Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“RUPTUR URETA”

Di Ruang 18 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

DISUSUN OLEH:

TIM PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN

“RUPTUR URETRA”

DIRUANG 18 RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

DISUSUN OLEH:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS UNIVERSITAS JEMBER

STIKES MAHARANI
LEMBAR PENGESAHAN

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Kegiatan Pendidikan Kesehatan Tentang Ruptur Uretra di
Ruang 18 IRNA II RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal : , November 2018
Tempat : R.18 IRNA II RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Malang, November 2018


Mahasiswa:
Kelompok 8 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
1. Nita Ratna Dewi, S.Kep. 182311101013
2. Nuril Fauziah, S.Kep. 182311101047
3. Della Annisa Widayu P., S.Kep. 182311101060

Ketua Kelompok 8
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Nuril Fauziah, S.Kep.


NIM 182311101047

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang 18
Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Ns. Mulia Hakam S., M.Kep., Sp.Kep.MB ( )


NIP. 19810319 201404 1 001
SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP)

CEDERA KEPALA

Mata Penyuluhan : Ruptur Uretra

Pokok Bahasan : Ruptur Uretra

Sub Pokok bahasan : Pengertian penyakit rupture uretra

Sasaran : Keluarga pasien dan pengunjung

Hari/Tanggal : , November 2018

Waktu : WIB - selesai

Tempat : Ruang 18 RSUD dr. Saiful Anwar Malang

A. Latar Belakang
Proporsi cedera saluran kemih sebesar 10% dari seluruh kasus trauma

lainnya. Trauma uretra mencakup 4% dari seluruh trauma di saluran kemih,

terutama yang disebabkan oleh fraktr pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan

kasus terjatuh dari ketinggian. Kasus trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-

laki, karena panjang uretra pada laki-laki. Sebanyak 65% kasus merupakan

ruptur komplit dan 35% merupakan ruptur inkomplit. Trauma saluran kemih

bawah dapat membahayakan jiwa dan berdampak terhadap kualitas hidup.

Pemeriksaan yang efektif dan efisien, serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat

penting untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas (Kusumajaya, 2018).

Berdasarkan fenomena yang ada diatas, alat uroflowmetri ini memiliki peran yang

penting sebagai pendeteksi dini gejala kanker prostat pada pria dewasa. Apabila tanda

gejala kanker prostat atau masalah pada kelenjar prostat mampu dideteksi sejak dini
maka akan mampu membantu meningkatkan peluang proses penyembuhan dengan

baik dan cepat.


B. Tujuan
1. Tujuan Intruksinasional Umum
Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan peserta memahami tentang penyakit

ruptur uretra.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan 75% peserta dapat :
a. Menyebutkan pengertian rupture uretra.
b. Menyebutkan tanda gejala penyakit rupture uretra.
c. Menjelaskan tanda-tanda gejala penyakit rupture uretra
d. Menjelaskan penyebab penyakit rupture uretra
C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik
Rupture uretra
2 Sasaran
Klien dan Keluarga dari klien yang dirawat di ruang 18 RSUD Dr. SAIFUL

ANWAR MALANG
3. Metode
Ceramah, tanya jawab dan diskusi.
4. Media dan Alat
Power Point
5. Waktu dan tempat
Hari / tanggal : , November 2018
Waktu : WIB - selesai
Tempat : Ruang 18 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
6. Pengorganisasian
Penanggung jawab :
Moderator :
Pemateri :
Fasilitator :
7. Uraian Tugas
a. Penanggunng jawab
Mengkoordinir persiapan dan pelaksanaan penyuluhan
b. Moderator
 Membuka acara
 Memperkenalkan mahasiswa dan dosen pembimbing
 Menjelaskan tujuan dan topik
 Menjelaskan kontrak waktu
 Menyerahkan jalannya penyuluhan kepada pemateri
 Mengarahkan alur diskusi
 Memimpin jalannya diskusi
 Menutup acara
c. Pemateri
Mempresentasikan materi untuk penyuluhan
d. Fasilitator
Memotivasi peserta untuk berperan aktif dalam jalannya penyuluhan
Membantu dalam menanggapi pertanyaan dari peserta

D. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Kegiatan Terapi Kegiatan Peserta


1 5 menit Pembukaan: Memperhatikan

 Perkenalan mahasiswa
 Perkenalan dengan dosen
 Menjelaskan tujuan
 Menjelaskan kontrak

waktu
2 15 Menit Materi :
Menjelaskan
 Menyebutkan pengertian

dari rupture uretra Memperhatikan


 Menyebutkan tanda gejala

dari rupture uretra


 Menjelaskan penyebab Memperhatikan

penyakit uroflowmetri
 Menjelaskan pencegahan
Memperhatikan
dan penatalaksanaan

rupture uretra
Memperhatikan

3 10 menit Penutup : Memberikan

 Memberi kesempatan pada pertanyaan

peserta untuk bertanya atas Memperhatikan

penjelasan yang tidak Berpartisipasi

dipahami Menjawab pertanyaan


 Menjawab pertanyaan
Menjawab salam
yang diajukan
 Menyimpulkan diskusi
 Melakukan evaluasi
 Mengucapkan salam
E. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Proses
Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
Waktu yang dilaksanakan sesuai pelaksanaan
Peserta aktif dalam kegiatan penyuluhan
2. Evaluasi Hasil
Peserta mampu:
 Menyebutkan pengertian dari rupture yretra
 Menjelaskan tanda-tanda gejala penyakit rupture uretra
 Menjelaskan penyebab penyakit rupture uretra
 Menjelaskan prosedur penatalaksanaan rupture uretra

MATERI PENYULUHAN RUPTUR URETRA

1. PENGERTIAN
Ruptur uretra merupakan kerusakan kontinuitas uretra yang disebabkan

oleh ruda paksa secara eksternal, seperti fraktur tulang panggul atau straddle

injury. Secara internal, seperti kateterisasi, tindakan-tindakan melalui uretra

(Setiawan dkk., 2015). Trauma uretra adalah trauma yang terjadi akibat cedera

yang berasal dari luar dan cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra

(Nursalam, 2006)

2. PENYEBAB RUPTUR URETRA


Trauma uretra dapat disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, atau iatrogenik.

Sebanyak 20% kasus fraktur penis juga dapat ditemukan ruptur uretra, terutama

uretra bagian pendulosa. Trauma tajam, umum terjadi karena luka tembak dan

luka tusuk. Sebanyak 75% kasus fraktur pelvis disertai dengan ruptur uretra.
Trauma iatrogenik paling sering terjadi karena instrumentasi endoskopi dan

pemasangan kateter uretra. Penyebab ruptur uretra lainnya, seperti perilaku

seksual, fraktur penis, dan stimulasi intralumen uretra (Kusumajaya, 2018).

3. KLASIFIKASI RUPTUR URETRA


Klasifikasi ruptur uretra berdasarkan anatomi dan derajatnya. Secara

anatomi uretra dibagi menjadi 2, yaitu uretra posterior dan anterior. Trauma

uretra posterior terjadi pada bagian proksimal dari membra perineal di uretra

prostatika atau uretra membranasea. Trauma uretra anterior meliputi uretra

bulbar dan pendulosa sampai ke fosa navikularis. Berdasarkan derajatnya, ruptur

uretra dibagi menjadi ruptur inkomplit dan ruptur komplit (Kusumajaya,2018)

Tipe Deskripsi Temuan Uretrografi Retrograd


1. Uretra posterior teregang, masih Elongasi uretra posterior tanpa
intak ekstravasasi
2. Uretra posterior ruptur parsial atau Ekstravasasi kontras pada uretra
komplit, di atas diafragma urogenital posterior tidak sampai leher buli atau
diafragma urogenital
3. Ruptur parsial atau komplit dari Ekstravasasi kontras pada uretra
uretra melewati diafragma membranosa sampai atas dan bawah
urogenital, uretra posterior dan diafragma urogenital, leher buli intak
anterior terkena (jenis tersering, >
2/3 kasus)
4. Cedera leher buli dengan ekstensi Ekstravasasi kontras ekstraperitoneal
hingga uretra proksimal dari uretra proksimal dan leher buli.
Kontras mencapai fascial planes
ekstraperitoneal di pelvis dan
perineum
4a. Ruptur bsal buli tanpa uretra Ekstravasasi kontras dari dasar buli
posterior sampai di bawah uretra posterior,
menyerupai cedera uretra
5. Uretra anterior ruptur parsial atau Ekstravasasi kontras dari uretra
komplit anterior di bawah diafragma
urogenital
4. TANDA-TANDA RUPTUR URETRA
a. Pendarahan dari uretra
b. Hematom perineal; mungkin hanya di sebabkan trauma bulbus kavernosus.
c. Retensi urin, jika hanya terjadi memar mukosa uretra, penderita masih dapat

kencing meskipun nyeri, tetapi jika ruptur, terjadi spasme m. spinchter

urethrae externum sehingga timbul retensi urin. bila kandung kemih terlalu

penuh, terjadi ekstravasasi sehingga timbul nyeri hebat dan kedalam umum

penderita memburuk.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Evaluasi lanjutan untuk mencari cedera uretra dianjurkan pada semua

pasien trauma multipel, terutama yang jika ada darah di meatus,

hematom/ekimosis penis/perineal, retensi urin, distensi kandung kemih, dan

riwayat trauma (straddle injury). Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah

pemeriksaan colok dubur; selain untuk menemukan prostat letak tinggi yang

menandakan adanya ruptur uretra, juga dapat menyingkirkan cedera rektal.

Pemeriksaan radiologis uretrografi retrograd (RUB) direkomendasikan karena

dapat menunjukkan derajat ruptur uretra, parsial atau komplit, serta lokasinya,

baik anterior maupun posterior, sehingga dapat menentukan pilihan tatalaksana

akut drainase kandung kemih. Pemeriksaan RUB merupakan pemeriksaan awal,

dilakukan dengan injeksi 20-30 mL materi kontras sambil menahan meatus tetap

tertutup, kemudian balon kateter dikembangkan pada fosa navikularis

(Kusumajaya, 2018).
RUB dapat mengidentifikasi lokasi cedera. Ruptur inkomplit ditandai

ekstravasasi uretra saat buli terisi penuh, sedangkan ruptur komplit ditandai
ekstravasasi masif tanpa pengisian buli. Ekstravasasi dapat terlihat hanya di

badan korpus jika fasia Buck’s masih intak, dan akan terlihat hingga ke skrotum,

perineum, dan abdomen anterior jika fasia Buck’s telah robek. Uretroskopi juga

dapat menjadi pilihan yang baik karena berfungsi diagnostik ataupun terapeutik

pada cedera uretra akut. Uretroskopi menjadi pilihan pemeriksaan pertama pada

kasus fraktur penis dan pada pasien perempuan (Kusumajaya, 2018).

6. PENATALAKSANAAN RUPTUR URETRA


Tatalaksana awal kegawatdaruratan bertujuan untuk menstabilkan

kondisi pasien dari keadaan syok karena perdarahan; dapat berupa resusitasi

cairan dan balut tekan pada lokasi perdarahan. Pemantauan harus dilakukan

pada hidrasi agresif. Selanjutnya, drainase urin harus segera dilakukan karena

ketidakmampuan berkemih. Pemantauan status volume serta drainase urin

membutuhkan pemasangan kateter uretra, namun pemasangan kateter uretra

masih kontoversial mengingat risiko ruptur inkomplit menjadi komplit karena

prosedur pemasangannya. Diversi dengan kateter suprapubik lebih disarankan

(Kusumajaya, 2018).
1. Trauma uretra anterior laki-laki
a. Trauma tumpul
Penatalaksanaan akut hanya dengan sistostomi suprapubik atau

kateterisasi uretra untuk diversi urin. Uretroplasti segera diindikasikan,

karena pada kasus trauma tumpul uretra anterior sering disertai

kontusio spongiosal yang menyulitkan debridemen dan penilaian

anatomi jaringan sekitar. Tindakan uretroplasti dapat dilakukan setelah

3-6 bulan (Kusumajaya, 2018).


b. Trauma tajam
Penatalaksanaan trauma tajam uretra anterior dengan tindakan operasi

segera berupa eksplorasi dan rekonstruksi. Eksplorasi dilakukan pada


pasien yang stabil, laserasi, atau luka tusuk kecil yang hanya

membutuhkan penutupan uretra sederhana. Defek sebesar 2-3 cm di

bulbar uretra atau sampai 1,5 cm pada uretra pendulosa dengan

tatalaksana anastomosis. Pada defek yang besar atau yang disertai

dengan infeksi (luka gigitan), tatalaksana berupa marsupialisasi

dilanjutkan dengan rekonstruksi dengan graft atau flap setelah 3 bulan.

Semua pasien dilakukan kateter suprapubik (Kusumajaya, 2018).


2. Trauma uretra posterior laki-laki
a. Trauma tumpul
Tidak dilakukan tindakan eksplorasi dan rekonstruksi dengan

anastomosis karena tingginya angka striktur, inkontinensia, dan

impotensi setelah tindakan. Pada cedera uretra posterior, penting

dibedakan antara ruptur komplit dan inkomplit untuk menentukan

penatalaksanaan berikutnya. Pada ruptur inkomplit, pemasangan kateter

suprapubik atau uretra merupakan pilihan, cedera dapat sembuh sendiri

tanpa jaringan parut yang signifikan. Pada ruptur komplit

penatalaksanaan berupa realignment, eksplorasi, rekonstruksi, dan

pemasangan kateter suprapubik. Jangka waktu 3-6 bulan dianggap cukup

untuk menunda operasi sambil menunggu terbentuknya jaringan parut

yang stabil dan penyembuhan luka. Tindakan berdasarkan saatnya

dibagi, menjadi (1) segera: <48 jam setelah trauma; (2) primer ditunda: 2

hari- 2 minggu setelah trauma; dan ditunda: >3 bulan setelah trauma

(Kusumajaya, 2018).
b. Trauma tajam
Eksplorasi segera melalui retropubis dilanjutkan dengan perbaikan

primer atau realignment endoskopik dilakukan setelah pasien dalam

kondisi stabil, dan pada ruptur komplit yang disertai cedera leher buli
atau rektal. Stenosis uretra anterior dapat terbentuk walaupun

realignment endoskopik berhasil. Pada pasien tidak stabil atau gagal

operasi, EAU dan AUA merekomendasikan diversi suprapubik dilanjutkan

dengan tindakan uretroplasti.6 Uretroplasti dilakukan tidak lebih dari 14

hari setelah trauma untuk mencegah diversi suprapubik yang terlalu

lama. Uretroplasti dapat dilakukan dalam 2 minggu setelah trauma, jika

defek pendek dan pasien dapat diposisikan litotomi (Kusumajaya, 2018).


c. Trauma uretra perempuan
Pada pasien perempuan dengan ruptur uretra, penatalaksanaan setelah

keadaan stabil. Operasi rekonstruksi retropubis untuk uretra, buli, dan

lantai pelvis jika cedera leher buli atau uretra proksimal. Jika cedera pada

uretra bagian distal, operasi penjahitan dapat dilakukan transvaginal

(Kusumajaya, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Ather, H. Hammad dan Amanullah Memmon. 1998. Uroflowmetry and Evaluation of
Voiding Disorders. Department os Surgery and Section of Urology, The
Aga Khan University, Kirachi, Pakistan.
Jamaludin, Irvan., Makruf, M. Ridha dan Lamidi. 2016. Wireless Uroflowmetry
Berbasis PC. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan SUrabaya

Anda mungkin juga menyukai