Anda di halaman 1dari 7

BAB III

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini, dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien bayi
datang dengan keluhan sesak nafas, sesak nafas dirasakan sejak 3 hari,
Sesak nafas semakin memberat saat pasien batuk dan sedikit mereda saat
pasien bebas dari batuk. Pasien mengalami batuk berlendir berwarna putih
kental dan hijau sejak 1 minggu, lendir dikeluarkan saat pasien muntah,
pasien mengalami muntah 2 kali sehari. Pasien juga mengalami demam sejak
1 minggu tidak ada kejang, mengalami penurunan nafsu makan dan lemas.
BAK lancar, BAB normal. Riwayat bapak pasien merokok dirumah, dan
kakak dari ibu pasien batuk kronik.

Dari anamnesis, diagnosis dapat mengarah ke bronkopneumonia berat


dimana terdapat trias dari bronkopneumonia yaitu sesak nafas, batuk dan demam,
serta terdapat gejala-gejala bronkopneumonia yang lainnya yaitu malaise,
penurunan nafsu makan, serta muntah. 1,8

Pada kasus didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan


keadaan sakit sedang, kesadaran compos mentis, status gizi baik. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh suhu: 37,6oC; respirasi: 64
kali/menit (pasien mengalami sesak), denyut nadi 132 kali/menit. Dan juga
didapatkan, napas cuping hidung (+), retraksi intercostal (+), Ronkhi (+/+)
pada kedua paru.
Dari pemeriksaan fisik, diagnosis dapat mengarah ke bronkopneumonia
dimana terdapat retraksi intercostal (+), perkusi redup, auskultasi ronkhi (+/+).
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan bila terdapat 3 atau lebih gejala berikut,
yaitu :
 Sesak nafas diserai pernafasan cuping hidung dan retraksi dinding dada,
 Demam,
 Batuk,
 Ronkhi basah kasar- halus-sedang nyaring (crackles),
 Foto toraks menunjukkan gambaran infiltrat difus
 Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan).

Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium darah rutin


didapatkan WBC 14,2 (Meningkat), RBC 3,21 (menurun), HGB 10.7
(Anemia normositik normokromik), HCT 32,2 (menurun), dan PLT 481
(meningkat). Pada pemeriksaan GDS 92 mg/dl yang berarti normal, sehingga
dapat disimpulkan terjadi anemia normositik normokromik dam
trombositosis yang merupakan gejala dari hasil darah laboratorium pada
penyakit bronkopneumonia, dan juga jumlah leukosit yang meningkat
sedikit yang berarti dapat mengarah pada penyebab bronkopneumonia bisa
disebabkan oleh virus.

Dan dari hasil pemeriksaan X-Ray thorax didapatkan bercak infiltrate


pada kedua paru sehingga mengarah sesuai ke diagnosis bronkopneumonia

Tabel 1. Pemeriksaan penunjang1,8


Pemeriksaan 1. Etiologi virus dan mycoplasma  leukosit dalam
Darah lengkap batas normal atau sedikit meningkat
2. Etiologi bakteri Leukositosis yang berkisar antara
15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan sel PMN.
3. Infeksi pada Chlamydia pneumoniae ditemukan
Sel Eosinofilia (+)
X-Ray Thorax Bronchopneumonia  ditandai dengan adanya gambaran
difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak
infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
Mikrobiologi Pemeriksaan biakan bakteri pada darah (+) dan Kultur
(+) ditemukan adanya spesies bakteri Streptococcus,
Staphylococcus aureus, Streptococcus beta hemolyticus,
Haemophillus influenzae, Klebsiella pneumonia, dan
Pseudomonas.
C- Reactive - Kadar C-RP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
Protein bakteri superficial daripada infeksi bakteri profunda.
- Meskipun demikian, secara umum CRP belum terbukti
secara konklusif dapat membedakan antara infeksi virus
dan bakteri.
Uji Serologis - Untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi
bakteri tipik memiliki sensitivitas dan spesifitas yang
rendah
- Diagnosis infeksi streptokokus grup A dapat
dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B.
- Peningkatan antibody IgM dan IgG dapat
mengkonfirmasi diagnosis infeksi bakteri atipik seperti
mikoplasma dan klamidia, serta beberapa virus seperti
RSV, sitomegali, campak, parainfluenza 1,2,3, influenza
A dan B, dan adeno.
Pada kasus ini pasien masuk dalam kategori bayi dari 2 bulan dan
terdapat gejala napas cepat dan retraksi sehingga disimpulkan masuk dalam
klasifikasi pneumonia berat

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan


retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di Negara berkembang.
Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak
malnutrisi dan sering overlopping dengan gejala malaria. 1,8
1. Bayi kurang dari 2 bulan
- Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat
- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,
demam atau hipotermia, bradipnea, atau pernapasan ireguler.
2. Anak umur 2 bulan-5 tahun
- Pneumonia ringan: napas cepat
- Pneumonia berat: retraksi
- Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi. 1,8

Perawatan pada kasus ini sudah sesuai, dimana paasien merupakan bayi
usia 2 bulan 14 hari dan terdapat gangguan pernapasan sehingga pasien
masuk dalam indikasi rawat inap. 1,9,10

Sebagian besar bronkopneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya pada keadaan
toksik, distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar
yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus
dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. 1,9,10

Terapi pada pasien sudah sesuai yaitu diberikan terapi suportif berupa
cairan (IVFD Dextrosa 5% 8 tpm mikro), terapi oksigen 2lpm, anti piretik
dan analgetik (Inj. Santagesic 40mg/6jam/iv.prn), anti inflamasi (Inj.
Dexametason 0,5mg/8jam/iv), bronkodilator (Nebulizer Ventolin 1
respule+Nacl 0,9% sd 2,5cc/8jam), antibiotik (Inj. Cefotaxim 200mg/12jam/iv
st), dan pasien juga diberikan puyer batuk sesuai dengan gejala yang ada
pada pasien yaitu (Ambroxol 2 mg+Salbutamol 0,3 mg+ Cetirizine 1,75 mg,
diberikan 3 x 1 pulv). 1,9,10

Dasar penatalaksanaan bronkopneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal


dengan antibiotik yang sesuai serta tindakan suportif. Pengobatan suportif
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam dan basa, elektrolit dan gula darah. Nyeri dan demam dapat
diberikan antipiretik dan analgetik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi secara
adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus segera dipantau dan diatasi. 1,9,10

Terapi antibiotik pada kasus pasien ini sudah sesuai, dimana pasien
merupakan bayi yang masih berumur 2 bulan 14 hari sehingga diberikan
antibiotik spektrum luas yaitu sefalosporin generasi ketiga dimana pada saat
perawatan inap di RS pasien diberikan (Inj. Cefotaxim 200mg/12jam/iv st)
sedangkan untuk perawatan pulang dirumah diberikan (Cefixim 20mg
2dd1.pulv). 1,9,10

Nutrisi juga penting diberikan pada anak dengan distress pernapasan berat,
pemberian makan per oral harus dihindari.Makanan dapat diberikan lewat
nasogastric tube (NGT) atau intravena.Tetapi harus diingat bahwa pemasangan
NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran
lubang hidung kecil.Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran
yang terkecil. Serta perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak
tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan
sekresi hormone antidiuretik. 1,9,10
Pada bronkopneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini
pertama secara oral yaitu amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan
berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektivitas yang
mencapai 90 %. Penelitian multicenter di Pakistan menemukan bahwa pada
pneumonia rawat jalan, dengan pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali
sehari mempunyai efektivitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah
25 mg/KgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/KgBB TMP-20 mg/KgBB
Sulfametoksazol. 1,9,10
Makrolid baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai
terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik.
1,9,10

Pada pneumonia rawat inap pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan
antibiotik golongan beta lactam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak
responsive terhadap beta laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain
seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi
yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi. 1,9,10
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai
sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis
dan meningitis, dengan antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik
spektrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosid,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik oral selama
10 hari. 1,9,10
Pada pasien ini, prognosis penyakit umumnya baik karena sudah ada
perbaikan gejala dimana pasien ini sudah tidan sesak , tidak demam,
walaupun batuknya masih ada namun sudah sangat berkurang dari
sebelumnya dan diberikan puyer batuk untuk terapi lanjutan di rumah dan
juga diberikan antibiotik oral yaitu cefixime pulv dan diharapkan pasien ini
kontrol ke poli anak setelah 3 hari perawatan dan memberikan edukasi
kepada ayah pasien untuk tidak merokok jika sedang bersama dengan
pasien. 1,9,1

Anda mungkin juga menyukai