Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tiap tumor mengandung protein atau antigen tertentu yang dapat digunakan
sebagai pembantu mendiagnosis tumor tersebut. Kanker adalah segolongan penyakit
yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel
tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan
langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat
yang jauh (metastasis). Jenis kanker yang biasa menyerang wanita adalah kanker
payudara. Kanker payudara adalah tumor (kanker) ganas yang bermula dari sel-sel
payudara (Misnadiarly. 2007).Imunohistokimia (IHC) adalah proses untuk
menetapkan lokasi dan jenis protein (antigen) tersebut di dalam sel-sel jaringan.
Tempat antigen dapat ditentukan bila kita dapat mengetahui dimana ikatan antibodi-
antigen. Bila kandungan protein (antigen) yang terdapat di dalam sel-sel (tumor)
diketahui, diagnosis dapat ditentukan, dan selanjutnya untuk merencanakan
pengobatan dan meramalkan prognosis.
Immunohistokimia (IHK) saat ini merupakan metode standar untuk
menentukan status reseptor hormonal. Beberapa sel kanker payudara memiliki
reseptor yang memungkinkan hormon atau protein masuk ke dalam sel kanker.
Kanker payudara memiliki reseptor untuk hormon estrogen, progesteron, dan protein
HER–2. Reseptor hormon positif pada penderita kanker payudara mewakili sebagian
besar kanker payudara di dunia. Sekitar 60% sampai75% dari wanita dengan kanker
payudara dengan reseptor estrogen positif (ER+) dan 65% dari kanker ini juga
memiliki reseptor progesteron positif (PR+) (Macmillan Cancer Support, 2011). Pada
makalah ini yang akan dibahas adalah reseptor progesteron sebagai penanda pada
kanker payudara.
Sel-sel kanker dengan reseptor ini pertumbuhannya akan bergantung pada
hormon yang terkait yaitu progesteron. Progesteron mempengaruhi banyak fungsi
hormonal pada wanita, seperti perkembangan payudara. Jika sel-sel kanker payudara
memiliki reseptor progesteron, kanker ini disebut kanker payudara PR-positif. Jika
sel-sel tidak memiliki reseptor tersebut, kanker ini disebut PR-negatif. Sekitar dua

1
pertiga dari kanker payudara adalah PR positif. Kanker payudara dengan reseptor
hormon negatif tidak merespon pengobatan dengan terapi hormon, Pada kanker
payudara PR-positif sel-sel ini umumnya sensitif terhadap terapi hormon seperti
tamoxifen dan kelas baru obat yang disebut inhibitor aromatase yang menghambat
efek progesteron. Melihat peranannya yang penting dalam penentuan pengobatan
pada kanker payudara, makalah ini akan membahas lebih lengkap mengenai reseptor
progesteron dan pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang kami ambil yaitu

1. Apa yang dimaksud dengan reseptor progesteron?


2. Bagaimana prosedur kerja pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron ?
3. Bagaimana cara menentukan penilaian reseptor progesteron yang positif ?

C. Tujuan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan tentang reseptor progesteron dalam ilmu Imunohistokimia.
2. Menjelaskan prosedur kerja pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron.
3. Menjelaskan cara menentukan penilaian reseptor progesteron yang positif.

D. Manfaat Makalah
1. Diharapkan dengan membaca makalah ini mahasiswa dapat mengetahui dan lebih
memahami tentang Imunohistkimia khususnya dalam hal pemeriksaan IHC
reseptor progesteron.
2. Menambah pengetahuan mahasiswa untuk bekal penunjang sebelum melakukan
praktikum imunohistokimia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Reseptor Progesteron

1. Definisi Imunohistokimia

Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi,


imunologi dan biokimia untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang
memiliki ciri tertentu dengan menggunakan interaksi antara antigen target
dan antibodi spesifik yang diberi label. Pada dasarnya prinsip
imunohistokimia bahwa antibodi akan berikatan secara spesifik dengan
antigen. Antibodi akan “mencari“ lokasi antigen, dan berikatan dengan
antigen. Tempat antigen dapat ditentukan bila kita dapat mengetahui dimana
ikatan antibodi-antigen. Dengan menggunakan imunohistokimia, kita dapat
melihat distribusi dan lokalisasi dari komponen seluler spesifik diantara sel
dan jaringan lain di sekitarnya dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa.
Komponen seluler tersebut dapat terlihat karena kompleks antigen-antibodi
yang sudah dilabel akan memberikan warna yang berbeda dari
sekitarnya. Pengecatan imunohistokimia banyak digunakan pada pemeriksaan
sel abnormal seperti sel kanker. Molekul spesifik akan mewarnai sel-sel
tertentu seperti sel yang membelah atau sel yang mati sehingga dapat
dibedakan dari sel normal.
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi
2, yaitu preparasi sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan
untuk membentuk preparat jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi
sample terdiri dari pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan
biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau
dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan menggunakan
mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop
jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Selanjutnya dilakukan
bloking protein tidak spesifik, hal ini bertujuan untuk menutupi sisi protein
lain, sehingga anti bodi tidak mengenali protein lain yang tidak dimaksud.
Hal ini dapat mengurangi bias. Sampel labeling adalah pemberian bahan-
bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling terdiri dari

3
imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder, pemberian
substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya.
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan
karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, terapi, dan
prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan
(histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-
antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara
antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya
dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan
reaksi untuk mengidentifikasi marker.
Marker dapat berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat
berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat :
colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse
Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim (yang dipakai
untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu
substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang
dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang).
Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia
biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan
lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop
fluorescense.

2. Definisi Reseptor Progesteron


Reseptor merupakan sebuah sel sensoris khusus yang merespon jenis
stimulus tertentu seperti cahaya, suara, atau molekul bau, dan mengirimkan
informasi tersebut ke sistem saraf pusat. Molekul khusus pada permukaan sel
yang merespon sinyal eksternal. Ketika reseptor menerima utusan kimia atau
obat pengikat reseptor, berbagai fungsi sel diaktifkan atau dihambat. Virus
harus mengikat reseptor dalam rangka untuk memasuki sel. Reseptor
progesteron adalah sebuah protein yang mungkin hadir pada sel-sel tertentu
yang dapat melampirkan molekul progesteron. Istilah “RP positif” mengacu
pada sel-sel tumor yang mengandung protein reseptor progesteron. Sel-sel ini
umumnya sensitif terhadap terapi hormon seperti tamoxifen dan kelas baru
obat yang disebut inhibitor aromatase yang menghambat efek progesteron.

4
Tamoxifen (Nolvadex) dapat digunakan untuk perempuan dari segala
usia, sedangkan jenis obat yang disebut inhibitor aromatase (AI)
menghentikan jaringan dan organ selain indung telur dari memproduksi
estrogen. AI tidak boleh digunakan sendiri untuk wanita yang belum
mengalami menopause. Bagi wanita yang belum mengalami menopause,
terapi hormon untuk ER tumor positif dan / atau PR mungkin termasuk
menghentikan produksi estrogen dan progesteron dalam ovarium dengan
operasi atau suntikan. Reseptor progesteron (PR, juga dikenal sebagai
NR3C3 atau reseptor nuclear subfamili 3, kelompok C, anggota 3), adalah
protein yang ditemukan dalam sel. Hal ini diaktifkan oleh hormon steroid
progesteron . Pada manusia PR dikodekan oleh PGR tunggal gen berada pada
kromosom 11q22, memiliki dua bentuk utama, A dan B, yang berbeda dalam
berat molekul mereka. Antibodi terhadap PR berguna untuk mengukur
tingkat relatif ekspresi reseptor progesteron pada jaringan kanker payudara.
Antibodi ini diindikasikan untuk digunakan sebagai bantuan dalam
manajemen, prognosis dan prediksi hasil kanker payudara.
Secara umum dengan reseptor steroid lainnya, reseptor progesterone
memiliki N-terminal dengan domain regulasi, sebuah domain DNA mengikat,
bagian engsel dan, C-terminal domain pengikatan ligan. Sebuah khusus
fungsi aktivasi transkripsi (TAF), disebut TAF-3, hadir dalam progesterone
reseptor-B, dalam segmen B-hulu (BUS) di terminal asam amino. Segmen ini
tidak hadir dalam reseptor A.

3. Mekanisme Kerja Reseptor Progesteron


Progesteron adalah hormon yang dikeluarkan oleh korpus luteum
(massa sel yang terbentuk di ovarium di tempat di mana sel telur dilepaskan)
setelah ovulasi. Progesteron berperan menyiapkan rahim untuk kehamilan.
Bila kehamilan terjadi, produksi progesteron pada akhirnya akan dilakukan
oleh plasenta. Bila kehamilan tidak terjadi, korpus luteum akan terpecah
dalam 12-16 hari dan berhenti memproduksi progesteron, sehingga memicu
menstruasi. Progesteron diperlukan untuk menginduksi reseptor progesteron.
Bila tidak ada hormon yang mengikat hadir terminal karboksil menghambat
transkripsi. Mengikat hormon yang menginduksi perubahan struktural yang
menghilangkan tindakan penghambatan. Setelah progesteron mengikat

5
reseptor, restrukturisasi dengan dimerisasi berikut dan kompleks memasuki
nukleus dan berikatan dengan DNA. Ada transkripsi terjadi sehingga
pembentukan RNA yang diterjemahkan oleh ribosom untuk memproduksi
protein tertentu.
Penelitian Graham et al. (2008) menyebutkan bahwa dimerisasi PR,
ikatan dengan matriks nukleus dan ikatan PR dengan DNA dibutuhkan untuk
pergerakan PR ke dalam nukleus. Ketika diaktifkan oleh ligan, PR bergerak
ke dalam nukleus dan mempengaruhi aktivitas transkripsi. Homodimer PR-A
atau PR-B bergerak dengan kecepatan yang sama dengan heterodime PR-A
dan PR-B. Mekanisme molekuler yang diatur oleh progesteron melalui
transkripsi gen target progesterone reseptor (PR) mengalami perkembangan
tiap tahunnya. Mekanismeligan-dependent melalui aktivasi reseptor setelah
mengikat hormon pada LBD melibatkan langkah-langkah yang kompleks
meliputi perubahan konformasional dan disosiasi multiprotein protein yang
mengikat hormon seperti protein kaperon, heat shock protein (Hsp) atau
imunofilin. Protein kaperon yang berperan dalam regulasi PR adalah Hsp90.
Hsp90 dinamakan berdasarkan 90 kDa. Hsp90 menginaktifkan PR
dengan berbagai cara, antara lain: 1) membloking akses pada DBD, 2)
mengikat HBD pada PR sehingga konformasi tidak terlipat. PR setelah
mengikat hormon, DBD tidak terbuka dan mengalami dimerisasi (Passinen,
2005). PR kemudian yang dimerisasi antara sekuen A dan sekuen B
kemudian bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan progesteron respon
element pada DNA (Lin and Malley, 2003). DNA yang terikat pada reseptor
ini meningkatkan transkripsi gen target melalui koaktivator reseptor steroid
dan mengawali terbentuknya kompleks inisiasi transkripsi. Kompleks PR
yang aktif dengan koaktivator diperantarai oleh helix ampifilik (LXXXL
motif atau NR box) pada permukaan sebagian besar koaktivator.
Meskipun semua koaktivator tersebut mengaktifkan gen yang
berikatan dengan PR, tetapi tidak semua diekspresikan sama pada semua sel.
Kelompok koaktivator yang berbeda berinteraksi dengan reseptor DBD. DBD
dibutuhkan progesterone reseptor untuk berikatan pada sekuen DNA respon
elemen yang spesifik untuk progesterone. Koaktivator yang mengikat DBD
belum banyak diketahui fungsinya, antara lain small nuclear ring finger
protein (SNURF), GT198, dan protein HMG (Lin and Malley, 2003). Ketika
6
hormon steroid memasuki sel, hormon berikatan dengan reseptor. Molekul
kaperon lepas dari reseptor setelah hormone terikat. Kompleks hormon-
reseptor berikatan dengan DNA dan mempengaruhi transkripsi dan translasi
protein.
Ketika progesterone memasuki sel, kompleks reseptor. Molekul
kaperon lepas dari reseptor setelah progesterone terikat. Kompleks
progesteron-reseptor berikatan dengan DNA dan mempengaruhi transkripsi
dan translasi protein. CBP (CREB binding protein) dan SRC-1 berindak
sebagai ko-aktivator PR. Isoform progesterone receptor (PR-A maupun PR-
B) diatur oleh fosforilasi, oleh karena itu keduanya disebut fosfoprotein.
Regulasi transduksi sinyal dapat mengubah pola fosforilasi seperti halnya
reseptor steroid yang lain. Beberapa perubahan tersebut karena perubahan
langsung pada fosforilasi protein dan juga protein lain. Protein kinase yang
memfosforilasi mempunyai target yang spesifik dan fosforilasi ini berakibat
pada aktivitas reseptor berubah.

4. Peranan Reseptor Progesteron dan Penyakit yang Berhubungan dengan


Reseptor Progesteron
Reseptor progesteron memiliki peranan pada regulasi proses
proliferasi sel kanker payudara, yang tidak kalah pentingnya dengan reseptor
estrogen. Hormon progesteron menginduksi proliferasi sel sehingga dapat
memacu kanker. Efek proliferasi ini dapat dihambat dengan pengeblokan
reseptor tersebut oleh senyawa yang mampu berkompetisi dengan hormon
progesteron, yang dikenal sebagai Selective Progesterone Receptor
Modulators Docking Kurkumin dan Senyawa Analognya (Hoffman, 2004).
Antagonis progesteron juga menunjukkan aktivitas antikanker yang lebih
baik daripada tamoksifen.
Penyakit yang berhubungan dengan reseptor ini yang sedang
dibicarakan di kalangan ilmuan adalah penyakit kanker payudara. Dampak
emosional dari diagnosa kanker, gejala, pengobatan, dan isu-isu terkait dapat
menyebabkan semakin parah. Sebagian besar rumah sakit yang lebih besar
berhubungan dengan kelompok-kelompok pendukung kanker yang
menyediakan lingkungan yang mendukung untuk membantu pasien
mengatasi dan mendapatkan perspektif dari penderita kanker. Kelompok

7
kanker dukungan online juga sangat bermanfaat bagi pasien kanker, terutama
dalam menghadapi masalah ketidakpastian dan tubuh-citra yang melekat
dalam pengobatan kanker.
Tidak semua pasien kanker payudara mengalami penyakit mereka
dengan cara yang sama. Faktor-faktor seperti usia dapat memiliki dampak
yang signifikan terhadap cara berupaya pasien dengan diagnosis kanker
payudara. Wanita premenopause dengan estrogen reseptor positif kanker
payudara harus menghadapi masalah menopause dini disebabkan oleh banyak
rejimen kemoterapi digunakan untuk mengobati kanker payudara mereka,
terutama yang menggunakan hormon untuk menetralkan fungsi ovarium. Di
sisi lain, sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Georgia menunjukkan bahwa wanita yang
lebih tua mungkin menghadapi pemulihan yang lebih sulit dari kanker
payudara dari rekan-rekan mereka yang lebih muda.

B. Prosedur Pemeriksaan Reseptor Progesteron


Immunohistokimia (IHC) saat ini merupakan metode standar untuk
menentukan status reseptor hormonal. Prosedur ini dapat diterapkan pada
jaringan hasil core biopsy maupun bahan dari eksisi. Fiksasi yang kurang
bagus dapat mempengaruhi hasil ER, dan kontrol yang positif kuat, positif
lemah, dan negatif harus ada pada setiap proses pewarnaan IHK. Level ER dan
PR perlu dinilai pada masing-masing penderita karena ER dan PR yang
negatif mengidentifikasikan respons yang kurang terhadap terapi hormonal.
Pada kasus dengan ER positif lemah namun PR positif kuat, terapi hormonal
masih dapat memberikan hasil yang cukup bagus (Payne SJL., 2008).
Imunohistokimia terbagi ke dalam beberapa langkah yaitu preparasi
sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk membentuk
preparat jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample terdiri dari
pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya
menggunakan formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau
dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan menggunakan
mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop
jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel labeling adalah
pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling

8
terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder,
pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di
sekitarnya. Beberapa antibodi yang telah teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE,
IgG, dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau substansi yang dapat merangsang
sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik dengan antibodi membentuk
kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen divisualisasikan menggunakan
senyawa label/marker.
IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki
keuntungan yang luar biasa untuk dapat menunjukkan secara tepat di dalam
jaringan mana protein tertentu yang diperiksa. IHC juga merupakan cara yang
efektif untuk memeriksa jaringan. Teknik ini telah digunakan dalam ilmu
saraf, yang memungkinkan peneliti untuk memeriksa ekspresi protein dalam
struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah kurang spesifik
terhadap protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat
mendeteksi berat molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu.
Teknik ini banyak digunakan dalam diagnostik patologi bedah terhadap
kanker, tumor, dan sebagainya.

C. Interpretasi Hasil Reseptor Progesteron


Interpretasi klinis setiap pewarnaan atau ketiadaan harus dilengkapi
dengan studi morfologi menggunakan kontrol yang tepat dan harus dievaluasi
dalam konteks sejarah klinis pasien dan tes diagnostik lainnya oleh ahli
patologi yang berkualitas. Penilaian dilakukan menggunakan mikroskop
cahaya dengan perbesaran 400x. Terdapat beberapa cara penilaian untuk
Reseptor progesteron, diantaranya yaitu :
a. Reseptor progesteron dikatakan positif apabila ≥ 10% inti tercat coklat.
b. Sistem skoring yang banyak direkomendasikan adalah Quick score (Allred
Score) yang menggabungkan intensitas dan proporsi sel yang tercat positif,
dengan skor maksimal 8, semakin tinggi skor, semakin banyak reseptor
yang ditemukan
1. Prosedur
a. Antibodi Primer : Monoclonal Mouse Anti-Progesteron Reseptor
b. Antibodi Sekunder : Polyclonal Rabbit Anti-Progesteron Reseptor

9
2. Tujuan Pemeriksaan
Pengujian IHC ini dapat mendeteksi reseptor progesteron dalam sel-sel
kanker dari sampel jaringan yang nantinya berguna dalam penilaian status
reseptor progesteron dalam karsinoma payudara manusia.
3. Sampel Pemeriksaan
Sampel berupa jaringan mungkin berasal dari biopsi (pengangkatan
sejumlah kecil jaringan untuk diteliti di bawah mikroskop), atau dari
operasi untuk menghapus semua tumor dan sebagian atau seluruh payudara
4. Informasi Tambahan
a. Kontrol Positif
Idealnya kontrol positif harus dapat mengekspresikan PR seperti pada
jaringan kanker payudara walaupun rendah sebagai alternatif, leher
rahim jinak dapat digunakan.
b. Kontrol Negatif
Kontrol negatif yang direkomendasikan adalah DAKO FLEX Negative
Control, Mouse (Link) (Code IR750).
c. Metode Standar
Metode Standar yang digunakan adalah metode LSAB ( Labelled
Streptavidin-Biotin).
Metode LSAB adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan
afinitas terhadap molekul streptavidin- biotin oleh tiga enzim
peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul
streptavidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon
sinyal yang disampaikan oleh antigen target.
d. Subtrat Kromogen
Substrat Kromogen yang digunakan adalah Diaminobenzidine (DAB).
e. Counterstain
Pewarna pembanding yang digunakan adalah Hematoksilin Lilie-
Mayer.
5. Prosedur Pulasan Imunohistokimia
a. Persiapan Spesimen
Sebelum dilakukan pewarnaan IHC, sediaan jaringan dipotong dari
blok paraffin menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4 μm dan
sediaan jaringan harus difiksasi terlebih dahulu.
10
b. Pewarnaan IHC
1) Dilakukan deparaffinisasi, Teterskan Xylol 2x10 menit
2) Kemudian dilakukan rehidrasi dengan alcohol bertingkat dan reaksi
blocking dengan 0.5% H2O2.
3) Selanjutnya dilakukan antigen retrieval menggunakan microwave
pada power level tinggi selama 5 menit dan power level rendah
selama 5 menit.
4) Setelah didinginkan dan dicuci dengan PBS, dilakukan blocking
terhadap aktifitas non spesifik binding site dengan Normal Horse
Serum selama 20 menit.
5) Lalu dilakukan inkubasi selama satu malam dengan Monoclonal
Mouse Anti Human Progesteron Receptor Clone PgR 636 DAKO.
6) Setelah dicuci dengan PBS sediaan diinkubasi dengan antibodi
sekunder Polyclonal Rabbit Anti Human Immunoglobuline DAKO
selama 30 menit.
7) Kemudian dicuci dengan PBS, dan diinkubasi kembali dengan
Streptavidin DAKO selama 60 menit.
8) Selanjutnya sediaan diinkubasi dengan chromogen
Diaminobenzidine (DAB) dalam Tris HCl ph 7,6 selama 10 menit.
9) Dilakukan counterstain dengan Hematoksilin Lilie-Mayer lemah.
10) Dehidrasi dalam alkohol bertingkat, clearing dalam xylol dan
ditutup dengan entelan untuk dinilai oleh ahli patologi
Reseptor progesterone merupakan salah satu biomarker yang
digunakan untuk pemeriksaan tumor payudara. Tingkat reseptor progesteron
dalam tumor kanker payudara juga secara rutin dievaluasi. Biasanya, karena
ekspresi progesteron sangat tergantung pada tingkat reseptor estrogen, sangat
jarang ditemukan tumor PR positif dengan ER negatif (1%). Kanker payudara
dengan kadar ER tinggi, tetapi kadar PR rendah lebih umum. Respons
terhadap terapi endokrin lebih baik bila keduanya terbukti mengalami
peningkatan.
Reseptor Progesteron (PR) adalah gen yang diregulasi oleh estrogen,
karena itu ekspresinya mengindikasikan adanya jalur ER yang sedang aktif.
Penilaian ekspresi PR dapat membantu memprediksi respons terhadap terapi
hormonal secara lebih akurat. Sejalan dengan hal ini ada beberapa fakta yang
11
menyatakan bahwa tumor-tumor dengan ekspresi PR yang positif mempunyai
respons lebih bagus terhadap tamoxifen, baik pada penderita dengan metastase
dan sebagai terapi adjuvant. Sekitar 55-65% kanker payudara adalah PR+.
Tumor-tumor PR+ menunjukkan prognosis lebih bagus daripada PR-. Dari
penelitian-penelitian yang sudah ada telah dinyatakan bahwa PR+ sangat
sedikit didapatkan pada tumor dengan ER-, sehingga PR yang positif kuat
pada kasus dengan ER yang tampaknya negatif bisa merupakan indikator
adanya ER negatif palsu.
PR mungkin dapat terdeteksi pada kasus-kasus dengan ER negatif. Hal
ini antara lain dapat disebabkan karena pulasan ER yang negatif palsu, level
ER yang sangat rendah, atau varian ER yang terdapat dalam jaringan tersebut
tidak dikenali oleh antibodi yang digunakan. Nilai prediktif dari PR positif
pada penderita dengan ER negatif masih merupakan kontroversi, beberapa
laporan mengatakan PR positif pada kasus ER negatif didapatkan pada
kelompok penderita yang lebih responsif terhadap terapi hormonal, namun
temuan ini tidak universal.
Sistem skoring yang banyak direkomendasikan adalah quick score
(Allred Score), yang menggabungkan intensitas dan proporsi sel yang tercat
positif, dengan skor maksimal 8 (Tabel 1). Bahkan penderita dengan skor 2
masih dapat memperoleh keuntungan dari terapi hormonal adjuvant. Hasil
pulasan IHK, reseptor hormonal ini sangat sensitif terhadap teknis pewarnaan
sehingga teknis yang tidak optimal dapat menyebabkan negatif palsu pada
kasus-kasus dengan level reseptor yang rendah, yang masih dapat memberikan
respons terhadap terapi hormonal.
Selain dengan IHK, reseptor hormonal bisa dinilai dari blok parafin
dengan menggunakan teknik hibridisasi in situ dan PCR. Status hormonal
tidak banyak berhubungan dengan jenis karsinoma payudara. Tidak ada
perbedaan signifikan antara tipe lobular dan duktal, dan beberapa studi
menunjukkan bahwa sebagian besar medullary carcinoma dan karsinoma
intraduktal tipe comedocarcinoma menunjukkan hasil yang negatif, sementara
mucinous carcinoma mempunyai nilai positif yang tinggi.

12
Quick (Allred) Score untuk menilai ekspresi reseptor hormonal

Intensity of Score Proportion reactive Score


immunoreactivity
No reactivity 0 No reactivity 0
Weak reactivity 1 <1% nuclei reactive 1
Moderate 2 1-10% nuclei reactive 2
Strong reactivity 3 11-33% nuclei reactive 3
- 34-66% nuclei reactive 4
- 67-100% nuclei reactive 5

Tabel 1. Quick (Allred) Score

Tabel 2. Progesteron Receptor (WHO)

13
Ekspresi PR (+) dan (-) pada sampel Meningomia

Gambar 1. Gambar 2.

Ekspresi PR (+) Ringan(400x) : inti Ekspresi PR (+) Sedang (400x) :


tercat Coklat inti tercat Coklat

Gambar 4.
Gambar 3.
Ekspresi PR Negatif : inti tidak
Ekspresi PR (+) Kuat (400x) : inti
tercat
tercat Coklat

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Reseptor progesteron adalah sebuah protein yang mungkin hadir pada sel-sel tertentu
yang dapat melampirkan molekul progesteron. Istilah “RP positif” mengacu pada sel-sel
tumor yang mengandung protein reseptor progesteron. Sel-sel ini umumnya sensitif terhadap
terapi hormon seperti tamoxifen dan kelas baru obat yang disebut inhibitor aromatase yang
menghambat efek progesteron.

Progesteron adalah hormon yang dikeluarkan oleh korpus luteum (massa sel yang
terbentuk di ovarium di tempat di mana sel telur dilepaskan) setelah ovulasi. Progesteron
berperan menyiapkan rahim untuk kehamilan. Bila kehamilan terjadi, produksi progesteron
pada akhirnya akan dilakukan oleh plasenta. Bila kehamilan tidak terjadi, korpus luteum akan
terpecah dalam 12-16 hari dan berhenti memproduksi progesteron, sehingga memicu
menstruasi. Progesteron diperlukan untuk menginduksi reseptor progesteron.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami penjelasan
didalamnya sehingga dapat diterapkan guna pemaksimalan pemahaman mengenai dapat
Imunohistokimia khususnya dalam hal pemeriksaan IHC reseptor progesteron.

15

Anda mungkin juga menyukai