Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

DISUSUN OLEH:

ANNAS REZA 1704019031

PUTRI INDIYANA Z. 1704019032

DOSEN : MAIFITRIANTI, M. FARM., APT.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKA
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu kondisi
refluksnya HCL dari gaster ke esofagus, mengakibatkan gejala klinis dan
komplikasi yang menurunkan kualitas hidup seseorang, GERD merupakan
salah satu jenis gangguan pencernaan yang cukup sering dijumpai di
masyarakat sehingga dapat menurunkan kualitas hidup (Ndraha, 2014).
Prevalensi GERD di Amerika Utara yaitu 18,1%-27,8% di Eropa yaitu
8,8%- 25,9% di Asia Timur 2,5%-7,8%, Australia 11,6%, dan Amerika Selatan
yaitu 23,0% (El-Serag, Sweet, Winchester, & Dent, 2014). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo, didapatkan
peningkatan prevalensi GERD dari 5,7% pada tahun 1997 sampai 25,18% pada
tahun 2002, peningkatan ini terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup yang
dapat meningkatkan faktor risiko GERD seperti merokok dan obesitas
(Simadibrata, 2009).
GERD dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik, diet,
rokok, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), obesitas, faktor
pelindung lambung dan faktor perusak gaster, faktor pelindung gaster
diantaranya yaitu sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa, dan
regenerasi epitel, sedangkan faktor perusak gaster yaitu asam hidroklorida
(HCL) lambung serta zat- zat yang dapat merangsang sekresi asam HCL gaster
berlebihan dan dilatasi gaster. Tidak adanya keseimbangan faktor pelindung
dan faktor perusak pada organ gaster merupakan inti dari permasalahan GERD.
Dengan menghindari faktor perusak seperti makanan pedas, kopi, dan NSAID,
diharapkan dapat menghindari kekambuhan GERD (Ndraha, 2014).
Pasien GERD biasanya mengeluhkan bermacam-macam keluhan,
seperti heartburn, regurgitation, dan gangguan makan, tetapi terkadang pasien
datang dengan keluhan sesak, nyeri dada, dan batuk. (Patti, 2016).
Rumah Sakit Immanuel Bandung adalah rumah sakit swasta kelas B.
Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan
subspesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari
rumah sakit Kabupaten Bandung. Rumah sakit ini juga memiliki lokasi yang
strategis sehingga pasien yang datang berobat ke Rumah Sakit Immanuel
jumlahnya cukup banyak.
Masyarakat Kota Bandung saat ini memiliki beberapa perubahan gaya
hidup salah satunya adalah pola makan yang disebabkan adanya wisata kuliner
yang tersebar diseluruh penjuru Kota Bandung yang kebanyakan menjajakan
makanan yang cepat saji. Selain itu, prevalensi perokok di Kota Bandung
menurut data Riskesdas mengalami peningkatan (Riskesdas, 2013). Atas dasar
latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti “Gambaran
Penderita Gastroesophageal Reflux Disease pada Pasien Rawat Jalan di Rumah
Sakit Immanuel Bandung Periode Januari – Desember 2014.

B. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami terapi farmakologi dan non
farmakologi pada GERD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Refluks gastroesofagus merupaka gerakan membalik isi lambung
menuju esofagus. Penyakit refluks gasstroesofagus (RGE) juga mengaju pada
berbagai kondisi gejala klinik atau perubahan histologi yang terjadi akibat
refluks gastroesofagus. Ketika esofagus berulangkali kontak dengan material
refluk untuk periode yang lama, dapat terjadi inflamasi esofaguis (esofagitis
refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang menjadi erosi esofagus
(esofagitisi erosi) (Iso Farmakoterapi, halam 406).
B. Epidemiologi
Pravalensi GERD di Asia, termasuk indonesia, relatif rendah
dibanding negara maju. Di Amrika, hampir 7% populasi mempunyai keluhan
heartburn, dan 20%-40% diantaranya diperkirakan menderita PRGE.
Pravalensi esofagitis dinegara barat berkisar antara 10%-20% sedangkan
diAsia hanya 3%-5, terkecuali jepang dan taiwan (13%-15%). Tidak ada
predileksi gander pada GERD, laki-laki dan perempuan mempunyai resiko
yang sama, namun insiden esofagitis pada laik-laki lebh tinggi (2:1-3:1),
begitu pula Barret’s esophagitis banyak dijumpai pada laki-laki (10:1). PRGE
dapat terjadi disegala usia, namun pravalensinya meningkat pada usia diatas
40 tahun.
Setiap tahun GERD mempengaruhi sekitar 4,5 per 1000 orang di
Inggris dan 5,4 per 1000 orang di Amerika Serikat. Hal ini kemungkinan,
mengingat keterbatasan studi yang relevan, bahwa angka-angka mungkin
lebih besar dari diperkirakan. Tidak ada data yang mendukung dominasi seks
berkaitan denga GERD.
Dalam populasi Barat, kisaran pravalensinya untuk GERD adalah
10%-20% dari populasi. Sebagai contoh, sebuah penelitia berkisar antara
3.400.000-6.800.000 penduduk kanada yang diperikan penederita GERD.
Tingkat pravalensi GERd di negara maju juga terikat erat dengan usia,
dengan orang dewasa berusia 60-70 tahun yang paling sering terkena.
Kombinasi harapan hidup lebih lama dan penuaan populasi dinegara maju
diperkirakan akan mengakibatkan peningkatan pravalensi GERD ditahn-
tahun yang akan datang.
Salah satu bkuesioner yang banyak digunakan di Indonesia adalagh
GERD-Q. Kuesioner yang berisi 6 pertanyaan ini telah divalidasi dan
direkomendasi dalam revisis konsesnsus nasional tatalaksana PRGE. 4
kuisoner lain yang banyak digunakan di Jepang adalah FSSG ( Frequency
Scale for the Symtomps of GERD). FSSG tlah divalidasi terhadap temuan
endoskopik dan didapat sensitifitas 62%, spesifisitas 59%, akurasi 60%
(Syam dkk, 2013).
C. Patofisiologi
1. Kebanyak pasien dengan RGE, permasalahannya bukan karena produksi
asam yang berlebih, akan tetapi kontak yang terlalu lama antara asam yang
diproduksi dengan mukosa esofagus.
2. Refluks gastroesofagus sering kali disebabkan karena telah rusaknya
tekanan LES ( Lower Esophageal Spinchter). Pasien mungkin mengalami
penurunan tekanan LES karena relaksasi spontan LES, peningkatan
sementara tekanan abdominal atau lemahnya LES. Variasi makanan dan
obat dapat menyebabkan menurunkan tekanan LES.
3. Masalah lain dalam mekanisme pertahanan mukosa normal juga dapat
menyebabkan berkembangnya RGE diantaranya adalah terlalu lamanya
esofagus terpapar dengan asam, tertundanya pengosongan lambung, dan
berkurangnya resistensi mukosa.
4. Faktor-faktor agresif yang dapat kerusakan esofagus akibat refluks
gastroesofagus adalah asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim
pangkreas (Iso Farmakoterapi, halam 406)
D. Tanda dan Gejala
1. Gejala yang jelas terlihat dari refluks gastroesofagus dan gastroesofagitis
adalah rasa panas dalam perut, atau pirosis. Hal ini digambarkan sebagai
sensasi hangat atau panas substernal yang dapat menyebar ke leher dan
sering kali memburuk akibat aktivitas yang memperburuk refluks
estrofagus . gejala lainnya dalah hipersaliva, bersendawa dan muntah.
2. Gejala yang tidak khas adalagh asma non alergi, batuk kronik, serak,
faringitis dan erosi gigi, dan rasa sakit pada gigi seperti angina.
3. Pengobatan yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi paparan
asam yang terlalu lama seperti rasa sakit yang berkelanjutan, disfagia, dan
odinofagia. Komplikasi berat lainnya adalah penyempitan esofagus,
perdarahan, Barret’s esopgahus (Iso Farmakoterapi, halaman 406).

E. Diagnosis
1. Cara yang paling sering digunakan dalam menidagnosis refluks estrofagus
adalah dengan melihat riwayat klinis, termasuk gejala yang muncul dan
faktor resiko yang berhubungan.
2. Endoskopi adalah cara yang paling sering disarankan untuk menilai
mukosa esofagus dan komplikasinya seperti barret’s sophagus. Endoskopi
mmeperlihatkan visualisasi dan biopsi mukosa esophagus.\, tetapi tidak
terlalu sensitiv, mukosa esophagus terlihat normal pada kasus ringan
3. Radiografi barium lebih murah dibandingkan endoskopi, tetapi kurang
sensitive dan spesifik untuk menetapkan secara akurat adanya luka pada
mukosa atau untuk membedakan Barret’s Esophageal dari esofagitis.
4. Monitoring pH esofagus selama 24 jam, berguna bagi pasien yang
mengalami gejala tanpa bukti kerusakan esofagus, pasien yang tidak
sembuh diterapi dengan terapi biasa, dan pasien yang mengalami gejala
tidak khas. Pengontrolan ini membantu menghubungkan antara paparan
tidak normal asam pada esofagus, mendata lamanya pH ewsofagus rendah,
dan menetapkan frekuensi dan keparahan refluks.
5. Untuk mengevaluasi fungsi peristaltik sebaiknya digunakan esofageal
manometry pada pasien yang akan melakukan oprasi opembedahan
antirefluk. Hal ini berguna untuk menetapkan apakah operasi adalah
prosedur terbaik.
6. Omeprazole yang diberikan secara empirik, sebagai terapi percobaan
untuk mendiagnosa RGE mungkin manfaatnya sama dengan monitoring
pH esofagus, selain harganya yang murah, lebih nayamn dan lebih mudah
didapat. Akantetapi tidak ada regimen dosis yang standar untuk itu: yang
selama ini digunakan adalah dosis standar atau dua dosis Omeprazole :
60mg/hari selama 7 hari atau 40mg setiap pagi dan 20mg setiap sore (Iso
Farmakoterapi, halaman 407).
F. Pemeriksaan penunjang
1. Endoskopi
2. Radiologi
3. Tes profokatif
 Tes Perfusi Asam
 Tes Edrofonium
4. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
5. Tuttle test acid reflux
6. Test Gastro-Esophageal Scintigraphy
7. Pemeriksaan Esofagogram
8. Manometri esofagus
9. Histopatologi

G. Alogaritma Penyakit
BAB III
METODOLOGI

A. Tanggal dan Waktu Praktikum


11 oktober 2018 pukul 10.30 WIB
B. Judul Praktikum
GERD
C. Kasus dan Pertanyaan
Kasus
tn M. Yasin mengeluh perih diperut bagian atas, rasa seperti terbakar, nyeri
hebat yang hilang timbul, mual, muntah. Setelah melakukan pemeriksaan
dokter meresepkan obat sbb :
 R/ cravit X
S 1 dd 1
 R/ Sanmol X
S 3 dd 1
 R/ Pumpitor X
S 2 dd 1
 R/ Ulsidex X
S 2 dd 1
Pertanyaan
1. Tuliskan komposisi dan idnikasi obat
2. Jelaskan mekanisme kerja obat pada resep
3. Dilihat komposisi yang diberikan masalah medis apa yang dialami
4. Bagaimana pendapat anda tentang penggunaan cravit
5. Jelaskan DRP jelaskan aturan pakai yang benar dari obat pada resep
6. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukn untuk kaus diatas
7. Jelaskan perbedaan gastritis ultus peptik dan GERD berdasarkan
patogenesis gejala dan pengobatan.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Kasus
1. Jelaskan komposisi, indikasi, dan mekanisme kerja obat pada resep ?
2. Dilihat komposisi obat yang diberikan, masalah medis apa yang dialami
pasien?

Interaksi obatnya yaitu:

Berdasarkan dari Drugs.com

Obat pilihan yang terdapat dalam resep terjadi interaksi antara sukralfat
dengan levofloxacin. Karena sukralfat mengandung aluminium serta kation
polivalen seperti Fe dan zinc. Sehingga akan terbentuk komplek dengan
antibiotik gol. Fluiqunolon yang sukar diabsorbsi di saluran gastrointestinal.
Bioavailabilitas ciprofloxacin telah dilaporkan menurun sebanyak 90% ketika
diberikan dengan antasida yang emngandung aluminium atau magnesium
hidroksida
Manajemen, jka pemberiannya tak dapat dihindari, antibiotik kuinolon harus
diberi jeda 2 hingga 4 jam sebelum atau 4 hingga 6 jam stelah obat yang
mengandung kAtion yang mengandung polivalen untuk meminimalkan
potensi interaksi, harap konsultasikan label produk.

3. Bagaimana pendapat saudara tentang penggunaan cravit?


Jawab :
pendapat saya berdasarkan buku iso farmakoterapi 1 didalam fase terapi
obat tidak ada anjuran mengobati dengan antibiotik dikarenakan gerd tidak
ada kaitannya dengan bakteri berdasarkan patofisiologinya. Dan
pengobatan pertamanya itu dengan antasida atau inhibitor pompa proton
dan secara non farmakologik mengubah gaya hidup, menjadi hidup sehat.
4. Jelaskan DRP obat ?

Nama Tepat obat Tepat dosis Tepat Lama


obat pemberian
pumpitor Tepat tidak tepat Tidak tepat
berdasarkan dikarenakan dikarenakan
iso berdasarkan dalam
farmakoterapi AHFS 2011 pemberian
edisi 1 pemberian obatnya itu
sehari untuk selama 4
gerd itu 20 minggu
mg. berdasarkan
AHFS 2011
5. Jelaskan aturan pakai yang benar dari obat pada resep!
Pumpitor (AHFS 2011)
20mg sehari selama 4 minggu

Ulsidex (Iso Farmakoterapi Buku 1)


2g 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam) atau 1g 4 kali sehari 1 jam
sebelum makan dan sebelum tidur malam, diberikan selama 4-6 minggu
atau pada kasus yang resisten 12 minggu; maks 8g sehari; anak-anak tidak
dianjurkan
6. Pemeriksaan penunjang apa yang perlukan untuk kasus diatas?
ENDOSKOPI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Esofografi dengan barium

Pemantauan pH 24 jam

Ter benstein

Manometri esofagus

sinHgrafi Gastroesofageal

Tes penghambat pompa proton (proton pum inhibitor)

7. Jelaskan perbedaan gastritis ulkus peptik dan GERD berdasarkan


patogenesis, gejala dan pengobatan?
Jawab:
patogenesis
Gastritis yaitu Kondisi ketika lapisan lambung mengalami iritasi,
peradangan atau pengikisan

ulkus peptik yaitu meningkatnya sekresi asam dan pepsin dari h. pylori.
Akibat dari kerusakan lapisan lambung yang terus menerus berlanjut dan
menyebabkan luka atau tukak yaitu luka terbuka dilambung.

Gerd yaitu bukan karena produksi asam yang berlebih tetapi kontak yang
terlalu lama antara asam yang diproduksi dengan mukosa esofagus,
Gerakan membalik isis lambung menuju esophagus
gejalanya:
gatritis :

ulkus peptik: sakit perut pada malam hari jam 12-3 malam,perut gembung,
mual, muntah, turun berat badan. Komplikasinya disebabkan oleh h. pylori
pendarahan saluran cerna.

Gerd : rasa panas dalam perut atau pirosis, sakit dada seperti
angina,batuk kronik, penyempitan esofagus.
Pengobatan :
Gastritis :

ulkus peptik : pengobatan harus diawali dengan regimen 3 obat ppi


(kalritromisin, dan amoxcillin, 14 hari dipilih lebih dari 10 hari karena
durasi nya lama menyebabkan pengobatan berhasil.

Gerd ; pengobatan awalnya tergantung kondisi pasien, bisa dengan


mengubah gaya hidupnya, dan menggunakan antasida atau inhibitor
pompa proton.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Informasi Spesialit Obat (ISO) Indonesia vol 47. Jakarta: Isfi
Penerbitan.
Anonim. 2013. Informasi Spesialit Obat (ISO) Indonesia vol 48. Jakarta: Isfi
Penerbitan.
Anonim. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta:Isfi.
Ndarha S. 2014. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Medicinus.
Patti, Marco G. 2016. GERD TreatmentAnd Management. Medscape.
Simadibrata M. 2009. Dypepsia And Agstro Esophageal Reflux Diseas (GERD).
Original Articel.
Sudoyo, AW., Setyohadi B., Alwi I., Setiati S. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. 4thed.
Jakarta:FKUI
Syam AF., Aulia C., Simadibrata M., Abdullah M., Tedjasaputra. 2013. Revisi
Konsesus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Fastroesopfageal
di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai