Anda di halaman 1dari 30

PEDOMAN PELAYANAN RAWAT INAP

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil


kerja keras dari sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta
kontribusi positif dari berbagai sektor pembangunan lainnya.

Dengan kata lain untuk dapat mewujudkan masyarakat sehat secara holistik,
para penanggung jawab pembangunan harus memasukkan pertimbangan-
pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya.

Tujuan pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan,


dan kemampuan hîdup sehat bagi setiap orang. agar meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup
dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata.

Usaha kesehatan mencakup usaha peningkatan (promotif), pencegahan


(prevemif) penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Salah satu upaya
penyembuhan pasien adalah melalui pengobatan dan perawatan yang dilaksanakan
dalam ruang rawat inap di rumah sakit.

Ruang rawat inap yang aman dan nyaman merupakan factor penting yang
dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasien, oleh karena itu dalam merancang
ruang rawat inap harus memenuhi persyaratan tertentu yang mendukung terciptanya
ruang rawat inap yang sehat , aman, dan nyaman.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan pasien yang menjalani rawat
inap di RS Muhammadiyah Kalikapas Lamongan.
2. Mengetahui alur pelayanan di unit Rawat Inap di RS Muhammadiyah Kalikapas
Lamongan.
3. Meningkatkan mutu pelayanan di unit rawat inap RS Muhammadiyah Kalikapas
Lamongan.
C. RUANG LINGKUP PELAYANAN

Ruang lingkup pelayanan di ruang Rawat Inap RS Muhammadiyah Kalikapas


Lamongan. meliputi :

1. Pelayanan keperawatan.
2. Pelayanan medik (Pra dan Pasca Tindakan Medik).
3. Pelayanan penunjang medik:
a) Radiologi
b) Pengambilan sampel labomiorium
c) Konsultasi anestesi
d) Gízi {Diet dan Konsultasi)
e) Famiasi (Depo dan Kliník)

D. BATASAN OPERASIONAL

Ruangan Rawat inap adalah ruangan untuk pasien yang memerlukan asuhan dan
pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.

Ruangan rawat inap di RS Muhammadiyah Kalikapas Lamongan meliputi: Paviliun


Matahari A untuk rawat inap dewasa dan anak kelas perawatan VIP, kelas 1 dan kelas 2,
Paviliun Matahari B untuk rawat inap kebidanan dan kandungan, Paviliun Mentari A dan
mentari B untuk rawat inap dewasa dan anak kelas 3.

E. LANDASAN HUKUM
1. Standar Kesehatan dan Keselarnatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS), Departemen
Kesehatan RI tahun 2009
2. Permenkes RI No 028/Menkes/Per//1/2012 tentang Klinik
3. Permenkes RJ No 1438/Menkes/Per/11/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
4. Undang — Undang RI No 29 tahun 2009 tetang Kesehatan
5. Undang — Undang RI No 44 tahun 2009 tetang Rumah Sakit
6. Undang — Undang RI No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
7. Permenkes Rl No 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan No 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan No 129/MENKES/SK/11/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Pemberi pelayanan di rawat inap di RS Muhammadiyah Kalikapas Lamongan adalah:

1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan adalah seorang dokter spesialis yang


bertanggung jawab atas pasien yang dirawatnya sekaligus mengkoordinasikan
kegiatan pelayanan rawat inap sesuai kebutuhan pasien. Termasuk disini bila pasien
tersebut membutuhkan konsultasi dengan bagian atau spesialis lain.

2. Dokter Jaga Ruangan/ Dokter Jaga Rawat Inap

Dokter Jaga Ruangan/Dokter Jaga Rawat Inap adalah dokter umum yang bertugas di
Ruang rawat inap. ,

3. Perawat

Perawat yang bertugas di ruang rawat inap adalah perawat yang berpendidikan
minirnal D3 Keperawatan,

B. Distribusi Ketenagaan

Kondisi ketenagaan unit Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Kalikapas Lamongan saat
ini adalah

1. Pelayanan Medik Dasar :13 (tiga belas) orang dokter umum dan 1 (satu ) orang dokter
gigi dimana semua merupakan pegawai organik Rumah sakit muhammadiyah
kalikapas lamongan
2. Pelayanan Medik Spesialis Dasar
a) Pelayanan Penyakit Dalam : 1 orang dokter spesialis mitra
b) Pelayanan Kesehatan Anak : 1 orang dokter spesialis mitra
c) Pelayanan Bedah : 1 orang dokter spesialis mitra
d) Pelayanan Obstetri dan Ginekologi : 1 orang dokter spesialis mitra
3. Pelayanan Medik Spesialis lain :
a) Pelayanan Mata : 1 orang dokter spesialis mitra
b) Pelayanan Syaraf) : 1 orang dokter spesialis mitraPelayanan Jantung dan
pembuluh darah : 1 orang dokter spesialis mitra
c) Pelayanan Ortopedi : 1 orang dokter spesialis mitra
4. Tenaga keperawatan : menyesuaikan jumlah TT dan jenis perawatan, partial

care atau total care.

C. Pengaturan Jaga

Pengaturan jaga dilakukan dan dikoordinasikan oleh:

1. Jadwal Jaga Dokter Spesialis


Yang dimaksud dengan jadwal jaga Dokter Spesialis adalah jadwal jaga konsulen
setiap harinya. Dikoordinasikan oleh Direktur Medis dan Kepala Bidang Pelayanan
Medis.
2. Jadwal jaga Dokter Jaga Rawat Inap (Dokter Jaga Ruangan)
Yang dimaksud jadwal jaga dokter rawat inap adalah jadwal jaga dokter umum yang
bertugas di ruang rawat inap. Dikoordinasikan oleh Koordinator jaga dokter umum.
3. Jadwal Jaga Perawat
Jadwal jaga perawat dibuat oleh masing-masing kepala ruangan
BAB III

STANDAR FASILITAS

1. STANDAR FASILITAS
1. Ruang Pasien Rawat Inap
Dibedakan dalam kelas 3, kelas 2, kelas 1, dan VIP.
2. Ruang Pos Perawat (Nurse Station)

Adalah ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan dan pelayanan


keperawatan (pre dan post conference, pengaturan jadwal), dokumentasi sampai
dengan evaluasi pasien.

3. Ruang Tindakan
4. Ruang Petugas

Adalah ruang untuk istirahat perawat /dokter dan petugas lainnya setelah
melaksanakan kegiatan pelayanan pasien atau tugas jaga, Terletak berdekatan dengan
Ruang pos perawat dan dilengkapi dengan loker.

5. Ruang Linen Bersih

Adalah ruang untuk menyimpan bahan-bahan linen bersih yang akan digunakan
diruang rawat inap.

6. Spoolhoek

Adalah fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang
berupa cairan. Spoolhoek dalam bentuk bak atau kloset dengan leher angsa (water
seal). Pada ruang spoolhoek juga Sama disediakan kran air bersih untuk mencuci
tempat cairan atau cuci tangan. Ruang spoolhoek int harus terpisah/berada diluar area
perawatan dan dihubungkan ke septic tank khusus atau jaringan IPAL.

7. Kamar mandi

Kamar mandi dipisahkan antara kamar mandi petugas dan kamar mandi pasien.
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

ALUR KEGIATAN

Alur kegiatan diruang rawat inap adalah seperti berikut:

A .ALUR DOKTER,PERAWAT, STAF

 Akan bertugas:

Dokter, perawat dan staf masuk keruang dokter/perawat untuk ganti pakaian.

 Setelah tugas selesai

Dokter, perawat, dan staf keluar melalui alur yang sama.

B. ALUR PASIEN

 Pasien masuk ruang rawat inap


 Pasien masuk tuang rawat inap dari IGD, Instalasi Bedah, Instalasi rawat jalan,
dan Instalasi ICU.
 pasien mendapatkan Nomor Rekam Medis.
 Serah terima dan orientasi dipos perawat (Nurse Station)
 pasien selanjutnya drawat lebih lanjut di ruang rawat inap.
 Pasien meninggalkan ruang rawat inap
 Pasien pulang kerumah setelah sehat
 Pasien dirujuk kerumah sakit lain
 Pasien meninggal dikirim ke kamar jenazah
BAB V

SARANA DAN PRASARANA

SARANA

1. Lokasi

Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman, nyaman, tetapi
tetap memiliki kemudahan aksesibilitas atau pencapainan dari sarana penunjang rawat
inap. Juga sebaiknya jauh dari tempat pembuangan kotoran, dan bising dari mesin
atau generator.

2. Persyaratan Umum
a. Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga
tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.
b. Pengaturan ruangan secara keseluruhan dengan skala prioritas yang dekat dan
sangat membutuhkan.
c. pencapaian ke setiap ruangan harus dapat dicapai dengan mudah.
d. Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien
yang akan ditampung.
e. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk kedalam ruangan.
f. Alur petugas dan pengunjung dipisah.
g. Besaran ruang dan kapasitas ruang harus memenuhi persyaratan minimal.
3. Persyaratan Khusus
a. Tipe ruang rawat inap:VIP , Kelas I, Kelas II , dan kelas III.
b. Ruang isolasi: pasien yang menderita penyakit menular,pasien yang gaduh
gelisah, dan pasien dengan penyakit yang menimbulkan bau tidak enak.
c. Pos Perawat (Nurse Station)

PRASARANA

A. Persyaratan keselamatan bangunan.


1. Struktur bangunan.
 Bangunan instalasi bedah, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil
dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan Pelayanan
(servıceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan instalasi rawat inap, lokasi, keawetan, dan
kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
 Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-penganıh aksi
sebagai akibat dari beban-beban yang mungkın bekerja selama umur layanan
struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul
akibat gempa dan angin.
 Dalam perencanaan struktur bangunan instalasi rawat inap terhadap pengaruh
gempa, semua unsur struktur bangunan instalasi bedah, baik bagian dari sub
struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh
gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.
 Struktur bangunan instalasi bedah harus direncanakan secara detail sehingga pada
kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan,
kondisi struktumya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan instalasi rawat
inap menyelamatankan diri,
 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau
angin, dan perhitungan struktumya mengikuti pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
2. Sistem proteksi petir.
 Bangunan instalasi rawat inap yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk,
ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi
dengan instalasi proteksi petir.
 Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara
nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan instalasi
rawat inap dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan
instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 — 7015 — 2004, Sistem proteksi
petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
3. Sistemi proteksi Kebakaran.
 Bangunan instalasi rawat inap, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran
dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.
 Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atan jumlah dan
kondisi penghuni dalam bangunan instalasi rawat inap.
 Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atan jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan instalasi rawat inap.
 Bilamana terjadi kebakaran di ruang rawat inap, peralatan yang terbakar harus
segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen untuk mencegah terjadinya
ledakan.
 Api harus dipadamkan di ruang rawat inap, jika dimungkinkan, dan pasien harus
segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus
dipasang diseluruh rumah sakit Semua petugas harus tahu peratuıan tentang cara-
cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata letak kotak alarm
kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran.
4. Sistem kelistrikan.
a. Sumber daya listrik.

Sumber daya listrik pada bangunan instalasi bedah, termasuk katagori “sistem
kelistrikan esensial 2 , di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan
sumber daya listrik siaga untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada
sumber daya listrik normal.

b. Jaringan.
 Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang- ulang sepanjang
track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada
kabel.
 Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya- bahaya
tersebut.
 Sambungan listrik pada kotak hubung singkat harus diperoleh dari sirkit-sirkit
yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya
pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya
semua arus listrik pada saat kritis.
c. Terminal.
1) Stop kontak
 setiap kotak kontak daya harus nıenyediakan sedikitnya satu kutub pembumian
terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk
pasangannya.
 Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan
menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5
ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.
 Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan kritis, minimal
4 buah, sesuai SNI 03 — 7011 — 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas
Kesehatan.
2) Sakelar

Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04-0225-
2000, Persyaratan Umum lnstalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar
teknis yang berlaku.

d. Pembumian,

Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus


memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang
lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan
potensial pembumian (Equal potentıal grounding system). Sistem ini memastikan
bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

e. Peringatan.

Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa
akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran.

Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien,
atau petugas.

Bahaya ini dapat dicegah dengan :


1. Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk instalasi rawat inap. Peralatan
harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang
cukup untuk menghindari beban lebih.
2. Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem
pembumian yang benar sebelum digunakan.
3. Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang
tidak benar.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti

(1) SNI 03 — 7011 — 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan
fasilitas keehatan.

(2) SNI 04 — 7018 — 2004, atau edisi teraklıir, Sistem pasokan daya listrik

darurat dan siaga.

(3) SNI 04 - 7019 — 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat
menggunakan energi tersimpan.

(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku

5. Sistem gas medik dan vakum medik


a. Vakum, udara tekan siedik, oksigen, dan nitrous oksida disalurkan dengan
pemipaan ke ruang bedah. Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada langit-
langit, atau digantung di langit-langit.
b. Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang lain,
sebuah lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel berbunyi. pasokan
oksigen dan nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari panel-panel yang berada di
koridor-koridor, Bel dapat dimatikan, tetapi lampu indikator yang memonitor
gangguan/kerusakan yang terjadi tetap menyala sampai gangguan/kerusakan
teratasi.
c. Selain terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan gas
medisnya yang semula secara central ke silinder-silinder gas pada mesin anestesi.
B. PERSYARATAN KESEHATAN BANGUNAN
1. Sistem ventilasi.
a. Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan instalasi rawat inap harus
mempunyai ventilasi alami dan ventilasi mekanik buatan sesuai dengan fiıngsinya.
b. Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada
pintu dan jendela atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan
ventilasi alami.
c. Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat
memenuhi syarat.
d. Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-
prinsip penghematan energi dalam bangunan instalasi bedah.
e. Ventilasi di daerah pelayanan kritis pasien harus pasti merupakan ventilasi tersaring
dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan
mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan.
f. Sepuluh kali pertukaran udara per jam di instalasi rawat inap yang dianjurkan.
g. Sistem ventilasi dalam instalasi rawat inap harus terpisah dari system ventilasi lain
di rumah sakit.
h. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan instalasi
bedah mengikuti SNI 03 — 6572 — 2001, Tata cara perancangan sistem ventilasi
dan pengkondisian udara pada bangunan gedung , atau pedoman dan standar teknis
lain yang berlaku.
2. Sistem pencahayaan.
a. Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya
b. Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.
c. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan instalasi rawat
inap dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan instalasi rawat inap.
d. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkal iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan instalasi rawat inap dengan
mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak
menimbulkan efek silau atau pantulan.
e. Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada
bangunan instalasi rawat inap dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara
otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evaluasi yang aman.
f. Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan
darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta
ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang.
g. Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
h. Kebanyakan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, tetapi dapat juga
menggunakan lampu pijar. Lampu-lampu recessed tidak mengumpulkan debu.
i. Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan

3. Sistem Sanitasi.

Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi rawat inap
haıus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air
limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.

A. Sistem air bersih.


 Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan
sumber air bersih dan sistem distribusinya.
 Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber
air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan
perundang-undang
 Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan instalasi rawat inap harus
memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem air bersih pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI
03 — 6481 — 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan
standar teknis lain yang berlaku
B. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
 Sistem pembuangan air kotor dan/atau aır limbah harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya
 Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk
pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang
dibutuhkan.
 Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam
bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah pada bangunan
instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 — 6481 — 2000 atau edisi terakhir, Sistem
Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
C. Sistem pembuangan kotoran dan sampah
 Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
 Pertımbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan
tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan rehabilitasi medik, yang
diperhıtungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume
kotoran dan sampah.
 Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan
pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni,
masyarakat dan lingkungannya
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pengolahan fasilitas pembuangan kotoran dan sampah pada bangunan instalasi
bedah mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
D. Sistem penyaluran air hujan
 Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan
ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
 Setiap bangunan instalasi bedah dan pekarangannya harus dilengkapi dengan
sistem penyaluran air hujan.
 Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diserapkan ke dalam tanah
pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan
drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima,
maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh
instansi yang berwenang.
 Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan
dan penyumbatan pada saluran.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
4. Persyaratan kenyamanan.
A. Sistem pengkondisian udara.
1. Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam bangunan
instalasi bedah, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus
mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.
2. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan
dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :
- fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan
penggunaan bahan bangunan.
- kemudahan pemeliharaan dan perawatan,
- prinsi prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
3. Sisiem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan
Kelembaban relatip yang tinggi harus dipertahankan; dan 60% yang dianjurkan.
Untuk lokasi anestesi mudah terbakar tidak kurang dari 50% .
4. Uap air memberikan suatu medium yang relatip konduktif, yang menyebabkan
muatan listrik statik bisa mengalir ke tanah secepat pembangkitannya. Loncatan
bunga api dapat terjadi pada kelembaban relatip yang rcndah
5. Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 68 F sampai 80 F (20 C sampai 26 C).
6. Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit
pengkondisian udara bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang melalui
filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu.
7. Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
8. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti SNI 03 — 6572 — 2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan
sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung , atau pedoman
dan standar teknis lain yang berlaku.
B. Kebisingan
- Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan
instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus
mempertimbangkan jenis kegiatan , penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising
lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupu di luar
bangunan instalasi rawat inap
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan
terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
C. Getaran
- Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan instalasi
rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap haris mempertimbangkan
jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber getar lainnya baik yang
berada pada bangunan instalasi rawat inap maupun di luar bangunan instalasi
rawat inap.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan
terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.

5. Persyaratan keindahan.
A. Keindahan hubungan horizontal.
a. Setiap bangunan rumah sakıt harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan
horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai nutuk
terselenggaranya fungsi bangunan instalasi rumah sakit tersebut.
b. Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.
c. Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi
ruang dan aspek keselamatan.
d. Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang dipertimbangkan berdasarkan
fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan pintu dan koridor
mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
B. Kemudahan hubungan vertikal.
a. Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus menyediakan sarana hubungan
vertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah
sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif. tangga berjalan/ eskalator,
dan/atau lantai berjalan/travelator.
b. Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi
bangunan rumah sakit, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta
keselamatan pengguna bangunan rumah sakit.
c. Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif
kebakaran.
d. Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa atau lif
barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat
digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan. pemasangan dan
pemeliharaan lif, mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
6. Sarana evakuasi.
a. Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi
sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi yang
dapat dijamin kemudahan pengguna bangunan rumah sakit untuk melakukan
evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila tejadi bencana
atau keadaan darurat.
b. Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur
evakuasi disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan
kondisi pengguna bangunan rumah sakit. serta jarak pencapaian ke tempat yang
aman.
c. Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang
mudah dibaca dan jelas.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evaluasi mengikuti
pedoman dan standar teknis yaag berlaku.
7. Aksesibilitas
a. Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk
ke dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan
rumah sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri.
b. Fasilitas dan aksebilitas sehagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum,
jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang
cacat dan lanjut usia.
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fııngsi, luas dan
ketinggian bangunan rumah sakit.
d. Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Setiap Rumah Sakit harus mementingkan keselamatan pasien, tidak terkecuali Rumah
Sakit Muhammadiyah Kalikapas Lamongan. Dalam hal ini keselamatan pasien rumah sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
asesmen resiko, identifıkasi, pengelolaan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, Insiden terdiri dari :

1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yaitu insiden yang mengakibatkan cedera pasien
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) yaitu terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
ke pasien
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) yaiuı insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cedera, dan
4. Kejadian Potensial Gedera (KPC) yaitu kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

Pelaporan insiden dilakukan di internal Rumah Sakit dan kepada Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Untuk di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Muhammadiyah
Kalikapas Lamongan pelaporan dilakukan kepada Koordinator keselamatan pasien
(Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang selanjutnya ditembuskan ke direksi dan akan
dilanjutkan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien kumah Sakit. Pelaporan
insiden ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi system dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang . Setiap insiden harus
dilaporkan secara internal kepada Koordinator keselamatan pasien Rumah sakit
muhammadiyah kalikapas lamongan dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format
laporan yang sudah diberikan oleh Koordinator keselamatan pasien Rumah sakit
muhammadiyah kalikapas lamongan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit bahwa setiap Rumah Sakit wajib menerapkan
Standart Keselamatan Pasien dan mengupayakan pemenulian Sasaran Keselamatan Pasien.
Kedua kewajiban tersebut tidak hanya berlaku bagi salah satu unit atau instalasi di Rumah
Sakit. Akan tetapi berlaku bagi semua unit atau instalasi di dalam sebuah Rumah Sakit. Tidak
terkecuali bagi Rumah sakit muhammadiyah kalikapas lamongan, dan secara otomatis hal ini
juga berlaku di unit Rawat Jalan Rumah Sakit Muhammadiyah Kalikapas Larnongan.

A. STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Standar Keselamatan Pasien sebagaimana yang tercantum di Permenkes RI No.1691/


Menkes/Per/ VIII/ tahun 2011 meliputi .

1. Hak pasien
Pasien berhak mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya insiden oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
2. Mendidik pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses asuhan pasien mengenai kewajiban dan
tanggung jawab pasien
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Adanya jaminan kesinambungan pelayanan melalui komunikasi/ transfer informasi dan
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Koordinasi pelayanan dilaksanakan
sejak pasien masuk sampai dengan pasien keluar dari Rumah Sakit
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan klien
Adanya monitoring dan evaluasi program melalui pengumpulan data kinerja seperti
pelaporan insiden, sehingga ada proses perbaikan program atau muncul program baru
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pesien
Pimpinan ikut berperan dalam mendorong penerapan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan menjamin berlangsungnya program keselamatan
pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Adanya program pendidikan dan pelatihan bagi seluruh staf Rumah Sakit mengenai
keselamatan pasien sesuai tugasnya masing-masing dan memberikan pedoman yang jelas
mengenai pelaporan insiden
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Adanya manajemen informasi yang tepat waktu dan akurat mengenai hal yang terkait
dengan keselamatan pasien.

Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien maka Unit / Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Muhammadiyah kalikapas Lamongan melaksanakan Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yang terdiri dari:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien


Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
2. Memimpin dan mendukung staf
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien Rumah
Sakit
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan resiko
Mengembangkan system dan proses pengelolaan resiko, serta melakukan identifikasi dan
asesmen hal yang potensiasi bermasalah
4. Mengembangkan sistem pelaporan
Memastikan staf dapat melaporkan kejadian / insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan
kepada Komite National Keselamatan Pasien Rumah Sakit
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Mengembangkan cara- cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul
7. Mencegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalalu untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan.

B. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Setiap Unit / Instalasi di Rumah Sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan
pasien termasuk juga di Unit / Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Muhammadiyah Kalikapas
Lamongan yang meliputi tercapainya hal — hal berikut :
1. Ketepatan identifikasi pasien
Kesalahan karena kekeliruan dalam mengidentifıkasi pasien dapat terjadi di hampir
semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Maksud sasaran ini adalah untuk
melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu
yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, utuk kesesuaian pelayanan
atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki
proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis: atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau
prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti
nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir. gelang identitas pasien dengan bar-code
dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di
lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat,
atau ruang operasi termasuk identiflkasi pada pasien koma tanpa identitas.

2. Peningkatan komunikasi yang efektif


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilhan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis, Komunikasi yang mudah
tejadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui
telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali
hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon
ke unit pelayanan.
Rumah Sakit Muhammadiyah kalikapas Lamongan secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat
perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah kemudian penerima
perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan dan
mengkonfırmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High Alert)


Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan-kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Sound Alike,LASA), Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien. atau bila perawat tidak diorientasikan
terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling
efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
meningkalkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah Sakit Muhammadiyah Kalikapas Lamongan secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di rumah sakit.

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesııatu yang
mengkhawartikan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. kesalahan ini adalah akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi site marking), dan tidak ada
prosedur untuk verifıkasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat. penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalalıan yang berhubungan dengan
tulisan tangan yang tidak terbaca dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi.
Rumah Sakit Muhammadiyah Kalikapas Lamongan perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi
masalah yang mengkhawatirkan ini.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda
yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus
dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien
terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel
struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulangbelakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
a) memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
b) memastikan bahwa semua dokumen, foto, hasil pemeriksaan yang relevan tersedia,
diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
c) melakukan verifıkasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (time out) memungkinkan semua pertanyaan atau
kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah
sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas

5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan. dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah {blood
stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan yang tepat
Rumah Sakit Muhamnıadiyah Kalikapas Lamongan mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi
petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu
di rumah sakit.

6. Pengurangan resiko pasien jatuh


Rumah Sakit Muhammadiyah Kalikapas Lamongan mengembangkan pendekatan
untuk mengurangi resiko pasien jatuh. Rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana, dan
peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan:
1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana,dan peralatan
kesehatan.
a) Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan. keselamatan
lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan
penyelenggaraan rumah sakit.
b) Teknis bangunan rumah sakıt sesuai dengan fungsi, kenyamanan, dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
c) Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit
Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah sakit harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dıbidangnya (sertifikasi personil
petugas/operator sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan Rumah Sakit).
d) Membuat program pengoperasian, perbaikan, dan pemeliharaan rutin dan berkala sarana
dan prasrana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasikan dan dievaluasi
secara berkala dan berkesinambungan,
e) Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan nonmedis dan harus memenuhi
standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai,
f) Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan kesehatan
harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan
dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
g) Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan
harus diawasi oleh lembaga yang berwenang. Melengkapi perizinan dan sertifikasi
sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM Rumah Sakit:
a) Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan
kerja dan SDM Rumah Sakit
b) Membuatprogram pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan resiko
ergonomi.

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja:


a) Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi
syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial
b) Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial
secara rutin dan berkala
c) Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan lingkungan kerja
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair; Manajemen harus menyediakan, memelihara,
mengawasi sarana dan prasarana sanitair, yang memenuhi syarat meliputi:
1. Penyehatan makanan dan minuman
2. Penyehatan air
3. Penyehatan tempat pencucian
4. Penanganan sampah dan limbah
5. Pengendalian serangga dan tikus
6. Sterilisasi/desinfeksi
7. Perlindungan radiasi
8. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan dan keselamatan keija:
a) Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan
b) Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan Alat Pelindung Diri (APD)
c) Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD
d) Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan
peralatan keselamatan dan APD
6. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM Rumah Sakit:
a) Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah sakit
b) Melaksanakan pelatihan dan sertifıkasi K3 Rumah Sakit kepada petugas
K3 Rumah Sakit
7. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/layout pembuatan tempat
kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan dan
a) Melibatkan petugas K3 Rumah Sakit didalam perencanaan, desain/layout pembuatan
tempat kerja dan pemilihan serta pengadaan sarana, prasarana dan peralatan
keselamatan kerja.
b) Mengevaluasi dan mendokumentasi kondisi sarana, prasarana dan peralatan
keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai persyatan yang berlaku dan
standar keamanan dan keselamatan.
8. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
a) Membuat alur pelaporan kejadian nyarıs celaka dan celaka
b) Membuat SOP pelaporan, penanganan, dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka dan
celaka.
9. Pembinaan dan pengawasan terhadap Manajemen Sistem Pencegahan dan Penanggulan
Kebakaran (MSPK).
a) Manajemen menyedıakan sarana dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
b) Membentuk Tim penanggıılangan kebakaran
c) Membuat SOP
d) Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
e) Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pełaporan kegiatan pełayanan keselamatan kerja yang
disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit Teknis terkait di wilayah kerja Rumah
Sakit.

Anda mungkin juga menyukai