Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN KANKER

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Kanker
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi sel kanker. Kanker sering dikenal oleh masyarakat sebagai tumor, padahal
tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah segala benjolan tidak normal atau abnormal.
Tumor dibagi dalam dua golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah
umum untuk semua jenis tumor ganas (Brunicardi, et al, 2010).

2. Epidemiologi
Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia
tahun 2013 sebesar 1,4‰ atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Provinsi D.I. Yogyakarta
memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker, yaitu sebesar 4,1‰. Berdasarkan
estimasi jumlah penderita kanker Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur merupakan
provinsi dengan estimasi penderita kanker terbanyak, yaitu sekitar 68.638 dan 61.230 orang
(Kemenkes RI, 2015).
Penyakit kanker dapat menyerang semua umur, hampir semua kelompok umur penduduk
memiliki prevalensi penyakit kanker yang cukup tinggi. Prevalensi penyakit kanker tertinggi
berada pada kelompok umur 75 tahun ke atas, yaitu sebesar 5,0‰ dan prevalensi terendah
pada anak kelompok umur 1-4 tahun dan 5-14 tahun sebesar 0,1‰. Terlihat peningkatan
prevalensi yang cukup tinggi pada kelompok umur 25-34 tahun, 35-44 tahun, dan 45-54
tahun (Kemenkes RI, 2015).

3. Etiologi
Penyebab kanker belum dapat ditentukan, tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang
telah ditetapkan, keduanya lingkungan dan genetic. Spindle cell sarcoma adalah sejenis
kanker jaringan ikat dimana sel berbentuk spindle saat diperiksa di bawah mikroskop. Tumor
umumnya mulai di lapisan jaringan ikat seperti di bawah kulit, antara otot, dan organ
sekitarnya, dan umumnya akan mulai sebagai benjolan kecil dengan peradangan yang
tumbuh. Pada awalnya benjolan itu akan menjadi mandiri karena tumor ada di tahap 1, dan
tidak akan selalu berkembang melampaui bentuknya yang terenkapsulasi. Namun, hal itu
mungkin mengembangkan proses kanker yang hanya bisa dideteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis.
Faktor genetic dan lingkungan meningkatkan faktor risiko terjadinya kanker. Salah satu yang
penting adalah riwayat keluarga. Beberapa keluarga memiliki risiko lebih tinggi untuk
menderita kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga lainnya. Faktor risiko lainnya
seperti kelainan kromosom, faktor lingkungan salah satu contohnya adalah merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker paru-paru, mulut, laring, dan kandung
kemih. Faktor risiko lainnya makanan yang lebih banyak menyebabkan kanker pada saluran
pencernaan. Bahan kimia tertentu dalam makanan diketahui dapat menyebabkan kejadian
kanker. Virus dan infeksi juga meningkatkan faktor risiko seseorang terkena kanker
(Smeltzer dan Bare, 2013).

4. Patofisiologi
Mekanisme pembentukan neoplasma atau tumor ganas disebut dengan karsinogenesis.
Karsinogenesis merupakan suatu proses multi-tahap. Proses transformasi sel normal
menjadi sel ganas melalui displasi terjadi melalui mekanisme yang sangat rumit, tetapi
secara umum mekanisme karsinogenesis ini terjadi melalui empat tahap menurut
Campbell, Reece, Mitchell, 2007 yaitu:
a. Tahap Inisiasi
Tahap inisiasi merupakan tahap pertama karsinogenesis yang bersifat irreversible,
dimana gen pada sel normal bertransformasi menjadi malignan. DNA dirusak oleh zat-
zat inisiator seperti radiasi dan radikal bebas dapat mengganggu proses reparasi
normal, sehingga terjadi mutasi DNA dengan kelainan pada kromosomnya. Kerusakan
DNA ini diturunkan pada anak-anak sel dan seterusnya. Tahap inisiasi berlangsung
dalam satu sampai beberapa hari.
b. Tahap Promosi
Pada proses proliferasi sel terjadi pengulangan siklus sel tanpa hambatan dan
secara continue terus mengulang. Diteruskan dengan proses metastasis dimana
penyebab utama dari kenaikan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan
keganasan. Dalam berlangsungnya proses ini melibatkan interaksi kompleks, tidak
hanya ditentukan oleh jenis sel kanker itu sendiri, namun matriks ekstraseluler,
membran basal, reseptor endotel serta respon kekebalan host yang berpartisipasi.
Mekanisme metastasis merupakan indikasi bahwa mekanisme pertahanan pasien
kanker gagal untuk mengatasi dan memblokir penyebaran sel kanker. Setelah itu
terjadi lagi proses neoangiogenesis.
c. Tahap angiogenesis
Tahap angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru yang terjadi
secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.
Angiogenesis juga terlibat dalam proses penyembuhan, seperti pembentukan jaringan
baru setelah cidera. Angiogenesis juga merupakan tahap yang sangat penting dalam
karsiogenesis atau pertumbuhan sel kanker sehingga terjadi perkembangan sel kanker
yang tidak terkendali dan bersifat ganas.
Angiogenesis dapat berkembang menjadi sesuatu yang bersifat patologis dan
berhubungan dengan kanker, inflamasi, penyakit kulit dan penyakit mata. Kondisi
patologi angiogenesis ini diawali oleh pembentukkan pembuluh darah baru dan
penghancuran sel normal yang ada di sekitarnya. Berbeda dangan angiogenesis
fisiologis, angiogenesis patologi ini dapat berlangsung lama sampai beberapa tahun
dan biasanya berhubungan dengan beberapa gejala klinis.
d. Tahap Progresif
Pada tahap progresif gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA
mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Terjadi
aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada tahap progresi ini timbul perubahan benigna
menjadi pra-malignan dan malignan. Metastasis kanker terjadi akibat penyebaran sel
kanker utama dan terjadi pembentukan tumor di tempat baru yang jauh dari sel kanker
utama. Pada awalnya kanker primer harus memiliki akses ke sirkulasi, baik melalui
pembuluh darah maupun sistim limfatik, setelah sel kanker mampu menembus saluran
tersebut, sel kanker harus mampu bertahan hidup dan pada akhirnya sel kanker
tersebut akan menyebar ke organ dan membentuk jaringan baru. Selanjutnya sel
kanker harus bisa memulai pertumbuhan jaringan baru dengan membentuk
vaskularisasi baru untuk suplay oksigen dan nutrisi (Brunicardi, et al, 2010).
Dalam Brunicardi, et al (2010) terdapat faktor-faktor yang dapat meningkatkan
risiko terkena kanker, yaitu bahan kimia yang terdapat pada asap rokok dapat
menyebabkan berbagai jenis kanker pada perokok dan perokok pasif (orang bukan
perokok yang tidak sengaja menghirup asap rokok orang lain) dalam jangka waktu
yang lama. Bahan kimia untuk industri serta asap yang mengandung senyawa karbon
dapat meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industri menderita kanker.
Penyinaran yang berlebihan dari sinar ultra violet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan kanker kulit. Sinar radio aktif, sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi
dapat menimbulkan kanker kulit dan leukemia. Beberapa jenis virus berhubungan erat
dengan perubahan sel normal menjadi sel kanker. Jenis virus ini disebut virus
penyebab kanker atau virus onkogenik. Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar
tubuh yang fungsinya adalah mengatur kegiatan alat-alat tubuh dari selaput tertentu.
Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti
payudara, rahim, indung telur dan prostat. Selain itu, zat atau bahan kimia yang
terdapat pada makanan tertentu juga dapat menyebabkan timbulnya kanker misalnya
makanan yang lama tersimpan dan berjamur dapat tercemar oleh aflatoxin. Aflatoxin
adalah zat yang dihasilkan jamur Aspergillus Flavus yang dapat meningkatkan resiko
terkena kanker hati.

5. Klasifikasi
Jenis-jenis kanker menurut Brunicardi, et al (2010), yaitu karsinoma, limfoma, leukemia,
sarcoma, dan glioma. Karsinoma adalah setiap kanker ganas yang muncul dari sel-sel epitel.
Limfoma adalah kanker yang dimulai di dalam limfosit dari sistem kekebalan tubuh dan
muncul sebagai tumor padat dari sel-sel limfoid. Leukemia atau lebih dikenal sebagai kanker
darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker pada darah atau sumsum tulang yang
ditandai oleh perbanyakan secara tidak normal atau transformasi maligna dari sel-sel
pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid yang umumnya terjadi pada leukosit
(sel darah putih). Sarkoma jarang terjadi tetapi tumor agresif muncul dari subtipe jaringan
primitif yang dikenal sebagai mesoderm, dan dengan demikian dapat mempengaruhi
berbagai jaringan dan organ dalam tubuh di berbagai kelompok usia, dari anak kecil hingga
orang tua. Glioma adalah jenis tumor yang dimulai di otak atau tulang belakang, hal ini
disebut glioma karena muncul dari sel glial.

6. Gejala Klinis
Gejala kanker secara umum yaitu nyeri yang dapat terjadi akibat tumor yang meluas
menekan syaraf dan pembuluh darah disekitarnya, reaksi kekebalan dan peradangan terhadap
kanker yang sedang tumbuh, dan nyeri juga disebabkan karena ketakutan atau kecemasan.
Pendarahan atau pengeluaran cairan yang tidak wajar, misalnya ludah, batuk atau muntah
yang berdarah, mimisan yang terus menerus, cairan puting susu yang mengandung darah,
cairan liang senggama yang berdarah (diantara menstruasi/menopause), darah dalam tinja,
darah dalam air kemih. Selain gejala umum, gejala khusus juga biasanya dapat dilihat sesuai
dengan organ yang terkena kanker, seperti pada kanker otak gejala yang muncul adalah sakit
kepala pada pagi hari dan berkurang pada tengah hari, epilepsi, lemah, mati rasa pada lengan
dan kaki, kesulitan berjalan, mengantuk, perubahan tidak normal pada penglihatan,
perubahan pada kepribadian, perubahan pada ingatan, sulit bicara. Hal ini diakibatkan sel
kanker menyerang saraf di otak (Brunicardi, et al, 2010).
Gejala yang muncul pada kanker mulut yaitu terdapat sariawan pada mulut, lidah dan
gusi yang tidak kunjung sembuh. Pada kanker saluran pernapasan gejala yang terjadi
biasanya batuk terus menerus, suara serak atau parau, dahak bercampur darah, rasa sakit di
dada. Pada kanker payudara gejala yang muncul biasnya terdapat benjolan, penebalan kulit
(tickening), perubahan bentuk, gatal- gatal, kemerahan, rasa sakit yang tidak berhubungan
dengan menyusui atau menstruasi. Pada kanker saluran pencernaan biasanya terdapat darah
pada feses yang ditandai dengan warna merah terang atau hitam, nyeri perut, benjolan pada
perut, rasa sakit setelah makan, penurunan berat badan, serta adanya perubahan pola buang
air besar (diare atau sulit buang air besar). Pada kanker saluran reproduksi wanita biasanya
akan terjadi perdarahan yang banyak saat periode menstruasi, pengeluaran darah saat mens
tidak seperti biasanya dan rasa sakit yang luar biasa. Kanker pada saluran reproduksi juga
dapat menyebabkan infertile (kemandulan). Pada kanker saluran perkemihan kandung kemih
atau ginjal gejala yang muncul biasanya terdapat darah pada urin, rasa sakit atau perih pada
saat buang air kecil, keseringan atau kesulitan buang air kecil, sakit pada kandung kemih,
nyeri pada pinggang. Pada kanker testis biasanya terdapat benjolan pada testis, ukuran
penampungan pada testis yang membesar dan menebal secara mendadak, nyeri pada perut
bagian bawah. Pada leukemia gejala yang terjadi adalah pucat, kelelahan kronis, penurunan
berat badan, sering terkena infeksi, mudah terluka, rasa sakit pada tulang dan persendian,
mimisan. Gejala pada kanker kulit biasanya terdapat benjolan pada kulit yang menyerupai
kutil (mengeras seperti tanduk), infeksi yang tidak sembuh-sembuh, bintik-bintik berubah
warna dan ukuran, rasa sakit pada daerah tertentu, perubahan warna kulit berupa bercak-
bercak (Brunicardi, et al, 2010).

7. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
kanker, yaitu dengan penanda tumor, patologi anatomi, USG, mammografi, pemeriksaan
imaging (Smith, Cokkinides, & Brawley, 2009). Penanda tumor umumnya diperiksa dari
darah. Kegunaan dari penanda tumor adalah untuk skrining kanker. Penanda tumor yang
biasanya diperiksa adalah Alpha fetoprotein (AFP) adalah glikoprotein yang dihasilkan oleh
kantung telur yang akan menjadi sel hati pada janin. Carcinoembryonic antigen (CEA)
adalah protein yang dihasilkan oleh epitel saluran cerna janin yang juga dapat diekstraksi dari
tumor saluran cerna orang dewasa. Cancer antigen 72-4 atau dikenal dengan Ca 72-4 adalah
mucine-like, tumor associated glycoprotein TAG 72 di dalam serum. Cancer antigen 19-9
(Ca 19-9) adalah antigen kanker yang dideteksi untuk membantu menegakkan diagnosis,
keganasan pankreas, saluran hepatobiliar, lambung dan usus besar. Cancer antigen 12-5 (Ca
125) digunakan untuk indikator kanker ovarium epitel non-mucinous. Human chorionic
gonadotropin (HCG) meningkat pada keganasan seperti mola hidatidosa, korioepitelioma,
koriokarsinoma testis. Cancer antigen 15-3 (Ca 15-3) digunakan untuk mengidentifikasi
kanker payudara dan monitoring hasil pengobatan. Prostat Spesific Antigen (PSA) digunakan
untuk diagnosis kanker prostat. Neuron Specific Enolase (NSE) digunakan untuk menilai
hasil pengobatan dan perjalanan penyakit keganasan small cell bronchial carcinoma,
neuroblastoma, dan seminoma. Squamous cell carcinoma (SCC) antigen diperoleh dari
jaringan karsinoma sel skuamosa dari serviks uteri. Umumnya SCC meningkat pada
keganasan sel squamosa seperti faring, laring, palatum, lidah dan leher. Cyfra 21-1
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis kelainan paru yang jinak seperti
pneumonia, sarcoidosis, TBC, bronchitis kronik, asma, dan emfisema.
Patologi anatomi adalah pemeriksaan morfologi tumor baik secara makro maupun mikro.
Bahan yang digunakan dapat diperoleh dari biopsi. Ada beberapa cara biopsi, diantaranya
biopsi insisi, eksisi, truncut, aspirasi, ataupun endoskop. Setelah bahan didapatkan, diproses
melalui beberapa cara agar dapat terpotong halus, diantaranya: sediaan beku, paraffine block,
plastic coupe, dan dilakukan pengecatan sesuai tujuan pemeriksaan. USG adalah singkatan
dari Ultrasonography yang artinya adalah alat yang prinsip dasarnya menggunakan
gelombang suara frekuensi tinggi. Penggunaan USG salah satunya dalam mendiagnosis
kanker adalah dalam melakukan pemeriksaan penunjang pada tumor testis. Pemeriksaan
ultrasonografi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan suatu transduser frekuensi
tinggi yang linier.
Mammografi adalah pemeriksaan payudara menggunakan sinar X yang dapat
memperlihatkan kelainan pada payudara dalam bentuk terkecil yaitu mikrokalsifikasi.
Dengan mammografi, kanker payudara dapat dideteksi dengan akurasi sampai 90%.
Pemeriksaan imaging yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis tumor ganas
(radiodiagnosis) terdapat banyak jenis mulai dari yang konvensional hingga yang canggih.
Selain untuk membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan imaging juga berperan dalam
menentukan staging dari tumor ganas.

8. Penanganan
Penanganan kanker tidak cukup dengan mengandalkan satu modalitas terapi. Terapi
kanker memerlukan multimodalitas terapi yang dapat dilakukan secara bersama-sama atau
tidak bersama-sama. Masing-masing modalitas terapi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Bila digunakan bersama maka apa yang kurang dari terapi yang satu akan didapatkan dari
terapi lainnya. Demikian juga dalam hal efektivitas dan toxisitas terapi akan dapat
dikendalikan dengan melakukan terapi tersebut. Alasan penting lainnya adalah karena sel-sel
kanker adalah sel-sel dengan populasi yang heterogen. Masing masing sel kanker memiliki
kepekaan terhadap terapi masing-masing (Brunicardi, et al, 2010). Berikut ini adalah
beberapa terapi yang digunakan pada pasien kanker, yaitu pembedahan, radioterapi,
kemoterapi, terapi hormonal, dan biological theraphy.
Pembedahan dapat dikatakan sebagai terapi utama dalam penanganan kanker solid. Pada
semua level kanker (T,N,M) dapat dilakukan tindakan pembedahan. Pembedahan memiliki
tujuan kuratif atau paliatif. Namun, tidak semua keadaan kanker dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Pembedahan sendiri juga memiliki kelemahan yaitu rekurensi tumor karena
tidak semua tepi dapat dieksisi dengan benar. Oleh sebab itu, pembedahan sendiri harus
diikuti dengan modalitas terapi lainnya, khususnya pada kanker yang diperkirakan telah
mengalami metastase. Pemberian radioterapi dapat ditujukan sebagai bagian dari terapi
primer atau menjadi bagian dari terapi tambahan terhadap pembedahan atau kemoterapi.
Tidak semua kanker sensitif terhadap radioterapi. Radioterapi digunakan dalam dosis yang
terbatas dan tempat yang terbatas. Radioterapi pada seluruh bagian tubuh tidak dapat
dilakukan. Kemoterapi menggunakan obat-obat antikanker yang bersifat cytotoxic.
Kemoterapi diberikan pada tumor-tumor yang sensitif terhadap kemoterapi. Pemberian
kemoterapi dapat dilakukan sebelum atau sesudah terapi pembedahan. Pemberian obat ini
harus melalui infus dan masuk RS. Kemoterapi memiliki respon yang cepat dan dalam waktu
yang singkat dapat dilihat responnya. Efek samping dari kemoterapi biasanya akan
menyebabkan pasien mual hebat, pusing, kerontokan pada rambut, dan lain-lain. Pemberian
terapi hormonal ditujukan pada kanker-kanker yang tumbuh oleh karena rangsangan
hormonal. Pemberian obat ini dapat efektif bila tumor tersebut memiliki reseptor hormonal
yang baik. Penggunaan terapi ini cukup baik pada kanker payudara dengan cara memblok
atau menurunkan produksi hormon estrogen dan progesteron. Terapi hormonal bekerja pada
sel kanker dengan respon terapi yang cukup lama, berbeda dengan pemberian kemoterapi.
Terakhir adalah Biological Therapy, yaitu terapi kanker melalui manipulasi faktor
mekanisme pertahanan tubuh secara natural yang berefek sebagai antitumor. Biological
therapy merangsang, menggunakan atau memodifikasi sistem imun tubuh untuk mengenali
dan menghancurkan sel kanker secara efektif. Terapi ini penting untuk pengobatan kanker,
bersama-sama dengan pembedahan, radioterapi, maupun kemoterapi. Terapi jenis ini masih
dalam proses pengembangan dengan harga yang cukup mahal (Schwartz, Seymour, 2000).

9. Komplikasi
a. Cardiac Tamponade. Komplikasi jantung yang ini terjadi ketikaada cairan yang
menumpuk di dalam struktur berbentuk seperti kantung, misalnya kantung yang
mengelilingi jantung. Cairan ini membuat tekanan pada jantung dan mengganggu
kemampuannya untuk memompa darah.
b. Pleural Effusion. Terjadi karena penumpukan cairan dalam struktur kantung di
sekitar paru-paru, yang menyebabkan nafas menjadi pendek.
c. Superior Vena Cava Syndrome. Terjadi ketika sebagian kanker atau seluruhnya
menyumbat pembuluh (pembuluh cava superior) yang mengeringkan darah dari bagian
atas pembuluh cava superior sehingga menyebabkan pembuluh di bagian atas dada dan
leher menjadi bengkak, Wajah, leher dan bagian atas dada bisa menjadi bengkak
karenanya.
d. Spinal Cord Compression. Terjadi ketika kanker menekan tulang belakang atau saraf
tulang belakang, menyebabkan rasa sakit dan kehilangan fungsi seperti berkemih.
e. Brain Dysfunction. Terjadi ketika fungsi otak tidak berjalan normal karena kanker yang
berkembang di dalamnya, baik jika itu kanker otak primer atau lainnya. Gejala yang
muncul pada kasus seperti ini bisa beragam, seperti pusing, mengantuk, sakit kepala,
penglihatan tidak normal, perasaan tidak nyaman yang tidak jelas, lemah, mual, muntah,
dan kejang.
f. Pendarahan. Ketika kanker berkembang ke dalam dan mengikis pembuluh darah di
sekitarnya, maka pembuluh darah itu menjadi rentan untuk terluka, meradang, atau
sobek. Pendarahan bisa terjadi pada daerah yang mengandung banyak pembuluh darah
besar, seperti leher dan dada. Kanker bisa berdarah karena selnya tidak menempel dengan
baik dan pembuluh darahnya rapuh. Pendarahan ini bisa ringan maupun berat. Awalnya
hanya bisa dideteksi dengan tes. Seperti pada kasus kanker usus tahap pertama. Pada
kanker tahap lanjut, pendarahan bisa sangat parah sehingga mengancam nyawa.
g. Nyeri. Biasanya kanker tidak menyakitkan. Gejala awalnya seringkali penderita merasa
tidak nyaman. Namun kemudian rasa nyeri menjadi tidak tertahankan. Tetapi tidak semua
jenis kanker menyebabkan rasa nyeri yang hebat.
h. Kehilangan Berat badan dan Rasa Lelah. Umumnya, penderita kanker akan kehilangan
berat badannya dan merasakan perasaan selalu lelah yang akan semakin buruk seiring
dengan berkembangnya kanker. Apalagi jika sampai terjadi anemia.
i. Pembengkakan Kelenjar Getah Bening. Ketika kanker mulai terbentuk, organ pertama
yang langsung memberikan reaksi adalah kelenjar getah bening. Biasanya kelenjar getah
bening akan membengkak, tidak terasa sakit, tapi kelenjar ini menjadi keras seperti karet.
j. Depresi. Kenyataan bahwa kanker merupakan penyakit yang relatif sangat sulit
disembuhkan, maka penderitanya menjadi sangat mudah terserang depresi. Depresi ini
biasanya berkait dengan rasa sakit dan terutama ketakutan pada kematian.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


PREOPERASI
1. Pengkajian
1) Data Subyektif: tanyakan keluhan utama pasien saat ini
2) Identitas Pasien
Pastikan pasien telah menggunakan gelang identitas. Tanyakan kepada pasien nama dan
tanggal lahir yang kemudian dicocokkan dengan gelang identitas. Verifikasi nama,
tanggal lahir, dan no RM di gelang identitas dengan di dokumen pasien.
3) Dokumen Kelengkapan Pasien
Pastikan Informed Consent telah lengkap. Pastikan hasil konsultasi telah lengkap.
Pastikan pasien telah dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan dan berkas telah
dilampirkan.
4) Review of System/ROS
a. Breath
- Kaji saturasi oksigen, bentuk dada, pergerakan dada, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung,dan adanyasianosis
- Dengarkan suara napas (vesikuler, gargling, snoring, atau wheezing)
- Auskultasi suara napas pada paru (seimbang pada kedua paru, seimbang di setiap
lobus, adanya suara tambahan)
- Tanyakan kepada pasien adanya riwayat asma dan/atau gangguan fungsi paru
sebelum MRS.
b. Blood
- Kaji adanya perdarahan, frekuensi nadi, tekanan darah, suhu tubuh, warna kulit, suara
jantung dan CRT.
- Kaji riwayat gangguan fungsi kardiovaskuler.
c. Brain
- Kaji kesadaran pasien, nilai GCS (Glasgow Coma Scale) untuk mengetahui fungsi
otak pasien.
d. Bladder
Tanyakan kepada pasien apakah memiliki riwayat gangguan berkemih. Kaji apakah
pasien terpasang kateter urin.
e. Bowel
Tanyakan kepada pasien waktu terakhir kali mengkonsumsi makanan. Kaji bising usus
pasien.
f. Bone
Kaji adanya kelainan struktur tulang atau sendi
2. Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operasi

Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Laksanakan protap interaksi sosial 1. Setelah saling mengenal dapat meningkatkan rasa
berhubungan keperawatan selama 1 x 30 menit, percaya dan aman pasien sehingga pasien lebih
dengan diharapkan ansietas pasien kooperatif dengan perawatan yang akan diberikan.
ancaman berkurang dengan kritera hasil : 2. Dorong pasien untuk mengungkapkan 2. Ketakutan, kecemasan dapat menyebabkan pasien
status - Pasien mengungkapkan perasaan yang dialami saat ini. tidak kooperatif..
kesehatan kecemasan berkurang 3. Laksanakan orientasi pre operasi. 3. Agar pasien mengenal lingkungan sekitar
sehingga pasien merasa tidak terlalu terganggu
dengan lingkungan yang baru.
4. Berikan edukasi kesehatan tentang 4. Ketidaktahuan dapat menjadi sumber kecemasan
prosedur operasi. pasien.
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Pemberian premedikasi membantu agar pasien
premedikasi. lebih rileks dan efek obat anestesi lebih optimal
sehingga operasi berjalan lancar.
INTRA OPERASI
1. Pengkajian Intra Operasi
a. Breath
Kaji frekuensi napas, saturasi oksigen, dan pergerakan dada berkolaborasi dengan tim
anestesi setelah pasien terinduksi dan terintubasi jika pasien mendapat anestesi umum
atau setelah mendapat anestesi regional.
b. Blood
Kaji status hemodinamik pasien yaitu nadi, tekanan darah, gambaran EKG setelah pasien
terinduksi jika pasien mendapat anestesi umum atau setelah mendapat anestesi regional.
c. Brain
Kaji apakah pasien telah terinduksi dengan baik yang dapat dilihat pada respon pasien
ketika diintubasi jika pasien mendapat anestesi umum atau kaji efek anestesi pada
ekstremitas bawah jika pasien mendapat anestesi regional.
d. Bladder
Kaji jumlah dan warna urin pada kateter urin. Sebaiknya kantong urin dikosongkan
sebelum prosedur dimulai untuk memudahkan penghitungan output cairan setelah
prosedur selesai.
e. Bowel
Verifikasi kembali waktu terakhir pasien mengkonsumsi makanan dan minuman.
f. Bone
Kaji kembali apakah pasien memiliki gangguan atau deformitas tulang yang
mempengaruhi pelaksanaan prosedur pembedahan.
2. Rencana Asuhan Keperawatan Intra Operasi

Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Risiko infeksi Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan general precaution. 1. Penggunaan masker, apron, surgery cap, kacamata
berhubungan keperawatan selama 1 x 60 menit, goggle, handscoen mencegah terjadinya infeksi silang
dengan diharapkan risiko infeksi dapat antara pasien dan personel bedah.
prosedur diminimalisir dengan kriteria 2. Siapkan alat operasi secara steril. 2. Menggunakan alat operasi yang steril mencegah
invasif hasil : ternyadinya infeksi. Teknik aseptik membantu
1. Faktor-faktor risiko menjaga alat tetap steril.
teridentifikasi 3. Lakukan desinfeksi area operasi. 3. Aplikasi povidon iodine 3 % dapat membunuh dan
2. Faktor-faktor risiko di mengurangi populasi bakteri patogen pada lapang
lingkungan terpantau operasi.
4. Kolaborasi pemberian antibiotik. 4. Antibiotik dapat membunuh bakteri dan menecgah
terjadinya infeksi sehingga tidak menghambat proses
penyembuhan.
5. Lakukan penutupan lapangan operasi 5. Adanya akses langsung ke dalam tubuh menyebabkan
dengan steril. rentan masuknya bakteri dan menyebabkan infeksi
sehingga lapang operasi perlu ditutup dengan teknik
steril.
Risiko cedera Setelah diberikan asuhan 1. Periksa kesiapan plat diatermi 1. Perhatikan kondisi plat diatermi, jangan gunakan plat
berhubungan keperawatan selama 3 x 60 menit, diatermi yang kondisinya sudah tidak baik
denga diharapkan risiko cedera dapat 2. Periksa keutuhan kulit yang dipasang 2. Penempatan plat diatermi pada permukaan kulit yang
penggunaan dikontrol dengan kriteria hasil : plat diatermi luka dapat mengganggu hantaran listrik pada ESU
diatermi 3. Faktor – faktor risiko 3. Tempatkan plat diatermi di tempat 3. Tempat yang berotot dan kering dapat menghantaran
teridentifikasi yang berotot dan kering listrik yang lebih baik
4. Pasien terbebas dari 4. Evaluasi tempat plat diatermi pasca 4. Penempatan plat diatermi yang tidak tepat dapat
cedera operasi menyebakan luka bakar pada kulit pasien
5. Lakukan penghitungan intra-operatif 5. Untuk menghindari ada alat medis yang tertinggal di
tubuh pasien
6. Lakukan time out – sign out 6. Untuk memastikan benar pasien, benar tindakan
operasi, tindakan antisipasi yang perlu dipersiapkan,
tidak ada barang yang tertinggal di tubuh pasien dan
perawatan pasien post operatif
POST OPERASI

KRITERIA PASIEN KELUAR DARI RECOVERY ROOM (RR)


Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai pada saat observasi di ruang pulih
adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernapasan, dan aktivitas motorik seperti skor Aldrete.
Idealnya pasien baru boleh keluar dar ruang pulih sadar bila jumlah skor Aldrete 10, namum bila
skor total telah di atas 8, pasien boleh keluar ruang pemulihan dengna syarat napas dan warna
kulit harus skor 2.
Namun bila pasien tersebut anak-anak kriteria pemulihan yang digunakan adalah skor
Steward, yang dinilai antara lain pergerakan, pernafasan dan kesadaran. Bila skor total di atas 5,
pasien boleh keluar dari ruang pemulihan.
Untuk pasien dengan spinal anestesi digunakan kriteria skor Bromage, yang dinilai
adalah pergerakan kaki, lutut dan tungkai, apabila total skor di atas 2, pasien boleh di pindahkan
ke ruang rawat.

Tabel Skor pemulihan pasca anestesi Aldrete Score (dewasa)


Nilai Warna
o Merah muda, 2
o Pucat, 1
o Sianosis, 0
Pernapasan
o Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
o Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
o Apnea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
o Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
o Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
o Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
o Sadar, siaga dan orientasi, 2
o Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
o Tidak berespons, 0
Aktivitas
o Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
o Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
o Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

Tabel Skor pemulihan pasca anestesi Steward Score (anak-anak)


Pergerakan
o Gerak bertujuan 2
o Gerak tak bertujuan 1
o Tidak bergerak 0
Pernafasan
o Batuk, menangis 2
o Pertahankan jalan nafas 1
o Perlu bantuan 0
Kesadaran
o Menangis 2
o Bereaksi terhadap rangsangan 1
o Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

Tabel. Skor pemulihan pasca anestesi Bromage Score (spinal anestesi)


Kriteria Nilai
o Gerakan penuh dari tungkai, 0
o Tak mampu ekstensi tungkai, 1
o Tak mampu fleksi lutut, 2
o Tak mampu fleksi pergelangan kaki, 3
Jika Bromage Score 2 dapat pindah ke ruangan.
1. Pengkajian Post Operasi
a. Breath
Kaji frekuensi napas, saturasi oksigen, dan pergerakan dada berkolaborasi dengan tim
anestesi setelah ekstubasi jika pasien mendapat anestesi umum atau setelah prosedur
selesai jika pasien mendapat anestesi regional.
b. Blood
Kaji status hemodinamik pasien yaitu nadi, tekanan darah, gambaran EKG setelah pasien
terekstubasi jika pasien mendapat anestesi umum atau setelah prosedur selesai jika pasien
mendapat anestesi regional.
c. Brain
Kaji apakah pasien telah sadar dengan baik yang dapat dilihat pada respon pasien ketika
diekstubasi dan diajak bicara jika pasien mendapat anestesi umum atau kaji efek anestesi
pada ekstremitas bawah jika pasien mendapat anestesi regional.
d. Bladder
Kaji jumlah dan warna urin pada kateter urin.
e. Bowel
Pastikan dressing luka menutupi seluruh luka insisi, tidak kotor, dan/atau basah.
f. Bone
Kaji kondisi ekstermitas pasien terutama pada lokasi pemasangan stirrup dan armboard.
2. Rencana Asuhan Keperawatan Post Operasi
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Risiko cidera Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi kebutuhan keamanan 1. Efek penggunaan obat anestesi tidak langsung hilang,
berhubungan keperawatan selama 1 x 30 menit, pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan melainkan secara bertahap sehingga kekuatan otot dan
efek obat diharapkan tidak terjadi pasien kognitif pasien. kognitif akan secara bertahap kembali normal.
anestesi jatuh dengan kriteria hasil : 2. Memasang pengaman tempat tidur. 2. Pengaman tempat tidur mencegah pasien jatuh ketika
- Tidak ada kejadian jatuh tidur atau karena pasien gelisah.
3. Pantau efek penggunaan obat anestesi. 3. Kembalinya kondisi fisik dan kognitif dan
mencerminkan masa efek obat anestesi.
4. Berikan penjelasan pada pasien tentang 4. Pemberian informasi tentang efek obat anestesi
efek penggunaan obat anestesi. betujuan agar pasien tidak langsung mencoba untuk
turun dari tempat tidur dan berjalan sampai kekuatan
otot dan fungsi kognitif kembali normal.
Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian nyeri dan ukur 1. Identifikasi status nyeri yang baik daoat membantu
berhubungan keperawatan selama 1 x 30 menit, tanda-tanda vital lainnya. menentukan intervensi yang tepat. Nyeri dapat
dengan agen diharapkan nyeri yang dirasakan menyebabkan perubahan status tanda-tanda vital,
cedera pasien berkurang dengan kriteria seperti meningkatnya frekuensi pernapasan dan denyut
(pembedahan) hasil : nadi.
- Melaporkan nyeri berkurang 2. Observasi reaksi non verbal dari 2. Perubahan ekspresi wajah atau perilaku melindungi
- Pasien tampak rileks ketidaknyamanan. bagian tertentu dari tubuh dapat menjadi tanda pasien
mengalami nyeri.
3. Ajarkan pasien tentang teknik non 3. Teknik relaksasi napas dalam dapat membanu
farmakologi. merelaksasikan otot-otot yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga
terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami
spasme dan iskemik. Efeknya intensitas nyeri menurun.
4. Berikan posisi yang nyaman. 4. Posisi semifowler dapat mengurangi tengangan pada
area perut sehingga faktor predisposisi nyeri dapat
dikurangi.
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik. 5. Pemberian analgetik non narkotik dapat menghambat
produksi prostaglandin di tubuh sehingga respon tubuh
terhadap nyeri berkurang. Analgetik narkotika/opioid
bekerja pada SSP. Terikatnya opioid pada reseptor
menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke
dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi
dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel.
Hasil dari berkurangnya kadar ion kasium dalam sel
adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin,
serotonin dan peptida penghantar nyeri, seperti
contohnya subtansi P dan mengakibatkan transmisi
rangsang nyeri terhambat.
DAFTAR PUSTAKA

Barbul A. dan Efron D.T. 2010. Wound Healing. In: F. Charles Brunicardi, Dana K., Andersen,
Timothy R., Billiar, David L., et al., eds. Schwartz’s Principles of Surgery. 9th ed. New
York: McGraw-Hill Book Companies

Campbell, N.A, J.B. Reece and L.G. Mitchell. 2003. Biologi. Alih Bahasa : L. Rahayu, E.I.M
Adil, N Anita, Andri, W.F Wibowo, W. Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC.

H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. (Eds.). (2013). Nursing Interventions Classification
(NIC), 6th Edition.USA: Elsevier.

Mansjoer. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (Eds.). (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes, 5th Edition. USA: Elsevier.

Kemenkes RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI: Situasi Penyakit
Kanker. (online),
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf,
diakses tanggal 25 November 2017)

Seymour I, Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G.B. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC

Smith, R.A, Cokkinides, V, & Brawley, O.W. 2009. Cancer Screening in the United States,
2009: a Review of Current American Cancer Society Guidelines and Issues in Cancer Screening.
(online), (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19147867, diakses tanggal 25 November 2017

Anda mungkin juga menyukai