Anda di halaman 1dari 5

ETIOLOGI

Faktor risiko terjadinya GERD yaitu alkohol, hernia hiatus, obesitas, kehamilan, scleroderma,
rokok, obat-obatan seperti antikolinergik, beta blocker, bronkodilator, calcium channel blocker,
progestin, antidepresi trisiklik, usia tua/lansia, pria, ada riwayat keluarga dengan GERD, status
ekonomi yang tinggi.
Sumber:
Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J & Tahapary DL. 2017. Penatalaksanaan Di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis. Interna Publishing: Jakarta.
The Indonesian Society of Gastroenterology. 2014. National Consensus on the Management of
Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 46 (3):
263-271.

KLASIFIKASI GERD
a. Erosive esophagitis/ERD, dimana terdapat kerusakan pada mukosa asofagus yang dapat
terlihat pada pemeriksaan endoskopi.
b. Non erosive reflux disease/NERD, dimana pada pemeriksaan endoskpi tidak didapatkan
kerusakan pada mukosa esophagus.

Sumber:
The Indonesian Society of Gastroenterology. 2014. National Consensus on the Management of
Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 46 (3):
263-271.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang khas berupa nyeri/rasa tidak enak pada epigastrium atau retrosternal bagian
bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripikan sebagai rasa terbakar, kadang-kadang bercampur
dengan gejala disfagia atau sulit menelan makanan, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.
Kadang dapat muncul rasa tidak nyaman pada retrosternal yang mirip dengan angina pectoris.
Sumber:
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B & Syam AF. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid II. Interna Publishing: Jakarta.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


a. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan keluhan yang paling sering berupa merasa adanya makanan
yang menyumbat di dada, nyeri seperti rasa terbakar di dada yang meningkat dengan
membungkukkan badan, tiduran dan makan, rasa nyeri tersebut menghilang dengan pemberian
antasida, terdapat non cardiac chest pain. Keluhan lainnya yang jarang ditemukan berupa batuk
atau asma, kesulitan menelan, hiccups, suara serak atau perubahan suara, nyeri tenggorokan,
bronchitis. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan.
Sumber:
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B & Syam AF. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid II. Interna Publishing: Jakarta.

GERD Questionnaire (GERD-Q)


GERD-Q merupakan kuesioner yang digunakan untuk mendiagnosis GERD dengan tingkat
sensitivitas 65% dan spesifisitas 71% serta digunakan untuk mengevaluasi dampak relative pada
kehidupan pasien dengan GERD serta untuk membantu memilih terapi.
Sumber:
The Indonesian Society of Gastroenterology. 2014. National Consensus on the Management of
Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 46 (3):
263-271.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang khas untuk GERD. Pada pemeriksaan laring dapat
ditemukan inflamasi yang mengindikasikan GERD.

c. Pemeriksaan Penunjang
Jika keluhan tidak berat maka pemeriksaan penunjang jarang dilakukan. Pemeriksaan penunjang
dilakukan apabila keluhan pasien berat atau timbul kembali setelah diterapi.
• Esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk melihat adanya kerusakan pada esophagus,
gaster dan duodenum.
• Barium meal/barium esophagography untuk mlihat stenosis esophagus dan hiatus hernia.
• Continuous esophageal pH monitoring untuk mengevaluasi pasien GERD yang tidak
respon dengan proton pump inhibitor (PPI), kemudian untuk mengevaluasi pasien-pasien
dengan gejala ekstraesophageal sebelum terapi dengan proton pump inhibitor (PPI), dan
untuk memastikan diagnosis GERD sebelum operasi anti refluks atau mengevaluasi non
erosive reflux disease (NERD) berulang setelah operasi anti refluks.
• Manometri esofagus untuk mengevaluasi pengobatan pasien NERD dan untuk tujuan
penelitian.
• Stool occult blood test untuk melihat adanya perdarhan dari iritasi pada esophagus, gaster
atau usus.
• Pemeriksaan histopatologis untuk menentukan adanya metaplasia, displasia atau
keganasan.
• Impedance test, dilakukan melalui resistensi yang berubah terhadap arus listrik antara dua
elektroda saat cairan dan/atau gas yang diberikan kepada pasien bergerak diantara dua
elektroda tersebut. Biasanya tes ini digunakan untuk mengevaluasi pasien NERD yang
tidak memberikan respon terhadap terapi PPI.
• Bilitect test untuk melihat adanya refluks gastroesophageal dengan menilai kadar
bilirubin optikal, biasanya digunakan pada pasien dengan gejala persisten dengan hasil
normal pada pemeriksaan pH-metry.
• Bernstein test, untuk menilai sensitivitas mukosa esophagus dengan memasukan nasal
kateter dan memasukan HCl 0,1 N pada distal esophagus selama kurang lebih 1 jam.
Biasanya digunakan pada pasien dengan gejala atipikal dan untuk tujuan penelitian.
Sumber:
Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J & Tahapary DL. 2017. Penatalaksanaan Di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis. Interna Publishing: Jakarta.
The Indonesian Society of Gastroenterology. 2014. National Consensus on the Management of
Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 46 (3):
263-271.

Upper gastrointestinal endoscopy (UGIE) merupakan gold standard untuk mendiagnosis


GERD dengan erosive esophagitis, biasanya UGIE dilakukan pada pasien dengan gejala seperti
disfagia progresif, odinofagia, penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, anemia
akut, hematemesis dan/atau melena, riwayat keluarga dengan malignansi gaster dan/atau
esophagus, penggunaan NSAID jangka panjang, usia lebih dari 40 tahun, dan pada pasien yang
tidak memberikan respon dengan pengobatan PPI dua kali sehari. Hingga saat ini belum ada gold
standard untuk mendiagnosis NERD. Kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis NERD
yaitu tidak ditemukan kerusakan mukosa pada pemeriksaan UGIE, pada tes pH esophagus
didapatkan hasilnya positif, pemberian PPI dua kali sehari memberikan respon positif.
Sumber:
The Indonesian Society of Gastroenterology. 2014. National Consensus on the Management of
Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 46 (3):
263-271.

Diagnosis Banding GERD berupa:


• Dispepsia
• Ulkus peptikum
• Colic bilier
• Eosinophilic esophagitis
• Esophagitis
• Penyakit jantung koroner
• Gangguan motilitas esophagus

Sumber:
Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J & Tahapary DL. 2017. Penatalaksanaan Di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis. Interna Publishing: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai