SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
KESEIMBANGAN CAIRAN
Intake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL (Insensible Water Loss)
Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan
pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll.
Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam, jika pasien dipasang kateter maka hitung
dalam ukuran di urobag, jka tidak terpasang maka pasien harus menampung urinenya sendiri,
biasanya ditampung di botol air mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.
IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit dihitung,
yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas.
RUMUS IWL
IWL = (15 x BB )
24 jam
Output cairan:
Urine = ……cc
Feses = …..cc (kondisi normal 1 BAB feses = 100 cc)
Muntah/perdarahan
cairan drainage luka/
cairan NGT terbuka = …..cc
IWL = …..cc (hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari)
(Insensible Water Loss)
Contoh Kasus:
Tn Y (35 tahun) , BB 60 Kg; dirawat dengan post op Laparatomi hari kedua..akibat appendix
perforasi, Keadaan umum masih lemah, kesadaran composmentis..Vital sign TD: 110/70
mmHg; HR 88 x/menit; RR 20 x/menit, T 37 °C: masih dipuasakan, saat ini terpasang NGT
terbuka cairan berwarna kuning kehijauan sebanyak 200 cc; pada daerah luka incici operasi
terpasang drainage berwarna merah sebanyak 100 cc, Infus terpasang Dextrose 5% drip
Antrain 1 ampul /kolf : 2000 cc/24 jam., terpasang catheter urine dengan jumlah urine 1700
cc, dan mendapat tranfusi WB 300 cc; mendapat antibiotik Cefat 2 x 1 gram yg didripkan
dalam NaCl 50 cc setiap kali pemberian, Hitung balance cairan Tn Y!
Bagaimana jika ada kenaikan suhu? maka untuk menghitung output terutama IWL gunakan
rumus :
IWL + 200 (suhu tinggi – 36,8 .°C), nilai 36,8 °C adalah konstanta
Andaikan suhu Tn Y adalah 38,5 °C, berapakah Balance cairannya?
berarti nilai IWl Tn Y= 900 + 200 (38,5 °C – 36,8 .°C)
= 900 + 200 (1,7)
= 900 + 340 cc
= 1240 cc
Masukkan nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan kelompok Output :
Drainage = 100 cc
NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 1240 cc +
————————–
3240 cc
Jadi Balance cairannya dalam kondisi suhu febris pada Tn Y adalah : 2700 cc – 3240 cc = -
540 cc
Menghitung Balance cairan anak tergantung tahap umur, untuk menentukan Air
Metabolisme, menurut Iwasa M, Kogoshi S dalam Fluid Tehrapy Bunko do (1995) dari
PT. Otsuka Indonesia yaitu:
Usia Balita (1 – 3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari
Usia 5 – 7 tahun : 8 – 8,5 cc/kgBB/hari
Usia 7 – 11 tahun : 6 – 7 cc/kgBB/hari
Usia 12 – 14 tahun : 5 – 6 cc/kgBB/hari
Untuk IWL (Insensible Water Loss) pada anak = (30 – usia anak dalam tahun) x
cc/kgBB/hari
Jika anak mengompol menghitung urine 0,5 cc – 1 cc/kgBB/hari
An X (3 tahun) BB 14 Kg, dirawata hari ke dua dengan DBD, keluhan pasien menurut
ibunya: “rewel, tidak nafsu makan; malas minum, badannya masih hangat; gusinya tadi
malam berdarah” Berdasarkan pemeriksaan fisik didapat data: Keadaan umum terlihat lemah,
kesadaran composmentis, TTV: HR 100 x/menit; T 37,3 °C; petechie di kedua tungkai kaki,
Makan /24 jam hanya 6 sendok makan, Minum/24 jam 1000 cc; BAK/24 jam : 1000 cc,
mendapat Infus Asering 1000 cc/24 jam. Hasil pemeriksaan lab Tr terakhir: 50.000.
Hitunglah balance cairan anak ini!
—————————–
1378 cc
Balance cairan = Intake cairan – Output Cairam
2112 cc – 1378 cc
+ 734 cc
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara
lain :
a. Umur :
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih
mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia
lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal
atau jantung.
b. Iklim :
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah
memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan
seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai
dengan 5 L per hari.
c. Diet :
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak
adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan
cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses
keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
d. Stress :
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen
otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
e. Kondisi Sakit :
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
tubuh Misalnya :
– Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
– Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
– Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan
intake
cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
f. Tindakan Medis :
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
g. Pengobatan :
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan
dan elektrolit tubuh.
h. Pembedahan :
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama
pembedahan.
2. Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)
Causa : Kehilangan Na+ melalui ginjal misalnya pada terapi diuretik, diuresis osmotik,
diabetes insipidus, sekrosis tubulus akut, uropati pasca obstruksi, nefropati hiperkalsemik;
atau karena hiperalimentasi dan pemberian cairan hipertonik lain.
Tanda dan Gejala : iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder
terhadap hipernatremia.
3. Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (<>
Etiologi
Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah, sedot nasogastrik,
diare, sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
Diuretik
Asupan K+ yang tidak cukup dari diet
Ekskresi berlebihan melalui ginjal
Maldistribusi K+
Hiperaldosteron
Hipokalemia:
Tanda dan Gejala : Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia, hipotensi
ortostatik, penurunan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi
myokard terjadi pada hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik ventrikel, reentry
phenomena, dan kelainan konduksi. EKG sering memperlihatkan gelombang T datar,
gelombang U, dan depresi segmen ST.
4. Hiperkalemia
Definisi : kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)
Etiologi :
Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal akut atau kronik, diuretik hemat
kalium, penghambat ACE.
beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang disebabkan trauma (crush injuries),
pembedahan mayor, luka bakar, emboli arteri akut, hemolisis, perdarahan saluran cerna atau
rhabdomyolisis. Sumber eksogen meliputi suplementasi kalium dan pengganti garam,
transfusi darah dan penisilin dosis tinggi juga harus dipikirkan.
Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada asidosis, digitalisasi, defisiensi insulin
atau peningkatan cepat dari osmolalitas darah.
Insufisiensi adrenal
Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis sampel darah atau pemasangan torniket
terlalu lama
5. Hipoaldosteron
Tanda dan Gejala : Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas jantung. EKG
memperlihatkan perubahan-perubahan sekuensial seiring dengan peninggian kalium serum.
Pada permulaan, terlihat gelombang T runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan interval
PR memanjang, amplitudo gelombang P mengecil, kompleks QRS melebar (K+ = 7 sampai 8
mEq/L). Akhirnya interval QT memanjang dan menjurus ke pola sine-wave. Fibrilasi
ventrikel dan asistole cenderung terjadi pada K+ > 10 mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi
parestesi, kelemahan, arefleksia dan paralisis ascenden.
B Tahap Orientasi
1 Memberikan salam dan menyapa nama pasien 1
2 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan 2
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
C Tahap Kerja
1 Menghitung intake oral ( minum ) 3
2 Menghitng intake oral (makan ) 3
3 Menghitung intake parenteral 4
4 Menghentikan cairan metabolisme 4
5 Menghitung output urine 4
6 Menghitung ouput fases. 4
7 Menghitung ouput abnormal (muntah, drain perdarahan dll) 4
8 Menghitung output IWL 5
9 Menghitung balance cairan 9
D Tahap Terminasi
1 Berpamitan dengan klien 1
2 Membereskan alat - alat 1
3 Mencuci tangan 1
4 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan 1
Total 50
Nama Mahasiswa
Keterangan:
Ya : 1 (dilakukan dengan benar)
Tidak: 0 (tidak dilakukan dengan benar/kurang benar)
Erna Erawati, SKep, Ners, MKep Wiwin Renny R, SPd, SST, MKes Hermani T.S.KepNs.M.Kes
NIP. 197901132002121001 NIP. 197111061998032004 NIP. 196902221988032001
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
E Tahap Terminasi
1 Melakukan evaluasi tindakan 1
2 Berpamitan dengan klien 1
3 Membereskan alat - alat 1
4 Mencuci tangan 1
5 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan 1
Total 50
Nama Mahasiswa
Keterangan;
Ya : 1 ( dilakukan dengan benar0
Tidak : 0 (tidak dilakukan/dilakukan kurang benar)
Erna Erawati, SKep, Ns, MKep Wiwin Renny R, SPd, SST, MKes Hermani T.S.KepNs.M.Kes
NIP. 197901132002122001 NIP. 197111061998032004 NIP. 196902221988032001
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
4. Reaksi transfuse
Reaksi transfuse adalah reaksi yang terjadi selama tranfusi darah yang tidak
diinginkan berkaitan dengan tranfusi itu. sejak dilakukannya tes komatibilitas
untuk menentukan adanya antibody terhadap antigen sel darah merah, efek
samping transfusi umumnya disebabkan oleh leokosit , trombosit dan protein
plasma. Gejala bervariasi mungkin tidak terdapat gejala atau gejalanya tidak jelas,
ringan samapi berat.hal ini disebabkan oleh hemolisis intravaskuler atau
ekstravaskuler yang disebabkan oleh reaksi antibody terhadap anti gen :
- rasa panas atau rasa terbakar sepanjang vena
- warna kemerahan pada wajah
- nyeri dada
- nyeri pinggang bawah
- mual dan muntah
- demam dan sakit kepala
- mengigil
- gejala syok hipotensi,takikardia,gelisah,dispnea
- ruam kulit,urtikaria,edma wajah atau lidah
- asma ( pada keadaan alergi )
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
1. Ukuran 16
Guna : Dewasa, Bedah Mayor, Trauma, Apabila sejumlah besar cairan perlu
diinfuskan
Pertimbangan Perawat : Sakit pada insersi, Butuh vena besar
2. Ukuran 18
Guna : Anak dan dewasa, Untuk darah, komponen darah, dan infus kental lainnya
Pertimbangan Perawat : Sakit pada insersi, Butuh vena besar
3. Ukuran 20
Guna : Anak dan dewasa, Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah,
komponen darah, dan infus kental lainnya
Pertimbangan Perawat : Umum dipakai
4. Ukuran 22
Guna : Bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut), Cocok untuk sebagian besar
cairan infus
Pertimbangan Perawat : Lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil, tipis dan
rapuh, Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat, Sulit insersi melalui kulit
yang keras
5.Ukuran 24, 26
Guna : Nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut), Sesuai untuk
sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat
Pertimbangan Perawat : Untuk vena yang sangat kecil, Sulit insersi melalui kulit
keras
EFEK TRANFUSI
1. Alergi
Penyebab:
Alergen di dalam darah yang didonorkan
Darah hipersensitif terhadap obat tertentu. Gejala: Anaphilaksis (dingin,
bengkak pada wajah, edema laring, pruritus, urtikaria, wheezing), demam,
nausea dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac arrest, kolaps sirkulasi.
Intervensi:
Lambatkan atau hentikan tranfusi
Berikkan normal saline
Monitor vital sign dan lakukan RJP jika diperlukan
Berikan oksigenasi jika diperlukan
Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasikan berikan epineprin dan
kortikosteroid
Apabila diresepkan, sebelum pemberian tranfusi berikan diphenhidramin
2. Anafilaksis
Penyebab:
Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah
membentuk antibodi IgA
Gejala:
Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual,
hipotensi, kram abdomen, terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya
beberapa milliliter darah atau plasma.
Intervensi:
Hentikan tranfusi
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
3. Sepsis
Penyebab: Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau
endotoksin.
Gejala: Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang
mencolok, syok
Intervensi:
Hentikan tranfusi
Ambil kultur darah pasien
Pantau tanda vital setiap 15 menit
Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai program
Pencegahan:
Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian
4. Urtikaria
Penyebab:
Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donor
Gejala:
Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam
Intervensi:
Hentikan tranfusi
Ukur vital sign tiap 15 menit
Berikan antihistamin sesuai program
Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
Pencegahan:
Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi
5. Kelebihan sirkulasi
Penyebab:
Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu
cepat
Gejala: Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala
hebat, nadi, tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan
vena jugularis meningkat
Intervensi:
Tinggikan kepala klien
Monitor vital sign
Perlambat atau hentikan aliran tranfusi sesuai program
Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai program
Pencegahan:
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
6. Hemolitik
Penyebab:
Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor,
resipien menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam
system ABO
Gejala:
Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun,
dyspnea, mual dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria,
perdarahan abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan.
Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel
telah diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari
ataulebih setelah tranfusi.
Intervensi:
Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok
Hentikan tranfusi
Lanjutkan infus normal saline
Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria
Ambil sample darah dan urine
Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan
darah untuk anemia yang berlanjut
Pencegahan:
Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan
golongannya dan saat darah diberikan untuk tranfusi (penyebab paling sering
karena salah mengidentifikasi).
7. Demam Non-Hemolitik
Penyebab:
Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit
yang ditranfusikan.
Gejala:
Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise,
sakit kepala
Intervensi:
Hentikan tranfusi
Lanjutkan pemberian normal saline
Berikan antipiretik sesuai program
Pantau suhu tiap 4 jam
Pencegahan:
Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi)
8. Hiperkalemia
Penyebab:
Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel
Gejala:
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
9. Hipokalemia
Penyebab:
Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi
dapat dipengaruhi oleh alkalosis respiratorik
Gejala:
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi,
poliuria, kelemahan otot, bising usus menurun
10. Hipotermia
Penyebab:
Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin
diberikan melalui kateter vena sentral.
Gejala:
Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest
Intervensi:
Hentikan tranfusi
Hangatkan pasien dengan selimut
Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien
Hangatkan darah sebelum ditranfusikan
Periksa EKG
Tahap prosedur:
PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK
KETERAMPILAN PEMASANGAN TRANSFUSI DARAH
NILAI
No ASPEK YANG DINILAI BBT
Ya Tdk
A Tahap Pra Interaksi
1 Melakukan vaerifikasi program pengobatan klien 2
2 Mencuci tangan 1
3 Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar 1
4 Menyiapkan darah (cek slang label darah,suhu sesuai tubuh) 10
B Tahap Orientasi
1 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik 1
2 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan 4
3 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan dimulai 2
D Tahap Kerja
Melepaskan slang infus dari flabotle dan memindahkan ke kantong
1 8
darah
2 Menghitung jumlah tetesan sesuai program 7
3 Memperhatikan reaksi pasien 7
E Tahap Terminasi
1 Melakukan evaluasi tindakan 3
2 Berpamitan dengan klien 1
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-08
Keterangan;
Ya : 1 (dilakukan dengan benar)
Tidak: 0 (tidak dilakukan/dilakukan kurang benar)
Keterangan;
Ya : 1 ( dilakukan dengan benar0
Tidak : 0 (tidak dilakukan/dilakukan kurang benar)
Erna Erawati, SKep, Ns, MKep Wiwin Renny R, SPd, SST, MKes Hermani T.S.KepNs.M.Kes
NIP. 197901132002122001 NIP. 197111061998032004 NIP. 196902221988032001