Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor adalah pertumbuhan sel-sel tubuh yang abnormal. Sel merupakan unit terkecil yang
menyusun jaringan tubuh manusia. Masing-masing sel mengandung gen yang berfungsi untuk
menentukan pertumbuhan, perkembangan, atau perbaikan yang terjadi dalam tubuh. Tiap tumor
mengandung protein atau antigen tertentu yang dapat digunakan sebagai diagnosa dan
pengambilan keputusan dalam terapi lanjutan. Imunohistokimia (IHC) adalah proses untuk
menetapkan lokasi dan jenis protein (antigen) tersebut di dalam sel-sel jaringan. Tempat
antigen dapat ditentukan bila kita dapat mengetahui dimana ikatan antibodi-antigen.
Semua sel memiliki reseptor pada permukaan, dalam sitoplasma dan inti sel.
Pembawa pesan kimia tertentu seperti hormon mengikat reseptor ini dan menyebabkan
perubahan dalam sel. Pada kanker payudara, ada tiga penerima yang digunakan sebagai
penanda tumor yaitu reseptor estrogen (ER), reseptor progesteon (PR) dan HER2/nue.
Makalah ini akan membahas tentang reseptor progesterone sebagai salah satu penanda
adanya kanker payudara.
Progesteron mempengaruhi banyak fungsi hormonal pada wanita, seperti
perkembangan payudara. Jika sel-sel kanker payudara memiliki reseptor progesteron,
kanker ini disebut kanker payudara PR-positif. Jika sel-sel tidak memiliki reseptor tersebut,
kanker ini disebut PR-negatif. Sekitar dua pertiga dari kanker payudara adalah PR positif.
Kanker payudara dengan reseptor hormon negatif tidak merespon pengobatan dengan
terapi hormon, Pada kanker payudara PR-positif sel-sel ini umumnya sensitif terhadap
terapi hormon seperti tamoxifen dan kelas baru obat yang disebut inhibitor aromatase yang
menghambat efek progesteron.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan reseptor progesteron?
2. Bagaimana prosedur kerja pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang reseptor progesteron dalam ilmu Imunohistokimia.
2. Menjelaskan prosedur kerja pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron.

1
D. Manfaat
1. Mampu memahami pemeriksaan Imunohistokimia pada reseptor progesteron.
2. Menambah bekal pembelajaran sebagai penunjang untuk melakukan praktikum
Imunohistokimia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Imunohistikimia
Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi, imunologi dan
biokimia untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki ciri tertentu
dengan menggunakan interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik yang diberi
label. Dengan menggunakan imunohistokimia, kita dapat melihat distribusi dan
lokalisasi dari komponen seluler spesifik diantara sel dan jaringan lain di sekitarnya
dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Komponen seluler tersebut dapat
terlihat karena kompleks antigen-antibodi yang sudah dilabel akan memberikan warna
yang berbeda dari sekitarnya. Pengecatan imunohistokimia banyak digunakan pada
pemeriksaan sel abnormal seperti sel kanker. Molekul spesifik akan mewarnai sel-sel
tertentu seperti sel yang membelah atau sel yang mati sehingga dapat dibedakan dari
sel normal.
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2, yaitu
preparasi sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk membentuk
preparat jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample terdiri dari
pengambilan jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan
formaldehid, embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair,
pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen
retrieval untuk membebaskan epitop jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik
lain. Selanjutnya dilakukan bloking protein tidak spesifik, hal ini bertujuan untuk
menutupi sisi protein lain, sehingga antibodi tidak mengenali protein lain yang tidak
dimaksud. Sampel labeling adalah pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai
preparat. Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan
sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di
sekitarnya.
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi
suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, terapi, dan prognosis kanker.
Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah
mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasat mata.

3
Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan
marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung
atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker.
Marker dapat berupa senyawa berwarna: Luminescence, zat berfluoresensi:
fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere,
gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline
phosphatase. Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan
substrat kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak
larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang).
Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik
imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen
yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense.
B. Prinsip Imunohistokimia
Prinsip IHC adalah bahwa antibodi akan berikatan secara spesifik dengan antigen.
Antibodi akan “mencari” lokasi antigen, dan berikatan dengan antigen. Tempat antigen
dapat ditentukan bila kita dapat mengetahui dimana ikatan antibodi-antigen.
C. Metode dalam Imunohistokimia
Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan
imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung (indirect
method).
1. Metode langsung (direct method)

Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya


melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel, contohnya antiserum
terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin.

 Tahapan : Antigen dilokalisasi satu tahap dengan antibodi yang


dikonjugasi dengan marker.
 Kelebihan : Sederhana, hasil cepat
 Kekurangan : Tidak tampak morfologi latar, perlu antibodi terkonjugasi
setiap antigen yang berbeda. Jarang digunakan di banding metode tidak
langsung

4
2. Metode tidak langsung (indirect method).
Metode ini menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak
berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali
antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder
akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan
anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan
substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa
kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa
tertentu. Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan
Texas-red disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen
enzim seperti peroksidase, alkali fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode
immunoenzyme.
 Tahapan : Dua langkah, pertama inkubasi dengan antibodi primer, kemudian
antibodi sekunder
 Kelebihan : Versatility, dan lebih sensitive dari pada metode langsung.
 Kekurangan : Latar tidak tampak, dan harus dengan frozen section
D. Pengertian Reseptor Progesteron
Reseptor progesteron adalah sebuah protein yang mungkin hadir pada sel-sel
tertentu yang dapat melampirkan molekul progesteron. Istilah “RP positif” mengacu
pada sel-sel tumor yang mengandung protein reseptor progesteron. Sel-sel ini
umumnya sensitif terhadap terapi hormon seperti tamoxifen dan kelas baru obat yang
disebut inhibitor aromatase yang menghambat efek progesterone. Reseptor progesteron
(PR, juga dikenal sebagai NR3C3 atau reseptor nuclear subfamili 3, kelompok C,
anggota 3), adalah protein yang ditemukan dalam sel. Hal ini diaktifkan oleh hormon
steroid progesterone.
Pada manusia, PR dikodekan oleh PGR tunggal gen berada pada kromosom 11q22,
memiliki dua bentuk utama, A dan B, yang berbeda dalam berat molekul mereka.
Antibodi terhadap PR berguna untuk mengukur tingkat relatif ekspresi reseptor
progesteron pada jaringan kanker payudara. Antibodi ini diindikasikan untuk
digunakan sebagai bantuan dalam manajemen, prognosis dan prediksi hasil kanker
payudara.

5
E. Struktur senyawa progesterone
Secara umum dengan reseptor steroid lainnya, reseptor progesteron memiliki N-
terminal domain regulasi, sebuah domain DNA mengikat, bagian engsel, dan C-
terminal domain pengikatan ligan. Sebuah khusus fungsi aktivasi transkripsi (TAF),
disebut TAF-3, hadir dalam progesteron reseptor-B, dalam segmen B-hulu (BUS) di
terminal asam amino. Segmen ini tidak hadir dalam reseptor-A. Progesteron diperlukan
untuk menginduksi reseptor progesteron. Bila tidak ada hormon yang mengikat hadir
terminal karboksil menghambat transkripsi. Mengikat hormon yang menginduksi
perubahan struktural yang menghilangkan tindakan penghambatan. Setelah
progesteron mengikat reseptor, restrukturisasi dengan dimerisasi berikut dan kompleks
memasuki nukleus dan berikatan dengan DNA. Ada transkripsi terjadi sehingga
pembentukan RNA yang diterjemahkan oleh ribosom untuk memproduksi protein
tertentu.
Ikatan dengan matriks nukleus dan ikatan PR dengan DNA dibutuhkan untuk
pergerakan PR ke dalam nukleus. Ketika diaktifkan oleh ligan, PR bergerak ke dalam
nukleus dan mempengaruhi aktivitas transkripsi. Homodimer PR-A atau PR-B
bergerak dengan kecepatan yang sama dengan heterodime PR-A dan PR-B.
Mekanisme molekuler yang diatur oleh progesteron melalui transkripsi gen target
progesterone reseptor (PR) mengalami perkembangan tiap tahunnya.
Mekanisme ligan-dependent melalui aktivasi reseptor setelah mengikat hormon
pada LBD melibatkan langkah-langkah yang kompleks meliputi perubahan
konformasional dan disosiasi multiprotein protein yang mengikat hormon seperti
protein kaperon, heat shock protein (Hsp) atau imunofilin. Protein kaperon yang
berperan dalam regulasi PR adalah Hsp90. Hsp90 dinamakan berdasarkan 90 kDa.
Hsp90 menginaktifkan PR dengan berbagai cara, antara lain: 1) membloking akses
pada DBD, 2) mengikat HBD pada PR sehingga konformasi tidak terlipat. PR setelah
mengikat hormon, DBD tidak terbuka dan mengalami dimerisasi. PR kemudian yang
dimerisasi antara sekuen A dan sekuen B kemudian bergerak menuju nukleus dan
berikatan dengan progesteron respon element pada DNA. DNA yang terikat pada
reseptor ini meningkatkan transkripsi gen target melalui koaktivator reseptor steroid
dan mengawali terbentuknya kompleks inisiasi transkripsi, Kompleks PR yang aktif

6
dengan koaktivator diperantarai oleh helix ampifilik (LXXXL motif atau NR box) pada
permukaan sebagian besar koaktivator.
Meskipun semua koaktivator tersebut mengaktifkan gen yang berikatan dengan PR,
tetapi tidak semua diekspresikan sama pada semua sel. Kelompok koaktivator yang
berbeda berinteraksi dengan reseptor DBD. DBD dibutuhkan progesterone reseptor
untuk berikatan pada sekuen DNA respon elemen yang spesifik untuk progesterone.
Koaktivator yang mengikat DBD belum banyak diketahui fungsinya, antara lain small
nuclear ring finger protein (SNURF), GT198, dan protein HMG
F. Peranan Reseptor Progesteron Dalam Sistem Biologis

Reseptor progesteron memiliki peranan pada regulasi proses proliferasi sel kanker
payudara, yang tidak kalah pentingnya dengan reseptor estrogen. Hormon progesteron
menginduksi proliferasi sel sehingga dapat memacu kanker. Efek proliferasi ini dapat
dihambat dengan pengeblokan reseptor tersebut oleh senyawa yang mampu
berkompetisi dengan hormon progesteron, yang dikenal sebagai Selective Progesterone
Receptor Modulators Docking Kurkumin dan Senyawa Analognya. Antagonis
progesteron juga menunjukkan aktivitas antikanker yang lebih baik daripada
tamoksifen.

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui adakah reseptor progesteron pada mammae maka dilakukan
pemeriksaan histopatologi dengan pengecatan immunohistokimia. Pemeriksaan
immunohistokimia adalah teknik pengecatan dengan menggunakan reaksi antigen antibodi
yang terdapat pada jaringan. Hasil dari pengecatan tersebut dapat diamati dengan
mikroskop cahaya untuk mendeteksi protein tertentu, dalam hal ini reseptor progesteron.
B. Sampel Pemeriksaan
Sampel berupa jaringan mungkin berasal dari biopsi (pengangkatan sejumlah kecil jaringan
untuk diteliti di bawah mikroskop), atau dari operasi untuk menghapus semua tumor dan
sebagian atau seluruh payudara.
C. Antibodi yang diperlukan
1. Antibodi primer : Monoclonal mouse Anti-Humen progesterone reseptor
2. Antibody sekunder : Polyclonal Rabbit Anti-Humen progesterone reseptor
D. Informasi tambahan
1. Control positif
Idealnya kontrol positif harus dapat mengekspresikan PR seperti pada jaringan kanker
payudara walaupun rendah sebagai alternatif, leher rahim jinak dapat digunakan.
2. Control negative
Kontrol negatif yang direkomendasikan adalah DAKO FLEX Negative Control,
Mouse (Link) (Code IR750).
3. Standar metode
Metode Standar yang digunakan adalah metode LSAB ( Labelled Streptavidin-Biotin).
Metode LSAB adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap
molekul streptavidin- biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa
biotin dalam molekul streptavidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon
sinyal yang disampaikan oleh antigen target.
4. Substrak kromogen
Substrat Kromogen yang digunakan adalah Diaminobenzidine (DAB)

8
5. Counterstain
Pewarna pembanding yang digunakan adalah Hematoksilin Lilie-Mayer.
E. Prosedur pulasan Imunohistokimia
1. Persiapan sampel
Sebelum dilakukan pewarnaan IHC, sediaan jaringan dipotong dari blok paraffin
menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4 μm dan sediaan jaringan harus difiksasi
terlebih dahulu.
2. Pewarnaan
a. Dilakukan deparaffinisasi, Teteskan Xylol 2×10 menit.
b. Kemudian dilakukan rehidrasi dengan alcohol bertingkat dan reaksi blocking
dengan 0,5% H2O2.
c. Selanjutnya dilakukan antigen retrieval menggunakan microwave pada power
level tinggi selama 5 menit dan power level rendah selama 5 menit.
d. Setelah didinginkan dan dicuci dengan PBS, dilakukan blocking terhadap aktifitas
non spesifik binding site dengan Normal Horse Serum selama 20 menit.
e. Lalu dilakukan inkubasi selama satu malam dengan Monoclonal Mouse Anti
Human Progesteron Receptor Clone PgR 636 DAKO.
f. Setelah dicuci dengan PBS sediaan diinkubasi dengan antibodi sekunder
Polyclonal Rabbit Anti Human Immunoglobuline DAKO selama 30 menit
g. Kemudian dicuci dengan PBS, dan diinkubasi kembali dengan Streptavidin DAKO
selama 60 menit.
h. Selanjutnya sediaan diinkubasi dengan chromogen Diaminobenzidine (DAB)
dalam Tris HCl ph 7,6 selama 10 menit.
i. Dilakukan counterstain dengan Hematoksilin Lilie-Mayer lemah.
j. Dehidrasi dalam alkohol bertingkat, clearing dalam xylol dan ditutup dengan
entelan untuk dinilai oleh ahli patologi.
Catatan: Untuk meminimalkan pemudaran, simpan slide dalam ruang gelap pada suhu
kamar (20-25 ºC).

F. Interpretasi hasil

9
Interpretasi klinis setiap pewarnaan atau ketiadaan harus dilengkapi dengan studi
morfologi menggunakan kontrol yang tepat dan harus dievaluasi dalam konteks sejarah
klinis pasien dan tes diagnostik lainnya oleh ahli patologi yang berkualitas. Penilaian
dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Terdapat beberapa
cara penilaian untuk Reseptor progesteron, diantaranya yaitu:
1. Reseptor progesteron dikatakan positif apabila ≥ 10% inti tercat coklat.
2. Sistem skoring yang banyak direkomendasikan adalah Quick score (Allred Score) yang
menggabungkan intensitas dan proporsi sel yang tercat positif, dengan skor maksimal
8, semakin tinggi skor, semakin banyak reseptor yang ditemukan.

Gambar 1. Progesterone dan esterogen reseptor positif dan negatif

BAB IV

10
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua sel memiliki reseptor pada permukaannya, dalam sitoplasma dan inti sel. Utusan
kimia tertentu seperti hormon mengikat reseptor ini dan ini menyebabkan perubahan
dalam sel. Reseptor Progesteron (PR) adalah salah satu penerima yang digunakan
sebagai penanda pada tumor kanker payudara. Immunohistokimia (IHC) saat ini
merupakan metode standar untuk menentukan status reseptor hormonal. Pengujian IHC
ini dapat mendeteksi reseptor progesteron dalam sel-sel kanker dari sampel jaringan
yang nantinya berguna dalam penilaian status reseptor progesteron dalam karsinoma
payudara manusia.
B. Saran
Pada tahapan fiksasi harus diperhatikan dengan baik karena fiksasi yang kurang bagus
dapat mempengaruhi hasil PR dan kontrol yang positif kuat, positif lemah, dan negatif
harus ada pada setiap proses pewarnaan IHK. Level PR perlu dinilai pada masing-
masing penderita karena reseptor progesteron yang negatif mengidentifikasikan
respons yang kurang terhadap terapi hormonal. Pada kasus dengan ER positif lemah
namun PR positif kuat, terapi hormonal masih dapat memberikan hasil yang cukup
bagus.

DAFTAR PUSTAKA

11
E.P.Ika Kartika, Heni Maulani, Henny Sulastri, Yuwono,2009, Ekspresi Protein Her-
2/Neu, Status Reseptor Estrogen Dan Progesteron Pada Berbagai Derajat Keganasan
Karsinoma Payudara Duktal Invasif Wanita Usia Muda, Fakultas Kedokteran.Universitas
Sriwijaya, Palembang.

Hoffman, 2004, Progesterone Receptor Antagonists Prevent Carcinogen-Induce Cancer


in Rats, Experimental Oncology, Berlin.

http://kamuskesehatan.com/arti/progesteron/6 -Maret-2015.

http://en.wikipedia.org/wiki/Progesterone_receptor/6- Maret-2015.

http://sarmoko.blog.ugm.ac.id/2012/03/25/transduksi-signal-reseptor-progesteron-pr/6- Maret-
2015.

http://books.google.co.id/Penatalaksanaan Kanker Payudara Terkini - Halaman xvii./6- Maret-


2015.

http://www.cancer.net/research-and-advocacy/asco-care-and-treatment-
recommendations-patients/estrogen-and-progesterone-receptor-testing-breast-cancer.

http://blog.ub.ac.id/annazukia/2013/05/14/imunohistokimia.

http://www.breastcancer.org/symptoms/diagnosis/hormone_status/read_results.

http://abulkhairabd.blogspot.com/2013/02/progesteron-receptor.html.

Verma, S.P., Goldin, B.R., and Lin, P.S., 1998, The Inhibition of The Estrogen Effects of
Pesticides and Enviromental Chemicals by Curcumin and Isoflavonoids, Environ Health
Perspect, 106, 12: 807–812.

W.Jimmy Hadi,2010, Peranan Status Hormonal Er, Pr Dan Her-2/Neu dengan Terapi
Kanker Payudara, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.

12

Anda mungkin juga menyukai