Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

COS

1. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi –
descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai
kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996). Cedera Kepala sedang
adalah suatu trauma yang menyebabkan Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam dapat mengalami fraktur tengkorak dengan GCS 9-12.
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera
kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12,
Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8.

2. ETIOLOGI
1) Trauma tumpul
 Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
 Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
2) Trauma tembus
luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
3) Jatuh dari ketinggian
4) Cedera akibat kekerasan
5) Cedera otak primer
Adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Dapat
terjadi memar otak dan laserasi
6) Cedera otak sekunder
Kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme, fisiologi yang timbul
setelah trauma.
(Mansjoer, 2000:3)
3. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
4. PATOFISIOLOGI NURSING PATHWAY
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin


Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah


Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 


Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea


5. TANDA DAN GEJALA
1) Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak.
 Trauma kepala tertutup
 Trauma kepala terbuk
2) Trauma pada jaringan otak
 Konkosio : di tandai adanya kehilangan kesadaran sementara tanpa adanya kerusakan
jaringan otak, terjadi edema serebral.
 Kontosio : di tandai oleh adanya perlukaan pada permukaan jaringan otak yang
menyebabkan perdarahan pada area yang terluka, perlukaan pada permukaan jaringan
otak ini dapat terjadi pada sisi yang terkena ( coup) atau pada permukaan sisi yang
berlawanan (contra coup).
 Laserasi : ditandai oleh adanya perdarahan ke ruang subaraknoid, ruang epidural atau
subdural.Perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan
hematome, karena rendahnya tekanan. Laserasi arterial ditandai oleh pembentukan
hematome yang cepat karena tingginya tekanan.
3) Hematom epidural.
 Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
 Lokasi tersering temporal dan frontal.
 Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
 Katagori talk and die.
 Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
 Penurunan kesadaran ringan saat kejadian —– periode Lucid (beberapa menit –
beberapa jam) —- penurunan kesadaran hebat — koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil
an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.
4) Hematom subdural.
 Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
 Biasanya pecah vena — akut, sub akut, kronis.
 Akut :
- Gejala 24 – 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
 Sub Akut :
- Berkembang 7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat
- Kesadaran menurun.
 Kronis :
- Ringan , 2 minggu – 3 – 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
5) Hematom intrakranial.
 Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih, diikuti oleh kontosio.
 Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deselerasi
mendadak.
 Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)
Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak.
2) Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma
3) X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/ edema)
4) AGD (Analisa Gas Darah)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan
intracranial
5) Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan
intracranial

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Konservatif:
 Bedrest total
 Pemberian obat-obatan
 Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
2) Obat-obatan :
 Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringanya traumTerapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk
mengurnagi vasodilatasi.
 Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40
% atau gliserol 10 %.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
 Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
 Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama
(2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8
jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung nilai ure nitrogen
3) Pembedahan.

9. ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
a. Aktifitas / istirahat
 Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
 Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam berjalan (
ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
b. Sirkulasi
 Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
c. Integritas ego
 Perubahan tingkah laku / kepribadian
 Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive
d. Eliminasi
 bab / bak inkontinensia / disfungsi.
e. Makanan / cairan
 Mual, muntah, perubahan selera makan
 Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
f. Neuro sensori
 Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengaran,
perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan / pembauan.
 Perubahan kesadara, koma.
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi)
perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan
dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang.
Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
g. Nyeri / rasa nyaman
 Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
 Wajah menyeringa, merintih.
h. Respirasi
 Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi, stridor , ronchi
dan wheezing.

2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan dengan depresi pada pusat
napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
 Penggunaan otot bantu napas tidak ada,
 Sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada
 Gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
a. Hitung pernapasan pasien dalam satu menit.
R/ Pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori
dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis
respiratorik.
b. Cek pemasangan tube.
R/ Untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
c. Perhatikan kelembaban dan suhu pasien
R/ Keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi
kental dan meningkatkan resiko infeksi.
d. Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit )
R/ Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume
dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
e. Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien
R/ Membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada
ventilator.

2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan dengan


penumpukan sputum.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
 Suara napas bersih,
 Tidak terdapat suara sekret pada selang
 Sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
a. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
R/ Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan,
bronchospasme atau masalah terhadap tube.
b. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
R/ Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan
tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
c. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum
banyak.
R/ Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah
hipoksia.
d. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam.
R/ Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran
aliran serta pelepasan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan dengan udem otak
Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
 Tanda-tanda vital stabil
 Tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
a. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
R/ Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran, Respon
motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan
indikasi keadaan kesadaran yang baik, Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial
oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak, Pergerakan mata
membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan
intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
b. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
R/ Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat
kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan
yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi
terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
c. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
R/ Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
d. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengekuaran
urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
R/ Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
e. Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
R/ Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan
tekanan intrakrania.
f. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
R/ Dapat menurunkan hipoksia otak.
g. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
R/ Membantu menurunkan tekanan intracranial.
4. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
 Kebersihan terjaga
 Kebersihan lingkungan terjaga
 Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
 Oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
a. Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
R/ Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang
dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
b. Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
R/ Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata
dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang
harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi
dan keindahan.
c. Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
R/ Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi
untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.
d. Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan
yang aman dan bersih.
R/ Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga.
Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
e. Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
R/ Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

5. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien.


Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
 Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
 Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
 Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya.
R/ Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
b. Dengarkan dengan aktif dan empati
R/ keluarga akan merasa diperhatikan.
c. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada
pasien.
R/ Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidaktahuan.
d. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
R/ Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
e. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
R/ Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan
keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

6. Potensial gangguan integritas kulit berhubungan dengan dengan immobilisasi,


tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
 Tidak ada luka pada kulit
 Tidak ada sianosis
Rencana tindakan :
a. Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer
R/ Untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
b. Kaji kulit pasien, palpasi pada daerah yang tertekan.
R/ Mengetahui keadaan kulit pasien
c. Ganti posisi pasien setiap 2 jam
R/ Mencegah dikubitus
d. Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien
R/ Keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala Penatalaksanaan Penderita


dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).
Doenges. M. E. (1989). Nursing Care Plan. Guidelines For Planning Patient Care (2 nd ).
Philadelpia, F.A. Davis Company
Gennerelli TA and Meany DF ( 1996 ), Mechanism of Primary Head Injury, Wilkins RH and
Renfgachery SS ( eds ) Neurosurgery, New York
Harsono. (1993) Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Kariasa I Made. (1997). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala. Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta.
Long; BC and Phipps WJ. (1985). Essensial of Medical Surgical Nursing : A Nursing process
Approach St. CV. Mosby Company.
Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Penerbit Alumni. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai