Anda di halaman 1dari 26

GOUT

1.1 Definisi
Gout adalah penyakit yang disebabkan penimbunan kristal monosodium
urat monohidrat di jaringan akibat adanya supersaturasi asam urat. Gout
ditandai dengan peningkatan kadar urat dalam serum, serangan artritis gout
akut, terbentuknya tofus, nefropati gout dan batu asam urat. Masalah akan
timbul jika terbentuk kristal – kristal monosodium urat monohidrat pada sendi
– sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal – kristal berbentuk seperti jarum ini
mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri
hebat yang sering menyertai serangan gout.
Tofus adalah nodul berbentuk padat yang terdiri dari deposit kristal asam
urat yang keras, tidak nyeri dan terdapat pada sendi atau jaringan. Tofus
merupakan komplikasi kronis dari hiperurisemia akibat kemampuan eliminasi
urat tidak secepat produksinya. Tofus dapat muncul di banyak tempat,
diantaranya kartilago, membrana sinovial, tendon, jaringan lunak dan lain-lain.

1.2 Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi artritis gout sangat dipengaruhi oleh kondisi
geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik. Artritis gout merupakan
penyebab tersering dari inflamasi sendi pada laki-laki. Prevalensi penderita
laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan proporsi
puncaknya pada usia lima puluhan. Artritis gout jarang terjadi pada laki-laki
muda atau wanita yang belum menopause. Dalam populasi umum, insidensi
athritis gout adalah 0,2-0,35 per 1000 jiwa, dan prevalensi keseluruhan adalah
2,6-13,5 per 1000 jiwa. Di Amerika Serikat prevalensi artritis gout keseluruhan
adalah 13,6 per 1000 jiwa untuk laki-laki dan 6,4 per 1000 jiwa untuk wanita.
Secara keseluruhan artritis gout diderita oleh 1% dari seluruh populasi di
Amerika Serikat. Di Indonesia terbanyak di Sulawesi Utara dan Sulawesi
Selatan. Penelitian di Bandungan Jawa Tengah pada 4683 pria berusia di atas
18 tahun memperlihatkan 0,8% di antaranya menderita athritis gout. Dan rasio
antara laki-laki dan perempuan adalah 2-7 : 1. Serangan athritis gout umumnya
terjadi pada laki-laki usia 40-50 tahun serta pada wanita pascamenopause.
Di Indonesia, arthritis gout terjadi pada usia yang lebih muda, sekitar 32%
pada pria berusia kurang dari 34 tahun. Pada wanita, kadar asam urat umumnya
rendah dan meningkat setelah usia menopause. Prevalensi arthritis gout di
Bandungan, Jawa Tengah, prevalensi pada kelompok usia 15-45 tahun sebesar
0,8%; meliputi pria 1,7% dan wanita 0,05%. Di Minahasa (2003), proporsi
kejadian arthritis gout sebesar 29,2% dan pada etnik tertentu di Ujung Pandang
sekitar 50% penderita rata-rata telah menderita gout 6,5 tahun atau lebih
setelah keadaan menjadi lebih parah.

1.3 Etiologi
Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan hiperurisemia
primer dan sekunder. Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia dan
gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia primer
terdiri dari kelainan molekuler yang masih belum jelas dan hiperurisemia
karena adanya kelainan enzim spesifik. Hiperurisemia kelainan molekular yang
belum jelas terbanyak didapatkan yaitu 99% terdiri dari hiperurisemia karena
underexcretion (80 – 90%) dan overproduction (10-20%). Underexcretion
kemungkinan disebabkan karena faktor genetik dan menyebabkan gangguan
pengeluaran asam urat dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat
sehingga menyebabkan hiperurisemia. Hiperurisemia primer karena kelainan
enzim spesifik diperkirakan hanya 1%, yaitu karena peningkatan aktivitas dari
enzim phoribosylpyro-hosphatase (PRPP) synthetae.
Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia atau gout yang
disebabkan oleh penyakit lain atau penyebab lain, seperti penyakit glycogen
storage disease tipe I, menyebabkan hiperurisemia yang bersifat automal
resesif, glycogen storage disease tipe III, V, VI akan terjadi hiperurisemia
miogenik. Hiperurisemia sekunder tipe overproduction disebabkan penyakit
akut yang berat seperti pada infark miokard, status epileptikus.
Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan gout bergantung pada
faktor penyebab terjadinya hiperurisemia.
1. Diet tinggi purin
Diet tinggi purin dapat memicu terjadinya serangan gout pada orang yang
mempunyai kelainan bawaan dalam metabolisme purin sehingga terjadi
peningkatan produksi asam urat.
2. Minuman beralkohol
Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari
metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam urat
oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum.
3. Obat-obatan
Sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal.
Yang termasuk diantaranya adalah aspirin dosis rendah(<1-2/hari), sebagian
besar diuretik, levopoda, diazoksid, asam nikotinat, asetazolamid, dan
etambutol.
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Iklim
7. Herediter

1.4 Klasifikasi
a. Gout primer (90% dari semua kasus):
Merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan
atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Pada kelompok ini 99 %
penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Tetapi umumnya berkaitan dengan
faktor genetik atau hormonal. Gout Primer, memiliki pewarisan yang
multifaktorial dan berkaitan dengan produksi berlebih asam urat dengan
ekskresi asam urat yang normal atau meningkat atau produksi asam urat yang
normal dengan ekskresi yang kurang; penggunaan alkohol dan obesitas
merupakan faktor predisposisi. Kasus primer dengan persentase yang kecil
berkaitan dengan defek enzim tertentu (misalnya defisiensi parsial enzim
HGPRT (hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase) yang berkaitan
dengan kromosom X.
Pada faktor genetik, penyakit asam urat berkaitan dengan kelainan enzim.
Sedangkan pada faktor hormonal, penyakit ini bekaitan dengan hormon
Estrogen. Dalam hal ini hormon Estrogen berperan dengan membantu
pengeluaran asam urat melalui urin. Hal ini menyebabkan pria umumnya
beresiko terkena asam urat lebih besar karena kadar Estrogennya jauh lebih
sedikit daripada wanita. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan wanita juga
dapat menderita asam urat, terutama setelah menopause.

b. Gout sekunder :
Gout Sekunder (10% dari semua hasus): Sebagian besar berkaitan dengan
peningkatan pergantian asam nukleat yang terjadi pada hemolisis kronik,
polisitemia, leukemia dan limfoma. Yang lebih jarang ditemukan adalah
pemakaian obat-obatan (khususnya diuretik, aspirin, asam nikotinat dan etanol)
atau gagal ginjal kronik yang menimbulkan hiperurisemia simtomatik.
Intoksikasi timbal (timah hitam) dapat menyebabkan penyakit saturnine gout.
Kadang-kadang defek enzim tertentu yang menyebabkan penyakit von Gierke
(penyakit simpanan glikogenlglycogen storage disease tipe I) dan sindrom
Lesch-Nyhan (dengan defisiensi total HGPRT yang hanya terlihat pada laki-
laki serta disertai defisit neurologis) menimbulkan keluhan dan gejala penyakit
gout.
Pada kelompok ini umumnya asam urat terjadi karena konsumsi makanan
yang mengandung purin secara berlebihan. Akibatnya kadar asam urat dalam
darah meningkat, kemudian terakumulasi pada persendian hingga
menyebabkan peradangan.
Berikut ini penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin :
 Golongan A.
Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800mg/100gr makanan).
Contoh : jeroan, udang, remis, kerang, ekstrak daging (abon / dendeng),
sardin, ragi, alkohol.
 Golongan B
Makanan yang mengandung purin sedang (50-150mg/100gr makanan).
Contoh : kacang-kacangan kering, bayam, kembang kol, asparagus, buncis,
jamur, singkong, pepaya, kangkung.
 Golongan C
Makanan yang mengandung purin rendah (0-50mg/100gr makanan). Contoh
: keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.

1.5 Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan
berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat
adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin
menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:

Metabolisme Purin
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan
(salvage pathway).

1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah
melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam
guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme
yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu:
5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase
(amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida
purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang
berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa
purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak
melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin,
guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor
nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim:
hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin
fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara
bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil
asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan
dikeluarkan melalui urin.
Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme
(pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang
meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena
defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)
4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar
asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya
sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat
paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal monosodium urat.
Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui dengan jelas.
Patofisiologi Gout8
Adanya kristal monosodium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui
beberapa cara:
1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a.
Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan
(sendi dan membran sinovium). Fositosis terhadap kristal memicu pengeluaran
radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B. Kematian neutrofil
menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.
2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan
melakukan aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator
proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan
memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan sel sinovium
dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan
menyebabkan cedera jaringan.

Proses terbentuknya kristal asam urat.


Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan
terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di
tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi
peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal)
dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing.
Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi
tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat
terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan
kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan
nefropati gout.

1.6 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
 Hiperurisemia Asimptomatik
Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1±1,0 mg/dl, dan
pada perempuan adalah 4,0±1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10
mg/dl pada seseorang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan
gejala-gejala selain peningkatan asam urat serum dan hanya sekitar 20% dari
pasien hiperurisemia asimptomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.
 Stadium Artritis Gout Akut
Radang sendi akut yang timbul cepat dan dalam waktu singkat. Pada saat
bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat
monoartikuler dengan keluhan utama berupa pembengkakan dan nyeri yang
luar biasa pada sendi ibu jari kaki dan metatarsophalangeal, terasa hangat,
merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.
Serangan akut yang digambarkan oleh Sydenham: sembuh beberapa hari
sampai beberapa minggu, bila tidak diobati, rekuren yang multipel, interval
antar serangan singkat dan dapat mengenai beberapa sendi. Pada serangan akut
yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau
beberapa hari. Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu.
 Stadium Interkritikal
Merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang
akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan
proses peradangan tetap berlanjut walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat
terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa
serangan akut.
 Stadium Artritis Gout Kronik
Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati dirinya sendiri (self
medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur ke dokter.
Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan terdapat
poliartikular. Tofi ini sering pecah dam sulit sembuh dengan obat, kadang-
kadang dapt timbul infeksi sekunder. Lokasi yang paling sering pada cuping
telinga. MTP-1, olekranon, tendon Achilles, dan jari tangan. Pada stasdium ini
kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahu
Menurut Kriteria ACR (American Collage of Rheumatology) diagnosis dapat
ditegakkan jika:
1. menemukan monosodium urat dalam cairan sinovial atau
2. ditemukan tofus yang mengandung kristal MSU atau
3. ditemukan 6 dari 12 kriteria dibawah ini:
a. Lebih dari satu serangan artritis akut
b. inflamasi maksimal hari pertama
c. arthritis monoartikuler
d. kulit diatas sendi kemerahan
e. bengkak + nyeri pada MTP1
f. MTP1 unilateral
g. Sendi tarsal unilateral
h. dicurigai tofi
i. hiperurisemia
j. pembengkakan sebuah sendi asimetrik pada foto roentgen
k. kista subkortikal tanpa erosi pada foto roentgen
l. kultur cairan sendi selama serangan inflamasi negative

2. Pemeriksaan Laboratorium
 Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan
hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan
ekskresi. Kadar asam urat normal pada pria dan perempuan berbeda. Kadar
asam urat normal pada pria berkisar 3,5 – 7 mg/dl dan pada perempuan
2,6 – 6 mg/dl. Kadar asam urat diatas normal disebut hiperurisemia.
 Angka leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama
serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam
batas normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.
 Eusinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di
persendian.
 Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi
dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24
jam asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka
level asam urat urin meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam
mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan
serum asam urat.
 Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau
material aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang
tajam.

3. Pemeriksaan Radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan
menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah
penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada
tulang yang berada di bawah sinavial sendi.
a. Foto Polos
Foto polos dapat digunakan untuk mengevaluasi gout, namun, temuan
umumnya baru muncul setelah minimal 1 tahun penyakit yang tidak
terkontrol. Bone scanning juga dapat digunakan untuk memeriksa gout,
temuan kunci pada scan tulang adalah konsentrasi radionuklida meningkat
di lokasi yang terkena dampak.
Pada fase awal temuan yang khas pada gout adalah
asimetris pembengkakan di sekitar sendi yang
terkena dan edema jaringan lunak sekitar sendi. Pada
pasien yang memiliki beberapa episode yang
menyebabkan arthritis gout pada sendi yang sama,
daerah berawan dari opacity meningkat dapat dilihat
Foto polos gout
pada foto polos.
Pada tahap berikutnya, perubahan tulang yang paling
awal muncul. Perubahan tulang awalnya muncul
pada daerah sendi pertama metatarsophalangeal
(MTP). Perubahan ini awal umumnya terlihat di luar
sendi atau di daerah juxta-artikularis. Temuan ini

Gambaran sklerotik Gout antara-fase sering digambarkan sebagai lesi


menekan-out, yang dapat berkembang menjadi
sklerotik karena peningkatan ukuran.
Pada gout kronis, temuan tanda yang tophi interoseus
banyak. Perubahan lain terlihat pada radiografi polos-
film pada penyakit stadium akhir adalah ruang yang
menyempit serta deposit kalsifikasi pada jaringan
lunak.

Gout kronis
b. USG

Gambaran USG menunjukkan adanya


gout. (a) Double contour design: USG
transversal sendi lutut di anterior area
interkondilar. Double contour terlihat
sebagai garis anechoic yang sejajar kontur
tulang rawan femur. B-mode, tansduser
linear dengan frekuensi 9 MHz. C, Kondilus
lutut. (b) Gambaran hiperechoic USG
longitudinal dari aspek dorsal sendi MTP.
Area hiperchoic berawan menunukkan
adanya deposit monosodium urat dengan
penebalan membrane synovial (tanda
panah). B-mode, tansduser liner dengan
frekuensi 9 MHz. MH, metatarsal head. (c)
Sinyal Power-Doppler longitudinal view,
USG
aspek dorsal dari sendi MTP asimptomatis.
Sinyal Dopller mungkin terlihat meskipun di
area hiperechoic. Transduser dengan
frekuensi 14 MHz pada skala abu-abu dan
Doppler berwarna dengan frekuensi 7,5
MHz.

c. Computed Tomografi
Pada gambaran dapat ditemukan deposit topus yang ekstensif. CT scan 3
dimensi volume-rendered pada pasien dengan kronik gout menunjukkan
adanya deposit topus yang terlihat sebagai warna merah – khususnya pada
sendi MTP pertama dan tendo Achilles.

d. MRI

A.Potongan axial – formasi dengan hyposignal – tophus (panah) - pada


metatarsalphalangeal pertama dengan erosi tulang (bintang). B. potongan
axial T2 – Nampak lesi dengan hypersignal (panah) dan erosi tulang
(bintang) C. potongan sagital – Nampak lesi (panah).

1.7 Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
Bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri
terhadap hal-hal yang bisa memperburuk keadaan. Misalnya, membatasi
makanan tinggi purin dan memilih yang rendah purin.5
Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin :
Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100
gram makanan) adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang,
remis, kerang, sardin, herring, ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape),
alkohol serta makanan dalam kaleng.
Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100
gram makanan) adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi,
kerang-kerangan, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus,
buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya, kangkung.
Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100
gram makanan) adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.
 Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat
melebihi 7 mg/dl dengan tidak mengonsumsi bahan makanan
golongan A dan membatasi diri untuk mengonsumsi bahan makanan
golongan B. Juga membatasi diri mengonsumsi lemak serta disarankan
untuk banyak minum air putih.
 Apabila dengan pengaturan diet masih terdapat gejala-gejala
peninggian asam urat darah, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter
terdekat untuk penanganan lebih lanjut.
 Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja terlalu berat, cepat
tanggap dan rutin memeriksakan diri ke dokter. Karena sekali
menderita, biasanya gangguan asam urat akan terus berlanjut.

B. Farmakologi
Gout tidak dapat disembuhkan, namun dapat diobati dan dikontrol. Gejala-
gejala dalam 24 jam biasanya akan hilang setelah mulai pengobatan. Gout
secara umum diobati dengan obat anti inflamasi. Yang termasuk di dalamnya
adalah : 3,5,6
Penatalaksanaan Gout.

a. Serangan akut
Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya indometasin
200 mg/hari atau diklofenak 150 mg/hari, merupakan terapi lini pertama dalam
menangani serangan akut gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap
NSAID. Aspirin harus dihindari karena ekskresi aspirin berkompetisi dengan
asam urat dan dapat memperparah serangan akut gout. Sebagai alternatif,
merupakan terapi lini kedua, adalah kolkisin (colchicine). Keputusan memilih
NSAID atau kolkisin tergantung pada keadaan pasien, misalnya adanya
penyakit penyerta lain/komorbid, obat lain yang juga diberikan pada pasien
pada saat yang sama, dan fungsi ginjal. Tidak ada studi terkontrol yang
membandingkan kolkisin dengan NSAID untuk penanganan gout. Kolkisin
mrupakan obat pilihan jika pasien juga menderita penyakit kardiovaskuler,
termasuk hipertensi, pasien yang mendapat diuretik untuk gagal jantung dan
pasien yang mengalami toksisitas gastrointestinal, kecenderungan perdarahan
atau gangguan fungsi ginjal.
Obat yang menurunkan kadar asam urat serum (allopurinol dan obat
urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada
serangan akut. Pasien biasanya sudah mengalami hiperurisemia selama
bertahun‐tahun sehingga tidak ada perlunya memberikan terapi segera untuk
hiperurisemianya. Lagipula, obat‐obat tersebut dapat menyebabkan mobilisasi
simpanan asam urat ketika kadar asam urat dalam serum berkurang. Mobilisasi
asam urat ini akan memeprpanjang durasi serangan akut atau menyebabkan
serangan artritis lainnya. Namun, jika pasien sudah terstabilkan/ menggunakan
allopurinol pada saat terjadi serangan akut, allopurinol tetap terus diberikan.
Penggunaan NSAID, inhibitor cyclo oxigenase‐2 (COX‐2), kolkisin dan
kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut ini. 15,16

 NSAIDs,
NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang
mengalami serangangout akut. Hal terpenting yang menentukan keberhasilan
terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih melainkan pada seberapa cepat
terapi NSAID mulai diberikan. NSAID harus diberikan dengan dosis
sepenuhnya (full dose) pada 24‐48 jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang.
Dosis yang lebih rendah harus diberikan sampai semua gejalareda. NSAID
biasanya memerlukan waktu 24‐48 jam untuk bekerja, walaupun untuk
menghilangkan secara sempurna semua gejala gout biasanya diperlukan 5 hari
terapi. Pasien gout sebaiknya selalu membawa persediaan NSAID untuk
mengatasi serangan akut. Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut
artritis gout, dengan dosis awal 75‐100 mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan
setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya gejala serangan akut. Efek
samping indometasin antara lain pusing dan gangguan saluran cerna, efek ini
akan sembuh pada saat dosis obat diturunkan.
Azapropazon adalah obat lain yang juga baik untuk mengatasi serangan
akut. NSAID ini menurunkan kadar urat serum, mekanisme pastinya belum
diketahui dengan jelas. Komite Keamana Obat (CSM) membatasi penggunaan
azapropazon untuk gout akut saja jika NSAID sudah dicoba tapi tidak berhasil.
Penggunaannya dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat ulkus peptik,
padaganggunan fungsi ginjal menengah sampai berat dan pada pasien lanjut
usia dengan gangguan fungsi ginjal ringan. NSAID lain yang umum digunakan
untuk mengatasi episode gout akut adalah: 15,16
 Naproxen – awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
 Piroxicam – awal 40 mg, kemudian 10‐ 20 mg/hari
 Diclofenac – awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama 48 jam,
kemudian 50 mg dua kali/hari selama 8 hari.
 Indometasin
1. Pemberian oral
Dosis initial 50 mg dan diulang setiap 6-8 jam tergantung beratnya
serangan akut. Dosis dikurangi 25 mg tiap 8 jam sesudah serangan akut
menghilang. Efek samping yang paling sering adalah gastric
intolerance dan eksaserbasi ulkus peptikum.
2. Pemakaian melalui rektal
Indometasin diabsorpsi baik melalui rektum. Tablet supositoria
mengandung 100 mg indometasin. Cara ini dapat dipakai pada serangan
gout akut yang sedang maupun yang berat, biasanya pada penderita yang
tidak dapat diberikan secara oral.

 COX-2 inhibitor
Etoricoxib merupakan satu‐satunya COX‐2 inhibitor yang dilisensikan
untuk mengatasi serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan
bermanfaat terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadap efek
gastrointestinal NSAID non‐selektif. COX‐2 inhibitor mempunyai resiko efek
samping gastrointestinal bagian atas yang lebih rendah disbanding NSAID
non‐selektif.
Banyak laporan mengenai keamanan kardiovaskular obat golongan ini,
terutama setelah penarikan rofecoxib dari peredaran. Review dari Eropa dan
CSM mengenai keamanan COX‐2 inhibitor mengkonfirmasi bahwa obat
golongan ini memang meningkatkan resiko thrombosis misalnya infark
miokard dan stroke) lebih tinggi dibanding NSAID non‐selektif dan plasebo.
CSM menganjurkan untuk tidak meresepkan COX‐2 inhibitor untuk pasien
dengan penyakit iskemik, serebrovaskuler atau gagal jantung menengah dan
berat. Untuk semua pasien, resiko gastrointestinal dan kardiovaskuler harus
dipertimbangkan sebelum meresepkan golongan obat COX‐2 inhibitor ini.
CSM juga menyatakan bahwa ada keterkaitan antara etoricoxib dengan efek
pada tekanan darah yang lebih sering terjadi dan lebih parah dibanding COX‐2
inhibitor lain dan NSAID non‐selektif, terutama pada dosis tinggi. Oleh karena
itu, etoricoxib sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang hipertensinya belum
terkontrol dan jika pasien yang mendapat etoricoxib maka tekanan darah harus
terus dimonitor. 15,16

 Colchicine.
Sering juga digunakan untuk mengobati peradangan pada penyakit
gout. Obat ini memberi hasil cukup baik bila pemberiannya pada permulaan
serangan. Sebaliknya kurang memuaskan bila diberikan sesudah beberapa hari
serangan pertama. Cara pemberian colchicines: 15,16
1. Intravena
Cara ini diberikan untuk menghindari gangguan GTT. Dosis yang diberikan
tunggal 3 mg, dosis kumulatif tidak boleh melebihi 4 mg dalam 24 jam.
2. Pemberian oral
Dosis yang biasa diberikan sebagai dosis initial adalah 1 mg kemudian diikuti
dengan dosis 0.5 mg setiap 2 jam sampai timbul gejala intioksikasi berupa
diare. Jumlah dosis colchicine total biasanya antara 4-8 mg.

 Kortikosteroid,
Dapat diberikan pada orang yang tidak dapat menggunakan
NSAIDs. Steroid bekerja sebagai anti peradangan. Steroid dapat diberikan
dengan suntikan langsung pada sendi yang terkena atau diminum dalam bentuk
tablet. Obat ini digunakan bila terdapat kontraindikasi bagi pemberian
colchicine dan indometasin :
b. Penatalaksanaan gout kronik
Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting untuk
mencegah terjadinya serangan akut gout, gout tophaceous kronik, keterlibatan
ginjal dan pembentukan batu asam urat. Kapan mulai diberikan obat penurun
kadar asam urat masih kontroversi. Serangan awal gout biasanya jarang dan
sembuh dengan sendirinya, terapi jangka panjang seringkali tidak
diindikasikan. Beberapa menganjurkan terapi mulai diberikan hanya jika
pasien mengalami lebih dari 4 kali serangan dalam setahun, sedangkan ahli
lainnya menganjurkan untuk memulai terapi pada pasien yang mengalami
serangan sekali dalam setahun. Pendapat para ahli mendukung pemberian
terapi hipourisemik jangka panjang pada pasien yang mengalami serangan gout
lebih dari dua kali dalam setahun. Para ahli juga menyarankan obat penurun
asam urat sebaiknya tidak diberikan selama serangan akut.
Pemberian obat jangka panjang juga tidak dianjurkan untuk hiperurisemia
asimptomatis, atau untuk melindungi fungsi ginjal atau resiko kardiovaskular
pada pasien asimptomatis. Ringkasan pilihan terapi untuk gout kronik dapat
dilihat pada Penggunaan allopurinol, urikourik dan feboxostat (sedang dalam
pengembangan) untuk terapi gout kronik dijelaskan berikut ini. 15,16
 Allopurinol
Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain
mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol
menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin
oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 60‐70% obat ini mengalami konversi di
hati menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu paruh allopurinol berkisar
antara 2 jam dan oksipurinol 12‐30 jam pada pasien dengan fungsi ginjal
normal. Oksipurinol diekskresikan melalui ginjal bersama dengan allopurinol
dan ribosida allopurinol, metabolit utama ke dua.15,16

Dosis
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh
melebihi 300 mg/24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan
dosis 100 mg/hari dan dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan
umumnya 100‐=600 mg/hari dan dosis 300 mg/hari menurunkan urat serum
menjadi normal pada 85% pasien. Respon terhadap allopurinol dapat dilihat
sebagai penurunan kadar urat dalam serum pada 2 hari setelah terapi dimulai
dan maksimum setelah 7‐10 hari. Kadar urat dalam serum harus dicek setelah
2‐3 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar urat.
Allopurinol dapat memperpanjang durasi serangan akut atau mengakibatkan
serangan lain sehingga allopurinol hanya diberikan jika serangan akut telah
mereda terlebih dahulu. Resiko induksi serangan akut dapat dikurangi dengan
pemberian bersama NSAID atau kolkisin (1,5 mg/hari) untuk 3 bulan pertama
sebagai terapi kronik.
Efek samping
Efek samping dijumpai pada 3‐5% pasien sebagai reaksi
alergi/hipersensitivitas. Sindrom toksisitas allopurinol termasuk ruam, demam,
perburukan insufisiensi ginjal, vaskulitis dan kematian. Sindrom ini lebih
banyak dijumpai pada pasien lanjut usia dengan insufisiensi ginjal dan pada
pasien yang juga menggunakan diuretik tiazid. Erupsi kulit adalah efek
samping yang paling sering, lainnya adalah hepatotoksik, nefritis interstisial
akut dan demam. Reaksi alergi ini akan reda jika obat dihentikan. Jika terapi
dilanjutkan, dapat terjadi dermatitis eksfoliatif berat, abnormalitas hematologi,
hepatomegali, jaundice, nekrosis hepatik dan kerusakan ginjal.
Banyak pasien dengan reaksi yang berat mengalami penurunan fungsi
ginjal jika dosis allopurinol terlalu tinggi. Sindrom biasanya muncul dalam 2
bulan pertama terapi, tapi bias juga setelah itu. Pasien dengan hipersensitivitas
minor dapat diberikan terapi desensitisasi di mana dosis allopurinol
ditingkatkan secarabertahap dalam 3‐4 minggu. Allopurinol biasanya
ditoleransi dengan baik, Efek samping yang terjadi pada 2% pasien biasanya
disebabkan karena dosis yang tida tepat terutama pada pasien dengan kelainan
fungsi ginjal. Fungsi ginjal harus dicek sebelum terapi allopurinol mulai
diberikan dan dosis disesuaikan.
Sitotoksisitas
Allopurinol meningkatkan toksisitas beberapa obat sitotoksik yang
dimetabolisme xantin oksidase. Dosis obat sitotoksis (misalnya azatioprin)
harus diturunkan jika digunakan bersama dengan allopurinol. Allopurinol juga
meningkatkan toksisitas siklofosfamid terhadap sumsum tulang.

 Urikosurik
Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan
asam urat dapat diterapi dengan obat urikosurik. Urikosurik seperti probenesid
(500 mg‐1g 2kali/hari) dan sulfinpirazon (100 mg 3‐4 kali/hari) merupakan
alternative allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadapa
allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien dengan nefropati urat dan
yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini tidak efektif pada pasien
dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <20‐30 mL/menit). Sekitar
5% pasien yang menggunakan probenesid jangka lama mengalami munal,
nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi. Ruam pruritis ringan, demam dan
gangguan ginjal juga dapat terjadi Salah satu kekurangan obat ini adalah
ketidakefektifannya yang disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat, penggunaan salisilat dosis rendah secara bersamaan atau
insufisiensi ginjal.15,16
 Probenesid
Indikasi : Berfungsi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta
pembentukan tofi pada penyakit pirai, dan tidak efektif untuk serangan akut.
Probenesid juga berguna untuk pengobatan hiperurisemia sekunder. Probenesid
tidak berguna bila laju filtrasi glomerulus <30 ml/menit.
Farmakodinamik: Salisilat mengurangi efek probenesid. Probenesid
menghambat eksresi renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin, PAS,
sulfanomid, dan juga berbagai asam organik, sehingga dosis obat tersebut harus
disesuaikan bila diberikan bersamaan.
Dosis : 2x 250 mg/hari selama seminggu.
dilanjutkan dengan 2x 500 mg/hari
Kontra Indikasi : Gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan reaksi alergi
 Sulfinpirazon
Indikasi : Berfungsi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta
pembentukan tofi pada penyakit pirai, dan tidak efektif untuk serangan akut.
Probenesid juga berguna untuk pengobatan hiperurisemia sekunder.
Farmakodinamik: Salisilat mengurangi efek probenesid. Probenesid
menghambat eksresi renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin, PAS,
sulfanomid, dan juga berbagai asam organik, sehingga dosis obat tersebut harus
disesuaikan bila diberikan bersamaan.
Dosis : 2x 250 mg/hari selama seminggu
dilanjutkan dengan 2x 500 mg/hari
Kontra Indikasi: Gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan reaksi alergi

1.8 Pencegahan
Makanan yang mengandung tinggi purin dan tinggi protein sudah lama
diketahui dapat menyebabkan dan meningkatkan risiko terkena gout. Untuk
menurunkan kadar asam urat dalam darah dapat dilakukan sebagai berikut :
o Kalori sesuai kebutuhan
Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh
berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita gangguan asam urat yang
kelebihan berat badan, berat badannya harus diturunkan dengan tetap
memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit
juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang
akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin.
o Tinggi karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik
dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan
pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi karbohidrat kompleks ini
sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari. Karbohidrat sederhana
jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan sirop sebaiknya
dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
o Rendah protein
Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam
urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein hewani dalam
jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa. Asupan
protein yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah sebesar
50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg berat badan/hari. Sumber protein yang
disarankan adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju dan telur.
o Rendah lemak
Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang
digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya dihindari.
Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori.
o Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui
urin. Karena itu, Anda disarankan untuk menghabiskan minum minimal
sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air minum ini bisa berupa air putih
masak, teh, atau kopi. Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui
buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang
disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan
jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga boleh
dikonsumsi karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-
buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena
keduanya mempunyai kandungan lemak yang tinggi.
o Tanpa alcohol
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang
mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak
mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkatkan
asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam
urat dari tubuh.
1.9 Komplikasi
1. Komplikasi pada Ginjal
Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan
ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25%
pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada
suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada suasana urin yang asam,
kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan
bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari
penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor.
Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada
duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan
gangguan ginjal kronik.
2. Deformitas pada persendian yang terserang
3. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih
4. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal

1.10 Prognosis
Pasien yang telah menderita arthritis gout tidak akan sembuh
sepenuhnya. Pasien tersebut harus terus menjaga diet sepanjang hidup dan
mengurangi makanan yang mengandungi purin seumur hidupnya. Ini untuk
memastikan penyakitnya tidak kambuh lagi
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV. 2005. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. Hal : 1208-1210.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V. 2009. Jakarta:Interna Publishing. Hal:2556-
2560.
3. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G. Principles of Surgery eight edition. Mc-
Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma
Electronic Publication, 2005
4. So, Alex . Imaging of Gout : Finding and Utility. The Arthritis Reseach and
Therapy journals. Available at: http://arthritis-research.com/series/gout. 15
Nov 2014
5. Sudarsono, Diagnosis dan Penatalaksanaan artritis gout dalam perkembangan
mutakhir dalam diagnosis dan terapi penyakit sendi inflamasi dan degeneratif,
2007. Temu Ilmiah Reumatologi, Semarang.
6. Price S, Wilson L. 2005. Gout. In buku Patofisiologi. Ed 6 vol.2 Penerbit
buku kedokteran , Jakarta. p: 1402 – 1406.
7. Misnadiarly. 2007. Penyakit – penyakit akibat hiperurisemia. Rematik : asam
urat, hiperurisemia, artritis gout. Pustaka Obor Populer. Jakarta. p: 19 – 39
8. Robbins Kumar. 2007. Sistem Muskuloskeletal. In Buku Ajar Patologi. Edisi 2.
Penerbit buku kedokteran, Jakarta. p: 863 – 869
9. Sumariyono. 2007. Diagnosis dan tatalaksana artritis gout akut. In:Gustaviani
R, Mansjoer A, Rinaldi I eds. Naskah Lengkap Penyakit Dalam PIT 2007.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;.172-8.
10. Putra TR. Diagnosis dan penatalaksanaan artritis pirai. In: Setyohadi B,
Kasjmir YI eds. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2008. Jakarta:
2008; 113-8.
11. Sawas N. Dual Source CT - Gout Imaging with Dual Energy. 2007. Available
at http://healthcare.siemens.com/computed-tomography/case-studies/dual-
source-ct-gout-imaging-with-dual-energy diakses tanggal 13 november 2014
12. Perez-Ruiz. 2009. Arthritis research & therpary. Available at: http://arthritis-
research.com/content/11/3/232/figure/F2?highres=y diakses 13 november
2014
13. Shiel CW. Pseudogout. Available at :
http://reference.medscape.com/features/slideshow/diseases-plain-radiography
di akses 15 november 2014
14. Stefanus, E.I., 2006, Arthritis Gout. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta,. p:1218 – 1220
15. Johnstone A. 2005. Gout – the disease and non‐drug treatment. Hospital
Pharmacist; 12:391‐394.
16. Schlesinger N. 2004. Management of acute and chronic gouty arthritis –
present state of the art. Drugs;64:2399‐2416.

Anda mungkin juga menyukai