Removal Method
Metode mountaintop removal method ini (Gambar
7.) dikenal dan berkembang cepat, khususnya di
Kentucky Timur (Amerika Serikat). Dengan metode

22
ini lapisan tanah penutup dapat terkupas seluruhnya,
sehingga memungkinkan perolehan batubara 100%.

Gambar 7. Mountaintop removal method

3. Area Mining Method


Metode ini diterapkan untuk menambang endapan
batubara yang dekat permukaan pada daerah
mendatar sampai agak landai. Penambangannya
dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai
lapisan dan tanah penutup dangkal dilanjutkan ke
yang lebih tebal sampai batas pit.
Terdapat tiga cara penambangan area mining
method, yaitu :
1) Conventional area mining method
Pada cara ini, penggalian dimulai pada daerah
penambangan awal sehingga penggalian lapisan

23
tanah penutup dan penimbunannya tidak terlalu
mengganggu lingkungan. Kemudian lapisan tanah
penutup ini ditimbun di belakang daerah yang
sudah ditambang (Gambar 8).

2)

3)

4)

5)
Gambar 8. Conventional Area Mining Method

2) Area Mining with Stripping Shovel


Cara ini digunakan untuk batubara yang terletak
10–15 m di bawah permukaan tanah.
Penambangan dimulai dengan membuat bukaan
berbentuk segi empat. Lapisan tanah penutup
ditimbun sejajar dengan arah penggalian, pada
daerah yang sedang ditambang. Penggalian sejajar
ini dilakukan sampai seluruh endapan tergali
(Gambar 9.).

24
6)

7)

8)

9)

Gambar 9. Area Mining With Stripping Shovel

3) Block area mining


Cara ini hampir sama dengan conventional area
mining method, tetapi daerah penambangan dibagi
menjadi beberapa blok penambangan. Cara ini
terbatas untuk endapan batubara dengan tebal
lapisan tanah penutup maksimum 12 m. Blok
penggalian awal dibuat dengan bulldozer. Tanah
hasil penggalian kemudian didorong pada daerah
yang berdekatan dengan daerah penggalian
(Gambar 10.).

25
Gambar 2.10. Block Area Mining

4) Open pit Method


Metode ini digunakan untuk endapan batubara
yang memiliki kemiringan (dip) yang besar dan
curam. Endapan batubara harus tebal bila lapisan
tanah penutupnya cukup tebal.
a. Lapisan miring
Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara
yang terdiri dari satu lapisan (single seam) atau
lebih (multiple seam). Pada cara ini lapisan
tanah penutup yang telah dapat ditimbun di
kedua sisi pada masing-masing pengupasan
(Gambar 2.11).

26
Gambar 11. Open Pit Method pada Lapisan Miring

b. Lapisan tebal
Pada cara ini penambangan dimulai dengan
melakukan pengupasan tanah penutup dan
penimbunan dilakukan pada daerah yang sudah
ditambang. Sebelum dimulai, harus tersedia
dahulu daerah singkapan yang cukup untuk
dijadikan daerah penimbunan pada operasi
berikutnya (Gambar 12.). Pada cara ini, baik
pada pengupasan tanah penutup maupun
penggalian batubaranya, digunakan sistem
jenjang (benching system).

27
Gambar 12.. Open Method pada lapisan tebal

2.4.2 Metode Tambang Batu Bara Tertutup


Pemanfaatan secara ekonomis potensi cadangan batubara
disebut dengan penambangan batubara, yang terbagi menjadi
penambangan terbuka (surface mining atau open cut mining) dan
penambangan bawah tanah atau tambang dalam (underground
mining).
Bila terdapat singkapan batubara (outcrop) di permukaan
tanah pada suatu lahan yang akan ditambang, maka metode
penambangan yang akan dilakukan, yaitu metode terbuka atau
bawah tanah, ditetapkan berdasarkan perhitungan tertentu yang
disebut dengan nisbah pengupasan (Stripping Ratio, SR). Nisbah

28
ini merupakan indikator tingkat ekonomis suatu kegiatan
penambangan.

SR = {(Biaya Tambang Dalam) – (Biaya Tambang Terbuka)} /


Biaya Pengupasan

Pada perhitungan SR di atas, biaya tambang dalam adalah


biaya per batubara bersih (clean coal) dalam ton, sedangkan
untuk biaya tambang terbuka adalah biaya per batubara bersih
dalam ton dan biaya relamasi, tapi tidak termasuk biaya
pengupasan tanah penutup (overburden). Sedangkan biaya
pengupasan adalah biaya pengupasan tanah penutup, dalam m3

Gambar 13. Batas Kritis Metode Penambangan

Sebagai contoh, bila dari studi kelayakan (feasibility


study) ternyata diketahui bahwa biaya tambang dalam pada suatu
lahan yang akan ditambang adalah US$150, biaya tambang

29
terbuka adalah US$50, dan biaya pengupasan adalah US$10,
maka nisbah pengupasan atau SR adalah 10. Dari gambar 1 di atas
terlihat bahwa sampai dengan posisi tertentu yang merupakan
batas SR, penambangan terbuka lebih menguntungkan untuk
dilakukan. Sedangkan lewat batas tersebut, penambangan akan
lebih ekonomis bila dilakukan dengan menggunakan metode
tambang dalam.
Selain perhitungan di atas, kondisi lain yang
mengakibatkan penambangan bawah tanah harus dilakukan
adalah:
1) Posisi lapisan batubara berada di bawah laut.
Contohnya adalah tambang batubara Mitsui Miike
Jepang, yang bagian terdalam lapangan penggaliannya
sekitar 850 m di bawah permukaan laut. Tambang
terbesar di Jepang ini tutup pada tanggal 30 Maret 1997,
setelah beroperasi selama 124 tahun.
2) Posisi batubara terletak jauh di kedalaman tanah.
Contohnya adalah tambang dalam PT Kitadin Embalut dan
PT Fajar Bumi Sakti di Kalimantan Timur.
Meskipun perhitungan kelayakan ekonomis di atas
merupakan faktor utama untuk menentukan metode
penambangan, hal – hal lain yang juga menjadi faktor
pertimbangan diantaranya adalah kondisi sosial calon lokasi

30
tambang, masalah lingkungan hidup, dan status hukum lokasi
yang akan ditambang. Hal inilah yang menyebabkan baik
tambang terbuka maupun tambang dalam memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing – masing.
Pada tambang terbuka misalnya, meskipun investasinya
lebih kecil dan memiliki tingkat keterambilan batubara (recovery)
di atas 90%, tapi kurang bersahabat dari segi lingkungan dan
terkadang menimbulkan gesekan dengan masyarakat sekitar
terkait polusi debu maupun masalah kepemilikan lahan.
Sebaliknya untuk tambang dalam, meskipun masalah sosial
maupun kerusakan lingkungan relatif dapat dihindari, tapi
kekurangannya adalah investasi awal yang besar, dan tingkat
keterambilan batubara yang tidak setinggi pada tambang terbuka.
Dengan mengemukanya isu kelestarian lingkungan dewasa ini,
tambang dalam merupakan satu-satunya pilihan pada
penambangan batubara yang cadangannya tersimpan di lokasi
hutan lindung misalnya.
2.4.2.1 Teknologi Tambang Dalam
Pada prinsipnya, penambangan batubara dengan
menggunakan metode tambang dalam memerlukan 3
persyaratan teknis yang mutlak harus dipenuhi, yaitu:
1) Pemahaman secara menyeluruh terhadap kondisi alam di
lokasi yang akan ditambang.

31
2) Teknologi penambangan yang sesuai dengan kondisi
lapangan penggalian, aman, ekonomis, dan menghasilkan
tingkat keterambilan batubara yang tinggi.
3) Sumber daya manusia yang handal.

Ketiga hal diatas mudahnya disingkat dengan alam, teknologi,


dan manusia.
Data geologi yang cukup mengenai kondisi tersimpannya
batubara seperti kedalaman lapisan, jumlah lapisan, tebal lapisan,
kemiringan lapisan (dip) dan arahnya (strike), jumlah cadangan,
dan data pendukung lainnya seperti formasi batuan, kemudian
ada tidaknya patahan (fault) atau lipatan (fold), akan sangat
membantu untuk menentukan metode pembukaan tambang,
metode pengambilan batubara (extraction), penggalian maju
(excavation/development), transportasi baik material maupun
batubara, penyanggaan (support), ventilasi, drainase, dan lain –
lain.
Khususnya untuk menangani permasalahan gas
berbahaya (hazardous gases) seperti CO dan gas mudah nyala
(combustible gas) seperti metana yang muncul di tambang dalam,
perencanaan sistem ventilasi yang baik merupakan hal mutlak
yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan
menyingkirkan gas – gas tersebut, tujuan lain dari ventilasi adalah
untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para pekerja

32
tambang, dan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja yang
panas di dalam tambang akibat panas bumi, panas oksidasi, dll.
Dengan memperhatikan ketiga tujuan di atas, maka
volume ventilasi (jumlah angin) yang cukup harus
diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi. Secara ideal, jumlah
angin yang cukup tersebut hendaknya terbagi secara merata untuk
lapangan penggalian (working face), lokasi penggalian maju
(excavation/development), serta ruangan mesin dan listrik
Jumlah angin yang terlalu kecil akan menyebabkan gas –
gas mudah terkumpul sehingga konsentrasinya meningkat,
jumlah pasokan oksigen berkurang, dan lingkungan kerja menjadi
tidak nyaman. Sebaliknya, bila volume anginnya terlalu besar,
maka hal ini dapat menimbulkan masalah serius pula yaitu
swabakar batubara (spontaneous combustion).
Swabakar batubara terjadi akibat proses oksidasi
batubara. Dalam kondisi normal, batubara akan menyerap
oksigen di udara dan menimbulkan proses oksidasi perlahan,
sehingga terjadi panas oksidasi. Karena nilai konduktivitas panas
batubara adalah 1/4 dari konduktivitas panas batuan, maka panas
oksidasi sulit berpindah ke batuan di sekitarnya, sehingga akan
terus terakumulasi di dalam batubara secara perlahan. Bila sistem
ventilasi yang baik untuk menangani hal ini tidak dilakukan,

33
maka suhunya akan terus meningkat sehingga dapat mencapai
titik nyala, dan akhirnya menimbulkan kebakaran.
Adapun berdasarkan teknik pengambilan batubaranya,
metode tambang dalam secara umum terbagi dua, yaitu Room &
Pillar (RP) dan Long Wall (LW).
2.4.2.2 Room & Pillar Mining
Pada metode penambangan RP, batubara diekstraksi
dengan meninggalkan pilar yang difungsikan sebagai
penyangga ruang kosong (room) pada lapisan batubara di
dalam tanah. Ruang kosong itu sendiri terbentuk sebagai
akibat terambilnya batubara pada lapisan yang
bersangkutan. Adapun ukuran pilar ditentukan dengan
menghitung kekuatan batuan atap, lantai serta
karakteristik lapisan batubara, yang dalam hal ini adalah
tingkat kekuatan/kekerasannya.
Pada praktiknya, area yang akan ditambang dibagi
terlebih dulu ke dalam bagian – bagian yang disebut panel,
dimana pengambilan batubara dilakukan di dalamnya.
Sebagaimana terlihat pada gambar 3 di bawah, barrier
pillar berfungsi untuk memisahkan panel – panel
penambangan, sedangkan panel pillar berfungsi untuk
menahan ruang kosong pada panel saja. Dengan
demikian, meskipun masih terdapat resiko runtuhan atap

34
pada suatu panel, tapi keberadaan barrier pillar akan
memberikan jaminan keamanan melalui penyanggaan
area tambang secara keseluruhan.

Gambar 14.. Konsep Room and Pillar

Gambar di bawah ini menunjukkan rencana penambangan


dengan metode RP di salah satu tambang batubara bawah
tanah.

35
Gambar 15.. Perencanaan RP
RP adalah metode penambangan yang sederhana dan
tidak memerlukan biaya yang besar. Akan tetapi, cara ini
hanya akan menghasilkan recovery batubara yang rendah,
umumnya maksimal 60%, disamping memerlukan
kondisi lapisan batubara yang landai (flat) dan relatif
tebal. Selain itu, RP hanya bisa diterapkan pada
penambangan lapisan batubara yang dekat dengan
permukaan tanah karena tekanan batuannya belum begitu
besar. Seiring makin dalamnya lokasi penambangan
berarti tekanan batuan akan membesar, serta potensi emisi
gas dan keluarnya air tanah akan bertambah. Pada kondisi
demikian, RP sudah tidak layak lagi untuk dilakukan
sehingga diperlukan metode lain yang lebih aman dan
ekonomis, yaitu Long Wall.

36
2.4.2.3 Long Wall Mining
Pada metode ini, penambangan dilakukan setelah terlebih
dulu membuat 2 buah lorong penggalian pada suatu blok
lapisan batubara. Lorong yang satu terhubung dengan
lorong peranginan utama (main shaft in-take), berfungsi
untuk menyalurkan udara segar serta untuk pengangkutan
batubara. Lorong ini sebut dengan main gate. Sedangkan
lorong satunya lagi yang disebut dengan tail gate
terhubung dengan lorong pembuangan utama (main shaft
out-take/exhaust), berfungsi untuk menyalurkan udara
kotor keluar tambang serta untuk pengangkutan material
ke lapangan penggalian (working face). Udara kotor yang
dimaksud disini adalah udara yang telah melewati
lapangan penggalian, sehingga telah tercampur dengan
debu batubara dan gas – gas seperti metana,
karbondioksida, CO, atau gas yang lain tergantung dari
kondisi geologi di lokasi tersebut. Pada gambar 16 di
bawah, udara bersih ditunjukkan dengan panah warna
biru, sedangkan udara kotor dengan panah warna merah.

Gambar 16.. Metode Long Wall

37
Bila ditinjau dari arah kemajuan lapangan (working face),
maka terdapat 2 metode pada LW, yaitu advancing LW
(LW maju) dan retreating LW (LW mundur).
Pada advancing LW, penggalian maju untuk main gate
dan tail gate dilakukan bersamaan dengan penambangan
batubara, seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini

Gambar 17.. Skema LW Maju


Berdasarkan skema penggalian di atas, maka seiring
dengan majunya kedua lorong serta lapangan penggalian,
terlihat bahwa lokasi yang batubaranya telah diambil akan
meninggalkan ruang yang terisi dengan batuan atap yang
telah diambrukkan. Bekas lapangan penggalian itu disebut
dengan gob. Pada metode ini, pekerjaan penting yang
harus dilakukan adalah menjaga agar main gate dan tail
gate tetap tersekat dengan sempurna terhadap gob
sehingga sistem peranginan atau ventilasi dapat berjalan
dengan baik.

38
Kelebihan metode ini adalah produksi dapat segera
dilakukan bersamaan dengan penggalian lorong main gate
dan tail gate. Namun seiring dengan semakin majunya
penggalian, maintenance kedua lorong menjadi semakin
sulit dilakukan karena tekanan lingkungan yang
bertambah akibat keberadaan gob yang meluas. Selain
membawa resiko ambrukan, tekanan batuan tersebut juga
akan menyebabkan dinding lorong yang merupakan sekat
antara kedua lorong dengan gob menjadi mudah retak dan
rusak sehingga angin dapat mengalir masuk ke dalam gob.
Karena di gob juga terdapat banyak serpihan atau
bongkahan batubara yang tersisa, maka masuknya angin
ke lokasi ini secara otomatis akan meningkatkan potensi
swabakar. Disamping itu, kelemahan metode LW maju
yang lain adalah rentan terhadap fenomena geologi yang
tidak menguntungkan yang muncul di dalam tambang,
misalnya patahan atau batubara menghilang (wash out).
Tidak sedikit penggalian LW maju terpaksa harus terhenti
dan pindah ke lokasi lain dikarenakan faktor geologi tadi.
Agar penambangan menjadi lebih efektif, aman, dan
ekonomis, maka pada LW diterapkan metode mundur atau
retreating.

39
Pada LW mundur, main gate dan tail gate dibuat terlebih
dulu pada blok lapisan batubara yang ingin ditambang,
dengan panjang lorong dan lebar area penggalian
ditentukan berdasarkan kondisi geologi serta teknik
penambangan yang sesuai di lokasi tersebut. Gambar 18
di bawah ini menunjukkan pekerjaan persiapan lapangan
penggalian, sedangkan Gambar 19 menampilkan
lapangan penggalian yang telah siap untuk dilakukan LW
mundur.

Gambar 18.. Persiapan LW Mundur

40
Gambar 19.. Lapangan yang telah siap untuk LW Mundur

Ketika penambangan secara LW mundur telah dimulai,


maka keadaannya dapat digambarkan seperti pada
gambar di bawah ini

Penambangan
Gambar 20. dapat dilakukan
Kondisi denganLW
penambangan menggunakan
Mundur
kombinasi penyangga besi (steel prop) dan link bar
untuk menopang atap lapangan, serta coal pick untuk
ekstraksi batubara. Sedangkan kereta tambang (mine car)
digunakan sebagai alat transportasi batubara.

41
Gambar 21. LW mundur menggunakan steel prop & link bar

Gambar 22. Ekstraksi batubara menggunakan coal pickbar

Untuk lebih meningkatkan efisiensi penambangan,


mekanisasi tambang dalam secara menyeluruh atau
sebagian (semi mekanisasi) dapat dilakukan dengan

42
terlebih dulu memperhatikan kondisi geologi dan
perencanaan penambangan secara jangka panjang.
Mekanisasi pada lapangan penggalian misalnya melalui
kombinasi penggunaan drum cutter dan penyangga
berjalan (self-advancing support), sedangkan pada
fasilitas transportasi batubara misalnya dengan
menggunakan belt conveyor.

Gambar 23. Ekstraksi batubara menggunakan drum cutter

43
Gambar 24. Self-advancing support

Apabila kegiatan penggalian batubara di suatu blok sudah


selesai, maka safety pillar akan disisakan untuk menjamin
keamanan tambang dari bahaya ambrukan. Pada saat itu,
tail gate dan main gate harus disekat (sealing) sempurna
untuk mencegah masuknya aliran udara segar sehingga
proses oksidasi batubara pada gob terhenti. Di dalam
lokasi yang telah disekat, kadar gas metana akan terus
bertambah, sedangkan oksigen akan menurun.

44
Gambar 25. Akhir Penggalian LW Mundur

Dibandingkan dengan LW maju yang dapat segera


berproduksi, diperlukan waktu yang lebih lama dan biaya
material yang mencukupi pada LW mundur untuk
persiapan lapangan penggaliannya. Meskipun demikian,
dengan maintenance lorong dan pengaturan sistem
ventilasi yang relatif mudah menyebabkan LW mundur
lebih aman dari resiko ambrukan dan swabakar. Selain itu,
kondisi geologi yang akan dihadapi saat penggalian di
lapangan nantinya dapat diprediksi lebih dulu ketika
dilakukan penggalian lorong dalam rangka persiapan
lapangan. Dengan demikian, langkah antisipasi untuk
mengatasi fenomena geologi yang tidak menguntungkan
yang mungkin timbul pada saat penambangan dapat
diperhitungkan dengan baik.

45
2.4.3 Metode Penambangan dengan Auger (Auger Mining)
Auger mining adalah sebuah metode penambangan
untuk permukaan dengan dinding yang tinggi atau penemuan
singkapan (outcrop recovery) dari batubara dengan pemboran
ataupun penggalian bukaan ke dalam lapisan di antara lapisan
penutup. Auger mining dilahirkan sebelum 1940-an adalah
metode untuk mendapatkan batubara dari sisi kiri dinding tinggi
setelah penambangan permukaan secara konvensional.
Penambangan batubara dengan auger bekerja dengan prinsip
skala besar drag bit rotary drill. Tanpa merusak batubara, auger
mengekstraksi dan menaikkan batubara dari lubang dengan
memiringkan konveyor atau pemuatan dengan menggunakan
loader ke dalam truk.
Pengembangan dan persiapan daerah untuk auger
mining adalah tugas yang mudah jika dilakukan bersamaan
dengan pemakaian metode open cast atau open pit. Setelah
kondisi dinding tinggi, auger drilling dapat ditempatkan pada
lokasi. Kondisi endapan yang dapat menggunakan metode ini
berdasarkan Pfleider (1973) dan Anon (1979) adalah endapan
yang memiliki penyebaran yang baik dan kemiringannya
mendekati horisontal, serta kedalamannya dangkal (terbatas
sampai ketinggian dinding dimana auger ditempatkan)

46
Gambar 26. Auger mining method

Gambar 27 Auger mining method

47
2.5. Faktor-Faktor dalam Pemilihan Sistem Penambangan1.
1. Sifat keruangan dari endapan bijih
a. Ukuran (dimensi : tinggi atau tebal khususnya)
b. Bentuk (tanular, lentikular, massif, irregular)
c. Posisi (miring, mendatar atau tegak)
d. Kedalaman (nilai rata-rata, nisbah pengupasan)2
2. Kondisi Geologi dan Hidrogi
a. Mineralogy dan petrologi (sulfida atau oksida)
b. Komposisi kimia (utama, hasil samping)
c. Struktur endapan (lipatan, patahan, intrusi, diskontinuitas)
d. Bidang lemah (kekar, fracture, cleavage dalam mineral)
e. Keseragaman, alterasi, erosi
f. Air tanah dan hidrologi
3. Sifat Geomekanik
a. Sifat elastic (kekuatan, modulus elastic, koefesien poison)
b. Perilaku plastis atau viscoelastis (flow, creep)
c. Keadaan tegangan (tegangan awal, induksi)
d. Konsolidasi, kompaksi dan kompeten
e. Sifat-sifat fisik yang lain (bobot isi, voids, porositas,
permeabilitas, lengas bebas, lengas bawaan)

48
BAB III

SOAL DAN PEMBAHASAN

1. Jelaskan proses penambangan batu bara ?

Secara garis besarnya, proses penambangan batubara


meliputi penyiapan lahan/areal tambang, pengupasan
lapisan penutup batubara dan pengambilan batubara.

2. Sebutkan metode penambangan batu bara ?


Metode penambangan terbuka, penambangan tertutup
(bawah tanah), dan metode penambangan dengan auger
(auger minning)
3. Sebutkan faktor-faktor dalam pemilihan sistem

penambangan ?.
1. Sifat keruangan dari endapan bijih
a. Ukuran (dimensi : tinggi atau tebal khususnya)
b. Bentuk (tanular, lentikular, massif, irregular)
c. Posisi (miring, mendatar atau tegak)
d. Kedalaman (nilai rata-rata, nisbah pengupasan)2
2. Kondisi Geologi dan Hidrogi
a. Mineralogy dan petrologi (sulfida atau oksida)
b. Komposisi kimia (utama, hasil samping)

49
c. Struktur endapan (lipatan, patahan, intrusi,
diskontinuitas)
d. Bidang lemah (kekar, fracture, cleavage dalam
mineral)
e. Keseragaman, alterasi, erosi
f. Air tanah dan hidrologi
3. Sifat Geomekanik
a. Sifat elastic (kekuatan, modulus elastic, koefesien
poison)
b. Perilaku plastis atau viscoelastis (flow, creep)
c. Keadaan tegangan (tegangan awal, induksi)
d. Konsolidasi, kompaksi dan kompeten
e. Sifat-sifat fisik yang lain (bobot isi, voids, porositas,
permeabilitas, lengas bebas, lengas bawaan)

50
BAB IV
PENUTUP

Tambang dalam adalah salah satu jawaban terhadap


seruan pemerintah mengenai penambangan berwawasan
konservasi. Namun, alangkah jauh baik bila tambang dalam tidak
hanya dilihat dari sudut pandang sebagai upaya untuk
menghabiskan cadangan yang tersisa dari aktivitas open cut
mining saja.

Penambangan Batu Bara terbagi menjadi 3 jenis, yaitu


penambangan batu bara terbuka, penambangan batu bara tertutup
(bawah tanah), da penambangan batu bara dengan auger (Auger
Minning).
Dari ketiga sistem terdebut, yang paling banyak
diterapkan di Indonesia adalah metode penambangan terbuka.
Sebelum melakukan penambangan, terlebih dahulu mengetahui
faktor-faktor dalam pemilihan sistem penambangan, kemudian
memilih metode yang tepat yang akan digunakan. Dan tidak lupa,
ketika telah menerapkan metode tersebut dan telah
menjalankannya, jangan hanya open cut mining saja kemudian
ditinggalkan. Alangkah baiknya untuk menutup terlebih dahulu
tambang yang telah dibuat, jika tambang tersebut menggunakan
metode penambangan terbuka.

51
Poin utama yang ingin kami sampaikan adalah jangan
pernah menganggap kekayaan alam hanya sebagai barang
komoditas belaka yang setelah dieksploitasi dengan teknologi
yang relatif mudah seperti open cut mining terus kemudian
ditinggalkan begitu saja. Tambang dalam memerlukan investasi
yang tidak sedikit, membutuhkan waktu untuk persiapan
produksi, serta resiko kerja yang relatif tinggi. Jepang contohnya
dalam hal ini, dalam waktu yang bersamaan rupanya mampu
melihat nilai strategis dari eksistensi tambang dalam. Mereka
memberikan contoh yang nyata betapa meskipun posisinya
berada di bawah laut, mereka tetap mengusahakan batubara dan
memberikan banyak insentif bagi industri tambang dalam untuk
pengembangan teknologi penambangan, keselamatan (safety),
serta pemrosesan batubara, yang efek rantai dari penguasaan
teknologi itu membawa mereka kepada penguasaan teknologi
canggih lainnya.

52
DAFTAR PUSTAKA

http://wikipedia.org.

53

Anda mungkin juga menyukai