BAB II
KAJIAN PUSTAKA
penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Garrison (1997), Schillereff
(2001), dan Scheidet (2003) ternyata belajar mandiri juga cocok untuk semua
tingkatan usia. Dengan kata lain, belajar mandiri sesuai untuk semua jenjang
sekolah baik untuk sekolah menengah maupun sekolah dasar dalam rangka
yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna
belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar dilakukan oleh
siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa
untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai
15
berikut:
2. Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada
korespondensi.
di atas, maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk
lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau
orang yang melakukan kegiatan belajar mandiri sering disebut siswa mandiri
adalah sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses
Belajar mandiri dan siswa mandiri seperti sekeping mata uang yang
mempunyai dua muka yang berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang
Personal Responsibility
(Psibadi yang Bertanggung
Jawab)
Self-Direction in Learning
(Kemandrian dalam Belajar)
dari model, mengacu pada karakteristik proses belajar mengajar, atau apa
yang kita dikenal sebagai faktor eksternal dari si siswa. Di sini mengacu pada
Self-Direction) yang ada di sebelah kanan dari model, mengacu pada individu
kepribadian siswa, atau sering kita kenal dengan faktor internal dari individu
(Linda, 2000).
merupakan satu kesatuan yang memiliki fungsi saling mendukung, jika kedua
hal ini dapat tercipta dalam proses pembelajaran akan menghasilkan individu
menurut Brockett dan Hiemstra (1991) dapat diartikan sebagai sifat dan sikap
(Linda, 2000).
mau dan mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau tanpa
bantuan pihak lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metoda belajar, dan
mandiri dicirikan oleh: (1) kecintaan terhadap belajar, (2) kepercayaan diri
sebagai mahasiswa, (3) keterbukaan terhadap tantangan belajar, (4) sifat ingin
tau, (5) pemahaman diri dalam belajar, (6) menerima tanggung jawab untuk
kegiatan belajarnya.
sendiri, dengan atau tanpa bantuan orang lain, untuk mendiagnosis kebutuhan
(2001) bahwa kemandirian belajar perlu diberikan kepada peserta ajar supaya
belajar adalah sifat, sikap dan kemampuan yang dimiliki siswa dalam
belajar dengan tidak bergantung pada orang lain untuk menguasai suatu
kompetensi tertentu.
lain.
1. percaya diri.
4. menghargai waktu.
5. bertanggung jawab.
secara mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian siswa
dalam belajar akan nampak jika siswa tersebut telah mampu menunjukkan
1) Mengenali diri sendiri, agar mampu menakar visi dan tidak keliru
orang untuk belajar merupakan hal yang unik untuk dirinya dan
laindisekitarnya.
kemandirian dalam belajar tersebut saling terkait satu sama lainnya, karena
aspek tersebut mempunyai pengaruh yang sama kuat dan saling melengkapi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang terdapat di dalam dirinya
sendiri (faktor endogen) dan faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor
eksogen).
arah, yakni:
Faktor dari dalam diri seseorang adalah antara lain faktor kematangan
juga.
b) Pola asuh orang tua, cara orang tua mengasuh dan mendidik seseorang
kemandirian dalam belajar siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa
itu sendiri, maupun yang berasal dari luar yaitu lingkungan keluarga, sekolah,
akan menentukan seberapa jauh seorang individu bersikap dan berpikir secara
kemandirian dalam belajar tidak lepas dari faktor-faktor tersebut di atas dan
kemandirian dalam belajar pada siswa akan terwujud bergantung pada siswa
B. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
dan mencium dunia di sekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat pula
1994).
persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang
diserap oleh indera kita, serta sebagian lainnya diperoleh dari pengolahan
yang kita miliki. Pengolahan ingatan ini mengacu pada suatu elaborasi,
akan mudah memahami perilaku orang itu di masa lalu, masa sekarang, serta
NLWD´ $Wau dengan kata lain yakni persepsi itu merupakan pengertian kita
suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menerima
melihat koin (mata uang logam) lebih besar daripada anak-anak orang
kaya.
bagi kita tentu bukan barang baru, tetapi lain halnya bagi orang-orang
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pola asuh terdiri dari dua kata
yakni pola dan asuh, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk
(struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh memiliki arti menjaga (merawat
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-
memberikan perhatian. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara
Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua
masyarakat.
2002).
cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orang tua agar anak-
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua
Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh
anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar diresapinya
Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada
anakanaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-
dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya
Pandangan para ahli psikologi dan sosiologi berkata lain. Pola asuh
dalam pandangan Singgih (1991) sebagai gambaran yang dipakai orang tua
menjelaskan pola asuh adalah salah satu cara terbaik yang dapat ditempuh
orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dan rasa tanggung jawab
kepada anak. Tetapi ahli lain memberikan pandangan lain, seperti Vaknin
EHWZHHQ SDUHQW¶V DQG FKLOGUHQ GXULQJ WKHLU FDUH´ (Tridhonanto & Agency,
2014).
yang dimaksud dengan pola asuh orang tua disini adalah keseluruhan interaksi
antara anak dan orang tua di mana peran orang tua yang dimaksud adalah
mandiri.
menjalankan peran pengasuhan. Bila terlalu muda atau terlalu tua, maka
yang baru lahir, sama pentingnya dengan hubungan antara ibu dan bayi
ayah dan anak walaupun secara kodrati aka nada perbedaan tetapi tidak
tua dapat melakukannya dengan cara terlibat aktif dalam setipa upaya
yang adekuat, dan kesemuanya itu dapat diketahui oleh orang tua yang
Stres yang dialami oleh ayah, ibu, atau keduanya akan mempengaruhi
kondisi anak juga dapat menyebabkan stres pada orang tua, misalnya
keterbelakangan mental.
dan merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia karena
satu sama lain dapat memberi dukungan dan menghadapi segala masalah
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-
dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri
kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak
mengatur hidupnya.
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara
dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak
yang telah dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapat
Menurut Prastya (2003) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi
empat, yaitu:
masa mendatang.
kepridian anak, tidak pernah menegur atau tidak berani menegur anak.
4. Pola asuh penelantar, pola pengasuhan ini, orang tua kurang atau
di mana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan
3. Pola asuh mengabaikan adalah gaya di mana orang tua sangat tidak
terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang
yang buruk dan tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri
yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam
dan nakal.
4. Pola asuh menuruti adalah adalah gaya pengasuhan di mana orang tua
mengendalikan perilakunya.
Dari beberapa uraian pendapat pada ahli di atas mengenai bentuk pola
orang tua dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua terdapat empat jenis
yang dapat diterapkan oleh orang tua yaitu pola asuh otoritarian, pola asuh
dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tualah yang
untuk menjadi mandiri. Meskipun dunia pendidikan juga turut berperan dalam
Bila pendidikan orang tua yang pertama dan utama ini tidak berhasil
maka akan dapat menimbulkan sikap dan perilaku yang kurang mandiri dalam
mendidik atau mengasuh anak menjadi anak menjadi mandiri, tidaklah mudah
ada banyak hal yang harus dipersiapkan sedini mungkin oleh orang tua ketika
Pola asuh orang tua dalam mendidik dan membimbing anak sangat
remaja. Ada berbagai macam cara orang tua dalam mengasuh dan
Dalam penelitian ini mengacu pada empat jenis pola asuh orang tua
kemandirian belajar pada siswa berdasarkan pola asuh yang diberikan oleh
orang tua.
kepadanya. Hal ini didukung oleh pernyataan Thoha (1996) bahwa dalam pola
(Retno, 2005).
kaku. Dalam pergaulan, anak cenderung menjauhkan diri dari lingkungan. Hal
ini diperkuat oleh Prastyo (2003) yang mengetahui bahwa ada pengaruh yang
berbeda terhadap perilaku yang muncul pada anak. Pola asuh cenderung
memaksakan kehendak orang tua terhadap anak sehingga membuat anak tidak
mandiri, karena segala sesuatunya orang tua yang mengatur (Retno, 2005).
mendidik anak secara bebas, kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah,
juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya (Chabib
Thoha, 1996).
menyatakan bahwa apa yang diberlakukan oleh anak diperbolehkan orang tua,
orang tua menuruti segala keamanan anak, dari sisi negatif lain, anak kurang
rendah daripada yang diasuh dengan pola asuh demokratis. Namun, bila anak
tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak memiliki orang tua yang
mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting
sosial. Banyak di antaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak
mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa,
dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin
tidak takut dan lebih bertujuan dalam hidupnya. Sedangkan bila anak dididik
oleh orang tua secara permisive, orang tua membiarkan anak mencari dan
menemukan sendiri tata cara yang member batasan-batasan dari tingkah laku.
Anak terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik.
Orang tua tidak terbiasa bergaul dengan anak, hubungan tidak akrab dan
larangan-larangan yang ada dalam lingkungan sosialnya. Pada pola asuh ini
anak dibiarkan berbuat sesuka hati dengan sedikit kekangan dan memenuhi
kehendak anak agar anak mereka senang sehingga menjadikan anak tidak
mandiri.
Hasil penelitian lain yakni dilakukan oleh Winda dan Marheni (2013)
tipe pola asuh Autoritatif dengan Otoriter, perbedaan kemandirian pola asuh
Autoritatif dengan Permisif, dan ada perbedaan kemandirian pada pola asuh
belajar pada pola asuh tipe campuran terhadap pola asuh autoritatif dan pola
asuh otoriters pada siswa SMP Negeri di Denpasar. Pola asuh Autoritatif
merupakan tipe pola asuh orang tua yang memiliki anak dengan kemandirian
paling baik. Penelitian ini didukung oleh teori Hurlock (1999) yang telah
menyatakan bahwa apa yang diberlakukan oleh anak diperbolehkan orang tua,
orang tua menuruti segala keamanan anak, dari sisi negatif lain, anak kurang
rendah daripada yang diasuh dengan pola asuh demokratis. Namun, bila anak
anak akan menjadi seorang yang mandiri. Tidak ada orang tua dalam
mengasuh anaknya hanya menggunakan satu pola asuh dalam mendidik dan
bentuk pola asuh yang murni dan diterapkan oleh orang tua tetapi orang tua
E. Kerangka Teoritik
bergantung kepada orang tua dan orang ±orang yang berada di lingkungannya
ketergantungannya pada orang tua atau orang lain di sekitarnya dengan belajar
tua melalui pola asuh yang mereka terapkan, sedangkan respon yang
Pola asuh
otoritarian
Pola asuh
otoritatif
Kemandirian
dalam Belajar
Pola asuh
mengabaikan
Pola asuh
menuruti
kemandirian yang berbeda-beda dari tiap pola asuh yang diberikan orang tua
pada anak mereka. Pada mulanya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya,
keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Meskipun dunia
untuk mandiri. Namun jika pendidikan pertama ini tidak berhasil maka akan
menimbulkan sikap dan perilaku yang kurang mandiri dalam mendidik atau
mengasuh anak.
Ada berbagai cara orang tua dalam mengasuh anak, keberagamn ini
pendidikan orang tua. Jenis pola asuh yang orang tua berikan terdapat empat
kepadanya. Hal ini didukung oleh pernyataan Thoha (1996) bahwa dalam pola
(Retno, 2005).
bekerjasama sehingga anak akan cenderung lebih mandiri, tegas terhadap diri
kaku. Dalam pergaulan, anak cenderung menjauhkan diri dari lingkungan. Hal
ini diperkuat oleh Prastyo (2003) yang mengetahui bahwa ada pengaruh yang
berbeda terhadap perilaku yang muncul pada anak. Pola asuh cenderung
memaksakan kehendak orang tua terhadap anak sehingga membuat anak tidak
mandiri, karena segala sesuatunya orang tua yang mengatur (Retno, 2005).
mendidik anak secara bebas, kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah,
juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya (Chabib
Thoha, 1996). Pernyataan ini didukung oleh Agoes Dariyo (2004) yang
menyatakan bahwa apa yang diberlakukan oleh anak diperbolehkan orang tua,
orang tua menuruti segala keamanan anak, dari sisi negatif lain, anak kurang
rendah daripada yang diasuh dengan pola asuh demokratis. Namun, bila anak
tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak memiliki orang tua yang
mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting
sosial. Banyak di antaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak
mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa,
dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin
Dengan ke empat pola asuh yakni pola asuh otoritarian, pola asuh
otoritatif, pola asuh mengabaikan dan pola asuh menuruti yang diterapkan
orang tua terhadap anaknya inilah yang kahirnya akan membentuk perbedaan
kemandirian dalam belajar pada tiap anak. Karena salah satu faktor dari
terbentuknya kemandirian dalam belajar pada siswa dalah pola asuh orang tua.
Ketika anak masih berada di usia dini, sepenuhnya dia masih bergantung pada
orang lain, namun setelah beranjak dewasa seorang anak akan berusah untuk
F. Hipotesis
Sesuai dengan penjelasan di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
terhadap pola asuh orang tua otoritarian, pola asuh otoritatif, pola asuh