Di Susun Oleh :
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Metro
Alamat : Jl. Soekarno Hatta No.42 Mulyojati 16 B Metro Barat, Kota Metro 34125
Telp/Fax : (0725) 7008000, 7850378 Fax.(0725)47760
Wabsite : www.rsum.co.id
Email : info.rsumm@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penyakit infeksi/menular selalu menjadi masalah kesehatan di tanah air kita. Hal ini
dikarenakan belakangan ini telah terjadi peningkatan penyakit infeksi paru seperti TB.
Kemajuan transportasi dan komunikasi membuat penyakit dapat berpindah dari suatu
daerah atau negara ke negara lain dalam waktu relatif singkat serta tidak mengenal
batas wilayah administrasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, RSU Muhammadiyah Metro melaksanakan
pembangunan baik bidang sarana dan prasarana fisik khususnya bidang pelayanan
perawatan terhadap penyakit menular dan telah dibangun ruang perawatan atau
bangsal khusus isolasi. Ruangan isolasi tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga
tidak menimbulkan infeksi nasokomial. Artinya pasien yang dirawat dapat diamati
secara intensif dan pasien tidak dapat menularkan penyakitnya kepada dokter, perawat,
dan pasien lain serta pengunjung Rumah Sakit.
Berdasarkan hal diatas, pelayanan rawat inap di ruang isolasi RSU Muhammadiyah
Metro perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara berkesinambungan dalam rangka
memenuhi kebutuhan pelayanan, pengobatan, dan perawatan pasien dengan penyakit
menular.
Standar praktik sangat diperlukan dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat inap.
Standar sangat membantu keperawatan untuk mencapai asuhan yang berkualitas.
Standar digunakan terutama pada tiga proses evaluasi yaitu menilai diri sendiri,
inspeksi dan akreditasi di RSU Muhammadiyah Metro.
B. Ruang Lingkup
1. Penggunaan ruang isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang
mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan berbahaya.
2. Pelaksana panduan ini adalah elemen Rumah Sakit beserta pasien dan keluarga.
C. Batasan Operasional
1. Ruang isolasi
Ruang isolasi adalah ruangan khusus yang terdapat di rumah sakit yang merawat
pasien dengan kondisi medis tertentu terpisah dari pasien lain ketika mereka
mendapat perawatan medis dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit
atau infeksi kepada pasien dan mengurangi risiko terhadap pemberi layanan
kesehatan serta mampu merawat pasien menular agar tidak terjadi atau memutus
siklus penularan penyakit melindungi pasien dan petugas kesehatan.
2. Pasien TB
a. Berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis
adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan
contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung.
1) Pasien TB Paru BTA positif
2) Pasien TB Paru hasil biakan TB positif
3) Pasien TB paru hasil tes cepat TB positif
4) Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis
5) TB anak terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis
b. Pasien TB terdiagnosis secara klinis
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis
tetapi didiagnosis sebagai pasien TB oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB.
1) Pasien TB paru BTA negatif dengan foto toraks mendukung TB
2) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinik maupun laboratoris
tanpa konfirmasi bakteriologis.
D. Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruang perawatan
isolasi
1. Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative dibanding tekanan
di koridor.
2. Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
3. Udara harus dibuang keluar,atau diresirkulasi denganmenggunakan filter HEPA
(High-Efficiency Particulate Air)
4. Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.
5. Pada saat petugas atau orang lain berada di ruang rawat, pasien harus memakai
masker N95.
6. Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius.
7. Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai gunakan
penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).
E. Landasan Hukum
a. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
b. Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
c. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 382/Menkes/SK/III/2007
tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Kesehatan lainnya.
d. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 436 / Menkes / SK / VI / 1993 tentang
berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi SDI
B. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan Ruang Isolasi yaitu :
1. Untuk Dinas Pagi :
yang bertugas sejumlah 3 ( tiga ) orang dengan standar minimal bersertifikat
BTCLS
Kategori :
1 orang Kasie
1 orang PJ
1 orang Pelaksana perawat
2. Untuk Dinas Sore :
yang bertugas sejumlah 2 ( dua ) orang dengan standar minimal bersertifikat
BTCLS
Kategori :
1 orang PJ
1 orang Pelaksana
3. Untuk Dinas Malam
yang bertugas sejumlah 2 ( dua ) orang dengan standar minimal bersertifikat
BTCLS
Kategori :
1 orang PJ
1 orang Pelaksana
C. Pengaturan Jaga
1. Pengaturan Jaga Perawat UGD
a. Pengaturan jadwal dinas perawat Ruang Isolasi dibuat dan di pertanggung
jawabkan oleh Kasie Ruang Isolasi dan disetujui oleh Kasie Ruang Isolasi.
b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana Ruang Isolasi setiap satu bulan.
c. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut dapat mengajukan blangko tukeran shift. Permintaan akan
disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apa bila tenaga cukup dan
berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui).
d. Setiap tugas jaga / shift harus ada perawat penanggung jawab shift (PJ Shift)
dengan syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2
tahun.
e. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas malam, libur
dan cuti dan Lt ( libur tambahan ).
f. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga
sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat yang
bersangkutan harus memberitahu kasie Ruang Isolasi : 2 jam sebelum dinas
pagi, 4 jam sebelum dinas sore atau dinas malam. Sebelum memberitahu Kasie
Ruang Isolasi, diharapkan perawat yang bersangkutan sudah mencari perawat
pengganti, Apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan perawat
pengganti, maka kasie Ruang Isolasi akan mencari tenaga perawat pengganti
yaitu perawat yang hari itu libur atau perawat Ruang Isolasi yang sedang
berdinas saat itu.(Dobel dinas)
g. Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah
ditetapkan ( tidak terencana ), maka kasie Ruang Isolasi akan mencari perawat
pengganti yang hari itu libur atau perawat Ruang Isolasi yang sedang berdinas
saat itu. Apabila perawat pengganti tidak di dapatkan, maka perawat yang dinas
pada shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.(Prosedur pengaturan jadwal
dinas perawat Ruang Isolasi sesuai SOP terlampir).
BAB III
STANDAR FASILITAS
Ruang Ganti
Perawat
Ruang
Perawat
Ruang
Tindakan
KM
perawat
Pintu Masuk Pasien
KM pasien
Ruang
perawatan
kelas III
Ruang
perawatan
kelas IB
Ruang
perawatan
kelas IA
C. Standar Fasilitas
1. Fasilitas dan Sarana
Ruang Isolasi RSU Muhammadiyah Metro berlokasi di lantai I yang terdiri dari
ruangan perawat, ruang perawatan pasien kelas I dan kelas III , ruang ganti perawat.
Ruangan perawatan pasien kelas I terdiri dari 2 (dua) tempat tidur dan perawatan
pasien kelas III terdiri dari 5 tempat tidur.
2. Peralatan
Peralatan yang tersedia di Ruang Isolasi meliputi:
1) Mesin suction (1 set)
2) Oxigen lengkap dengan flowmeter (7 buah)
3) Spuit semua ukuran ( masing – masing 2 buah )
4) Infus set (2 buah )
5) Ambu bag ( 1 buah )
6) Stetoskop ( 2 buah )
7) Tensi meter ( 1 buah )
8) Tiang Infus ( 7 buah )
9) Nebulizer ( 1 buah )
10) Bengkok (2 buah)
11) Bak instrumen (2 buah)
12) Gunting (1 buah)
13) Masker bedah dan masker N95
14) Spirometer (1 buah)
15) Senter
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
2. Perangkat Kerja
a. Status Medis
2. Perangkat Kerja
a. Ambulan
b. Formulir persetujuan tindakan
c. Formulir rujukan
3. Tata Laksana Sistim Rujukan UGD
a. Alih Rawat
1) Perawat UGD menghubungi rumah sakit yang akan dirujuk
2) Dokter jaga UGD memberikan informasi pada dokter jaga rumah sakit
rujukan mengenai keadaan umum pasien.
3) Bila tempat telah tersedia di rumah sakit rujukan, perawat UGD menghubungi
bagian kendaraan / ambulan sesuai kondisi pasien
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai tujuan
pemeriksaan diagnostik, bila setuju maka keluarga pasien harus mengisi
informed consent
2) Perawat UGD menghubungi rumah sakit rujukan
3) Perawat UGD menghubungi petugas ambulan RSU Muhammadiyah Metro
c. Spesimen
1) Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan spesimen
2) Bila keluarga setuju maka harus mengisi inform consent
3) Dokter jaga mengisi formulir pemeriksan, dan diserahkan kepetugas
laboratorium
4) Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang dituju
BAB V
LOGISTIK
A. PENGERTIAN
1. Keselamatan Pasien ( Patient Safety )
Adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
a. Asesmen resiko
b. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
e. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )
G. KESALAHAN MEDIS
1. Medical Errors:
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien
H. KEJADIAN SENTINEL
1. Sentinel Event :
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima,
seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi ( seperti,
amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang
berlaku.
I. TATA LAKSANA
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien
2. Melaporkan pada dokter jaga UGD
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden
Keselamatan”
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pendahuluan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak berusia
kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang belum
mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara
langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan
dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan
umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan
pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI
angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun
1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah
2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak
memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untuk
mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari
penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “
Kewaspadaan Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya
infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak
langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya
mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja
maksimal.
B. Tujuan
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi
diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
“Universal Precaution”.