SKIZOFRENIA TIDAK TERINCI BERKELANJUTAN
Disusun Oleh :
Zenia Ladia
1710221101
Pembimbing:
Dr. Poppy, Sp. KJ
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 28 JANUARI 2018 – 2 MARET 2019
LEMBAR PENGESAHAN
NASKAH UJIAN
SKIZOFRENIA TIDAK TERINCI BERKELANJUTAN
Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
RSUD Pasar Minggu
Oleh :
Zenia Ladia
1710221101
Jakarta, 27 Januari 2019
Telah dibimbing dan disahkan oleh :
Pembimbing
(dr. Poppy , Sp. KJ)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “Skizofrenia Tidak Terinci Berkelanjutan”. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa.
Penyusunan tugas ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Poppy, SpKJ selaku
pembimbing dan seluruh teman kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Jiwa atas
kerjasamanya selama penyusunan tugas ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
kejadian tertinggi. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), skizofrenia
mempengaruhi lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia. Prevalensi pasien skizofrenia
di Indonesia hasil Riskesdas tahun 2013 adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar
400.000 orang, DI Yogyakarta dan Aceh memiliki prevalensi psikosis tertinggi yaitu
2,7 per 1000 dan di daerah DKI Jakarta proporsi gangguan jiwa berat dalam keluarga
sebesar 1,1 per 1000 warga. Data di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerjan pada tahun 2015 sebanyak 19.000 kunjungan pasien skizofrenia dalam
setahun, dimana dalam sebulan pasien dapat berkunjung sebanyak 12 kali (Data
Keperawatan Poli Rawat Jalan RSJ Dr. Soeharto Heerdjan 2015). Angkaangka
tersebut membuktikan bahwa jumlah pasien skizofrenia cukup besar salah satunya di
kota besar seperti Jakarta, yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. STATUS PASIEN
Nama : Nn. A. L
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 10041977
Alamat : Jl. Swadaya 1, Pejaten Timur, Jakarta Selatan
Pendidikan terakhir : D2
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Nomor RM : 1162**
Pembiayaan : BPJS
2.2. Riwayat Psikiatri
aloanamnesia dengan Ibu dan Ayah pasen pada Februari 2019 di rumah pasien.
Keluhan Utama
Pasien ingin kontrol
Riwayat Penyakit Sekarang
Saat ini pasien mengeluh pusing, pusing dirasa karena pasien masih
mendengar suarasuara bisikan yang banyak dan bising. Suara tersebut seperti
berbicara satu sama lain, tetapi pasien tidak dapat mendengar dengan jelas apa
yang dibicarakan, terkadang pasien juga mendengar suara seorang lakilaki yang
suka mengomentari dan menyuruhnya. Suara tersebut menyuruh kepada kebaikan,
seperti membersihkan rumah, dan terkdang menyuruh kepada kejahatan, seperti
kabur dari rumah. Pasien mengaku suara tersebut mengatakan diri pasien selalu
salah dan bisikan tersebut adalah benar, maka dari itu terkadang pasien masih
tidak dapat menolak bisikan tersebut, tetapi menurut pasien saat ini pasien sudah
merusak barang, dan kabur dari rumah sudah tidak ada lagi. Pasien sadar bahwa
suara tersebut lebih baik dihilangkan, tetapi pasien juga mengatakan bila suara
tersebut ingin terus ikut dengannya, maka hal itu tidak jadi masalah. Selain itu,
pasien juga melihat bangunan bertembok tinggi yang tak dapat dilewati oleh
dirinya. Menurut pasien, bayangan tersebut hanya dapat dilihat oleh seseorang
yang telah meninggal. Hal ini pasien ketahui dari sang “mentarian” yang bertuhan
pasien, dan pasien dapat merasakan lilitan ular tersebut menjalar di kulitnya.
Pasien meyakini bahwa “mentarian” adalah matahari yang memiliki kekuatan dan
sering membuat pesugihanpesugihan yang dapat menyembuhkan penyakit, dan
mentarian tersebut memiliki jama’ah bernama si bule, sementara pasien sendiri
bukan jama’ah dari mentarian, dan pasien mengaku tidak mendapatkan kekuatan
apapun dari mentarian tersebut. Ditengah percakapan, pasien sering mengatakan
hal yang tidak berkaitan dengan pembicaraan atau pertanyaan, seperti “dia lagi
dipenggal kemudian darahnya kesini (bercucuran ke leher)”, “Ada yang datang
lewat awan, tetapi dalam bentuk zaruan”, “Mau diambil bumi dan matahari lewat
zaruan yang punya hadiningrat”.
rumah, seperti mencuci, menyapu, dan mengepel. Pasien juga sudah dapat mandi
dan makan sendiri, tetapi berdasar penuturan Ayah pasien, pasien masih berlaku
aneh seperti sering mandi pada tengah malam, dan ketika mandi lampu selalu
dipadamkan, kemudian pasien enggan untuk menggunakan handuk. Keluhan sulit
tidur dan gemetar sudah berkurang semenjak minum obat. Pasien masih belum
dapat meminum obat sendiri, kesadaran akan keteraturan minum obat masih harus
diingatkan oleh Ayah pasien. Pasien mengatakan bahwa sekarang pasien sudah
lamanya, hal ini diakui pasien karena pasien sudah berbeda dengan mereka,
sehingga mereka tidak ingin bersosialisasi lagi dengan pasien, kecuali anakanak
ingin berdiam diri dirumah dan tidak ingin keluar rumah. Keyakinan akan adanya
disangkal oleh pasien.
Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Berdasarkan penuturan pasien, sebelum pasien mendengar bisikan,
Elshinta di laut pantai selatan, menurut pasien, pesugihan tersebut bertujuan
tumor payudara.
secara tibatiba. Menurut Ayah pasien, saat itu pasien sering megurung diri
semua cermin tanpa tujuan yang jelas. Melihat hal itu, ayah pasien mengajak
pasien untuk berobat, tetapi pasien menolak. Sehingga, saat berobat untuk
pertama kalinya di RSUD Pasar Rebo, hanya ayah pasien yang datang
Pasar Minggu telah dibuka, maka pengobatan pasin berpindah dari RSUD
Pasar Rebo ke RSUD Pasar Minggu. Saat itu pasien masih mendengar
Sehingga obat dipegang oleh Ayah pasien. Ayah pasien mengaku bahwa
kurang, suka bolongbolong. Hal ini ia akui karena ia sempat down, dan
lelah jika harus memberikan obat setiap hari kepada pasien dan juga
pada saat itu menjajjikan efek yang cepat. Setelah berobat herbal selama
selalu ingin keluar dari rumah, bisikan yang dialami pasien juga semakin
kencang dan tidak dapat pasien tolak. Sehingga puncaknya pada bulan
september 2018 pasien pergi berjalan kaki tanpa izin dari rumah menuju
kabur dan keluar dari rumah. Maka dari itu, ayah pasien mulai sadar
kembali untuk melakukan pengobatan ke dokter.
2. Riwayat Gangguan Medik
Pasien mengaku pernah melakukan operasi tumor jnak di payudara sebelah
kanannya pada tahun 2000an. Riwayat trauma kepala, penurunan kesadaran,
penyakit infeksi pada otak, dan kejang disangkal oleh pasien dan
keluarganya.
3. Riwayat Penggunaan Obat
Pasien tidak konsumsi obat jangka panjang selain obat psikiatri seperti
risperidon 3 mg dan THP 2mg yang digunakan 2x sehari, merlopam 0.5 mg
1xsehari. Pemberian obat di kelola oleh ayah pasien, tetapi kesadaran dan
kepatuhan Ayah pasien terhadap kebutuhan obat pasien kurang, sehingga
pasien sering putussambung obat.
4. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Tidak pernah
Grafik Perjalanan Penyakit
Tahun 2000an, Tahun 2000-2015 Tahun2015 Tahun 2016 September 2018 Februari 2019
Pasien mengaku Pasie masih dapatPasien mulai mendengar Pengobatan Pindah ke Pasien kabur keluar Pasien sudah dapat
memiliki tumor beraktivitas, spertibisikan –bisikan. Pasien RSUD Pasar Minggu rumah ke Depok, menolak bisikan yang
payudara dan bergaul, kuliah danlebih senang Mengurung Masih mendengar berjalan kaki, sendirian bersifat keburukan,
sempat bekerja diri di kamar, tatapan bisikan Keesokan harinya baru masih mendenga
mengikuti acara Putus obat (krn ayah kembali ke rumah, bisikan
mata kosong, merusak
pesugihan di TV down, pesimis coba pulang sendiri Pasien sudah dapat
barang ((sepeda, kasur)
Elshinta di laut obat herbal ) Melanjutkan membantu kegiatan
pantai payudara Berobat ke RSUD Pasar pengobatan medis rumah tangga
Rebo diberi 2 jenis obat kembali
(tanpa pasien)
Minum obat tidak teratur
Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pasien lahir spontan di
bidan. Proeses kelahiran normal tanpa adanya penyulit. Riwayat komplikasi
kelahiran dan trauma lahir tidak ada. Cacat bawaan disangkal.
2. Riwayat Perkembangan Kepribadian
Masa Kanak Awal (0–3 tahun)
tidak mengalami keterlambatan apapun baik itu berbicara maupun berjalan.
Masa Kanak Pertengahan (3–11 tahun)
Tidak ada keterlambatan tumbuh kembang pada pasien. Saat sekolah
dasar pasien dapat mengikuti pelajaran dikelas, tidak ada gangguan
konsenterasi maupun perilaku. Pasien merupakan anak yang periang,
punya banyak teman di sekolah maupun dengan teman-teman di dekat
rumahnya.
Masa Kanak Akhir (Pubertas dan Remaja)
Pasien mampu bergaul dan bersosialisasi dengan teman-temannya
sewaktu pasien masih sekolah, di lingkungan rumahnnya, dan pasien
mempunyai banyak teman. Pasien dapat mengikuti pelajaran dengan
baik selama masa sekolah
3. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah SD di SDN 12 Tanjung Barat, kemudian pasien lulus
sekolah SD dan melanjutkan sekolah di SMPN 98 Lenteng Agung, pasien
lulus dan melanjutkan ke SMEA 4 Jakarta. Ayah dan ibu pasien mengatakan
bahwa saat sekolah pasien cenderung tekun dan pintar, pasien sering
mendapatkan ranking 15 besar dari 40 murid. Kemudian pasien melanjutkan
kuliah di Kampus Daarul Qolam dengan jurusan Guru SD dan lulus sampai
D2.
4. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di SOGO dan
PIM selama 4 Tahun pada tahun 1995. Kemudian, setelah lulus kuliah
pasien bekerja sebagai Guru SD & TPA selama 67 bulan. Pasien juga
pernah bekerja di Pabrik Jepang selama 1 tahun.
5. Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam. Pasien pernah bersekolah di kampus yang berbasis
Islam. Menurut ayah pasien, pasien sempat ikut serta dalam beberapa
pegajian dan ikut acara keagamaan anggota PKS sebelum sakit.
6. Kehidupan Perkawinan/ Psikoseksual
Pasien belum pernah menikah. Pasien juga mengaku belum pernah kawin
atau menjalin kasih sebelumnya. Berdasarka penuturan ayah pasien, pasien
sempat ingin dijodohkan oleh seorang murid dari guru pengajiannya, tetapi
Dan menurut ibu pasien, keadaan pasien sekarang kemungkinan dari guna
guna akibat putus cinta.
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah punya riwayat masalah dengan aparat penegak hukum,
dan tidak pernah terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum.
8. Riwayat Sosial
Pasien sebelumnya merupakan seseorang yang dapat bergaul dan memiliki
sakit. Namun sekarang, pasien hanya bersosialisasi dengan keluarganya saja.
Riwayat Keluarga
Pasien dilahirkan di Solo dan dibesarkan di Jakarta. Pasien beragama Islam
sejak lahir. Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah
Sementara pada saat itu, pasien masih dalam keadaan sehat dan harus
megurus ibunya yang sakit. Ayah pasienpun mengaku bahawa ia memiliki
adik yang mengalami hal serupa dengan istrinya dan pasien. AdikAdik
pasien tidak memiliki riwayat keluhan serupa denga pasien. Saat ini,
dengan pasien, dan sering memarahi pasien.
Genogram
Paman
Ibu
Pasien dari ayah
Pasien
Sumber : Ayah Pasien
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Arsir Putih : Sehat
Arsir Hitam : Sakit
Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan menganggap bahwa ia sekarang
berbeda dan tidak dapat berkomunikasi dengan orangorang dewasa seperti
tetangga ataupun teman lamanya, sehingga ia lebih senang dirumah. Pasien
sebenarnya hanya ingin sekolah sampai kelas 2 SD saja. Iapun menuturkan
jika sembuh nanti tak ada yang ingin dilakukannya kecuali berdiam diri saja
dirumah. Pasien merasa sangat takut jika karena sakitnya ini, ia harus
dirawat di rumah sakit.
2.3. Status Mental
a. Deskripsi Umum
1. Penampilan
perawatan diri baik.
2. Kesadaran
a. Kesadaran neurologik: compos mentis
b. Kesadaran psikiatrik: pada saat ini ekspresi wajah pasien sesuai
dengan apa yang diceritakan tetapi megalami sedikit penurunan afek.
3. Perilaku dan Aktivitas Motorik
a. Sebelum wawancara: pasien menyambut kehadiran pemeriksa dan
menemani ke ruang tamu
b. Selama wawancara : pasien tampak dalam keadaan normoaktif, kontak
mata antara pasien dengan pemeriksa baik. Pasien dalam menjawab
dengan pertanyaan, dan timbul katakata baru yang dibuat oleh pasien
sesuai dengan emosi.
c. Sesudah wawancara: saat selesai wawancara, pasien menyalami
pemeriksa dan mengantarkan pemeriksa ke depan pintu rumah.
d. Bentuk kelainan psikomotor : Tidak ada
4. Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien bersikap kooperatif terhadap pemeriksa.
5. Pembicaraan
artikulasi baik.
b. Alam Perasaan (Emosi)
Mood : Eutimia
Afek : menyempit
Keserasian : Serasi
c. Gangguan Pikiran
1. Proses Pikir
Tidak logis, berorientasi pada hal magis
2. Arus Pikir
Produktivitas : Baik
Kontuinitas : Asosiasi longgar, neologisme
Hendaya bahasa : Tidak ada
3. Isi Pikir
Preokupasi : Ada, ingin mengikut pesugihan
Waham : Ada, waham bizzare
Obsesi : Tidak ada
Fobia : Tidak ada
Rendah diri : Ada
Pikiran isolasi sosial : Ada
d. Gangguan Persepsi
Halusinasi : Ada, halusinasi auditorik, visual, dan taktil
Ilusi : Tidak ada
Depersonalisasi : Tidak ada
Derealisasi : Tidak ada
e. Fungsi Intelektual dan Kognitif
Taraf Pendidikan D2
Pengetahuan umum Baik
Kecerdasan Baik
Konsentrasi dan perhatian Perhatian baik, saat berbicara dengan pemeriksa, pasien
lain.
Konsentrasi baik
Orientasi
Waktu Baik
Tempat Baik
Orang Baik
Daya ingat
Jangka panjang Baik
Jangka pendek Baik
Segera Baik
Kemampuan membaca dan
Baik
menulis
Pikiran Abstrak Baik
Visuospasial Tidak dilakukan penilaian
Kemampuan menolong Baik
diri
f. Pengendalian Impuls
Baik
g. Daya Nilai
Daya nilai sosial
Cukup, pasien menghampiri pemeriksa untuk bersalaman dan mempersilahkan
masuk ke rumah
Uji Daya Nilai
Terganggu
Daya Nilai Realita
Terganggu
h. Tilikan (insight)
Pasien memiliki sedikit pemahaman tentang penyakitnya, dan secara
bersamaan menyangkal pada waktu yang bersamaan. Nilai tilikan 2
i. Reabiliatas
Pemeriksa memperoleh kesan secara menyeluruh bahwa jawaban pasien dapat
dipercaya karena pasien menjawab dengan konsisten terhadap pertanyaan yang
diberikan.
II.1 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
- Kesadaran : Tampak baik
- Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
- Tanda Vital :
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C
- Kepala : normocephal
- Mata : isokor, reflek cahaya (+), reflek kornea (+), konjungtiva anemis
(/)
- Hidung : sekret (), darah (), deviasi ()
- Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada gusi berdarah
- Leher : tidak terabanya pembesaran KGB
- Paru : Bentuk dada normal, simetris, retraksi (), Suara napas vesicular,
rhonki /, wheezing /
- Jantung : BJ III murni regular, murmur (), gallop ()
- Abdomen : Datar, supel, NT (), BU (+) normal
- Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, CRT <= 2 detik
Status Neurologis
- Saraf kranial : kesan dalam batas normal
- Refleks fisiologis : kesan dalam batas normal
- Refleks patologis : tidak ada
- Motorik : kesan dalam batas normal
- Sensibilitas : kesan dalam batas normal
- Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
III.1 RESUME
Pasien perempuan, usia 41 tahun, tampak sesuai dengan usianya, berpakaian rapih,
tampak bersih, rambut basah tersisir rapih, pasien tampak habis mandi setelah bangun dari
tidur siang.
Pasien mengatakan keluhan bisikan di telinganya masih sering dirasakan, tetapi ia
sehingga pasien sudah tidak mengamuk, kabur dan kecenderungan merusak barang lagi.
Pasienpun masih merasa bahwa aktivitas yang ia lakukan masih dikontrol oleh bisiskan
bisikan tersebut, akibatnya ia masih merasa rendah diri. Penglihatan tentang tembok
tembok yang tidak dapat diembus olehnyapun masih dialami oleh pasien. Pasienpun masih
merasa terkadang ada ular yang melilit tubuhnya dan hal itu terasa dikulit pasien. Pasien
masih sulit untuk membedakan kenyataan dan khayalannya. Pasien masih mempercayai
dan meyakini sang “mentarian” yang memiliki kekuatan dan percaya soal pesugihan
pesugihan yang dilakukan mentarian. Gangguan tidur dan tubuh gemetar pada pasien
sudah tidak dirasakan setelah minum obat. Pasien sudah dapat mememuhi kebutuhannnya
sendiri, dan saat ini berkegiatan membantu pekerjaan rumah. Saat ini pasien masih sulit
dan tidak berkeinginan untuk bersosialisasi dengan orang lain, kecuali keluarganya.
perilaku dan aktivitas motorik normoaktif, pasien kooperatif, tidak ditemukan bentuk
kelainan psikomotor, suasana perasaan (mood) eutim, afek menyempit, keserasian serasi,
pembicaraan spontan, kuantitas dan kualitasnya cukup, terdapat gagguan proses pikir
dereistic dan tidak logis berbetuk magis, produktivitas pembicaraan baik, kontunuitas
pembicaraan asosiasi longgar, terdapat gangguan isi pikiran berupa waham bizzare, dan
derajat 2. Pemeriksaan status generalis dan neurologis dalam batas normal.
IV.1 DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan pada pasien ini
terdapat gangguan persepsi (halusinasi auditorik, halusinasi visual, dan halusinasi taktil)
dan gangguan isi pikir (waham)
Diagnosis Aksis I
Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan, pasien tidak pernah memiliki riwayat
cedera kepala, kejang, tindakan operasi dan riwayat penyakit fisik lainnya yang dapat
keseluruhan dalam batas normal, pada pasien tidak ditemukan adanya penurunan
ditemukan, dan tanda rangsang meningeal negatif. Hal ini dapat dinilai dari tingkat
kesadaran, fungsi kognitif, daya ingat, dan orientasi yang 15 tergolong baik, sehingga
pasien ini bukan penderita Gangguan Mental Organik (F.0). Dari hasil anamnesis
pasien dan alloanamnesis, pasien tidak pernah mengonsumsi NAPZA maka dari itu
dapat disimpulkan bahwa pasien ini bukan penderita Gangguan Mental dan
Perilaku Akibat Zat Psikoaktif atau Alkohol (F.1).
Dari hasil anamnesis pasien dan alloanamnesis, pasien memiliki riwayat gangguan
dalam menilai realitas, baik halusinasi maupun waham, pasien cenderung mengamuk
dan sering kabur dari rumah karena merasa ada yang menyuruh pasien. Pasien sudah
lebih dari dua kali mengalami kekambuhan, dan diantaranya pernah terjadi remisi, dan
(F.20.30) yaitu Skizofrenia Tidak Terinci Berkelanjutan
Diagnosis Aksis II
Dari hasil anamnesis pasien dan alloanamnesis, pasien dapat bergaul dengan baik dan
dikenal oleh warga sekitar, tidak terdapat keterlambatan dalam berbahasa, dapat
merawat diri dan melakukan pekerjaan rumah tangga walaupun tidak sepenuhnya,
dan tidak terdapat gangguan retardasi mental. Aksis II adalah tidak ada diagnosis
Diagnosis Aksis III
Dari hasil anamnesis pasien, alloanamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan
kondisi medik lainnya. Aksis III tidak ada diagnosis
Diagnosis Aksis IV
Masalah dengan keluarga : ada, kurangnya pemahaman keluarga
tentang penyakit dan kebutuhan obat pasien. Ibu skizofrenia dan kedua adiknya
merasa jengkel terhadap pasien karena sering bersikap aneh
Masalah ekonomi : ada, belum berkecukupan
Masalah akses ke pelayanan kesehatan : ada, pasien sedikit tidak patuh dalam
meminum obat
Diagnosis Aksis V
Pada pasien ini didapatkan gejala dan diabilitas sedang. Maka pada aksis V
didapatkan GAF scale 3021
V.1 EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : (F.20) yaitu Skizofrenia Tidak terinci berkelanjutan
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah keluarga, ekonomi, & ketidakpatuhan dalam minum obat
Aksis V : GAF scale 3021
VI.1 PENATALAKSANAAN
a) Farmakologi
- Risperidone 2 x 3 mg/hari
- Triheksiphenidyl 2 x 2 mg/hari
- Merlopam 1x 0.5 mg/hari (malam)
b) Non Farmakologi
- Psikoterapi
VII.1 PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA
Definisi
disorientasi dalam membedakan hal yang nyata dan tidak mampu memahami dirinya
dengan baik (Hawari 2007). Pengertian lain menurut Mark Durand dan David H.
Barlow (2007), skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat merusak yang
melibatkan gangguan berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan
perilaku.
sebagai suatu keabnormalitasan yang terdiri dari satu atau lebih dari lima domain
yang ada seperti delusi, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara) atau gerakan yang
berlebihan (termasuk katatonia) dan gejala negatif.
Terdapat klasifikasi simtom skizofrenia, dibagi dalam empat ranah utama:
halusinasi, waham, pembicaraan dan perilaku disorganisasi
b) Simtom negatif, yaitu berkurangnya ekspresi emosi & fungsi mental,
gangguan psikotik lainnya.
c) Simtom afektif, misalnya mood depresi dan ansietas
d) Simtom kognitif, misalnya deficit memori kerja, episodikatensi, verbalisasi,
dan fungsi eksekutif. Deficit memori kerja berhubungan kuat dengan fungsi
pekerjaan.
Epidemiologi
Berdasarkan data WHO (World Health Organization), skizofrenia
mempengaruhi lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia. Untuk di Indonesia,
Prevalensi pasien skizofrenia menurut hasil Riskesdas tahun 2013 adalah 1,7 per 1000
penduduk atau sekitar 400.000 orang dan di daerah DKI Jakartaproporsi gangguan
jiwa berat dalam keluarga sebesar 1,1 per 1000 warga. Data di Poli Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerjan pada tahun 2015 sebanyak 19.000 kunjungan
pasien skizofrenia dalam setahun, dimana dalam sebulan pasien dapat berkunjung
sebanyak 1-2 kali (Data Keperawatan Poli Rawat Jalan RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
2015). Studi lain menyatakan bahwa jumlah pasien skizofrenia pria lebih banyak
dibandingkan wanita dan usia terbanyak, hampir 90 %, terjadi antara 15 dan 55 tahun
(Kaplan & Sadock 2010, hlm. 148).
Etiologi
Penyebab terjadinya skizofrenia masih belum dapat ditentukan dengan pasti,
namun erdapat beberapa hipotesis mengenai gangguan perkembangan otak dan deficit
neuropsikologi yang dikaitkan dengan gangguan region otak dan sirkuit fungsional
neuron (Elvira dkk, 2010). Menurut Kaplan (2010, hlm. 150), model diatesis-stres
yang paling umum penyebab skizofrenia. Diatesis atau stres dapat berupa stres
biologis, lingkungan atau keduanya. Contoh stres biologis adalah infeksi atau
psikologis (contohnya, situasi keluarga yang penuh tekanan) dan dapat terbentuk lebih
lanjut oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunan zat, stres psikososial dan
trauma.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya skizofrenia:
a) Faktor Genetik
Merupakan resiko terbesar untuk terjadinya skizofrenia. Namun, tak jarang
pasien yang didiagnosa skizofrenia tidak memiliki riwayat skizofrenia dalam
keluarganya. Komplikasi hipoksia saat hamil dan melahirkan, hamil usia tua
dan keadaan hamil lainnya seperti stress, malnutrisi, obesitas dihubungkan
dengan terjadinya skizofrenia tetapi belum dapat dikembangkan lebih lanjut.
b) Gangguan neurotransmitter
- Hipotesis dopamine, disebutkan adanya peningkatan aktivitas dopamine
sentral. Hipotesis ini dibuat berdasarkan berbagai penemuan utama yaitu:
1. efektivitas obat-obat neuroleptic pada skizofrenia. Fenotiazin bekerja
memblok reseptor dopamine pasca sinaps (tipe D2).
2. penggunaan amfetamin, menyebabkan pelepasan dopamine sentral.
3. adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nucleus kaudatus, nucleus
akumben, dan putamen pada skizofrenia.
- Hipotesis glutamate, fensiklidin dan ketamine bekerja menghambat kanal
ion reseptor NMDA yang dapat menyebabkan hipofungsi NMDA dan
menyetuskan psikosis. Fensiklidin dan ketamine dapat menginduksi
simtom positif dan negatif. Peningkatan kadar dopamine pada ganglia
basalis pada pasien skizofrenia merupakan akibat rendahnya glutamate
neuron kortiko-striatal.
- Hipotesis serotonin dan norepinefrin, adanya peningkatan serotonin di
susunan saraf pusat (terutama 5-HT2A) dan kelebihan norepinefrin di
forebrain dapat menyebabkan gejala pada skizofrenia.
c) Gangguan Morfologi dan Fungsional
Gangguan yang paling banyak dijumpai adalah pelebaran ventrikel tiga dan
lateral, yang kadanag sudah terlihat sebelum awitan penyakit dan atropi
bilateral lobus temporal medial, serta yang lebih spesifik yaitu gangguan girus
parahipokampus, hipokampus dan amigdala dan disorientasi spasial sel
pyramid hipokampus.
d) Gangguan Imunitas
Perubahan morfologi limfosit, gangguan kadar CD4, sel T, CD8, peningkatan
sitokin, peningkatan kadar antibody virus, antibody sitomegalovirus di CSS
yang ditemukan dari hasil penelitian berperan dalam terjadinya skizofrenia.
e) Faktor kehamilan
Pada individu yang mengalami komplikasi saat kehamilan (BBLR,
premature). Namun, kemaknaan penemuan ii belum diketahui pasti.
f) Faktor Keluarga
Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang
hostilitas tinggi, memperlihatkan kecemasan berlebihan, sangat protektif,
terlalu ikut campur, sangat pengeritik. Penelitian terbaru menyatakan bahwa
buruknya pola komunikasi keluarga tersebut mungkin disebabkan oleh
dampak memiliki anak dengan skizofrenia.
Klasifikasi
Menurut PPDGJ III dan DSM-V skizofrenia dibagi menjadi 9 klasifikasi,
diantaranya:
1. Skizofrenia paranoid
2. Skizofrenia hebefrenik/disorganisasi
3. Skizofrenia katatonik
4. Skizofreniatak terinci (undifferentiated)
5. Depresi pasca-skizofrenia
6. Skizofrenia residual
7. Skizofrenia simpleks
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
Diagnosis
Pedoman Diagnostik Skizofrenia berdasarkan PPDGJ III
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut dengan amat jelas (dua atau lebih
bila gejala-gejala kurang jelas):
a. - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) ; atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal) ; dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.
b. - Delusion of control = waham dirinya dikendalikan sesuatu; atau
- Delusion of influence = waham dirinya dipengaruhi sesuatu; atau
- Delusion of passivity = waham dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
sesuatu;
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik
- suara yang berkomentar terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
- mendiskusikan pasien, atau suara yang berasal dari salah satu bagian
tubuhnya.
d. Waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan mustahil (misal: keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat
inkoherensi atau tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tudak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan:
- Halusinasi dan/atau waham menonjol;
a) Suarasuara halusinasi yang mengancam pasien atau membari
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lainlain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol
Terapi Skizofrenia
Terdapat 3 fase terapi skizofrenia:
1) Fase Akut
Bila seseorang mengalami episode pertama atau eksaserbasi, biasanya
berlangs selama empat sampai delapan minggu.
Tujuan: mengontrol simtom psikotik yang berat (halusinasi, waham, perilaku
gaduh dan gelisah), mencegah ODS meluaki dirinya atau orang lain serta
mengurangi beratnya gejala psikotik.
Gejala: agitasi, gaduh, gelisah, agresif.
Terdapat 2 macam obat antipsikotik, APG I dan APG II. Injeksi APG I sering
digunakan untuk mengatasi agitasi akut. Bekerja sebagai antagonis reseptor
dopamine. Kerja obat sangat cepat, namun memiliki efek samping gangguan
ekstrapiramdal seperti distoni akut, akatsia, parkinsonisme. Sedangkan, APG
dipertimbangkan sebagai obat lini pertama untuk fase akut skizofrenia.
Tabel 1. Obat Antipsikotik yang sering digunakan
Anjuran (mg/hari) Klorpromazin
(mg/hari)
APG I
Fenotiazin
klorpromazin 3001000 100 6
Flufenazin 520 2 33
Perfenazin 1664 10 10
Thirodazin 300800 100 24
trifluoperazin 1550 5 24
Butiroferon
Haloperidol 520 2 21
Lainnya
Loksapin 30100 10 4
APG II
Aripripazol 1030 75
klozapin 150600 12
olanzapin 1030 33
Quetiapin 300800 6
Risperidon 28 24
2) Fase Stabilisasi
Tujuan: mengurangi stress pada ODS dan memberikan dukungan untuk
mengurangi kekambuhan, meningkatkan adaptasi ODS terhadap kehidupan
dalam masyarakat.
Dosis dan jenis obat yang sama dilanjutkan dan dipertahankan selama 6 bulan.
Edukasi tentang perjalanan dan outcome penyakit, misalnya kepatuhan
terhadap pengobatan dapat dimulai pada fase ini.
Edukasi tentang manfaat obat, efek samping dan perlunya tambahan
kepatuhan terhadap obat juga harus diberikan kepada keluarga.
3) Fase Rumatan
Tujuan: untuk mempertahankan remisi gejala atau untuk menontrol,
fungsi dan proses kesembuhan.
Penilaian pada fase stabil, penting untuk menentukan manfaat obat yang
didapat ODS. Penilaian dapat dengan mengajukan pertanyaan mengenai gejala
dan efek samping obat serta masyarakat yang berinteraksi dengan ODS dapat
menilai perubahannya.
Obat Antipsikotik, dapat mengurangi kekambuhan hingga 30% per tahun.
Penggunaan antipsikotik yang efek sampingnya minimal tetapi masih dalam
terapetik karena tidak menimbulkan efek samping ekstrapiramidal.
Terapi Elektrokonvulsif (TEK/ECT)
Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (RTMS)
OBAT ANTIPSIKOTIK
haloperidol. Sedangkan menurut menurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin
Antagonist (SDA). Obatobat DA juga sering disebut sebaga antipsikotik tipikal, dan
obatobat SDA disebut sebagai antipsikotik atipikal. Golongan fenotiazine disebut
juga obatobat berpotensi rendah (low potency), sedangkan golongan nonfenotiazine
disebut obatobat potensi tinggi (high potency) karena hanya memerlukan dosis kecil
untuk memperoleh efek yang setara dengan Chlorpromazine 100mg. Obatobat SDA
makin berkembang dan makin menjadi pilihan karena efek klinis yang diperoleh
setara dengan obatobat konvensional disertai efek samping yang jauh lebih ringan.
golongan serotonin dopamin antagonis (SDA).
1. Farmakokinetik
Metabolisme obatobat antipsikotik secara farmakokinetik dipengaruhi oleh
carbamazepine, phenytoin, ethambutol, dan barbiturate. Kombinasi dengan obat
dosis yang lebih tinggi. Clearance Inhibitors seperti SSRI (Selective serotonin Re
pemberiannya bila diberikan bersamasama. Kondisi stress, hipoalbumin karena
malnutrisi atau gagal ginjal dan gagal hati (hepar) dapat mempengaruhi ikatan
protein obatobatan antipsikotik tersebut.
2. Farmakodinamik
Obatobat antipsikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin
seperti waham, halusinasi dan lainlain. Sistem Dopamin yang terlibat yaitu sistem
kerja yang spesifik ini maka dapat diperkirakan efek samping yang mungkin
Bila hambatan pada sistem nigrostriatal berlebihan maka akan terjadi gangguan
mempengaruhi fungsi kognitif, dan fungsi endokrin akan terganggu apabila sistem
tuberoinfundibuler terhambat secara berlebihan.
3. Efek Samping Obat
Efek samping dapat dikelompokkan menjadi efek samping neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis akut berupa akatisia, distonia akut, dan
parkinsonism (acute extrapyramidal syndrome). Bisa juga terjadi efek samping
akut berupa SNM (Sindroma Neuroleptik Maligna) yang merupakan emergensi
karena dapat mengancam kelangsungan hidup pasien. Pada kondisi kronis atau
dyskinesia.
- Akatisia
perasaan tidak nyaman, gelisah, dan merasa harus selalu menggerakgerakkan
kecemasan, dan atau agitasi. Sering sulit dibedakan dari rasa cemas yang
berhubungan dengan gejala psikotiknya. Bila terjadi peningkatan kegelisahan
kemungkinan akatisia.
- Distonia akut
Terjadi kekauan dan kontraksi otot secara tibatiba, biasanya mengenai
kejadian subakut rasa tebal di lidah atau kesulitan menelan. Mungin juga
menakutkan dan tidak nyaman bagi pasien. Biasanya terjadi pada minggu
pertama pengobatan dengan antipsikotik tipikal.
- Parkinsonism
fenomena roda gerigi, termor, muka topeng, postur tubuh kaku, dan tremor
kasar pada tangan seperti sedang membuat pil.
- Sindroma Neuroleptik Maligna
Merupakan reaksi idiosinkrasi yang sangat serius dengan gejala utama
beberapa hari setelah pemberian antipsikotik. Febris tinggi dapat mencapai
41˚C atau lebih, rigiditas dengan ciri kaku seperti pipa disertai peningkatan
tonus otot kadangkadang sampai terjadi myonecrosis. Bila pasien dehidrasi,
myoglobinuria bisa sangat parah sampai terjadi gagal ginjal. Ketidakstabilan
diaporesis, dan pallor. Kemungkinan bisa terjadi cardiac arrythmia. Kesadaran
berfluktuasi dapat sampai delirium, bahkan kejang dan koma.
tubuh terutama dari posisi tidur ke posisi berdiri secara tibatiba. Dapat juga
terjadi sudden unexplained death walaupun sangat jarang.
Kemungkinan efek samping juga bisa terjadi pada fungsi hepar, ginjal,
kulit dan mata. Fungsi endokrin juga dapat terganggu terutama terjadinya
kadar prolaktin dalam darah. Disfungsi seksual kadangkadang juga dialami
oleh pasien dan menimbulkan keluhan yang cukup menganggu.
4. Prinsip pengobatan
pengawasan dan kemudian terapi pemeliharan. Beberapa obat antipsikotik yang
sering digunakan yaitu:
5. Terapi inisial
Diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan, dan dosis dimulai dari dosis
anjuran dinaikkan secara perlahan secara bergtahap dalam waktu 1 3 minggu,
hingga dicapai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala. Setelah diperoleh
minggu sebelum masuk ke tahap pemeliharaan.
6. Tatalaksana efek samping
akathisia, atau parkinsonism, biasanya terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis
dosis 10 50 mg/ml. Obat yang paling sering diberikan adalah Triheksifenidil
dengan dosis 3 kali 2 mg/hari. Bila tetap tidak berhasil mengatasi efek samping
samping ekstrapiramidal.
Obatobat antikolinergik tersebut tidak perlu diberikan secara rutin atau untuk
tujuan pencegahan efek samping ekstrapiramidal, karena munculnya efek samping
bersifat individual dan obat anikolinergik tersebut baru perlu diberikan hanya bila
terjadi efek samping EPS (Ekstrapiramidal Sindroma).
BAB IV
PEMBAHASAN
disorientasi dalam membedakan hal yang nyata dan tidak mampu memahami dirinya
dengan baik. Pada pasien ini ditemukan adanya kesulitan dalam menilai kenyataan
yaitu terdapat gangguan persepsi seperti halusinasi auditorik seperti bisikan orang
yang berkomentar tentang ditinya dan menyuruh pasien untuk berbuat kebaikan
maupun kejahatan seperti bersihbersih rumha, kabur dari rumah dan merusak
barang.halusinasi visual berupa melihat bayangan temboktembok yang tinggi, dan
halusinasi taktil seperti dapat merasakan lilitan ular menjalar pada kulitnya. Pada
pasien ini juga terdapat gangguan isi pikiran berupa waham yang aneh dan tidak
masuk akal, tentang kepercayaankepercayaan magis yang aneh. Gangguan arus pikir
juga dapat ditemukan pada pasien ini berupa asosiasi longgar dan neologisme.
Kemudian semua hal ini berpengaruh pada aspek perilaku pasien, berupa tindakan
tidak bertujuan, berdiam diri dan penarikan diri secara sosial. Berdasarkan hasil
wawancara, pemeriksaan status mental dan status generalis, tanda dan gejala yang
paling sedikit satu atau lebih gejalagejala tersebut (mengacu pada PPDGJ III) selama
kurung waktu satu bulan atau lebih. Pada pasien ini diketahui bahwa pasien telah
memilik tanda dan gejala seperti diatas sejak tahun 2015. Fakto resiko skizofrenia dari
pasien ini adalah genetik, dimana ibu dan paman pasien menderita skizofrenia. Pasien
memiliki keteratura minum obat yang jelek, sehingga pasien tidak pernah mencapai
sehingga dapat dikatakan perjalan penyakit skizofrenia dari pasien ini adalah
berkelanjutan (F20.10)
Terapi pada pasien ini menggunakan risperidon (APG II) dengan dosis 2x3
mg/hari. Penggunaan risperidon pada pasien ini mengikuti lini pertama pada
fase akut yang berlangsung selama 48 minggu menggunakan lini pertama APG II
dengan dosis awal 2mg yang akan dinaikkan perminggunya sampai dengan dosis
efektif setelah 48 minggu, dilanjutkan ke fase stabilisasi dengan menggunakan obat
yang sama dosisnya lalu dipertahankan selama 6 bulan. Fase ketiga adalah fase
rumatan. Pasien ini masih dalam fase stabilisasi sehingga dosis yang digunakan saat
ini adalah 2x3 mg/hari dosis lanjutan dari fase akut dan pada fase ini dapat dilakukan
terapi non farmakologi berupa psikoterapi suportif. Selain itu pasien ini juga diberikan
obat Triheksiphenidyl 2x2 mg/hari untuk mengurangi gejala tremor akibat efek dari
obat risperidon dan Merlopam 1x0.5 mg/hari pada malam hari agar pasien dapat tidur
pada malam hai.
DAFTAR PUSTAKA
Data Primer Keperawatan Poli Rawat Jalan RSJ Soeharto Heerdjan tahun 2015
Departemen Kesehatan RI 2013, Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013,
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
Elvira, SD, Hadisukanto, Gitayanti, 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi ke3 cetakan ke
1. Badan Penerbit FK UI. Jakarta.Hal 289−295
Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Jakarta.
Sadock ,Benjamin james dan Sadock, Virginia Alcott. 2010. Skizofrenia. Dalam :
Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri klinis. Ed Ke 2. EGC : Jakarta.