SAP Trauma Ginjal
SAP Trauma Ginjal
(SAP)
I. Latar Belakang
1
III. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, peserta penyuluhan diharapkan
mampu menjelaskan:
1. Pengertian trauma ginjal
2. Penyebab trauma ginjal
3. Menjelaskan gejala trauma ginjal
4. Menjelaskan pencegahan trauma ginjal
5. Menjelaskan penatalaksanaan trauma ginjal
IV. Metode
Ceramah dan tanya jawab
V. Media
1. Laptop
2. LCD
3. Leaflet
2
VII. Proses Pelaksanaan
2. Penyampaian materi
3. Penutup - Menanyakan 10
- Tanya jawab (Evaluasi) hasil yang menit
- Feedback belum jelas dan
- Menyimpulkan hasil materi menjawab
- Kontrak waktu selanjutnya pertanyaan
- Mengakhiri kegiatan (Salam) - Menjawab
salam penutup
3
Penyuluhan dilaksanakan di Balai Banjar Sengguan, Tonja. Gatot Subroto
Timur-Denpasar.
PAPAN
PENYAJI
M
O
D
O
R
R
T
LAPTOP LCD
PESERTA PESERTA
O
A
R
F
I
PESERTA PESERTA
PESERTA PESERTA
OBSERVER
IX. Pengorganisasian
1. Moderator: Ni Made Ayu Purnama Sari
2. Penyaji : Ayu Pratiwi Suryani Mahedar
3. Observer : I da Ayu Masastiani
4. Fasilitator : Luh Susi Putri Herlina
X. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
SAP sudah siap 2 hari sebelum penyuluhan.
4
Media (Laptop, LCD, Leaflet) dan tempat disiapkan sesuai dengan
setting yang telah direncanakan.
Pengorganisasian sudah tersusun.
Penyaji sudah menyiapkan materi.
Moderator dan sekretaris sudah siap.
Peserta siap mengikuti penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
Penyaji,moderator,fasilitator, observer dan peserta siap mengikuti
penyuluhan.
75 % peserta dapat mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi Hasil
Penyuluhan berjalan sesuai rencana dan tepat waktu.
Masalah yang muncul saat pelaksanaan penyuluhan dapat diatasi
dengan baik.
Tujuan penyuluhan tercapai yaitu peserta penyuluhan dapat
memahami tentang isi penyuluhan dan diharapkan akan terjadi
perubahan perilaku.
XI. Referensi
Brunner&Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol: 3,
Edisi 8. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Vol: 1,
Edisi 6. Jakarta: EGC
5
MATERI PENYULUHAN
6
a. Bengkak dan memar daerah pinggang (swelling & bruising renal
angle)
b. Distensi abdomen akibat penimbunan darah atau urine
c. Dapat terjadi ileus
d. Berkurangnya produksi air kemih
e. Bengkak tungkai, kaki atau pergelangan kaki
f. Nyeri pinggang hebat (kolik)
g. Mual dan muntah
7
5. Penatalaksanaa trauma ginjal
a. Konservatif
8
Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah
dilakukan pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma
ginjal. Adanya incomplete staging memerlukan pemeriksaan imaging
dahulu atau eksplorasi /rekonstruksi ginjal. Pada pasien dengan
kondisi tidak stabil yang memerlukan tindakan laparotomi segera,
pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one shot IVU di
meja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya
perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
d) Trombosis Arteri
Cedera deselerasi mayor menyebabkan regangan pada arteri
renalis dan akan menyobek tunika intima, terjadi trombosis arteri
renalis utama atau cabang segmentalnya yang akan menyebebkan
infark parenkim ginjal. Penegakan diagnosis yang tepat serta timing
operasi sangat penting dalam penyelamatan ginjal. Renal salvage
dimungkinkan apabila iskemia kurang dari 12 jam. Jika ginjal
kontralateral normal, ada kontroversi apakah perlu revaskularisasi atau
observasi.Jika iskemia melebihi 12 jam, ginjal akan mengalami
atrofi. Nefrektomi dilakukan hanya bila delayed celiotomy dilakukan
karena adanya cedera organ lain atau jika hipetensi menetap pasca
operasi. Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal
soliter dibutuhkan eksplorasi segera dan revaskularisasi.
e) Trauma tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah
perdarahan arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal
dilakukan tindakan bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa
adanya penetrasi peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior
linea aksilaris posterior relatif tidak melibatkan cedera organ lain.
(Brandes, 2003)
9
Teknik Operasi
a) Approach
Dilakukan transperitoneal karena dapat mengenali dan
menanggulangi trauma intraabdominal lain serta dapat melakukan
isolasi pembuluh darah ginjal sebelum melakukan eksplorasi ginjal.
b) Isolasi pembuluh darah ginjal(Prosedur MCAninch)
Dimaksudkan untuk mengendalikan perdarahan waktu dilakukan
eksplorasi ginjal sebelum tamponade hematom retroperitoneal
dibuka. Usus halus dan kolon disingkirkan ke lateral dan cranial. Buat
insisi pada peritoneum posterior sebelah medial dan sejajar dengan
vena mesentrika superior. Insisi berada di ventral aorta dan dengan
meneruskan insisi ke cranial akan didapat vena renalis kiri yang
berjalan melintang di ventral aorta. Vena renalis kiri merupakan tanda
yang penting karena relatif mudah ditemukan, sementara di
kraniodorsal akan didapat arteri renalis kiri. Vena renalis kanan
bermuara pada vena kava lebih kaudal disbanding vena renalis kiri
dan di cranial vena renalis kanan akan dijumpai arteri renalis
kanan.Pada saat pembuluh darah dijerat untuk mengendalikan
perdarahan tapi wrm ischaemic time tidak boleh lebih dari 30
menit. Bila diperlukan lebih lama ginjal didinginkan dengan
es. Dengan teknik ini di RSCM dapat diturunkan angka nefrektomi
dari 635 menjadi 36%. Setelah prosedur ini, eksplorasi ginjal dilakukan
dengan membuat irisan peritoneum parakolika.(Taher A, 2003).
c) Rekonstruksi
Setelah membuka fascia gerota maka ginjal harus terpapar
seluruhnya. Pada saat inilah biasanya terjadi perdarahan yang dapat
dikendalikan dengan melakukan oklusi sementara pembuluh darah
ginjal. Selanjutnya dilakukan debridemen fasia dan jaringan ginjal
diikuti hemostasis sebaik mungkin. Bila dijumpai perdarahan pada
10
leher kaliks, dilakukan penjahitan dengan benang absorabel kecil dan
jarum atraumatik. Defek pelviokalises memerlukan penjahitan yang
kedap air. Setelah itu baru dilakukan penjahitan parenkim sekaligus
kapsulnya dengan jahitan matras menggunakan benang kromik 2-
0. Lemak omentum dapat digunakan untuk menutup defek parenkim
yang luas. Jaringan nonviable pada kutub atas maupun bawah yang
luas memerlukan nefrektomi pasrsial. Cara guillotine
merupakan cara yang mudah, namun penting untuk menyisakan kapsul
ginjal agar dapat dipakai untuk menutup defek parenkim ginjal.
Sebagai penggantinya dapat dipakai free graft peritoneum. Nefrektomi
biasanya dilakukan pada robekan scattered atau mengenai daerah
hilus. Laserasi luas pada bagian tengah ginjal dan mengenai
pelviokalises sering berakhir dengan nefrektomi. Repair pembuluh
darah perlu diusahakan dan cedera yang mengenai sekaligus a/v ginjal
umumnya berakhir dengan nefrektomi. Di USA dari semua cedera
arteriil hanya 44% kasus yang berhasil direpair. Ureter harus dikenali
dan bila terdapat bekuan darah di ureter maupun pielum, pemasangan
nefrostomi harus dilakukan dengan kateter foley 16F. Sebelum
menutup rongga retroperitoneum dilaskukan pemasangan pipa
drain. (Taher , 2003)
11