Kata Pengantar
Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional
memiliki peran penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki
kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan
usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami
kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala
teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non
teknis, misalnya keterbatasan akses informasi mengenai pola pembiayaan
untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi
tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan
bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta
menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud
mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan
informasi pola pembiayaan untuk komoditas potensial tersebut dalam bentuk
model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank
Indonesia telah telah menghasilkan 124 judul buku pola pembiayaan pola
konvensional dan 34 judul buku pola pembiayaan pola syariah.
Dalam upaya menyebarluaskan hasil penelitian dimaksud kepada
masyarakat, maka buku pola pembiayaan ini akan dimasukkan dalam minisite
Info UMKM yang dapat diakses melalui internet di alamat: http://www.bi.go.id/
id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan informasi dan
masukan selama pelaksanaan kajian. Bagi pembaca yang ingin memberikan
kritik, saran dan, masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan
pertanyaan terkait isi buku ini dapat menghubungi:
BANK INDONESIA
Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Grup Pengembangan UMKM
Divisi Pengembangan dan Pengaturan UMKM
Jalan M. H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat
Telp. 021 2981-7991 | Faks. 021 351-8951
Besar harapan kami, bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang
pola pembiayaan komoditas bagi perbankan dan sekaligus memperluas
replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut. n
Uraian
Jenis Usaha
Lokasi Usaha
3
Dana Yang Digunakan
4
Investasi
Modal Kerja
Total
: Rp 9.200.000
: Rp 75.274.100
: Rp 84.474.100
Sumber Dana
a. Kredit (60%) Rp 50.684.460
b. Modal Sendiri (40%) Rp 33.789.640
5
Periode Pembayaran Kredit
6
Kelayakan Usaha
a. Periode proyek
b. Produk utama
c. Skala proyek
d. Pemasaran produk
e. Teknologi
3 tahun
Cabai merah
1 hektar dengan produksi 14 ton/ha per siklus
Lokal/Regional/Nasional
Teknik budidaya cabai merah sistem mulsa
plastik
7
Kriteria Kelayakan Usaha
a. NPV Rp 32.027.167
b. IRR
63,19%
c.
Net B/C Ratio
4,48 kali
d.
Pay Back Period
2,04 tahun
e. Penilaian
Layak dilaksanakan
8 Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 6%
Analisis Profitabilitas
a. NPV Rp 3.367.496
b. IRR
17,76%
ii
No Usaha Pembiayaan
Uraian
c.
Net B/C Ratio
d.
Pay Back Period
e. Penilaian
1,37 kali
2,87 tahun
Layak dilaksanakan
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
RINGKASAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
i
ii
iv
vi
vi
vii
1
8
9
11
14
iv
48
49
49
50
51
52
52
55
55
58
59
59
61
61
Daftar Isi
5.3.2. Biaya Modal Kerja
62
5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
63
5.5. Produksi dan Pendapatan
65
5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point 68
5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
68
5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha
70
5.9. Kendala Keuangan
72
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial
6.2. Dampak Lingkungan
74
75
76
80
81
82
DAFTAR PUSTAKA
86
LAMPIRAN
90
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Kandungan Gizi Cabai Merah Besar
3
Tabel 1.2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Besar Tahun 2008-2012 4
Tabel 3.1. Potensi Lahan Kawasan Cabai di Jawa Barat
19
Tabel 3.2. Kebutuhan Tenaga Kerja Usaha Tani Cabai Merah per Hektar 24
Tabel 3.3. Warna Hunter lab. Pengenceran 20%
36
Tabel 3.4. Persyaratan Mutu Cabai Merah Segar
37
Tabel 4.1. Volume dan Nilai Ekspor Cabai Indonesia
50
Tabel 4.2. Volume dan Nilai Impor Cabai Indonesia
51
Tabel 4.3. Harga Cabai Merah Besar di Beberapa Kabupaten Sentra Produksi
dan Kota Besar di Indonesia Maret-April 2013
54
Tabel 5.1. Asumsi dalam Analisis Keuangan
60
Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar
62
Tabel 5.3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar
62
Tabel 5.4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar
63
Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar 63
Tabel 5.6. Angsuran Kredit Investasi Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar
64
Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar 65
Tabel 5.8. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Cabai Merah per Hektar 67
Tabel 5.9. Proyeksi Laba-Rugi Budidaya Cabai Merah per Hektar
69
Tabel 5.10. Proyeksi Arus Kas Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar
70
Tabel 5.11. Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar
70
Tabel 5.12. Sensitivitas Pendapatan Turun
71
Tabel 5.13. Sensitivitas Peningkatan Biaya Variabel
72
Tabel 5.14. Sensitivitas Kombinasi
72
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Daftar Sepuluh Komoditas Utama Penyebab Inflasi Tahun 2010
Gambar 2.1. Salah Satu Kelompok Tani Responden
Gambar 3.1. Persiapan Lahan
Gambar 3.2. Pengikatan Tanaman Cabai
Gambar 3.3. Tanaman Mulai Berbunga
Gambar 3.4. Tanaman Cabai yang Sudah Berbuah
Gambar 3.5. Cabai Siap untuk Dipetik
Gambar 3.6. Pemetikan Cabai
Gambar 3.7. Nimfa thrips Dewasa
Gambar 3.8. Lalat Buah
Gambar 3.9. Perangkap Lalat Buah
Gambar 3.10. Kutu Kebul
Gambar 3.11. Serangan Layu Fusarium pada Cabai Merah
Gambar 3.12. Layu Bakteri pada Cabai Merah
vi
6
13
27
30
32
33
34
35
39
40
41
41
43
44
45
53
55
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Luas Panen Cabai Besar Menurut Provinsi, 2008 - 2012
Lampiran 2. Produksi Cabai Merah Besar Menurut Provinsi, 2008 - 2012
Lampiran 3. Asumsi Untuk Analisis Keuangan
Lampiran 4. Biaya Investasi
Lampiran 5. Biaya Operasional
Lampiran 6. Sumber Dana
Lampiran 7. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Lampiran 8. Angsuran Kredit Investasi
Lampiran 9. Angsuran Kredit Modal Kerja
Lampiran 10. Proyeksi Rugi Laba Usaha
Lampiran 11. Proyeksi Arus Kas
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 6%
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 7%
Lampiran 14. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 10%
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 11%
Lampiran 16. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 4% dan Biaya
Variabel Naik 4%
Lampiran 17. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 5% dan Biaya
Variabel Naik 5%
Lampiran 18. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
vii
BAB I
PENDAHULUAN
viii
BAB I PEndahuluan
BAB I PEndahuluan
BAB I PEndahuluan
Cabai selain berguna sebagai penyedap masakan, juga mengandung zatzat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai mengandung
protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin,
dan mengandung senyawa-senyawa alkaloid, seperti capsaicin, flavenoid, dan
minyak esensial (Tabel 1.1).
BAB I PEndahuluan
Cabai selain mengandung zat gizi yang cukup lengkap, juga mengandung
zat-zat fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan zat
yang dapat menetralisir radikal bebas yang mempercepat proses penuaan dan
membuat tubuh menjadi rentan terhadap berbagai gangguan penyakit. Selain itu
berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan akibat kerusakan
seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna, dan aroma serta
kerusakan fisik lain pada produk pangan (Trubus, 2003).
Selain dijadikan sebagai bahan penyedap makanan, cabai juga bisa
dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk olahan seperti saos cabai, sambel
cabai, pasta cabai, bubuk cabai, cabai kering, dan bumbu instant. Sebagian
produk-produk tersebut sudah berhasil di ekspor ke Singapura, Hongkong, Saudi
Arabia, Brunei Darussalam, dan India.
Luas areal panen cabai merah besar pada tahun 2008-2012 cenderung
fluktuatif. Luas panen tertinggi terjadi pada tahun 2010 yang mencapai 122.755
ha. Produksi cabai merah secara nasional terus mengalami peningkatan dari tahun
2008 - 2012. Produktivitas cabai (ton/ha) secara nasional cenderung mengalami
peningkatan, kecuali tahun 2010. Pada tahun 2012, produksi cabai besar nasional
mencapai 954.310 ton dengan produktivitas rata-rata 7,93 ton/ha (Tabel 1.2).
Menurut Data BPS (2013), daerah utama sentra penanaman cabai besar adalah
Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Luas areal panen
cabai besar di Jawa Barat pada tahun 2012 mencapai 16.043 ha dengan produksi
201.384 ton. Produktivitas cabai merah di Jawa Barat jauh di atas rata-rata nasional
yaitu mencapai 12,55 ton/ha.
BAB I PEndahuluan
Produksi cabai besar Jawa Barat tahun 2012 sebesar 81,63% dihasilkan di
tujuh wilayah sentra yaitu Kabupaten Garut sebanyak 49.592 Ton, Kabupaten
Cianjur 33.991 ton, Kabupaten Tasikmalaya 31.784 ton, Kabupaten Bandung
20.128 ton Kabupaten Sukabumi 12.587 ton, Kabupaten Bandung Barat 8.276
ton, dan Kabupaten Majalengka 8.030 ton. Sisanya sebesar 18,37% tersebar di 19
kabupaten/kota lainnya (BPS Provinsi Jawa Barat, 2013).
Cabai merah termasuk dalam golongan enam besar dari komoditas sayuran
di Indonesia, selain bawang merah, tomat, kentang, kubis, dan kol bunga.
Meskipun telah mengekspor cabai merah segar, sampai saat ini kebutuhan cabai
secara nasional masih belum dapat terpenuhi, untuk menutupi kekurangan
tersebut maka dilakukan impor.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2008 - 2012 menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan konsumsi cabai besar dari 15,486 ons/kapita pada
tahun 2008 menjadi 16,529 ons/kapita di tahun 2012. Hal ini sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk Indonesia setiap tahun dan mencapai 255.587.718
jiwa pada tahun 2012 (Data KPU, 2012). Dengan demikian kebutuhan cabai merah
secara nasional juga mengalami peningkatan.
Budidaya cabai merah menjadi peluang usaha yang masih sangat
menjanjikan, bukan hanya untuk pasar lokal saja namun juga berpeluang untuk
memenuhi pasar ekspor. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
nilai impor cabai secara nasional pada tahun 2012 mencapai US$ 27.935.228
dan nilai ekspor komoditas tersebut mencapai US$ 24.979.192 (http://aplikasi.
deptan.go.id/eksim2012). Data tersebut menunjukkan Indonesia adalah nett
importir komoditas cabai.
Fluktuasi harga cabai merah yang sering terjadi, umumnya disebabkan oleh
ketersediaan pasokan cabai merah yang tidak merata sepanjang tahun. Akibatnya
harga cabai biasanya akan melonjak naik ketika pasokan di pasar sedikit, terutama
saat mendekati hari besar nasional atau keagamaan. Sebaliknya harga komoditas
ini akan menukik turun ketika pasokan dari sentra produksi membanjiri pasar.
Meroketnya harga cabai merah ternyata juga membawa dampak negatif
secara nasional. Cabai merah dinilai sebagai salah satu komoditas utama yang
berkontribusi terhadap terjadinya inflasi. Pada tahun 2010, cabai merah merupakan
komoditas 3 (tiga) besar yang menyebabkan terjadinya inflasi (Gambar 1.1). Oleh
karena itu, perlu ada upaya untuk menjaga kestabilan pasokan dan kestabilan
harga komoditas tersebut.
BAB I PEndahuluan
Gambar 1.1. Daftar Sepuluh Komoditas Utama Penyebab Inflasi Tahun 2010
BAB I PEndahuluan
BAB II
PROFIL USAHA DAN
POLA PEMBIAYAAN
di bidang jasa, unit usaha yang dilakukan yaitu usaha budidaya pertanian
hortikultura, dan usaha simpan pinjam.
Koja berperan dalam pembinaan para petani, menyalurkan kebutuhan
benih dan sarana produksi serta menampung hasil panen cabai yang dihasilkan.
Koja juga bermitra dengan perusahaan industri (PT. Heinz ABC) yang siap
menampung cabai yang memenuhi syarat yang ditentukan. Setiap harinya,
PT. Heinz ABC membutuhkan sekitar 100 ton bahan baku cabai merah untuk
keperluan industri. Pasokan cabai tersebut terutama didatangkan dari Jawa
barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Para petani binaan yang telah dianggap berpengalaman dan mampu
akan direkomendasikan oleh Koja untuk mendapatkan pinjaman kredit dari
Bank. Pada saat ini sebagian kelompok tani tersebut mendapatkan bantuan
pinjaman kredit modal kerja dari Bank BNI. Skim kredit yang diberikan oleh
BNI adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Di Kecamatan Cihaurbeuti, terdapat petani cabai merah didampingi
oleh suatu lembaga yang bernama Kelompok Usaha Karya Unggul Agrotama
(KUAT). Lembaga ini yang membantu mengatur penyaluran sara produksi dan
pengelolaan keuangan mitra binaan kelompok tani. KUAT bermitra dengan PT
AETRA sebagai off taker yang menjamin pembelian hasil produksi. PT AETRA
ini juga mengirim cabai merah tersebut ke PT Heinz ABC.
Dalam kegiatan usaha budidaya cabai merah industri ini, mutlak diperlukan
skim kerjasama kemitraan dengan industi sebagai penampung produksi. Oleh
sebab itu, bentuk kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan dan bersifat
saling membutuhkan (setara) perlu terus dikembangkan.
Harga kontrak pembelian saat ini dari PT Heinz ABC untuk cabai yang
berasal dari sentra produksi di Jawa Barat adalah Rp 10.000/kg. Dari harga
tersebut maka bagian yang diterima petani adalah Rp 7.000/kg. Selisih harga
yang Rp 3000/kg digunakan untuk biaya sortasi, transportasi, dan keuntungan
dari pembina (misal Koja). Jika harga pembelian PT Heinz ABC dari suplier
lebih dari Rp14.000/kg maka akan ada insentif harga bagi petani pemasok
sesuai kontrak yang disepakati. Dari data yang didapat, pada musim tanam
tahun 2012/2013 ini kontrak yang dilakukan oleh Koja dan PT Heinz ABC
adalah 800 ton dengan luas kebun yang disepakati 100 ha.
2.2. Profil Pengusaha
Pada umumnya para pelaku usaha budidaya cabai merah ini adalah para
pengusaha skala mikro dan kecil. Mereka memiliki posisi yang lemah dalam
11
proses tawar menawar. Menurut Akhmad (2007), upaya yang harus dilakukan
petani untuk menaikkan posisi tawar petani adalah dengan:
1) Konsolidasi petani dalam satu wadah untuk menyatukan gerak ekonomi
dalam setiap rantai pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran.
Konsolidasi tersebut pertama dilakukan dengan kolektifikasi semua
proses dalam rantai pertanian, meliputi kolektifikasi modal, kolektifikasi
produksi, dan kolektifikasi pemasaran. Kolektifikasi modal adalah upaya
membangun modal secara kolektif dan swadaya, misalnya dengan
gerakan simpan-pinjam produktif yang mewajibkan anggotanya
menyimpan tabungan dan meminjamnya sebagai modal produksi,
bukan kebutuhan konsumtif. Hal ini dilakukan agar pemenuhan modal
kerja pada awal masa tanam dapat dipenuhi sendiri, dan mengurangi
ketergantungan kredit sertajeratan hutang tengkulak.
2) Kolektifikasi produksi, yaitu perencanaan produksi secara kolektif untuk
menentukan pola, jenis, kuantitas dan siklus produksi secara kolektif. Hal
ini perlu dilakukan agar dapat dicapai efisiensi produksi dengan skala
produksi yang besar dari banyak produsen. Efisisensi dapat dicapai
melalui skala usaha yang lebih besar dan terintegrasisehingga tercipta
penghematan biaya dalam pemenuhan faktor produksi, dan kemudahan
dalam pengelolaan produksi, misalnya dalam penanganan hama dan
penyakit. Langkah ini juga dapat menghindari kompetisi yang tidak
sehat di antara produsen yang justru akan merugikan, misalnya dalam
irigasi dan jadwal tanam.
3) Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan
untuk mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang
besar, dan menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan
produk pertanian. Kolektifikasi pemasaran dilakukan untuk mengkikis
jaring-jaring tengkulak yang menekan posisi tawar petani dalam
penentuan harga secara individual.
4) Upaya kolektifikasi tersebut tidak berarti menghapus peran dan posisi
pedagang distributor dalam rantai pemasaran, namun tujuan utamanya
adalah merubah pola relasi yang merugikan petani produsen dan
membuat pola distribusi lebih efisien dengan pemangkasan rantai tata
niaga yang tidak menguntungkan.
Luas lahan atau skala usaha petani cabai merah sangat bervariasi.
Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan
Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok
adalah melakukan koordinasi antarasesama anggota kelompok sertaanggota
kelompok dengan pihak luar seperti koperasi dan instansi lainnya. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
12
Pada umumnya, petani cabai memiliki luas lahan rata-rata berkisar antara 0,5
hektar hingga 1,0 hektar. Tanah untuk menanam cabai tersebut umumnya milik
petani sendiri. Petani responden yang didatangi memiliki tingkat pendidikan yang
bervariasi, mulai dari SD hingga tingkat perguruan tinggi. Dalam melakukan budidaya
cabai merah ini para petani bergabung dalam kelompok tani. Meski demikian,
tanggungjawab keberhasilan proses produksi ada di tangan individu petani.
Usaha budidaya cabai merah ini pada umumnya dimiliki oleh perorangan,
serta sebagai usaha keluarga sejak lebih dari 5 tahun yang lalu dan mengalami
perkembangan dari tahun ke tahun. Motivasi usaha budidaya cabai merah yaitu
harga jualnya yang cukup baik dengan adanya kontrak harga minimal dengan PT.
Heinz ABC, sumber daya alam yang mendukung, teknologi tersedia atau adanya
pengalaman dengan keterampilan yang sederhana. Namun, dalam menjalankan
usaha budidaya cabai merah diperlukan keuletan dan ketelatenan yang ekstra.
Pengusaha dapat memperoleh teknik budidaya yang baik dari berbagai
instansi, seperti penyuluhan dari Dinas Pertanian, pembinaan dari balai benih,
pendampingan dari perusahaan mitra atau juga pertukaran informasi dari
pengusaha sejenis yang telah sukses. Pengalaman cara budidaya cabai merah
secara turun-temurun sesungguhnya memberikan tingkat ketrampilan yang
sangat baik untuk petani, namun hal tersebut menyebabkan petani susah
menerima hal-hal baru terkait dengan budidaya cabai merah dalam rangka
perbaikan produksi serta kelestarian alam. Dari pengamatan lapang, tenaga
agronomis yang paling berperan dalam pendampingan petani adalah tenaga
lapang yang berasal dari perusahaan penyalur benih dan saprotan (PT. Tanindo)
serta tenaga agronomis yang berasal dari industri pengguna produk (PT. Heinz
ABC). Untuk itu, perlu adanya bimbingan dan penyuluhan yang lebih intensif
bagi petani dari penyuluh Dinas Pertanian.
13
Secara teknis, petani memperoleh benih dari perusahaan mitra dan akan
dibayar setelah panen, sedangkan untuk modal kerja lainnya (non benih)
diperoleh daripinjaman ke bank. Hal ini seperti yang dilakukan oleh kelompok
Tani Cinta Mekar, mitra dari Koperasi Jasa Agribisnis (KOJA) dimana kelompok
tani tersebut memperoleh pinjaman dari BNI Cabang Tasikmalaya. Beberapa
petani juga memperoleh pembiayaan dari BRI Cabang Tasikmalaya.
2.3. Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan usaha budidaya cabai merah berasal dari petani/pengusaha
sendiri (modal sendiri), kredit bank, ataupun berasal dari lembaga lain yang
non bank (dengan mekanisme pencairan dana dan pembayaran kredit melalui
bank). Proporsi pola pembiayaan ini bervariasi antar petani/pengusaha. Pola
pembiayaan ini juga sangat tergantung pada skala usahanya (luasan lahan
yang dikelola). Beberapa pengusaha/petani menggunakan 100% modal
sendiri dari perputaran usahanya atau dukungan dari usaha lainnya, dan pola
pembiayaannya menggunakan kombinasi antara modal sendiri dan kredit
bank/non bank. Pada umumnya, di awal pendirian usaha, seluruh pendanaan
berasal dari pemilik usaha, baik pribadi maupun dukungan usaha lainnya.
Dalam perkembangannya, beberapa pengusaha berhasil mendapatkan kredit
dari bank, kemitraan, dan bantuan program dari dinas terkait. Beberapa bank
yang memberikan kredit untuk usaha budidaya cabai merah adalah BNI dan BRI.
Selain itu, terdapat juga anggota kelompok tani yang mendapatkan bantuan
pembiayaan dari investor swasta.
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsipprinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu
nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat
hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi
dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma,
kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening
inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi,
dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan
menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana
produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi.
Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual
ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan
memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank
sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai
pendapatan bersih.
Di samping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek
budidaya/produksi yang diperlukan, kajian Pola Pembiayaan/Lending Model
14
ini juga melakukan analisis terhadap kelayakan keuangan. Pihak bank dalam
mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit
dan pemenuhan persyaratan kredit yang diperlukan sehingga dapat menunjang
keberhasilan budidaya cabai merah. Skim kredit yang akan digunakan untuk
pembiayaan ini bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai
dengan bentuk usaha tani ini.
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma
akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk itu, bank perlu membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/UKM sejumlah yang disepakati bersama untuk
dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan
rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh
pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang
hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit.
Bank BRI dan BNI cabang Tasikmalaya menyalurkan kredit modal kerja untuk
budidaya cabai merah melalui skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE)
dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Lama pengembalian kredit bagi usaha budidaya
cabai merah umumnya 12 bulan, dengan suku bunga 13% per tahun untuk
KUR dan 4% per tahun untuk KKPE. Jangka waktu ini sudah mencakup masa
pengolahan lahan hingga panen petikan terakhir.
Salah satu syarat supaya petani cabai mendapat kredit ini yaitu petani harus
terlebih dahulu memiliki jaminan pasar pascapanen. Misalnya, petani harus
sudah memiliki kontrak kerja sama dengan perusahaan besar yang menerima
hasil pertanian mereka. Hal itu disyaratkan sebagai kehati-hatian perbankan
dalam menyalurkan kredit, mengingat kredit pertanian cukup berisiko bagi dunia
perbankan. Dalam hal ini, seluruh kelompok tani tersebut sudah melakukan
kontrak dengan PT. Heinz ABC yang akan menampung cabai merah yang
dihasilkan.
BNI Cabang Tasikmalaya mencatat realisasi kredit untuk penanaman cabai
merah di Priangan Timur hingga 2012 mencapai Rp3,46 miliar. Kredit tersebut
disalurkan kepada 8 Gapoktan dengan luas lahan penanaman cabai total, yaitu 57
ha. Gapoktan tersebut di atas berasal dari Kabupaten Ciamis tepatnya Kecamatan
Sukamantri, Panumbangan, Panawangan, dan Kabupaten Tasikmalaya, tepatnya
Kecamatan Gentong. Sementara itu, BRI mencatat realisasi kredit sejumlah Rp 560
juta kepada 11 Gapoktan dengan menggunakan skim KKPE. n
15
BAB III
ASPEK TEKNIS
PRODUKSI
16
Salah satu lokasi klaster cabai merah adalah Desa Cibeureum, Kecamatan
Sukamantri, Kabupaten Ciamis. Berdasarkan data monografi desa dalam
Rachma 2008, sekitar 70% wilayah desa ini merupakan lahan pertanian. Sekitar
66% penduduk Desa Cibeureum berprofesi sebagai petani dan buruh tani.
Para petani cabai melakukan penanaman cabai merah baik pada lahan sawah
maupun lahan tegalan.
Desa Cibeureum memiliki iklim relatif agak sejuk dengan suhu rata-rata
harian di desa ini 17-26 oC. Curah hujan rata-rata daerah ini sebesar 2.500 mm/
tahun dengan jumlah bulan basah rata-rata 6 bulan dalam setahun. Sebagian
besar tanah di desa ini berwarna hitam dengan tekstur agak berpasir.
Topografi Wilayah Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten
Ciamis memiliki ketinggian berkisar antara 400-800 meter di atas permukaan
laut (mdpl). Adapun temperatur normal atau suhu rata-rata 20C - 24C.
Keadaan permukaan tanah berbukitan 30%, berombak s/d berbukit 30% dan
datar 40% (http://su.wikipedia.org/wiki/Obrolan: Cibeureum,_Sukamantri,_
Ciamis). Menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, Kabupaten Ciamis pada
umumnya mempunyai tipe iklim C, dengan rata-rata curah hujan sekitar
2.987 mm/tahun dan suhu rata-rata antara 200C-300 C (http://e-slr.blogspot.
com/2012/04/ kabupaten-ciamis.html).
Pada pengamatan lapang, kondisi tanah di lokasi penanaman cabai di
Sukamantri dan Cihaurbeuti relatif gempur dan mengandung cukup banyak
bahan organik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa wilayah pertanaman
cabai merah dari responden kelompok tani yang didatangi sudah memenuhi
syarat bagi pertumbuhan dan produksi tanaman cabai.
Daerah sentra penanaman cabai merah di Kabupaten Ciamis adalah di
Kecamatan Sukamantri, Panumbangan, Cihaurbeuti, dan Panjalu. Sentra cabai
di Tasikmalaya adalah Kecamatan Cisayong, Cigalontang, dan Leuwisari.
Pasokan cabai dari wilayah sentra tersebut akan mampu mempengaruhi harga
di pasaran lokal.
Potensi luas areal kawasan cabai di Jawa Barat adalah 10.466 ha. Potensi
areal terluas terdapat di Kabupaten Garut 4.010 ha, disusul dengan Bandung
Barat dan Kabupaten Bandung. Tabel 3.1 menyajikan potensi lahan kawasan
cabai di Jawa Barat.
18
Sumber: http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id
b.
c.
23
Tabel 3.2.Kebutuhan Tenaga Kerja Usaha tani Cabai Merah per Hektar
3.5. Teknologi
Teknologi yang diterapkan dalam usaha budidaya cabai merah didasarkan
pada pengalaman yang telah dimiliki oleh petani atau pengusaha. Rata-rata
petani memiliki pengalaman budidaya cabai merah selama lebih dari 5 tahun.
Namun, petani/pengusaha senantiasa memperbarui wawasannya dengan
mengikuti penyuluhan, pelatihan teknis, dan manajemen. Usaha budidaya
cabai merah masih menerapkan teknologi sederhana dan pengetahuan lokal
yang ditunjang dengan ketelitian dan pengelolaan yang baik.
Teknologi budidaya yang diterapkan pada skala usaha mulai dari
penyiapan lahan hingga pemanenan dilakukan secara manual. Misalnya
untuk pengolahan tanah menggunakan cangkul dan garpu, penyemprotan
menggunakan sprayer punggung (knapsack). Secara umum, usaha budidaya
cabai merah menerapkan sistem intensifikasi dengan mengacu pada teknik
budidaya yang baik dan benar sesuai Standar POS budidaya cabai.
24
jika dilakukan pada akhir musim kemarau. Hal ini disebabkan pada kondisi
yang demikian situasi dalam tanah cukup memenuhi syarat kelembabannya
atau kandungan airnya cukup. Di tanah sawah, kandungan airnya tidak
kelewat banyak, sehingga bisa meminimalkan tanaman cabai dari serangan
cendawan yang menyerang akar. Di tanah tegalan, siraman air hujan sudah
cukup memenuhi kebutuhan tanaman cabai.
Secara umum tanaman cabai merah dapat ditanam 2 kali dalam satu
tahun. Setelah panen terakhir dimusim tanam pertama, lahan bekas tanaman
cabai tersebut dapat ditanami dengan sayuran berumur pendek seperti timun,
bawang daun, dan caisin. Pemilihan tanaman penyelang tersebut tergantung
lokasi, iklim, situasi pasar dan perkiraan waktu tanam cabai yang kedua.
Tanaman penyelang tersebut ditanam tanpa ada biaya olah tanah dan pupuk.
Setelah tanaman penyelang tersebut selesai dipanen maka dapat segera
dilakukan persiapan lahan untuk musim tanam cabai yang kedua. Sebagian
petani ada juga yang membiarkan tanahnya beberapa minggu (diberakan)
sebelum masuk musim tanam kedua.
Setelah panen terakhir di musim tanam kedua maka lahan tersebut harus
ditanami komoditas lain yang berkerabat jauh dengan cabai. Petani dianjurkan
mencari lokasi lain untuk menanam cabai guna menghindari serangan hama
dan penyakit. Petani bisa kembali menanam di lahan awal setelah satu tahun
kemudian. Pada saat itu diharapkan siklus hama dan penyakit cabai telah terputus.
Jika penanaman cabai akan dilakukan pada lahan seluas satu hektar, sangat
disarankan waktu penanaman tidak dilakukan secara serempak. Sebaiknya areal
tersebut di bagi menjadi 2 atau 4 bagian dengan selisih waktu tanam antara
areal satu dengan lainnya 1-2 minggu.
3) Persiapan lahan
Penyiapan lahan terpilih diawali dengan pembersihan lahan dari batu-batuan,
gulma, semak belukar yang dapat menghalangi pertumbuhan tanaman muda.
Kotoran dan sisa-sisa bahan yang telah dibersihkan ditampung pada tempat
yang aman atau dapat dikubur dalam tanah. Selain itu, dibuang tanaman atau
bagian tanaman lain yang dapat menjadi sumber penyakit.
26
4) Persemaian
Pada H-30 dilakukan pembuatan bedeng persemaian, persiapan polibag,
membuat media semai yang terdiri dari tanah gembur, kompos, dan NPK
16:16:16 dengan perbandingan (4:1:1) di tambah Tricoderma sp. dan Furadan
(bahan aktif karbofuran). Semua bahan tersebut diaduk rata dan dimasukkan ke
polibag ukuran 6 x 8 atau 8 x 10 cm. Pengisian media semai sampai 90% dari
volume polibag, lahan, luas pembibitan 0,5% dari luas areal tanam.
Pada H-25 dilakukan perendaman benih cabai. Benih cabai merah
direndam dalam air dingin atau air hangat atau dalam larutan fungisida sistemik
selama 12 jam. Benih yang mengambang dalam perendaman segera dibuang.
Benih tersebut kemudian diperam 3-5 hari.
Pada H-21, setelah benih cabai keluar calon akar, dilakukan pemindahan
ke media menggunakan lidi atau pinset. Kedalaman penyemaian 0,5 cm dan
ditutup tanah. Bibit dimasukkan ke dalam sungkup plastik, dilakukan penyiraman
setiap pagi dan sore dengan gembor halus. Umur bibit cabai 10 hari sungkup
plastik dibuka penuh.
Pada H-5 dilakukan pemberian pupuk daun dengan konsentrasi 1 g/l.
Pupuk daun tersebut untuk mempercepat pertumbuhan bibit.
Pada H-1 bibit cabai yang akan ditanam disemprot dengan Previcur
N dengan konsentrasi 2,5 cc/l dan Agrept/Bactocyn/Plantomicyn 1,2 g/l.
Penyemprotan berfungsi mencegah serangan penyakit pada bibit.
5) Penanaman
Pada hari H (H+0), setelah bibit cabai muncul 4-5 daun, dilakukan seleksi bibit.
Bibit yang ditanam adalah yang sehat, normal, dan berukuran seragam. Bibit
yang sudah diseleksi segera dibawa ke lahan dengan menggunakan nampan/
wadah dan diletakkan di lubang tanam pada setiap bedengan. Sebelum
polibag disobek, dilakukan pemadatan media semai dengan cara dikepal. Hal
ini bertujuan agar tanah tidak pecah dan akar tidak putus. Jangan sampai ada
rongga antara mulsa dengan tanah di lubang tanam. Penanaman bibit sebaiknya
dilakukan pada sore hari, kedalaman penanaman bibit setinggi ukuran polibag.
6) Pemeliharaan
Pada H+1 hingga H+7 dilakukan penyulaman. Penyulaman dilakukan terhadap
tanaman yang mati atau tidak tumbuh normal. Setelah itu dilakukan pemasangan
ajir bambu berukuran panjang 120 cm. Pemasangan ajir jangan terlalu dekat
perakaran karena bisa merusak akar.
Pada H+8 hingga H+14 dilakukan perompesan tunas air (rempelan).
Perompesan sebaiknya dilakukan pada pagi hari di bawah jam 10.00. Pekerja
29
30
penyakit harus diambil/dicabut.Jika ada tanaman yang mati pucuk maka segera
dilakukan pemangkasan. Pada fase tersebut tanaman cabai masuk pada fase
generatif.
Pada umur H+60 sampai H+65 dilakukan pemberian Kalsium (Ca) murni
dan Multi KP. Pada saat tersebut juga dilakukan pengambilan daun pada batang
bawah yang terserang penyakit kemudian dibakar. Dilakukan juga penyiangan
gulma di sekitar lubang tanaman dan selokan antar bedengan serta digunakan
agen hayati (PGPR) pada saat tersebut. Pada tahap ini, karena tanaman sudah
menghasilkan buah maka pengamatan terhadap kemungkinan serangan hama
dan penyakit buah harus dilakukan dengan lebih intensif.
Bagian tanaman yang sakit atau terserang hama diambil dan dimusnahkan.
Dilakukan juga penyemprotan pestisida secara rutin dengan interval 2-3 hari
sekali dengan penambahan perekat jika kondisi hujan terus menerus.
Umur H+68 sampai H+75 dilakukan pemupukan Multi KP sebanyak 20 g/l
dan penyemprotan Ca murni. Daun pada batang bawah yang terserang penyakit
diambil kemudian dibakar. Dilakukan juga penyiangan gulma di sekitar lubang
tanaman dan selokan antar bedengan serta penggunaan agen hayati (PGPR).
Pada umur tersebut bunga sudah menjadi buah.
Pada saat H+76 sampai H+81 dilakukan pemupukan Multi KP sebanyak 20
gr/l. Pada saat tersebut juga dilakukan pengamatan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) dan dilakukan pekerjaan sanitasi tanaman atau buah yang kena
hama penyakit.
33
Kegiatan pasca panen untuk cabai keperluan industri tidak dilakukan oleh
petani tapi dilaksanakan oleh pengumpul, misalnya Koja. Koperasi tersebut
yang melakukan proses sortasi dan grading sehingga cabai yang memenuhi
syarat dikirim ke industri (PT Heinz ABC) dan yang tidak memenuhi syarat di
jual ke pasaran lokal. Cabai yang dikirim ke industri adalah cabai merah yang
telah dipetik tangkainya.
3.7. Jumlah, Jenis, dan Mutu Produksi
Dari setiap pengiriman, PT. Heinz ABC secara acak mengambil contoh dengan
berat berkisar antara 15-25 kg dari setiap 12 ton kontainer (atau bagian darinya
yang dikirimkan). Contoh-contoh yang diambil dari pengiriman cabai untuk
menentukan kualitas cabai sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, dilakukan
secara acak dengan suatu proses mekanik sehingga setiap contoh mewakili
kontainer cabai dari manja contoh tersebut diambil. Persyaratan cabai yang
dikehendaki oleh PT Heinz ABC harus memenuhi persyaratan berikut:
1) Deskripsi: Cabai besar merah adalah buah cabai berwarna merah
memiliki kelopak dan tangkai berwarna hijau dan mempunyai rasa
pedas,
2) Persyaratan Kemasan: Krat plastik bersih, utuh/tidak rusak, kapasitas
22-25 kg,
3) Persyaratan Transportasi: bak truk bersih, kering, tidak terkontaminasi
bahan kimia/bahan bukan makanan,
35
4)
5)
6)
7) Tidak Standar
Cacat
: Busuk dan pecah-pecah maksimal 10%;
bolong/berulat maksimal 10% dan terkena
patek maksimal 5%.
Penyimpangan warna
: Belang, hitam/kehijauan maksimal 4%;
Orange, pemakaian campurtergantung
hasil test warna.
Ukuran
: Ukuran terlalu besar maksimal 25%. Cabai
terlalu besar, biji cenderung tidak padat.
Visual kusam dan kisut maksimum 20%; masih berkelopak maksimum 15%,
8) Persyaratan lain: aman untuk dikonsumsi,
9) Persyaratan Pemerintah: sesuai dengan peraturan Departemen
Kesehatan dan SNI,
10) Standar Penolakan: Cabai ditolak jika:
a. Busuk, pecah-pecah dan bolong berulat > 10%
b. Patek > 5%
c. Warna belang hitam/hijau > 4%
d. Warna orange dan tidak ada stok cabai merah untuk campuran
e. Ukuran tidak memenuhi spesifikasi
f. Aroma tidak normal
g. Rasa langu/pahit/sepat
36
Secara umum serangan OPT terdiri atas serangan hama dan penyakit.
Berikut ini adalah beberapa jenis hama dan penyakit penting yang menyerang
tanaman cabai merah beserta teknik pengendaliannya (Dinas Pertanian D.I
Yogyakarta, 2009):
38
a. Gejala serangan :
Hama ini merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting.
Pada musim kemarau perkembangan hama sangat cepat, sehingga populasi
lebih tinggi sedangkan pada musim penghujan populasinya akan berkurang
karena banyak thrips yang mati akibat tercuci oleh air hujan. Hama ini
menyerang tanaman dengan menghisap cairan permukaan bawah daun
(terutama daun-daun muda). Serangan ditandai dengan adanya bercakbercak keperak-perakkan. Daun yang terserang berubah warna menjadi coklat
perak, mengeriting atau keriput dan akhirnya kerdil. Pada serangan berat
menyebabkan daun, tunas atau pucuk menggulung ke dalam dan muncul
benjolan seperti tumor, pertumbuhan tanaman terhambat dan kerdil.
b. Cara Pengendalian :
(1) Menggunakan tanaman perangkap seperti kenikir kuning.
(2) Sanitasi lingkungan dan pemotongan bagian tanaman yang terserang
thrips.
(3) Penggunaan perangkap likat warna kuning sebanyak 40 buah per ha
atau 2 buah per 500 m2 yang dipasang sejak tanaman berumur 2
minggu. Dapat dibuat dari botol/pralon yang berwarna putih. Plastik
diolesi dengan lem agar thrips yang tertarik menempel. Apabila botol /
plastik sudah penuh dengan thrips maka plastik perlu diganti (2 minggu
sekali).
(4) Pemanfaatan musuh alami yang potensial untuk mengendalikan hama
thrips, antara lain predator kumbang Coccinellidae, tungau, predator
larva Chrysopidae, kepik Anthocoridae, dan patogen Entomophthora sp.
39
(5)
b. Pengendalian:
(1) Mengumpulkan buah yang terserang kemudian dimusnahkan dengan
cara di bakar atau dibenamkan.
(2) Pemanfaatan musuh alami antara lain parasitoid larva dan pupa (Biosteres
40
3)
41
a. Gejala serangan :
Gejala serangan pada daun berupa bercak nekrotik, disebabkan oleh
rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat serangan nimfa dan serangga
dewasa. Pada saat populasi tinggi, serangan kutu kebul dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Embun muda yang dikeluarkan oleh kutu kebul dapat
menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam, menyerang berbagai
bagian tanaman.
b. Pengendalian :
(1) Pemanfaatan musuh alami, seperti predator, parasitoid, dan patogen
serangga. Predator yang diketahui efektif melawan kutu kebul, antara
lain Menochilus sexmaculatus (mampu memangsa larva Bemisia Tabaci
sebanyak 200-400 larva/hari), Coccinella Septempunctata, Scymus
Syriacus, Chrysoperla Carnea, Scrangium Parcesetosum, Orius
Albidipennis, dll. Parasitoid yang diketahui efektif menyerang B. tabaci
adalah Encarcia Adrianae (15 spesies), E. Tricolor, Eretmocerus corni (4
spesies), sedangkan jenis patogen yang menyerang B. Tabaci, antara
lain Bacillus thuringiensis, Paecilomyces farinorus, dan Eretmocerus.
(2) Penggunaan perangkap likat kuning dapat dipadukan dengan
pengendalian secara fisik/mekanik dan penggunaan insektisida secara
selektif. Dengan cara tersebut populasi hama dapat ditekan dan
kerusakan yang ditimbulkannya dapat dicapai dalam waktu yang relatif
lebih cepat.
(3) Sanitasi lingkungan.
(4) Tumpangsari antara cabai dengan tagetes (nikir kuning).
(5) Penggunaan pestisida selektif sebagai alternatif terakhir antara lain
Permethrin, Amitraz, Fenoxycarb, Imidacloprid, Bifenthrin, Deltamethrin,
Buprofezin, Endosulphan dan asefat.
4)
Uret
Pada musim hujan muncul hama uret. Pengendalian dilakukan dengan
lampu perangkap dan pestisida.
Penyakit-Penyakit Penting pada Cabai Merah
Pada umumnya penyakit yang sering menyerang tanaman cabai merah
disebabkan oleh cendawan, terutama disebabkan oleh lahan yang selalu lembab
sehingga memungkinkan cendawan berkembang dengan baik. Beberapa jenis
penyakit penting yang menyerang tanaman cabai merah, antara lain :
1)
42
a. Gejala Serangan :
Daun yang terserang mengalami kelayuan mulai dari bagian bawah,
menguning dan menjalar ke atas ke ranting muda. Bila infeksi berkembang
tanaman menjadi layu. Warna jaringan akar dan batang menjadi coklat.
Tempat luka infeksi tertutup hifa putih seperti kapas. Bila serangan terjadi
pada saat pertumbuhan tanaman maksimum, maka tanaman masih dapat
menghasilkan buah. Namun, bila serangan sudah sampai pada batang, maka
buah kecil akan gugur.
b. Pengendalian:
(1) Sanitasi dengan mencabut dan memusnahkan tanaman terserang.
(2) Dianjurkan memnafaatkan agen antagonis Trichoderma spp. atau
Gliocladium spp yang diaplikasikan bersamaan dengan pemupukan
dasar dan pupuk susulan.
2)
a. Gejala Serangan :
Pada tanaman tua, layu pertama biasanya terjadi pada daun yang terletak
pada bagian bawah tanaman. Pada tanaman muda, gejala layu mulai tampak
43
pada daun bagian atas tanaman. Setelah beberapa hari, gejala layu diikuti
oleh layu yang tiba-tiba dan seluruh daun tanaman menjadi layu permanen,
sedangkan warna daun tetap hijau, kadang-kadang sedikit kekuningan.
Jaringan vaskuler dari batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan.
Bila batang atau akar dipotong melintang dan dicelupkanke dalam air yang
jernih, maka akan keluar cairan keruh koloni bakteri yang melayang dalam air
menyerupai kepulan asap. Serangan pada buah menyebabkan warna buah
menjadi kekuningan dan busuk. Infeksi terjadi melalui lentisel dan akan lebih
cepat berkembang bila ada luka mekanis. Penyakit berkembang dengan
cepat pada musim hujan.
b. Pengendalian :
(1) Kultur teknis dengan pergiliran tanaman, penggunaan benih sehat,
dan sanitasi dengan mencabut dan memusnahkan tanaman sakit.
(2) Dianjurkan memanfaatkan agen antagonis Trichoderma spp dan
Glicladium spp. yang diaplikasikan bersamaan dengan pemupukan
dasar.
(3) Penggunaan bakterisida sesuai anjuran sebagai alternatif terakhir.
3)
44
a. Gejala Serangan :
Helai daun mengalami vein clearing dimulai dari daun pucuk berkembang
menjadi warna kuning jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke
atas. Infeksi lanjut dari gemini virus menyebabkan daun mengecil dan berwarna
kuning terang, tanaman kerdil, dan tidak berbuah.
45
b. Pengendalian :
(1) Mengendalikan serangga vektor virus kuning yaitu kutu kebul (Bemisia
tabaci).
(2) Melakukan sanitasi lingkungan terutama tanaman inang seperti ciplukan,
terong, gulma bunga kancing, dan wedusan.
(3) Membuat benih/pesemaian dengan sungkup untuk membantu
mengurangi berkembangnya penyakit.
(4) Melakukan pemupukan tambahan untuk meningkatkan daya tahan
tanaman agar tanaman tetap berproduksi walaupun terserang virus
kuning.
5)
Gejala serangan cabang terserang layu dan akhirnya mengering daun dan
buah ikut mengering. Pengendalian: sanitasi bagian yang terserang dengan
memotong (cabang yang terserang) dan dibakar/musnahkan. Penggunaan
fungisida yang efektif sesuai anjuran. n
46
47
BAB IV
ASPEK PASAR DAN
PEMASARAN
48
Sumber: aplikasi.deptan.go.id
4.1.2. Penawaran
Menurut data Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, luas
areal pertanaman cabai merah cenderung berfluktuasi. Selama tahun 2012,
luas panen cabai merah besar adalah 120.275 ha, mengalami penurunan
1,38% dibanding tahun 2011 yang luas areal panennya mencapai 121.063
ha. Produksi cabai merah besar secara nasional pada tahun 2012 adalah
954.310 ton, meningkat sebanyak 7,36%, dibanding tahun tahun 2011 yang
mencapai 888.852 ton. Luas areal panen untuk komoditas cabai merah
secara nasional tercantum pada Lampiran 1.
Pada tahun 2012 tercatat beberapa daerah sentra yang memasok cabai
merah ke pasaran. Sentra penghasil cabai merah besar secara nasional adalah
Jawa Barat (201.384 ton), Sumatera utara (197.409 ton), Jawa Tengah (130.127
ton), Jawa Timur (99.670 ton), Sumatera Barat (57.671 ton), Aceh (51.411 ton),
dan Lampung (42.437 ton). Pasokan cabai dari 7 provinsi tersebut mencapai
81,7% dari produksi cabai merah secara nasional. Produksi cabai merah pada
tahun 2008-2012 tercantum pada Lampiran 2.
Selain pasokan dari sentra produksi di dalam negeri, dalam waktuwaktu tertentu Indonesia juga mengimpor komoditas ini dari negara lain.
Pada tahun 2012, volume impor cabai mencapai 26.838.681 kg dengan nilai
US$27.935.228 (Tabel 4.2). Secara netto, nilai impor cabai Indonesia lebih
besar dari ekspornya. Impor cabai tersebut terutama berasal dari India, Japan,
Korea, dan China. Selain itu, Indonesia juga mengimpor benih cabai pada
tahun 2012 yang nilainya mencapai US$3.857.890.
50
Sumber: http://aplikasi.deptan.go.id/eksim2012
Untuk mengatasi hal ini maka beberapa kelompok yang tergabung dalam
asosiasi cabai merah melakukan koordinasi dengan rekan-rekan sesama petani/
pengusaha cabai di kabupaten dan provinsi lain untuk berusaha bekerjasama
menjaga stabilitas pasokan cabai. Dengan adanya kerjasama dan pertukaran
informasi tersebut maka mereka berusaha menjaga agar harga cabai tidak
melambung terlalu tinggi tapi juga jangan sampai jatuh terlalu rendah.
Bagi petani yang bekerjasama dengan industri, stabilitas harga lebih
terjaga karena adanya sistem kontrak yang disepakati. Meski demikian masih
sering terdengar keluhan bahwa harga kontrak tersebut secara rata-rata masih
berada di bawah harga pasar.
Dalam menyiasati persaingan yang terjadi, biasanya para petani melakukan
kiat-kiat tertentu baik secara individu maupun berkelompok. Sedapat mungkin
mereka akan menekan biaya produksi, misal mengurangi penggunaan input
pupuk dan pestisida sehingga mendapatkan margin keuntungan yang lebih
besar. Pengurangan pestisida dapat menjadi peluang ke arah budidaya cabai
secara organik.
Biasanya harga cabai merah akan melonjak ketika mendekati hari besar
keagamaan dan hari besar nasional (khususnya Idul Fitri dan Tahun Baru).
Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh petani, dengan melihat fase pertumbuhan
cabai maka mereka akan menghitung mundur jadwal tersebut sehingga jadwal
panen jatuh pada bulan puasa atau mendekati natal dan tahun baru.
4.2. Aspek Pemasaran
4.2.1. Harga
Kebutuhan akan cabai merah, diduga masih dapat ditingkatkan dengan pesat
sejalan dengan kenaikan tingkat konsumsi per kapita, kenaikan pendapatan dan
pertambahan jumlah penduduk. Sekalipun ada kecenderungan peningkatan
kebutuhan, tetapi permintaan terhadap cabai merah untuk kebutuhan seharihari dapat berfluktuasi, yang disebabkan karena tingkat harga yang terjadi di
pasar eceran. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh
faktor-faktor yang mempengaruhi sisi permintaan juga disebabkan oleh faktorfaktor yang mempengaruhi sisi penawaran. Dapat dijelaskan bahwa kadangkadang keseimbangan harga terjadi pada kondisi jumlah yang ditawarkan
relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Hal inilah
yang mengakibatkan harga akan sangat tinggi demikian pula sebaliknya.
Dari kegiatan pemasaran cabai di Jawa terutama yang berasal dari Jawa
Barat dan Jawa Tengah dapat di jumpai 4 pengendali harga (price leader) yang
berperan, yakni :
52
1)
2)
3)
4)
Pasar Induk Kramat Jati sebagai pemasok cabai untuk wilayah Jabotabek
dan sekitarnya. Harga cabai di Pasar Induk Kramat Jati dapat digunakan
sebagai patokan harga cabai. Demikian pula pasar induk di kota-kota
besar seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta dan kota besar lainnya,
Pedagang pengumpul yang terdekat dengan para produsen,
Pedagang pengumpul yang mampu memasarkan lebih lanjut ke pasar
yang terdekat dengan konsumen,
Industri pengolahan cabai yang menetapkan harga beli cabai sebagai
bahan baku kepada petani (misal PT. Heinz ABC).
Tren perkembangan harga cabai merah mulai bulan Januari 2010 - April
2013 (Minggu III), cenderung menurun 0,02% di kabupaten sentra produksi. Di
beberapa kota besar di Indonesia, trend harga komoditas ini meningkat 0,25%
Gambar 4.1.
Harga rata-rata cabai pada bulan April 2013 dibandingkan dengan harga
rata-rata cabai pada bulan Maret 2013 di kabupaten sentra produksi dan kota
besar menurun masing-masing sebesar 10,50% dan 11,93%. Harga rata-rata
cabai pada bulan April 2013 dibandingkan dengan April 2012 di kabupaten
sentra produksi dan kota besar meningkat masing-masing sebesar 20,13% dan
16,69%. Harga rata-rata cabai pada Minggu III April 2013 dibandingkan dengan
Minggu II April 2013 di kabupaten sentra produksi dan kota besar meningkat
masing-masing sebesar 5,82% dan 3,48% (Tabel 4.3).
53
Tabel 4.3. Harga Cabai Merah Besar di Beberapa Kabupaten Sentra Produksi dan
Kota Besar di Indonesia Maret-April 2013 (Rp)
Sumber: http://pphp.deptan.go.id
Periode bulan Agustus 2012, fluktusi harga cabai domestik dengan harga
internasional terlihat pada Gambar 4.2. Gambar tersebut menunjukkan harga
cabai domestik mengalami fluktuasi kenaikan lebih tajam dibandingkan harga
internasional. Secara umum, harga cabai merah di internasional lebih rendah
dari harga domestik.
oleh pasar. Meski demikian masih ada beberapa hal yang dirasakan menjadi
kendala seperti :
1)
2)
3)
56
Halaman ini
sengaja dikosongkan
57
BAB V
ASPEK KEUANGAN
58
61
Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Budidaya Cabai Merah Per Hektar
Tabel 5.3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Cabai Merah Per Hektar
Besarnya biaya tetap untuk budidaya cabai merah adalah Rp9.100.000 per
musim tanam atau Rp18.200.000 per tahun. Komponen biaya tetap terbesar
digunakan untuk sewa lahan yaitu sebesar 57,69%.
62
Tabel 5.4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Cabai Merah Per Hektar
Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Cabai Merah Per Hektar
63
Tabel 5.6. Angsuran Kredit Investasi Usaha Budidaya Cabai Merah Per Hektar (Rp)
Catatan : Pembayaran angsuran pokok dan bunga dilakukan sejak bulan ke-4 s.d. ke-6 (mulai
64
Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Cabai Merah Per Hektar (Rp)
Dari tabel tersebut terlihat bahwa setiap musim panen maka petani
akan membayar angsuran pokok dan bunganya sebesar Rp25.517.920 atau
Rp51.035.840 untuk satu tahun (2 kali musim tanam). Angsuran kredit tersebut
diprediksikan akan lunas pada akhir musim ke-2 pada tahun pertama, kemudian
mendapatkan pinjaman kredit lagi untuk 2 musim tanam lagi dengan pelunasan
pada akhir musim ke-4 di tahun kedua.
5.5. Produksi dan pendapatan
Produksi budidaya cabai merah industri sesuai dengan asumsi produktivitas
sebesar 1 kg/tanaman, dalam satu ha terdapat populasi eferktif 17.500 tanaman.
Dari populasi tersebut, diasumsikan hanya 14.000 tanaman yang dapat tumbuh
baik dan menghasilkan. Dengan demikian, produktivitas tanaman per ha adalah
14.000 kg, di mana 5% diantaranya off grade (700 kg). Dengan demikian, cabai
yang layak masuk ke industri sebanyak 13.300 kg untuk setiap musim. Harga
65
cabai merah untuk industri di tingkat petani adalah Rp7.500/kg dan yang off
grade Rp2.000/kg.
Proyeksi produksi dan pendapatan budidaya cabai merah per hektar
disajikan pada Tabel 5.8. Perkiraan pendapatan usaha per hektar untuk satu
musim tanam sebesar Rp101.150.000 sehingga pendapatan usaha dalam satu
tahun mencapai Rp202.300.000.
66
Tabel 5.8. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Cabai Merah Per Hektar
67
Provit on sales
69
Tabel 5.10. Proyeksi Arus Kas Usaha Budidaya Cabai Merah per Hektar
untuk
Discount Factor
Present Value
Tabel 5.11. Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Cabai Merah Per Hektar
71
6) Skenario 3 : Kombinasi
Penurunan harga cabai merah dapat terjadi karena kenaikan biaya produksi
seiring dengan peningkatan harga saprotan dapat juga terkombinasi dengan
turunnya produk yang terjual ataupun turunnya nilai jual produk cabai merah.
Sensivitivitas kombinasi tersebut memperlihatkan bahwa pada saat terjadinya
kenaikan biaya variabel sebesar 4% dengan terjadinya penurunan pendapatan
sebesar 4% maka usaha budidaya cabai merah masih dinilai layak.
Dari ketiga skenario tersebut, meskipun harga pupuk dan upah tenaga kerja
memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar, namun usaha budidaya cabai
merah masih layak untuk dijalankan. Hal-hal yang perlu dicermati dalam usaha
budidaya cabai merah ini adalah ketersediaan lahan dan musim yang dapat
berakibat pada produktivitas. Apabila produktivitas mengalami penurunan
maka dapat terjadi penurunan faktor kelayakan yang cukup signifikan.
5.9. Kendala Keuangan
Kegiatan pemasaran dan teknologi produksi cabai merah dapat diatasi
dengan melakukan pola kemitraan, namun usaha budidaya cabai merah tetap
72
73
BAB VI
ASPEK EKONOMI,
SOSIAL, DAN DAMPAK
LINGKUNGAN
74
daerah yang relatif miring tersebut, usaha budidaya harus dilakukan secara
hati-hati terutama dalam pengolahan tanah. Pembuatan terasering, bedengan,
dan saluran drainase harus dikerjakan dengan benar agar tidak menyebabkan
terjadinya erosi.
Disamping itu, tanaman cabai merah adalah jenis tanaman hortikultura
yang sangat intensif dalam penggunaan pestisida kimiawi, karena sifat
tanamannya yang memang sangat rentan terhadap serangan organisme
pengganggu tanaman OPT. Sudah umum diketahui bahwa daerahdaerah penghasil komoditas hortikultura, seperti cabai merah di Indonesia
menggunakan bahan kimiawi yang sangat tinggi, sehingga menimbulkan
permasalahan tingkat keamanan konsumsi komoditas tersebut mengingat ada
residu yang ditinggalkan melalui penggunaan pestisida. Jika mengacu pada
masalah keamanan pangan serta pertanian berkelanjutan, maka sebaiknya
secara bertahap dilakukan perbaikan cara bertani menuju pertanian yang
rendah penggunaan bahan kimia, walaupun mungkin tidak nol sama sekali.
Berdasarkan konsepsi PHT, pestisida hanya digunakan kalau memang
benar-benar diperlukan (sesuai dengan hasil pengamatan agroekosistem).
Selain itu, penggunaannya harus berhati-hati dan sekecil mungkin gangguannya
terhadap lingkungan. Secara umum, penggunaan pestisida harus mengikuti
lima kaidah, yaitu:
1) Tepat sasaran
2) Tepat jenis
3) Tepat waktu
4) Tepat dosis/konsentrasi
5) Tepat cara penggunaan
Pertanian organik saat ini sudah banyak dipraktekkan untuk tanaman
pangan lain, misalnya beras, dan tampaknya permintaan pasar untuk produk
jenis ini juga sudah sangat tinggi. Di sisi lain juga ternyata penghasilan petani
bukannya menurun, tapi justru naik secara signifikan, maka mungkin dalam
jangka menengah-panjang perlu dilakukan secara bertahap cara budidaya
cabai merah ini di masa mendatang.
Masih terdapatnya petani yang menerapkan sistem tanam cabai merah
secara monokultur secara terus-menerus dapat membawa dampak yang
serius yaitu kemungkinan terjadinya ledakan hama dan penyakit cabai seperti
serangan layu dan antraknosa. Akibat yang lebih jauh lagi, serangan tersebut
bisa menyebar tidak hanya menyerang tanaman cabai saja tapi juga dapat
menyerang komoditas lain yang berkerabat dekat dengan cabai. Kondisi ini
dapat diminimalkan antara lain dengan menerapkan sistem tanam tumpang
sari antara cabai dengan komoditas lain yang relatif kompatibel, misalnya
bawang daun. Selain itu, setelah siklus musim tanam cabai berakhir, segera
77
ditanam komoditas lain yang berumur pendek (kurang dari 40 hari) dengan
memanfaatkan bedengan dan sisa hara dari tanaman cabai tersebut sehingga
tidak ada biaya pengolahan tanah dan pemupukan bagi tanaman antar waktu
tersebut. Beberapa komoditas yang dapat ditanam antara lain adalah timun,
bawang daun dan caisin.
Adanya perubahan cuaca yang ekstrim dalam satu tahun terakhir
(tahun 2012-2013) sangat berpengaruh terhadap kesinambungan budidaya
cabai merah di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis. Kondisi cuaca tersebut
berakibat terhadap meningkatnya serangan OPT, khususnya serangan
penyakit layu dan patek. Akibatnya produktivitas rata-rata cabai merah yang
seharusnya mencapai 1 kg/tanaman menurun drastis hingga hanya mencapai
0,2-0,3 kg/tanaman. Akibat kondisi tersebut maka ditemui cukup banyak
para petani cabai yang mengalami kesulitan dalam mengembalikan kredit
sehingga perlu penjadwalan kembali. Mengantisipasi hal ini maka sangat
diperlukan pemilihan benih cabai dari varietas yang mampu toleran terhadap
kondisi cuaca yang ekstrim tersebut. Sangat diperlukan peranan lembaga
penelitian dan perguruan tinggi untuk terus menghasilkan varietas cabai yang
mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap kondisi cuaca ekstrim dan toleran
terhadap serangan OPT. n
78
Halaman ini
sengaja dikosongkan
79
BAB VII
KESIMPULAN DAN
SARAN
80
7.1. Kesimpulan
Usaha budidaya cabai merah atau usaha tani cabai merah yang memiliki
prospek dan peluang usaha yang tinggi dapat diarahkan sebagai unit bisnis
yang mampu meningkatkan pendapatan dan memberikan nilai tambah produk
cabai merah. Dengan kajian pola pembiayaan usaha budidaya cabai merah ini,
dapat disimpulkan beberapa poin penting, yaitu:
1. Usaha budidaya cabai merah industri dengan pola kemitraan usaha
mampu menarik minat lembaga pembiayaan, baik perbankan maupun
lembaga pembiayaan non-bank untuk memberikan bantuan modal usaha,
terutama untuk pembiayaan modal kerja. Dalam pola tersebut, mitra usaha
menyediakan bantuan dalam bentuk kredit bibit yang berkualitas dengan
pembayaran pada saat panen. Selain itu, mitra membeli semua produk cabai
merah yang dihasilkan dengan harga sesuai kesepakatan, sehingga bagi
petani/pengusaha ada jaminan kepastian pasar dan harga.
2. Pemilihan lokasi dan penentuan musim tanam yang tepat pada budidaya cabai
merah sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas cabai merah. Daerah
yang selama ini dijadikan klaster Cabai di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis
(Seperti Panumbangan, Sukamantri dan Cihaurbeut) merupakan lokasi yang
sangat sesuai untuk usaha ini. Namun keterbatasan lahan perlu mendapatkan
perhatian sebab usaha budidaya cabai merah pada lahan yang sama tidak
dapat dilakukan penanaman secara continue, sehingga pengembangan
usaha bisnis cabai merah ini juga selayaknya masih menganut pengembangan
pertanian berkelanjutan. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam
usaha budidaya cabai merah selain lokasi, adalah penggunaan benih yang
baik, sesuai yang dikehendaki industri dan bersertifikasi.
3. Pola usaha dalam budidaya cabai merah dapat bervariasi tergantung pada
kondisi lahan, musim dan ketersediaan benih. Pola usaha budidaya cabai
merah yang dapat dikembangkan diantaranya adalah usaha budidaya cabai
merah industri dan cabai merah konsumsi.
4. Kebutuhan dana usaha budidaya cabai merah sangat tergantung
pada ketersediaan lahan (luasan lahan) dan jenis cabai merah yang
dibudidayakan. Total modal yang diperlukan untuk budidaya cabai
merah industri per hektar per musim tanam di tahun pertama sebesar
Rp84.474.100 yang terdiri dari biaya investasi sebesar Rp9.200.000 dan
modal Kerja sebesar Rp75.274.100. Dana yang dibiayai dari kredit bank
dengan proporsi 60% dengan Skim kredit yang diberikan berupa KUR
pada tingkat bunga 13% per tahun dengan jangka pinjaman selama 1
tahun. Untuk usaha yang sudah berjalan biaya investasi yang diperlukan
biasanya diperoleh dari modal sendiri.
81
5. Usaha budidaya cabai merah untuk industri per hektar sesuai dengan asumsi
yang ada menghasilkan NPV Rp32.027.167 pada tingkat bunga 13% dengan
nilai IRR adalah 63,19% dan Net B/C Ratio 4,48. Berdasarkan kriteria dan
asumsi yang ada menunjukkan bahwa usaha budidaya cabai merah industri
per hektar selama masa proyeksi sudah layak untuk dilaksanakan dengan
Pay Back Period (PBP) selama 2,04 tahun.
6. Peningkatan biaya produksi sangat berpengaruh terhadap tingkat kelayakan
usahanya. Komponen biaya variabel seperti upah tenaga kerja dan harga
pupuk kandang memiliki proporsi pengeluaran yang besar.
7.2. Saran
1. Pola pembayaran pinjaman setiap musim panen dapat diterapkan di sentra
produksi lainnya.
2. Untuk usaha yang baru perlu diperhitungkan jenis investasinya berdasarkan
skala usaha dan jenis usahanya.
3. Diperlukan pembiayaan untuk pengembangan pemasaran cabai merah
agar dapat membentuk sistem rantai pasok yang kuat dan petani/pengusaha
memiliki kekuatan untuk membangun harga jual dengan sumber daya yang
dimilikinya.
4. Petani/pengusaha juga harus berwawasan lingkungan dengan tetap
memperhatikan kelestarian lahan dan penggunaan bahan kimia yang
terkendali dan bertanggung jawab.
5. Perlu dilakukan penelitian yang intensif agar dapat dihasikan varietas cabai
merah yang mampu beradaptasi terhadap kondisi cuaca yang ekstrim
sehingga toleran terhadap serangan hama dan penyakit. n
82
Halaman ini
sengaja dikosongkan
83
INFO UMKM
INFO INF
UMKM
PADA
WEBSITE
BANK INDONESIA
FOUMKM
MPADA
WEBSITTEBANK
INDONESIA
http://jktbiwfe/id/umkm/Default.aspx
htttp://jktbiwffe/id/umkm
m/Default.asspx
INFFOUMKM
MPADAWEBSITTEBANKINDONESIA
htttp://jktbiwffe/id/umkm
m/Default.asspx
pada website Bank Indonesia www.bi.go.id terdapat minisite Info UMKM yang
o.idterdapa
Padaweb
bsite
Ba
ank informasi
Ind
donesia
www.bi.go
atminisite
Inffo simulasi
UM
MKM
yang
menyediakan
terkait pengembangan
UMKM,
termasuk
pola
menyedia
akaninforma
an www.bi.go
UMKM,
,termasuksim
mulasipolap
(lending
Padaweb
bsite asiterkaitpe
Ba
ank engembanga
Ind
donesia
o.idterdapa
atminisite
Inffo embiayaan
UM
MKMyang
pembiayaan
(lending
model)
usaha
kecil menengah
sebagaimana
dicantumkan
model)usa
aha kecil
meenengahseb
bagaimanad
dicantumkan
ndalambuku
uini.
menyedia
akaninforma
engembanga
an UMKM,
,termasuksim
mulasipolap
embiayaan (lending
dalam
buku
ini. asiterkaitpe
model)usa
aha kecil meenengahseb
bagaimanad
dicantumkanndalambukuuini.
meenu informa
asi yang terssediapadaInfo
I
UMKM
M
Beberapa menuBeeberapa
informasi
yang tersedia
pada Info UMKM
Info
Beeberapa meenu informa
asi yang terssediapadaInfo
I
UMKM
M UMKKM
TenttangLayananIIni
> KoordinasidanKe
erjasama
Info UMK
KM
Tent
tangLayananI
Kela
ayakan
Usaha
a Ini
> KooKomoditiUng
rdinasidanKe
erjasama
ggulan
> Kons
sultasi Usaha
PolaPembia
ayaan
Kela
ayakan Usaha
a
SistemPenun
njangKeputu
sanUntukInve
estasi
KomoditiUng
ggulan
PolaPembia
ayaan
> Dattabase
Profil UMKM
> Kre
edit UMKM
SistemPenunnjangKeputu
sanUntukInve
estasi
> Kisa
ahSuksesPemb
biayaan
> Pennelitian
>> Dat
ta tabase
KomoditiProfil
Dat
UMKM
k Web
UMKM
M
> Link
Kre
edit UMKM
> Kisa
ahSuksesPemb
biayaan
84
> Pennelitian
> Datta Komoditi
INFO UMKM
POLAPEMBIAYAAN(LENDINGMODEL)USAHAKECILMENENGAH
PEMBIAYAAN
(LENDING
MODEL)
USAHA
KECIL
Penelitian
POLA PEMBIAYAAN
(LENDING MODEL)
oleh
Bank
Indonesia
dapatdiunduhpada
Info USAHA
UMKM:KECIL
MENENGAHlengkap
MENENGAH
oleh Bank Indonesia dapat diunduh pada Info UMKM: http://www.
http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx
OLAPEMBIAYAAN(
LENDING
MODEL)USAHAKECILMENENGAH
bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx
(Menu: P
Kelayakan
Usaha > Pola
Pembiayaan)
PEMBIAYAAN
(LENDING
MODEL)
USAHA
KECIL
Bank
Indonesia
dapatdiunduhpada
Info
UMKM:
MENENGAHoleh
SISTEM
PENUNJANG
KEPUTUSAN
UNTUK
INVESTASI (SPKUI)
http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx
SISTEMPENUNJANGKEPUTUSANUNTUKINVESTASI(SPKUI)
(Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan)
Beberapa
pola pembiayaan
pembiayaan
(lending
kecil menengah
tersebut
Beberapa pola
(lending
model)model)
usaha usaha
kecil menengah
tersebut dapat
dapat
disimulasikan
secaradan
interaktif
dinamis dengan
aplikasi
SPKUIpada
Info SPKUI
UMKM:pada
disimulasikansecara
interaktif
dinamisdan
denganaplikasi
Info
UMKM:
http://www.bi.go.id/spkui
http://www.bi.go.id/spkui
SISTEM
PENUNJANGKEPUTUSANUNTUKINVESTASI(SPKUI)
(Menu:
Kelayakan
Usaha
> Sistem
Penunjang
(Menu: Kelayakan
Usaha
> Sistem
Penunjang
Keputusan Keputusan
Untuk Investasi)Untuk Investasi).
Beberapa pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah tersebut dapat
disimulasikansecara interaktif dan dinamis denganaplikasiSPKUIpada Info UMKM:
http://www.bi.go.id/spkui
(Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi)
n Simulasi
Simulasi
SPKUI SPKUI
dilakukan
dengan mengakses
menu yang tersedia
secara
bertahap,
yaitusecara
dilakukan
dengansub
mengakses
sub menu
yang
tersedia
Home
bertahap,
Komoditi yaitu
SumberDana
Asumsi dengan
BiayaInv
Simulasi
SPKUI dilakukan
mengaksesBiayaOps
sub menu yang
tersedia secaraR/L
bertahap,ArusKas
yaitu
Home
Komoditi
Asumsi
BiayaInv
BiayaOps
SumberDana
R/L
ArusKas
Kelayakan
Kelayakan
Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam penentuan kelayakan
Berdasarkan
simulasi
perhitungan
akan diperoleh
informasi akan
utama dalam
penentuan kelayakan
situasi
dan
kondisi
daerah
pengguna
melaksanakan
usahanya.
suatu
usaha
dalam
SPKUI,
yaitu: dimana
dalam
SPKUI,
yaitu:
- suatu
Net usaha
Present
Value
(NPV),
n Berdasarkan
simulasi
perhitungan
akan
diperoleh
informasi
utama
dalam
- Net Rate
Present
- Interest
of Value
Return(NPV),
(IRR),
- Interest
Rate of Return
(IRR), usaha dalam SPKUI, yaitu:
penentuan
kelayakan
suatu
- Net
B/C, dan
- Net B/C, dan
- Net
Present
Value
(NPV),
- Payback
Period
(PBP).
- Payback
Period
(PBP).
melaksanakan
usahanya.
Investasi
Usaha
dan Tabel Biaya Operasi Usaha, untuk disesuaikan dengan
85
DAFTAR
PUSTAKA
86
Daftar Pustaka
87
Daftar Pustaka
Sumarni N. 1996. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Di dalam: Duriat AS, Widjaja
A, Hadisoeganda W, Soetiarso TA, Prabaningrum L. Editor. Teknologi Produksi Cabai Merah. Lembang: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. hlm 36-47.
Suwandi N, Nurtika, Sahat S. 1989. Bercocok Tanam Sayuran Dataran Rendah.
Balai Penelitian Hortikultura Lembang dan Proyek ATA 395. Lembang.pp:
3.1-3.6.
Syukur, M. R. Yunianti dan R. Dermawan. 2012. Sukses Panen Cabai Tiap Hari. Penebar Swadaya. Jakarta 148 hal.
Trubus. 2003. Menguak Pasar Cabai Paprika. Trubus no. 399. Jakarta.
88
Daftar Pustaka
Halaman ini
sengaja dikosongkan
89
Lampiran
90
Lampiran
91
Lampiran
92
Lampiran
(off-grade)
Off-grade
(Flat)
93
Lampiran
94
Lampiran
Polybag
polybag
95
Lampiran
96
(Rp)
(Rp)
(Rp)
on grade
off grade
on grade
off grade
Lampiran
97
Lampiran
98
Lampiran
13%
Kredit
Tahun 0
Bulan ke-1
Bulan ke-2
Bulan ke-3
Bulan ke-4
Bulan ke-5
Bulan ke-6
Akhir Musim
Tanam ke-1
Bulan ke-7
Bulan ke-8
Bulan ke-9
Bulan ke-10
Bulan ke-11
Bulan ke-12
Akhir Musim
Tanam ke-2
Total Tahun 1
45.164.460
Tahun 2
Bulan ke-1
Bulan ke-2
Bulan ke-3
Bulan ke-4
Bulan ke-5
Bulan ke-6
Akhir Musim
Tanam ke-3
Bulan ke-7
Bulan ke-8
Bulan ke-9
Bulan ke-10
Bulan ke-11
Bulan ke-12
Akhir Musim
Tanam ke-4
Total Tahun 2
45.164.460
Angsuran
Tetap
Bunga
Total
Saldo Awal
Saldo Akhir
45.164.460
45.164.460
37.637.050
30.109.640
22.582.230
0
0
0
7.527.410
7.527.410
7.527.410
0
0
0
978.563
978.563
978.563
0
0
0
8.505.973
8.505.973
8.505.973
45.164.460
37.637.050
30.109.640
22.582.230
2.935.690
25.517.920
22.582.230
0
0
0
7.527.410
7.527.410
7.527.410
0
0
0
978.563
978.563
978.563
0
0
0
8.505.973
8.505.973
8.505.973
22.582.230
15.054.820
7.527.410
0
15.054.820
7.527.410
0
22.582.230
2.935.690
25.517.920
45.164.460
5.871.380
51.035.840
45.164.460
45.164.460
0
0
0
7.527.410
7.527.410
7.527.410
0
0
0
978.563
978.563
978.563
0
0
0
8.505.973
8.505.973
8.505.973
45.164.460
37.637.050
30.109.640
37.637.050
30.109.640
22.582.230
22.582.230
2.935.690
25.517.920
22.582.230
0
0
0
7.527.410
7.527.410
7.527.410
0
0
0
978.563
978.563
978.563
0
0
0
8.505.973
8.505.973
8.505.973
22.582.230
15.054.820
7.527.410
0
22.582.230
2.935.690
25.517.920
45.164.460
5.871.380
51.035.840
15.054.820
7.527.410
0
Catatan
Pembayaran angsuran (pokok dan bunga) dilakukan mulai bulan ke-4 dari
setiap musim tanam (bayar panen).
Pada awal tahun ke-2 (musim tanam ke-3) memperoleh kembali pinjaman
modal kerja untuk 1 musim tanam.
99
Prot on Sales
Lampiran
100
untuk IRR
Lampiran
101
102
untuk IRR
untuk IRR
Lampiran
untuk IRR
untuk IRR
Lampiran
103
104
untuk IRR
untuk IRR
Lampiran
untuk IRR
untuk IRR
Lampiran
105
106
untuk IRR
untuk IRR
Lampiran 16. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 4% dan Biaya Variabel Naik 4%
Lampiran
untuk IRR
untuk IRR
Lampiran 17. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 5% dan Biaya Variabel Naik 5%
Lampiran
107
Lampiran
Lampiran 18. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
1 Menghitung Jumlah Angsuran.
Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran
bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap
bulannya. Periode angsuran (n) adalah selama 36 bulan untuk kredit investasi
dan 12 bulan untuk kredit modal kerja.
Cicilan pokok
Bunga
Jumlah angsuran
n
NPV =
t
= 1
108
Bt Ct
(1 + i)t
Keterangan :
Bt
=
Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh pada
tahun ke-t.
Ct
=
Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek pada
tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap
merupakan modal atau dana rutin/operasional.
i
=
Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost of
capital.
n
=
Umur Proyek.
Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil
perhitungan NPV sebagai berikut:
a. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial;
b. Apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama
besar dengan tingkat suku bunganya (Social Opportunity of Capital-nya).
c. Apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena
proyek tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang
digunakan.
Lampiran
Lampiran
b. Titik Impas (satuan) =
c.
Biaya Tetap
Total Biaya Variabel
Hasil Penjualan
Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian
titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total
pengeluaran.
Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan.
Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek.
Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.
d. Titik Impas (n)
x Total Produksi.
Lampiran
1
Rumus DF per tahun =
, dimana
(1+ r) n
r = suku bunga
n = tahun 0, 1, .. n ; sesuai dengan tahun proyek
111
Halaman ini
sengaja dikosongkan
112
113
114