BANK INDONESIA
Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Divisi Pengembangan dan Pengaturan UMKM
Grup Pengembangan UMKM
Jalan M. H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat
Telp. 021 2981-7991 | Faks. 021 351-8951
Besar harapan kami, bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang
pola pembiayaan komoditas bagi perbankan dan sekaligus memperluas
replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditas tersebut. n
i
RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN
USAHA KECIL MENENGAH
USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG
4 Sumber Dana
a. Kredit (60%) Rp374.880.000
b. Modal Sendiri (40%) Rp249.920.000
6 Kelayakan Usaha
a. Periode Proyek 3 tahun
b. Produk Utama Sapi siap potong
c. Skala Proyek 40 ekor per siklus usaha
d. Pemasaran Produk Lokal/Regional/Nasional
e. Teknologi Penggemukan sapi potong secara
berkelompok
ii
No Usaha Pembiayaan Uraian
iii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR i
RINGKASAN ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Maksud dan Tujuan 2
iv
Daftar Isi
4.2.1. Harga 27
4.2.2. Jalur Pemasaran Produk 28
4.2.3. Kendala Pemasaran 28
DAFTAR PUSTAKA 50
LAMPIRAN 52
v
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Jumlah Sapi Potong Tahun 2010-2012 5
Tabel 2.2. Perkembangan Usaha Sapi Potong Selama 4 Tahun Terakhir 5
Tabel 2.3. Harga Sapi dan Produk Turunannya pada Tahun 2013 7
Tabel 2.4. Rincian Bentuk Pembinaan dan Kebijakan Progam 8
Tabel 2.5. Bentuk Kontribusi Usaha di Daerah 8
Tabel 2.6. Rincian Biaya Perkandangan dan Pengolahan Limbah 12
Tabel 4.1. Perkembangan Impor dan Ekspor (Sapi dan Daging Sapi) serta
Populasi Sapi 25
Tabel 4.2. Produksi Daging (Indonesia) Tahun 2008-2012 26
Tabel 4.3. Konsumsi Daging Dalam Negeri (2008-2012) 26
Tabel 5.1. Asumsi dalam Analisis Keuangan 31
Tabel 5.2. Komponen dan Stuktur Biaya Investasi 32
Tabel 5.3. Kebutuhan Biaya Variabel Operasional Usaha 32
Tabel 5.4. Kebutuhan Biaya Tetap 33
Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana 33
Tabel 5.6. Angsuran Kredit Investasi 34
Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja 34
Tabel 5.8. Variasi Pendapatan pada Berbagai Tipe Penggemukan 35
Tabel 5.9. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha Rata-rata 35
Tabel 5.10. Analisa Laba-Rugi Usaha 36
Tabel 5.11. Proyeksi Arus Kas 37
Tabel 5.12. Kelayakan Usaha Budidaya Sapi Potong 38
Tabel 5.13. Sensitivitas Penurunan Pendapatan 38
Tabel 5.14. Sensitivitas Kenaikan Variabel 38
Tabel 5.15. Sensitivitas Kombinasi 38
Daftar Gambar
Gambar 2.1. Skema Perdagangan Tataniaga Sapi di Kabupaten Lamongan 6
Gambar 2.2. Perkembangan Harga Jual Sapi Potong Selama 5 Tahun Terakhir 7
Gambar 4.1. Konstruksi Kandang Penggemukan Sapi Berlantai Semen dan
Atap Asbes 20
Gambar 4.2. Sapi Potong yang Digemukkan 23
Gambar 4.3. Bahan Baku Pakan Lokal (jerami padi dan limbah daun
kangkung) 23
vi
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan 53
Lampiran 2. Biaya Investasi 54
Lampiran 3. Biaya Operasional 55
Lampiran 4. Sumber Dana 56
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan 57
Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi 58
Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja 58
Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba Usaha 59
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas 61
Lampiran 10. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 5% 63
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 6% 65
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 7% 67
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 8% 69
Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 3% dan
Pendapatan Turun 3% 71
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 4% dan
Pendapatan Turun 4% 73
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan 75
vii
BAB I
PENDAHULUAN
viii
BAB I – PEndahuluan
1
BAB I – PEndahuluan
2
Halaman ini
sengaja dikosongkan
3
BAB II
PROFIL USAHA DAN
POLA PEMBIAYAAN
4
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
5
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
BUMN akan ikut dalam menekan impor sapi untuk memenuhi kebutuhan daging,
yakni dengan menginstruksikan semua PT Perkebunan Nusantara membuat
action plan integrasi sapi-sawit dengan target 100.000 ekor menuju green
company; 2) memfasilitasi kemudahan transportasi ternak dari daerah Indonesia
Timur sebagai wilayah padat ternak ke wilayah konsumen; 3) menggerakkan
Perhutani untuk berperan dengan memanfaatkan silvopasture sebagai kawasan
integrasi hutan dengan ternak sapi; dan 4) Pemanfaatan dana CSR dan Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dari perusahaan-perusahaan BUMN
untuk pengembangan ternak sapi. Pencapaian swasembada daging sapi dan
kerbau ini juga di dukungan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Perhubungan,
Kementerian Dalam Negeri dan BPN.
Tata niaga sapi di Kabupaten Lamongan cukup baik, hal ini didukung
oleh mekanisme pasar yang sudah berjalan dengan baik dan harga jual yang
relatif stabil. Gambar 2.1 memperlihatkan jalur tataniaga sapi di Kabupaten
Lamongan. Situasi harga produk sapi diperlihatkan dalam Tabel 2.3, dimana
dengan penerapan harga seperti itu maka peternak mudah menjual sapi dan
tergolong laris.
6
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Tabel 2.3. Harga Sapi dan Produk Turunannya Pada Tahun 2013
Gambar 2.2. Perkembangan Harga Jual Sapi Potong Selama 5 Tahun Terakhir
7
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Profil dan karagaan usaha peternakan yang dipaparkan berikut ini adalah
8
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Kelompok Sumber Jaya yang diketuai Bapak Hj. Djuri terus menerus
melakukan pembinaan peternak baik secara teknis maupun permodalan. Selain
melakukan usaha penggemukan, peternak juga melakukan usaha pembibitan.
Jumlah induk yang dipelihara adalah 40 ekor dan perkawinan dilakukan dengan
sistem inseminasi buatan (IB). Produksi anak rata-rata satu ekor dalam 1,5 tahun
per induk. Kepemilikan sapi adalah 250 ekor yang terbagi menjadi menjadi 40
ekor sapi kelompok ternak dan 210 ekor milik sendiri. Jumlah anggota kelompok
adalah 20 orang. Kerjasama dengan peternak yakni dengan sistem bagi hasil.
Peternak di Kabupaten Lamongan telah banyak yang memanfaatkan sumber-
sumber dana perkreditan. Total pinjaman (kredit) sebanyak Rp 750.000.000
untuk pinjaman konvensional dan Rp500.000.000 dari Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi atau dikenal dengan istilah KKPE. KKPE dipandang lebih
memberikan harapan karena jangka waktu pengembalian cukup leluasa hingga
3 tahun. Keuntungan yang diperoleh dari hasil beternak adalah 20% untuk
peternak dan sisanya 80% dipergunakan untuk pengembangan modal.
9
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Jumlah tenaga anak kandang yang dibutuhkan adalah satu orang untuk
40 ekor sapi. Biaya tenaga kerja tersebut dibebankan kepada peternak
anggota sebesar Rp14.000/ekor/hari yang digunakan untuk biaya pakan,
tenaga, dan listrik. Biaya upah tenaga kerja dihitung sebesar Rp1.500/ekor/
hari atau Rp45.000/ekor/bulan atau Rp180.000/bulan/4 ekor sapi. Keuntungan
penggemukan diperoleh diperkirakan sebesar 3-5% per bulan dari nilai
pembelian setelah dikurangi biaya operasional dan pakan.
Lahan yang dimiliki terdiri dari: (1) sawah irigasi (4 ha), (2) sawah tadah hujan
(2 ha) dan (3) halaman pekarangan dan rumah (0,5 ha). Dari lahan tersebut seluas
10
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Bentuk kandang dari peternakan UD. Alam Raya adalah head to head
dengan bentuk atap monitor sehingga pergerakan angin cukup memadai.
Bahan dinding dibuat dari tembok dengan lantai semen. Ukuran luasan kandang
dewasa adalah 22x9x3 m untuk 16 ekor sapi. Luasan kandang sapi muda adalah
22x9x3 m untuk 16 ekor sapi. Luas kandang anak adalah 22x9x4 m.
Harga pembelian sapi bervariasi menurut jenis kelamin, umur, dan jenis/
bangsa sapi. Bakalan betina (umur 4-6 bulan) dibeli dengan harga Rp7.000.000-
Rp8.000.000/ekor dan digemukkan selama 3-4 bulan selanjutnya dijual dengan
11
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
12
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Efek usaha setelah mendapat dana kredit bank meningkat pesat dengan
ditandai populasi sapi yang meningkat. Peranan kredit bank dianggap sangat
bermanfaat dalam memajukan usaha. Selain itu, tidak ada kesulitan atau kendala
yang dihadapi dalam mengajukan kredit bank. Saran peternak seharusnya
kredit KKPE diperpanjang ditingkatkan menjadi 5 tahun. Selain itu, dari pihak
bank perlu memberikan pendampingan (money).
Tenaga kerja (Peternak) bekerja 6 jam/hari, dengan rincian waktu untuk cari
rumput 3 jam/hari dan selebihnya untuk membersihkan kandang serta merawat
ternak. Usaha beternak dipilih dengan alasan memiliki prospek yang cukup
bagus, dan sapi mudah dijual, serta merupakan usaha turun-temurun.
Sapi bakalan (umur 6-7 bulan) diperoleh dengan cara membeli di pasar
dan di pengepul sapi (blantik). Sapi muda jantan bakalan dibeli dengan harga
13
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Penyakit yang sering dialami peternak sapi adalah diare yang kebanyakan
disebabkan oleh parasit cacing. Peternak telah melakukan pencegahan dengan
cara pemberian obat cacing sebanyak 3 kali per tiga bulan. Biaya pemberian
anti cacing adalah Rp 500/ekor/3 bulan. Kematian ternak selama kurun waktu
satu tahun belum pernah terjadi.
14
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
15
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
yang harus disediakan oleh debitur pada umumnya berupa sertifikat tanah/
bangunan tempat usaha dan tabungan/deposito.
16
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
BRI untuk KMK (skim kredit komersial) sebesar Rp1,4 miliar dan KKPE (skim
kredit program) sebesar Rp2,9 miliar.
Skema kredit yang diberikan: (1) KKPE bunga 4%, grace periode 6 bulan
dan jangka waktu pengembalian 3 tahun; dan (2) KMK bunga 13% dan jangka
waktu pengembalian 3 tahun. Disamping itu, sebagai jaminan tambahan,
pemohon kredit diminta untuk menyediakan sertifikat tanah/bangunan atau
tabungan/deposito.
Setiap nasabah dikenai biaya administrasi untuk kredit KMK, biaya tersebut
adalah biaya provisi sebesar 1% dan biaya administrasi Rp50.000 - Rp7.500.000
(bergantung plafond kredit). Selain itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi
oleh calon debitur kredit KMK maupun KKPE adalah harus memenuhi kriteria
5C (character, capacity, capital, condition dan collateral). Pencairan dana kredit
KMK dan KKPE melalui rekening koran selama kurun waktu kurang lebih 14 hari
kerja (maksimal) setelah memenuhi persyaratan pengajuan kredit.
Bantuan lain yang diberikan bank BRI kepada peternak berupa bantuan
teknis administrasi kredit dan monitoring usaha. Pihak perbankan selalu
mensyaratkan perlu adanya rekomendasi dinas terkait untuk KKPE dikarenakan
fasilitas pinjaman kredit program ada subsidi bunga dari pemerintah,
sedangkan untuk KMK tidak harus ada rekomendasi dari dinas terkait karena
merupakan fasilitas pinjaman komersil. Pengajuan kredit hampir seluruhnya
oleh kelompok (77%) dan pengusaha sendiri (23%). Sebelum penyaluran kredit
pihak perbankan selalu melakukan studi kelayakan usaha tersebut.
Risiko atau faktor kritis yang menentukan kelancaran jalannya usaha ialah
pengalaman usaha debitur di sektor yang dibiayai. Kinerja pengembalian kredit,
penjadwalan pengembalian kredit sesuai cash flow usaha. Keberhasilan usaha
sapi potong sangat ditentukan oleh faktor-faktor pendukung: (1) pengusaha
(SDM), (2) kelompok tani atau industri, (3) kebijakan pemerintah baik pusat
maupun daerah, (4) kemitraan, (5) pemasaran, (6) petugas bank, (7) infrastruktur,
(8) bahan baku, (9) bahan penolong, dan (10) teknologi. Faktor hambatan yang
sering terjadi adalah sarana transportasi atau perhubungan. n
17
BAB III
ASPEK TEKNIS
PRODUKSI
18
BAB III – Aspek teknis produksi
3.3.1. Perkandangan
Pemeliharaan dimulai dengan pembuatan kandang dengan konstruksi yang baik
dan memenuhi persyaratan teknis serta kesehatan hewan untuk menghindari
kematian sapi yang tinggi. Secara lebih detail, persyaratan kandang yang
baik antara lain (1) konstruksi kandang harus kuat, (2) terbuat dari bahan yang
ekonomis dan mudah diperoleh, (3) sirkulasi udara dan sinar matahari cukup,
19
BAB III – Aspek teknis produksi
drainase dan saluran pembuangan limbah baik dan mudah dibersihkan, (4)
kandang mudah diakses terhadap transportasi, dekat dengan sumber air, (5)
tidak menggangu sumber air, (6) tidak menggangu lingkungan, (7) serta lokasi
yang kering dan tidak tergenang saat hujan. Contoh kandang yang digunakan
sapi penggemukan diperlihatkan dalam Gambar 4.1. dengan ukuran 9x22 m2
dengan atap asbes dan lantai semen.
Kebutuhan kandang untuk setiap ekor sapi adalah seluas 2 m2 untuk anak
sapi (0-4 bulan), 3,5 m2 untuk sapi umur 4-18 bulan dan 4 m2 untuk sapi umur
lebih 18 bulan. Kandang bersama/koloni dimaksudkan untuk memudahkan
manajemen pemeliharaan, mengumpulkan kotoran ternak yang dapat diolah
menjadi pupuk organik dan/atau biogas. Tersedia tempat pakan dan minum,
menerapkan sistem biosecurity, melakukan pengobatan atau vaksinasi, dan
pemberian vitamin.
3.3.2. Peralatan
Peralatan yang digunakan oleh kelompok tani pada umumnya terdiri dari:
ember, sabit, sekop, dan kereta dorong. Semua peralatan tersebut dapat
20
BAB III – Aspek teknis produksi
21
BAB III – Aspek teknis produksi
Pada umumnya kebutuhan hijauan per hari sekitar 10% dari bobot sapi,
sedangkan konsentrat sekitar 4-6 kg/ekor/hari. Hijauan pakan untuk sapi dapat
disediakan dengan menanam rumput gajah atau king grass. Peternak dianjurkan
memanfaatkan lahan usaha pertaniannya untuk menanam rumput. Perkiraan
kebutuhan lahan untuk memenuhi pasokan hijauan adalah 0,4 ha untuk 4 ekor
sapi. Hal ini dapat dipakai sebagai patokan dalam pengembangan/perencanaan
usaha sapi potong.
Beberapa kendala yang sering dijumpai pada usaha pengembangan usaha sapi
penggemukan adalah :
1) Kendala Pembiayaan. Kebanyakan peternak ingin menambah populasi
ternaknya, namun masih terkendala minimnya modal yang dimiliki.
Ketersediaan sumber-sumber pendanaan dengan persyaratan yang
dapat dipenuhi oleh peternak akan dapat membantu peternak dalam
menambah usaha atau memulai usaha penggemukan baru.
2) Kendala pakan. Walaupun secara potensial tersedia jumlah pakan dalam
22
BAB III – Aspek teknis produksi
Gambar 4.3. Bahan Baku Pakan Lokal (jerami padi dan limbah daun kangkung)
23
BAB IV
ASPEK PASAR DAN
PEMASARAN
24
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
4.1.1. Permintaan
Daging sapi merupakan salah satu komoditas utama hasil peternakan dengan
tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi. Permintaan daging sapi relatif stabil
dari waktu ke waktu dengan tingkat fluktuasi yang rendah. Segmen permintaan
daging sapi dari masyarakat pedesaan pendapatan relatif rendah hingga
masyarakat perkotaan dengan pendapatan tinggi. Konsumsi daging sapi
nasional tahun 2008 sebesar 266,8 ribu ton dan pada tahun 2010 sebesar
312,4 ribu ton atau meningkat sebesar 17,09% pertahun. Perkembangan
konsumsi lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dibandingkan
dengan tingkat pendapatan. Elastisitas permintaan terhadap pendapatan relatif
rendah, sehingga tingkat konsumsi perkapita selama lima tahun terakhir tidak
mengalami peningkatan yang signifikan.
Konsumsi daging sapi terus mengalami peningkatan cukup pesat sejak sepuluh
tahun terakhir. Secara nasional tingkat konsumsi daging saat ini telah mencapai
sekitar 7,7 kg/kapita/tahun atau meningkat rata-rata 7% per tahun. Permintaan
daging sapi memilki karakteristik tersendiri, dimana dengan keunggulan dalam
cita rasa prestise, elastisitas permintaan daging sapi terhadap pendapatan dan
pertambahan penduduk relative tinggi (>1). Selain sebagai konsumsi rumah
tangga sehari-hari untuk kelompok menengah ke atas, daging sapi telah menjadi
komoditas hidangan selera tinggi. Oleh karenanya permintaaan daging sapi
hampir tidak terpengaruh oleh kenaikan harga sapi. Tingginya permintaan daging
sapi menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran
karena sisi produksi pada kenyataannya belum dapat mengimbangi. Tabel 4.1
memperlihatkan tren impor daging tetap meningkat hingga tahun 2012.
Tabel 4.1. Perkembangan Impor dan Ekspor (Sapi dan Daging Sapi) serta Populasi Sapi
25
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
4.1.2. Penawaran
Daging sapi adalah sumber protein hewani paling utama. Konsumsi daging sapi
di Indonesia telah berkembang dengan pesat dan oleh karena tidak diimbangi
dengan perkembangan produksi menjadikan Indonesia sebagai negara
pengimpor daging sapi hingga saat ini.
Kemampuan memasok ternak sapi dalam negeri baru mencapai 70% dari
total kebutuhan. Hingga saat ini kebutuhan daging sapi nasional sebagian masih
harus dipenuhi dari impor.
Daya saing daging sapi yang diimpor dari negara pengekspor masih sangat
tinggi. Keunggulan sistem peternakan di negara pengekspor terletak pada
efisiensi produksi dan distribusi dalam model industri peternakan skala besar,
baik secara intensif maupun ekstensif yang didukung dengan bibit berkualitas,
26
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
ketersediaan pakan yang mencukupi dan murah, serta mendapat proteksi dari
negara masing-masing.
4.2.1. Harga
Selama beberapa tahun usaha budidaya sapi potong dengan produk utama
daging sapi mengalami gejolak pasar yang cukup kuat. Pengaruh masuknya
produk daging sapi impor mengakibatkan harga daging sapi lokal turun
drastis. Kebijakan impor daging sapi sangat dirasakan oleh pengusaha
daging sapi, baik level on farm maupun off farm. Kondisi ini juga semakin
diperparah saat produksi daging sapi nasional mengalami penurunan,
sehingga kebutuhan nasional untuk konsumsi rumah tangga maupun industri
mengalami kekurangan. Oleh karena itu, perlu penguatan pasar yang dapat
meningkatkan harga jual daging sapi lokal secara kompetitif dan keberpihakan
pada sistem pasokan daging sapi lokal. Perkembangan harga daging dalam
tahun terakhir adalah berkisar Rp75.000 - Rp80.000/kg dengan harga bobot
hidup sapi potong adalah Rp32.000 - Rp34.000/kg dibeberapa wilayah.
Untuk wilayah Lamongan harga sapihidup relatif baik dan stabil yaitu rata-
rata Rp36.000 - Rp37.000 per kg berat bobot badan. Hal ini diharapkan dapat
memotivasi masyarakat untuk beternak.
27
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Di pasar hewan tradisional, sistem jual beli ternak dilakukan atas dasar
kepercayaan. Penetapan harga dilakukan dengan terlebih menentukan berat/
bobot ternak dengan cara menaksir, bukan berdasarkan kriteria tertentu.
Dominasi blantik dalam pemasaran ternak sangat nyatadimana sebagian besar
margin keuntungan pada umumnya berada pada pedagang, baik pengumpul/
blantik maupun pedagang besar di sentra konsumen.
28
Halaman ini
sengaja dikosongkan
29
BAB V
ASPEK KEUANGAN
30
BAB V – ASPEK Keuangan
Sentra produksi sapi pedaging di Indonesia relatif luas dan usaha ternak
sapi pedaging telah berkembang sebagai unit bisnis yang prospektif,
terlebih dengan adanya permintaan pasar yang semakin meningkat. Oleh
karena itu, budidaya sapi potong tidak saja menjadi tradisi masyarakat sentra
produksi tetapi sudah merupakan usaha yang berorientasi pada peningkatan
pendapatan dan nilai tambah.
Dalam kajian ini akan difokuskan pada usaha penggemukkan, dengan produk
yang dijual berupa sapi siap potong. Dari pola usaha diatas, ditetapkan asumsi
parameter yang akan digunakan untuk analisis kelayakan usaha dari sisi
keuangan. Asumsi dan parameter ini diperoleh berdasarkan kondisi di lapangan
penggemukan sapi potong di beberapa kelompok peternak sapi potong di
Lamongan, dari dinas setempat, pihak perbankan, dan pustaka lainnya.
31
BAB V – ASPEK Keuangan
32
BAB V – ASPEK Keuangan
Biaya tetap terdiri dari biaya pengelolaan di tingkat kelompok, seperti biaya
staf pengelola, listrik, perbaikan kandang, serta pengeluaran lainnya sebagaimana
yang diperlihatkan pada Tabel 5.4.
Total biaya yang diperlukan dalam usaha budidaya sapi potong dengan jumlah
ternak sebanyak 40 ekor untuk setiap siklusnya adalah Rp 624.800.000. Dengan
asumsi awal yang ditetapkan 40% dari biaya tersebut diperoleh dari modal
sendiri dan 60% sisanya diperoleh dari kredit lembaga keuangan/perbankan
dengan suku bunga 14% per tahun, maka komposisi kebutuhan pembiayaan
usaha ini seperti ditunjukkan pada Tabel 5.5.
(Rp)
Biaya investasi yang diperlukan untuk usaha budidaya sapi potong meliputi
pembuatan bangunan kandang seluas 200m2 beserta peralatan-peralatan
penunjangnya. Jika dilihat proporsinya maka sebagian besar dana diperlukan
untuk pembuatan kandang yang mencapai 97,19% dari total inventasi yang
dibutuhkan.
33
BAB V – ASPEK Keuangan
Produksi dan pendapatan usaha peternakan bergantung kepada (1) bobot dan
harga bakalan, (2) lama penggemukan, (3) pertambahan bobot badan, serta
(4) bobot dan harga sapi penggemukan/produk. Gambaran pendapatan yang
terjadi di lokasi studi adalah sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 5.8.
34
BAB V – ASPEK Keuangan
35
BAB V – ASPEK Keuangan
Pada usaha penggemukan sapi potong, aliran cash (cash flow) dalam
perhitungannya dibagi dalam dua aliran yaitu arus masuk (cash inflow)
dan arus keluar (cash outflow). Aliran arus masuk didapatkan dari total
penjualan ternak sapi potong yang telah dirawat selama 4 bulan, dimana
siklus usaha dilakukan selama 4 bulan sekali atau 3 kali siklus per tahun.
Dengan kemampuan pengembalian kredit selama 1 tahun maka proyeksi
arus kas disusun selama 3 tahun atau 9 siklus usaha. Proyeksi arus kas usaha
penggemukan sapi potong per tahun ditampilkan pada Tabel 5.11.
36
BAB V – ASPEK Keuangan
sapronak, dan harga jual hasil produksi. Dalam kasus ini analisis sensitivitas
dilakukan jika terjadi penurunan pendapatan sebesar 5%, atau terdapat kenaikan
biaya variabel sebesar 7%, serta analisis sensitivitas kombinasi dimana terdapat
penurunan pendapatan sebesar 3% dan secara bersamaan terjadi peningkatan
biaya variabel sebesar 3% maka usaha ini masih dinilai layak dilaksanakan.
Analisis sensitivitas dapat dilihat pada Lampiran 9 hingga 14. Hasil analisis
sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan pendapatan sebesar 5% dan 6%
(Tabel 5.13), kenaikan biaya variabel sebesar 7% dan 8% (Tabel 5.14), serta
sensitivitas kombinasi (Tabel 5.15) memberikan informasi bahwa kegiatan usaha
penggemukan sapi potong sensitif terhadap perubahan nilai dari komponen-
komponen biaya yang ada.
37
BAB V – ASPEK Keuangan
38
BAB V – ASPEK Keuangan
Halaman ini
sengaja dikosongkan
39
BAB VI
ASPEK EKONOMI,
SOSIAL DAN DAMPAK
LINGKUNGAN
40
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
41
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
42
Halaman ini
sengaja dikosongkan
43
BAB VII
KESIMPULAN DAN
SARAN
44
Komoditi PAdi | Peningkatan
BAB VII – Kesimpulan
Akses Pemasaran
dan saran
7.1. Kesimpulan
Usaha budidaya penggemukan sapi potong dengan produk utama sapi siap
potong, memiliki prospek atau peluang usaha yang tinggi. Usaha tersebut dapat
diarahkan sebagai unit bisnis secara berkelompok yang mampu meningkatkan
pendapatan dan memberikan nilai tambah bagi peternak sapi potong ini. Dari
hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal penting, yaitu:
3. Skim kredit diberikan dengan tingkat bunga 14% per tahun, tanpa grace
period dengan jangka waktu pinjaman selama 1 tahun, baik untuk kredit
investasi maupun kredit modal kerja. Pengembalian pinjaman (angsuran)
dilakukan setiap 4 bulan sekali atau setiap akhir masa siklus penggemukkan.
45
BAB VII – Kesimpulan dan saran
7.2. Saran
2. Peningkatan investasi dan modal kerja baik dalam bentuk natura (sapi)
maupun finansial,
46
Halaman ini
sengaja dikosongkan
47
INFO UMKM
INFO INF
UMKM PADA
FO UMKM WEBSITE
M PADA BANK INDONESIA
WEBSITTE BANK INDONESIA
htttp://jktbiwffe/id/umkm
http://jktbiwfe/id/umkm/Default.aspx m/Default.asspx
INFFO UMKMM PADA WEBSITTE BANK INDONESIA
htttp://jktbiwffe/id/umkm
m/Default.asspx
pada website Bank Indonesia www.bi.go.id terdapat minisite Info UMKM yang
Padawebbsite Baank informasi
Ind
donesia o.idterdapa
www.bi.go atminisite Inffo simulasi
UM
MKM yang
menyediakan terkait pengembangan UMKM, termasuk pola
menyediaakaninforma
bsite asiterkaitpe
pembiayaan
Padaweb ank engembanga
(lending
Ba model)
Ind an www.bi.go
usaha
donesia UMKM, ,termasuksim
kecil menengah
o.idterdapamulasipolapInffo embiayaan
sebagaimana
atminisite UM
MKMyang (lending
dicantumkan
model)usa
aha kecil
menyedia
dalam meenengahseb
akaninforma
buku bagaimanad
ini. asiterkaitpe dicantumkan
engembanga an UMKM, ndalambuku
,termasuksimuini.
mulasipolap embiayaan (lending
model)usa
aha kecil meenengahseb
bagaimanad
dicantumkanndalambukuuini.
48 > Pennelitian
> Datta Komoditi
INFO UMKM
POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH
POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH
PenelitianlengkapPOLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL
Penelitian
MENENGAHlengkap
oleh POLA PEMBIAYAAN
Bank Indonesia (LENDING MODEL)
dapatdiunduhpada Info USAHAUMKM:KECIL
MENENGAH oleh Bank Indonesia dapat diunduh pada Info UMKM: http://www.
http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx
(Menu: P OLA PEMBIAYAAN ( LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH
bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx
Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan)
(Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan).
PenelitianlengkapPOLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL
MENENGAHoleh Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info UMKM:
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI)
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI)
http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx
(Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan)
Beberapa
Beberapa polapola pembiayaan
pembiayaan (lending model)model)
(lending usaha usaha kecil menengah
kecil menengah tersebut
tersebut dapat
dapat disimulasikan
disimulasikansecara secaradan
interaktif interaktif
dinamisdan dinamis dengan
denganaplikasi SPKUIpadaaplikasi
Info SPKUI
UMKM:pada
Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui
http://www.bi.go.id/spkui
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI)
(Menu: Kelayakan
(Menu: Kelayakan Usaha
Usaha > Sistem
> Sistem Penunjang
Penunjang Keputusan Keputusan
Untuk Investasi)Untuk Investasi).
Beberapa pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah tersebut dapat
disimulasikansecara interaktif dan dinamis denganaplikasiSPKUIpada Info UMKM:
http://www.bi.go.id/spkui
(Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi)
n Simulasi
Simulasi SPKUI SPKUI dilakukan
dilakukan dengansub
dengan mengakses mengakses sub menu
menu yang tersedia yang
secara tersedia
bertahap, yaitusecara
Home bertahap,
Komoditi yaitu
Simulasi Asumsi dengan
SPKUI dilakukan BiayaInv
mengaksesBiaya Ops Sumber Dana
sub menu yang bertahap,ArusKas
tersedia secaraR/L yaitu Kelayakan
49
DAFTAR
PUSTAKA
50
Daftar Pustaka
51
Lampiran
52
Lampiran
53
54
Lampiran
B
Lampiran
55
Lampiran
56
Lampiran
57
Lampiran
58
Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba Usaha (Rp)
59
Lampiran
60
Lampiran
61
Lampiran
62
Lampiran
63
Lampiran
64
Lampiran
65
Lampiran
66
Lampiran
67
Lampiran
68
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas :Biaya Variabel Naik 8%
69
Lampiran
70
Lampiran
71
Lampiran
Lampiran
Rupiah
72
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi :Biaya Variabel Naik4% dan Pendapatan Turun 4%
73
Lampiran
74
Lampiran
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 4% dan Pendapatan Turun 4% (lanjutan)
Lampiran
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
n Bt – Ct
NPV = ∑
t
= 1 (1 + i)t
Keterangan :
Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh pada
tahun ke-t.
Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek pada
tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap
merupakan modal atau dana rutin/operasional.
i = Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost of
capital.
n = Umur Proyek.
Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil
perhitungan NPV sebagai berikut:
a. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial;
b. Apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama
besar dengan tingkat suku bunganya (Social Opportunity of Capital-nya).
c. Apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena
proyek tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang
digunakan.
75
Lampiran
Keterangan :
IRR = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %.
NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil
NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar
i1 = Tingkat suku bunga /discount rate pertama.
i2 = Tingkat suku bunga /discount rate kedua.
Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai IRR
sebagai berikut:
a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya
maka proyek tersebut layak untuk dikerjakan.
b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan.
76
Lampiran
Terdapat beberapa rumus untuk menghitung titik impas yang dapat dipilih,
namun dalam buku ini digunakan rumus pada huruf a, b dan c di bawah ini :
Biaya Tetap
a. Titik Impas (Rp.) =
Total Biaya Variabel
1-
Hasil Penjualan
c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian
titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total
pengeluaran.
Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan.
Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek.
Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.
77
Lampiran
1
Rumus DF per tahun = , dimana
(1+ r) n
r = suku bunga
n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek
78
Lampiran
Halaman ini
sengaja dikosongkan
79
Halaman ini
sengaja dikosongkan
80
81
82