Spesifikasi Teknis
Spesifikasi Teknis
1. PEKERJAAN PERSIAPAN.
2. PEKERJAAN TANAH.
A. Umum.
B. Pembersihan Lapangan.
C. Penggalian.
1. Umum.
D. Pengurugan Kembali.
1. U m u m.
a. Bahan terpilih.
Yang dimaksud dengan bahan terpilih adalah bahan galian semula
atau yang didatangkan dari tempat lain, yang bebas dari batu atau
benda padat lainnya yang lebih besar dari 5 (lima) cm dan juga
tidak mengandung bahan organis, seperti rumput, akar atau
tumbuhan lainnya serta tidak bersifat mudah memuai.
Bahan urugan yang digunakan harus mendapat persetujuan Direksi
Pengawas. Khusus untuk pengurugan dibawah bangunan yang tidak
memakai tiang pancang, harus digunakan sirtu yang mempunyai
gradasi yang baik sehingga syarat kepadatan terpenuhi.
b. Pasir.
Pasir untuk pengurugan kembali harus bersih, teratur dari halus ke
kasar, tidak bergumpal dan bebas dari tahi logam, arang, abu,
sampah atau bahan lainnya yang tidak dikehendaki dan harus
disetujui Direksi Pengawas. Pasir tersebut tidak boleh mengandung
lebih dari 10 % (sepuluh persen) berat tanah liat.
c. Bahan dasar agregat.
Bahan dasar agregat harus bersih, keras, kuat, awet dari kerikil atau
batu belah berukuran kurang dari 5 (lima) cm serta sifat kimianya
tidak aktip.
a. Parit pipa harus diurug dengan pasir mulai dari sebelah bawah
pipa sampai diatas pipa sesuai dengan gambar, kemudian
dipadatkan lapis demi lapis.
b. Sisanya harus diurug kembali dengan tanah galian lapis demi
lapis. Setiap lapis harus dibasahi dan dipadatkan.
c. Urugan pasir di sebelah menyebelah pipa harus merata.
d. Pemadatan urugan harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati
agar tanah-tanah urugan itu dapat melekat dengan bagian luar
dari pipa.
e. Selama proses pemasangan pipa, bahan-bahan urugan
secukupnya harus diletakkan dengan hati-hati dan dipadatkan
disekitar pipa itu untuk memegangnya dengan kuat dalam
posisinya.
3. PEKERJAAN BETON.
A. U m u m.
1. Lingkup Pekerjaan.
Rekanan harus menyediakan semua bahan untuk pekerjaan beton dan
harus membuat bekisting, mengaduk beton, mengecor beton,
memelihara, memperbaiki, menyelesaikan dan mengerjakan semua
pekerjaan tambahan dari seluruh pekerjaan beton.
2. Standard Pekerjaan.
Semua bahan dan konstruksi, jika tidak diberi catatan khusus harus
memenuhi standard yang umum dipakai di Indonesia. Mutu beton tersebut
harus dibuktikan oleh Rekanan dengan mengambil benda-benda uji
berupa kubus beton/ silinder beton yang
pembuatannya harus disaksikan oleh Direksi Pengawas dan diperiksa di
laboratorium konstruksi beton yang disetujui Direksi Pengawas. Jumlah
benda uji sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam PBI-1971.
Bahan.
3. Mutu Bahan.
4. Pengujian Laboratorium.
Direksi Pengawas dapat meminta Rekanan untuk mengirim contoh
koral/batu pecah, pasir dan PC yang akan dipergunakan, untuk dikirimkan
oleh Rekanan ke laboratorium yang telah disetujui Direksi Pengawas, atas
biaya Rekanan. Berdasarkan analisa atau hasil test contoh tersebut, Direksi
Pengawas berhak menolak bahan-bahan yang tidak memenuhi
persyaratan.
a. Portland Cement.
Setiap semen yang rusak karena air atau tidak memenuhi syarat dan
pembungkus-pembungkus semen yang rusak akan ditolak, harus segera
dikeluarkan dari tempat pekerjaan. Semen yang telah disimpan lebih
dari 1 bulan dalam musim hujan atau semen yang telah disimpan
selama 3 bulan lebih waktu musim kering tidak boleh dipakai.
b. Agregat.
B. Perbandingan Adukan.
1. Umum
Adukan beton terdiri dari bahan semen, bahan pembantu (admixture),
pasir, koral/batu pecah dan air. Kualitas bahan tersebut harus memenuhi
syarat yang ditentukan. Perbandingan campuran yang tepat untuk jenis
pekerjaan beton yang berlainan harus ditentukan oleh Rekanan
berdasarkan hasil percobaan kubus beton, dipelihatkan kepada Direksi
Pengawas untuk diminta persetujuannya dan dapat dipakai untuk
pekerjaan yang dimaksud.
Secara umum, adukan beton harus direncanakan untuk manghasilkan
beton yang sedemikian rupa, sehingga diperoleh kepadatan maksimum
dan penyusutan
minimum. Jika perlu, perbandingan adukan dapat diubah sesuai dengan
pendapat Direksi Pengawas.
Didalam membuat campuran beton, jumlah semen dan aggregat akan
diukur menurut berat, kecuali dalam beberapa hal akan diperlukan
persetujuan khusus untuk mengukur material dengan volume, yang
dipakai untuk bangunan-bangunan struktur yang kecil.
C. Kekentalan.
Banyaknya air yang digunakan dalam adukan beton harus cukup. Waktu
pengadukan beton harus diambil tetap dan normal, sehingga menghasilkan
beton yang homogen tanpa adanya bahan-bahan yang terpisahkan satu
sama lain.
Penggetaran dilakukan dengan vibrator untuk mendapatkan beton yang
padat, cukup kedap dan licin permukaannya.
Jumlah air dapat diubah sesuai keperluan, dengan melihat perubahan
keadaan cuaca atau kelembaban dari bahan adukan (pasir, koral) untuk
mempertahankan hasil yang homogen dan kekentalan yang dikehendaki.
Kekentalan adukan beton harus ditetapkan menurut percobaan "Method Of
slump Test for Concrete" (JIS A 1101-1950) atau "Percobaan Slump Portland
Cement Beton" (PBI 1971 - NI-2).
1. U m u m.
Sebelum pekerjaan beton dimulai, maka 24 jam sebelumnya Rekanan
harus membuat laporan tertulis kepada Direksi Pengawas yang
menyebutkan :
a. Jumlah volume beton yang dicor.
b. Jumlah alat-alat pengecoran antara lain : mixer, vibrator yang tersedia
dilapangan.
c. Jumlah PC yang tersedia di lapangan.
d. Jumlah pasir yang tersedia di lapangan.
e. Jumlah koral/kerikil yang tersedia di lapangan.
f. Jumlah air yang tersedia untuk pembetonan.
g. Jumlah cetakan-cetakan kubus beton yang tersedia dilapangan.
h. Jumlah alat-alat test slump yang tersedia di lapangan.
i. Jumlah tenaga kerja yang ada di lapangan.
j. Perbandingan campuran beton sesuai dengan hasil di laboratorium.
k. Time schedule pelaksanaan pengecoran.
l. Skema jalannya pengecoran sampai selesai.
m. Pengawas ahli dari Kontraktor yang ditugaskan di lapangan.
2. Pencegahan Korosi.
Pipa, pipa listrik, angker dan bahan lain yang tebuat dari besi yang
ditanam dalam beton harus dipasang cukup kuat sebelum pelaksanaan
pengecoran beton, kecuali jika ada perintah lain dari Direksi Pengawas.
Jarak antara bahan tersebut dengan setiap bagian pembesian sekurang-
kurangnya harus 5 cm. Cara yang dibenarkan untuk mengikat bahan itu
pada kedudukan yang benar adalah dengan kawat atau mengelas ke besi
beton.
4. Sambungan Beton.
Permukaan beton yang akan dicor lagi, dimana pengecoran beton yang
lama telah berhenti atau terhalang, dan Direksi Pengawas berpendapat
bahwa adukan beton yang baru tidak dapat bersatu dengan sempurna
dengan beton yang lama, dinyatakan sebagai beton lama. Bidang-bidang
beton lama yang akan berhubungan erat dengan beton baru, dan bila
perlu juga bidang-bidang akhir dari beton pada siar pelaksanaan, harus
cukup dikasarkan dulu, kemudian bidang-bidang tersebut harus
dibersihkan dari segala kotoran dan benda-benda lepas, setelah itu harus
dibasahi dengan air sampai jenuh.
Lapisan aduk tersebut mempunyai campuran semen dan pasir yang sama
dengan campuran beton biasa, kecuali bilamana diperintahkan lain oleh
Direksi Pengawas. Perbandingan air semen pada lapisan aduk tersebut
tidak boleh melebihi beton baru yang akan dicor di atasnya dan
kekentalan dari lapisan aduk tersebut harus cukup untuk pengecoran
sesuai dengan syarat yang diberikan. Lapisan aduk tesebut harus disebar
merata dan harus dikerkjakan benar sampai mengisi ke dalam seluruh
liku-liku permukaan beton lama yang tidak rata, sedapat mungkin harus
dipergunakan sapu kawat untuk menyisipkan lapisan aduk tersebut ke
dalam celah permukaan beton lama. Beton baru segera dicor di atas
lapisan aduk yang baru ditempatkan di atas beton yang lama.
5. Persiapan Pengecoran.
Beton tidak boleh dicor, bila seluruh pekerjaan bekisting dan pekerjaan
instalasi tiap bagian belum selesai dipasang dan persiapan seluruh
permukaan tempat pengecoran belum disetujui Direksi Pengawas.
Seluruh permukaan bekisting dan bagian instalasi yang akan ditanam di
dalam beton yang tertutup dengan kerak beton bekas pengecoran yang lalu,
harus dibersihkan terhadap seluruh kerak beton tersebut, sebelum beton di
sekelilingnya atau beton yang berdekatan dicor.
6. Penyingkiran Air.
Beton tidak boleh dicor ke dalam setiap struktur, sebelum semua air yang
memasuki tempat pengecoran tersebut dikeringkan dengan sebaik-baiknya,
atau telah disalurkan dengan pipa atau alat lain. Beton tidak boleh dicor di
dalam air tanpa izin yang jelas dan tertulis dari Direksi Pengawas. Rekanan
juga tidak dibenarkan tanpa izin Direksi Pengawas membiarkan air mengalir
di atas beton sebelum beton cukup umurnya dan mencapai pengerasan
awal.
Air tidak boleh mengalir melalui permukaan beton yang baru dicor dengan
kecepatan sedemikian rupa, sehingga akan merusak penyelesaian
permukaan beton. Jika perlu, pemompaan air atau pekerjaan pengeringan air
yang dibutuhkan untuk memindahkan air tanah harus mendapatkan
persetujuan Direksi Pengawas.
G. Pencampuran Beton.
H. Pelaksanaan Pengecoran.
Beton tidak boleh dicor tanpa dihadiri Direksi Pengawas. Adukan beton
yang diketahui sebelum pengecoran tidak memenuhi syarat spesifikasi
yang tercantum disini, harus ditolak dan segera dikeluarkan dari tempat
pekerjaan. Adukan beton yang tidak dicor sesuai dengan syarat spesifikasi
atau mutunya rendah menurut Direksi Pengawas, harus disingkirkan dan
dipindahkan dengan biaya Rekanan.
Untuk pemasangan instalasi-instalasi air, listrik dan instalasi-instalasi yang
lain dimana harus menembus atau berada dalam beton, maka instalasi-
instalasi tersebut harus dipasang terlebih dahulu sebelum pengecoran
dilakukan. Sejak pengecoran dimulai, pekerjaan ini harus dilanjutkan tanpa
berhenti sampai mencapai siar-siar pelaksanaan yang ditetapkan Direksi
Pengawas.
Apabila pengecoran beton akan dilakukan dan ditersukan pada hari
berikutnya, maka tempat penghentian tersebut harus disetujui Direksi
Pengawas. Beton tidak boleh dicor, bilamana keadaan cuaca buruk, panas
yang dapat menggagalkan pengecoran dan pengerasan yang baik, seperti
ditentukan Direksi Pengawas. Adukan beton pada umumnya sudah harus
dicor dalam waktu 1 (satu) jam setelah pengadukan dengan air dimulai.
Jangka waktu ini harus diperhatikan, apabila diperlukan waktu
pengangkutan yang panjang. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang
sampai 2 jam, apabila aduklan beton digerakkan terus menerus secara
mekanis.
Apabila diperlukan jangka waktu yang laebih panjang lagi, maka harus
dipakai bahan-bahan penghambat pengikatan yang berupa bahan
pembantu yang disetujui Direksi Pengawas.
Beton harus dicor sedekat dekatnya ketujuannya yang terakhir untuk
mencegah pemisahan bahan-bahan akibat pemindahan adukan didalam
cetakan. Pengangkutan adukan beton dari tempat pengadukan ke tempat
pengecoran harus dilakukan dengan cara-cara dimana tidak terjadi
pemindahan dan kehilangan bahan-bahan. Cara pengangkutan adukan
beton harus lancar sehingga tidak terjadi perbedaan waktu pengikatan
yang menyolok antara beton yang sudah dicor dan yang belum dicor.
Memindahkan adukan beton dari tempat pengadukan ke tempat
pengecoran dengan perantaraan talang-talang miring hanya dapat
dilakukan setelah disetujui Direksi Pengawas.
Dalam hal ini, Direksi Pengawas mempertimbangkan persetujuan
penggunaan
talang miring ini, setelah mempelajari usul dan pelasanaan mengenai
konstruksi, kemiringan dan panjang talang itu.
Adukan beton tidak boleh dijatuhkan melalui pembesian atau ke dalam
papan bekisting yang dalam, yang dapat menyebabkan terlepasnya koral
dari adukan beton karena berulang kali mengenai batang pembesian atau
tepi bekisting ketika adukan beton itu dijatuhkan, beton juga tidak boleh
dicor dalam bekisting sehingga mengakibatkan penimbunan adukan pada
permukaan bekisting di atas beton yang dicor.
Dalam hal ini, harus disiapkan corong atau saluran vertikal untuk
pengecoran agar adukan beton dapat mencapai tempatnya tanpa terlepas
satu sama lain. Bagaimanapun juga tinggi jatuh dari adukan beton tidak
boleh melampaui 1,5 meter di bawah ujung corong, saluran atau kereta
dorong untuk pengecoran.
Adukan beton harus dicor merata selama proses pengecoran, setelah dicor
pada tempatnya adukan tidak boleh didorong atau dipindahkan lebih dari
2 (dua) meter arah mendatar.
Adukan beton didalam bekisting harus dicor berupa lapisan horizontal
yang merata tidak lebih dari 60 - 70 cm dalamnya dan harus dipehatikan
agar terhindar terjadinya lapisan adukan yang miring atau sambungan
beton yang miring, kecuali bila diperlukan untuk bagian konstruksi miring.
Tiap lapisan harus dicor pada waktu lapisan yang sebelumnya masih
lunak. Seluruh ujung dari saluran, pintu corong dan semua alat lain yang
menerima adukan beton dari alat pengangkut datar (conveyor), atau alat
pengangkut tegak (hoist) dan sistem alat pengangkut lainnya harus
direncanakan dan diatur sedemikian rupa, sehingga adukan beton yang
melaluinya tidak jatuh bercerai berai, meskipun semua alat penerima
tersebut terus menerus menampung adukan beton.
1. Pada waktu adukan beton dicor kedalam bekisting atau lubang galian,
tempat tersebut harus telah padat betul dan tetap, tidak ada
penurunan lagi. Adukan beton tersebut harus memasuki semua sudut,
melalui celah pembesian, tidak terjadi sarang koral dan selama
pengecoran kelebihan air pada permukaan beton harus sedikit saja.
2. Perhatian khusus perlu diberikan untuk pengecoran beton disekeliling
waterstop.
3. Rekanan harus menggunakan vibrator (triller) berkecapatan tinggi
yang begetar bagian dalamnya dari jenis "tenggelam", yang
dibenarkan, sehingga akan diperoleh hasil yang baik dalam waktu 15
(lima belas) menit setelah beton dengan konsistensi yang ditentukan
dicor dalam cetakan. Dalam hal ini digunakan vibrator, maka slump
J. Pengerasan.
Beton yang telah selesai dicetak harus dijaga agar tetap basah selama
sekurang-kurangnya 14 hari setelah dicor, yaitu dengan cara penyiraman,
menutup dengan karung goni yang dibasahi atau dengan cara lain yang
dibenarkan.
K. Perawatan Beton.
1. Rekanan harus melindungi semua beton terhadap kerusakan akibat panas
yang berlebihan, kurangnya pembasahan, tegangan yang berlebihan atau
hal lain, antara lain dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Semua cetakan yang sudah diisi adukan beton harus dibasahi terus
menerus sampai cetakan dibongkar.
b. Setelah pengecoran beton harus terus menerus dibasahi selama 14
hari berturut-turut.
c. Khusus harus diperhatikan bahwa pada permukaan-permukaan plat
lantai, pembasahan terus menerus itu harus dilakukan dengan
menutupinya menggunakan karung-karung basah atau mencegah
pengeringan dengan cara lain yang sesuai.
d. Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, uap bertekanan udara luar,
pemanasan atau proses-proses lain untuk mempersingkat waktu
pengerasan dapat dipakai, bila disetujui terlebih dahulu oleh Direksi
Pengawas.
e. Selama dalam proses pengerasan lantai dan bagian konstruksi yang
lain, tidak diperkenankan mempergunakan lantai tersebut sabagai
jalan untuk mengangkut bahan-bahan.
f. Tidak diperbolehkan merusak/melubangi beton yang sudah jadi untuk
keperluan-keperluan apapun juga. Jika hal itu terpaksa harus
dilakukan, harus mandapat persetujuan dari Direksi Pengawas.
2. Perhatian khusus perlu diberikan untuk menjaga agar beton tidak sampai
mengering dan menghindarkan permukaan beton menjadi kasar atau
rusak.
3. Meskipun hasil pengujian kubus-kubus beton memuaskan, Rekanan harus
memperbaiki atau membongkar dan mengganti boton yang keadaannya
seperti
tertera dibawah ini, semua biaya yang timbul ditanggung oleh Rekanan.
1. Penyelasaian Permukaan.
Sebelum suatu struktur diisi dengan air, tiap retakan yang kiranya timbul
harus diberi bentuk V dan diperbaiki dengan adukan kering (dry packed
mortar) menurut cara yang dibenarkan, dan sebelumnya harus disetujui
Direksi Pengawas.
M. Pengujian Beton.
- Test Kubus.
Tiap-tiap 3 (tiga) m3 beton harus dibuat 1 (satu) kubus beton
dengan ukuran 15x15x15 cm? yang diberi tanggal pengecoran
dan diletakkan disebelah dari bangunan pekerjaan, dengan
catatan minimal 1 (satu) kubus beton dalam 1 (satu) hari. Dalam
pemeriksaan laboratorium, maksimal 1 dari 20 kubus mempunyai
harga karakteristik kurang dari harga karakteristik yang
ditentukan. Jika ternyata hasil pemeriksaan lebih dari 1 kubus
yang tidak bisa mencapai sigma beton karakteristik sebagaimana
yang ditentukan, maka Rekanan harus bertanggung jawab penuh
atas keamanan konstruksi. Jika Rekanan terlupa/terlambat
membuat kubus- kubus beton, maka Rekanan harus menyediakan
palu beton untuk mengetahui kekuatan beton tersebut dan
apabila dianggap perlu akan digunakan sesuai dengan petunjuk
Direksi Pengawas.
- Test Slump.
Rekanan harus menyediakan peralatan test slump dan
melakukannya pada setiap kali percampuran beton dilakukan.
4. PEKERJAAN PEMBESIAN.
A. U m u m.
1. Ruang Lingkup.
Rekanan harus menyiapkan, mambengkokkan dan memasang
pembesian sesuai dengan apa yang tercantum di dalam gambar
dan apa yang dijelaskan di dalam
Spesifikasi.
Dalam pekerjaan pembesian termasuk semua pemasangan kawat
beton, kaki ayam untuk penyangga, beton dekking dan segala hal
yang perlu serta juga menghasilkan pekerjaan beton sesuai dengan
ketentuan.
2. Gambar Kerja.
Sebelum pekerjaan pembengkokan besi beton, Rekanan harus
terlebih dahulu menyiapkan daftar pembesian, sketsa & gambar
pembengkokan besi dan menyerahkan pada Direksi Pengawas.
Persetujuan atas gambar kerja oleh Direksi Pengawas terbatas pada
pelaksanaan secara umum sesuai dengan gambar sebagai lampiran
Kontrak.
Rekanan bertanggung jawab sepenuhnya akan ketelitian ukuran
dan detail. Ukuran dan detail akan diperiksa di lapangan oleh
Direksi Pengawas pada waktu pemasangan pembesian.
3. Standard.
Detail dan pemasangan pembesian harus sesuai dengan
peraturan atau standard PBI
1971 atau yang disetujui oleh Direksi Pengawas.
B. Besi Beton.
Besi beton yang dipakai adalah besi beton polos. Besi beton polos yang
dipakai adalah besi beton dengan tegangan lelah 2.400 kg/cm² dan
tertera di dalam gambar dengan ukuran diameter dalam metric (U.24).
Besi beton yang tersebut di atas haruslah memenuhi syarat SII, atau JIS
G-3112-75 "Steel Bar for Concrete Reinfor-cement". Bila diminta,
Rekanan harus bisa membuktikan dan melaporkan kepada Direksi
Pengawas bahwa besi beton yang dipakai termasuk jenis mutu baja
yang direncanakan.
Jika nanti terdapat kesalahan/kekeliruan mengenai jenis besi beton
yang dipergunakan, maka Rekanan harus bertanggung jawab atas
segalanya dan mengganti semua tulangan baik yang sudah terpasang
maupun yang belum.
Laporan mengenai jenis besi beton harus dibuat secara tertulis dan
dilampirkan juga keterangan dari pabrik- pabrik besi beton dimana
tulangan tersebut diproduksi, yang menyebutkan bahwa besi beton
tersebut termasuk tulangan yang bermutu sesuai dengan yang
direncanakan, yang dilengkapi dengan hasil-hasil percobaan
laboratorium. Besi beton harus disimpan dengan tidak menyentuh
tanah dan tidak boleh disimpan di udara terbuka untuk jangka waktu
yang panjang.
1. Pembesian.
2. Pemasangan.
Pembesian harus distel dengan cermat sesuai dengan gambar dan
diikat dengan kawat beton atau jepitan yang sesuai pada
persilangan dan harus ditunjang oleh penumpu beton atau logam
dan penggantung logam.
Semua tulangan harus dipasang dengan posisi yang tepat hingga
tidak dapat berubah atau bergeser pada waktu adukan ditumbuk
atau dipadatkan.
Besi beton dan penutup beton tingginya harus tepat, untuk maksud
mana penahan-penahan jarak beton yang telah disetujui dapat
dipakai. Pemasangan tulangan harus diperiksa oleh Direksi
Pengawas terlebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran. Jepitan
atau penumpu logam tidak boleh diletakkan menempel pada
bekisting. Kawat beton harus dibengkokan ke arah dalam bekisting,
sehingga diperoleh beton dekking yang telah ditentukan.
3. Beton Dekking.
Bilamana tidak ditentukan lain dalam gambar, maka penulangan
harus dipasang
dengan celah untuk beton dekking sebagai berikut :
Beton yang dicor pada tanah 8 cm.
Semua bidang yang kena air atau tanah 5 cm.
Bagian atas pelat bawah saluran yang terutup, balok dan kolom
yang tidak kena tanah atau air 4 cm.
Bidang yang kena udara dan semua bidang interior 2,5 cm.
Untuk menjaga jarak yang tepat antara besi dan permukaan
beton, blok terbuat dari adukan 1 PC : 2 PSR berukuran 5x5 cm
yang diikatkan pada penulangan, dengan ketebalan disesuaikan
dengan peruntukannya.
4. Toleransi.
5. Sambungan.
Bilamana tidak ditentukan lain, sambungan pembesian harus dibuat
dengan overlap minimum 40 kali diameter besi beton dan 60 kali
diameter besi beton untuk penulangan reservoir.
5. BEKISTING.
A. U m u m.
Bekisting atau cetakan harus digunakan bila diperlukan untuk
membatasi adukan beton dan membentuk adukan menurut garis dan
permukaan yang diinginkan.
Bekisting harus menghasilkan konstruksi akhir yang mempunyai
bentuk, ukuran, batas-batas seperti yang ditunjukkan dalam gambar
konstruksi.
B. Bahan.
Semua bahan-bahan yang akan dipakai untuk bekisting baru bisa
dipergunakan jika sudah mendapat persetujuan dari Direksi Pengawas.
Semua bahan untuk bekisting harus bahan baru, dikeringkan secara
baik dan bebas dari mata kayu yang lepas, celah kotoran yang
melekat dan sejenis lainnya, kecuali bila ada cara lain yang
dibenarkan oleh Direksi Pengawas.
Tiang-tiang penahan bekisting harus dipilih dari bahan yang kuat.
Bambu tidak diperbolehkan dipakai untuk tiang-tiang penyangga sekur
dan klem, tetapi harus menggunakan kayu dolken atau kayu lain.
Untuk bahan-bahan yang kurang/tidak memenuhi harus dibuang dan
tidak boleh dipakai.
C. Persyaratan Bekisting.
Rekanan harus bertanggung jawab penuh atas perencanaan yang
memadai untuk seluruh bekisting. Namun demikian, bila pada
bekisting yang menurut Direksi Pengawas membahayakan atau tidak
memadai, maka bekisting tersebut dapat ditolak oleh Direksi
Pengawas; Rekanan harus segera membongkar dan memindahkan
bekisting yang ditolak itu dari pekerjaan dan manggantinya dengan
biaya Rekanan.
1. Kekuatan.
Konstruksi cetakan harus diperhitungkan terutama untuk konstruksi-
konstruksi yang berat, sehingga cetakan tersebut kuat dan
memenuhi syarat untuk bisa manahan beban yang diterima.
2. Toleransi.
3. Kedap/Rapat Air.
Celah antara bekisting harus ditutup rapat, sehingga dijamin tidak
akan timbul sirip atau adukan keluar/kebocoran pada sambungan
atau cairan dari beton.
5. Pelapis Bekisting.
Untuk mempermudah pembongkaran bekisting, dapat digunakan
pelapis bekisting dengan persetujuan Direksi Pengawas. Minyak
pelumas, baik yang sudah dipakai atau yang belum dipakai tidak
boleh digunakan.
D. Pemeriksaan Bekisting.
1. U m u m.
Bekisting harus dibongkar dangan tenaga statis, tanpa goncangan,
getaran atau kerusakan pada beton. Pembongkaran harus dilakukan
dengan hati-hati dan jikalau ada pembetonan yang keropos, harus
cepat-cepat diperbaiki dengan persetujuan Direksi Pengawas dan
jika Direksi Pengawas mengharuskan beton tersebut untuk
dibongkar, maka Rekanan harus membongkar dan membuat
pembetonan yang baru lagi dan biayanya menjadi tanggungan
Rekanan.
6. SAMBUNGAN DELATASI.
A. U m u m.
B. Waterstop.
2. Ukuran Waterstop.
Kecuali bila ditentukan lain, tebal dan lebar dari waterstop harus
memenuhi syarat berikut :
C. Pengangkeran Waterstop.
7. PEKERJAAN PASANGAN.
A. U m u m.
1. Bahan.
a. Batu kali/belah.
Batu yang dipakai harus bermutu tinggi, kuat, bersih, bersudut
(tidak bulat), tanpa retak-retak pecah-pecah dan tidak ada
cacat yang mempengaruhi mutunya. Kualitas yang diperlukan
adalah agar merata dengan kerapatan penuh (padat) dan juga
harus begitu kuatnya serta ketahanannya sehingga bisa dipakai
untuk setiap maksud yang ditentukan. Batu itu hendaknya
mempunyai berat jenis tidak kurang dari 2,6. Batu kali yang
dipakai adalah batu sungai yang dibelah atau batu gunung yang
keras. Sama sekali tidak diizinkan memakai batu sungai dalam
bentuk bulat atau batu endapan, dan batu yang digunakan
harus disetujui Direksi Pengawas.
Bilamana diminta, Rekanan harus mengajukan contoh batu
kepada Direksi Pengawas untuk bisa diadakan pengujian
laboratorium atas biaya Rekanan.
b. Pasir.
Pasir Pasangan yang dipakai harus berupa pasir kasar, keras,
bersih dan sebelum diaduk dengan semen harus dalam
keadaan kering. Pasir yang digunakan harus disetujui Direksi
Pengawas.
c. Semen.
Semen yang dipakai adalah Portland Cement kelas I, dan
mendapat persetujuan Direksi Pengawas. Rekanan hanya
d. Air.
Air yang dipakai untuk adukan apesie harus air tawar yang
bebas dari
larutan-larutan lain yang membahayakan konstruksi. Air yang
dipergunakan harus mendapat persetujuan Direksi Pengawas.
2. Penyimpanan Bahan.
Semua batu-batu untuk pasangan yang ditumpuk ditempat kerja
harus diatur penempatannya sedemikian rupa supaya dapat
disemprot dengan air dan harus ditutup untuk melindunginya dari
sinar matahari, atau dengan cara-cara lain yang disetujui Direksi
Pengawas.
3. Campuran Adukan.
4. Syarat Pengadukan.
a. Kalau pengadukan mempergunakan mixer (mesin
pencampur), perencanaannya harus telah dapat persetujuan
Direksi Pengawas, dan waktu pencampuran setelah semua
bahan-bahan masuk kedalam mixer, minimum 1 1/2 menit.
b. Mortar yang akan dicampur hendaknya hanya cukup untuk
pemakaian dalam
waktu singkat dan semua materi-materi yang tak dipakai
sesudah 30 menit dari penambahan air kepada campuran
tersebut harus dibuang.
6. Perawatan.
a. Pasangan tak boleh kena air mengalir sebelum mortar
menjadi keras (kuat).
b. Semua pasangan hendaknya dirawat dengan
membasahinya terus menerus
dengan air selama 7 hari setelah didirikan atau cara lain
yang disetujui oleh Direksi Pengawas.
Kalau perawatan, ("curing") dilakukan dengan memakai
air, pasangan batu harus tetap dibasahi selama 14 hari,
kecuali ditentukan lain, dengan jalan menutupinya
dengan bahan yang basah/lembab atau cara-cara lain
yang disetujui Direksi Pengawas, yang akan tetap bisa
membasahi semua permukaan yang akan dirawat
("cured").
c. Air yang dipakai untuk "curing" harus memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan dalam spesifikasi untuk air.
d. Pasangan yang berada di udara terbuka, selama waktu-
waktu hujan terus menerus diberi perlindungan dengan
menutup bagian atasnya.
1. Bahan.
a. Bata Cetak
Bata harus bata biasa dari pasir, hasil produksi lokal
dengan ukuran nominal 6 x 12 x 24 cm, tanpa cacat atau
mengandung kotoran. Meskipun ukuran bata yang biasa
diperoleh di suatu daerah mungkin berbeda dengan
ukuran tersebut diatas, harus diusahakan supaya tidak
terlalu menyimpang dari ukuran-ukuran tersebut. Sesuai
dengan pasal 81 dari AV 1941, minimum daya tekan
ultimate harus 30 kg/cm².
Semua bata untuk satu bangunan harus berasal dari satu
pabrik dan mendapat persetujuan Direksi Pengawas.
b. Pasir.
Pasir pasangan yang dipakai harus pasir kasar, keras,
bersih dan sebelum
diaduk dengan semen harus dalam keadaan kering, dan
harus mendapat persetujuan Direksi Pengawas.
c. Semen.
d. Air.
Air yang dipakai untuk adukan spesie harus air tawar yang
bebas dari
larutan-larutan yang membahayakan konstruksi. Air yang
dipergunakan harus mendapat persetujuan Direksi
Pengawas.
e. Kapur.
Dapur yang dipakai harus kapur aduk yang bermutu tinggi
yang disetujui Direksi Pengawas.
2. Campuran Adukan.
3. Syarat Pemasangan.
a. Pemasangan pasangan bata dilaksanakan pada semua
pasangan dinding tembok mulai dari beton sloof atau
balok baja hingga bagian bawah kerangka baja atau
beton, lantai tingkat atau atap, dan bagian lain yang
ditetapkan dalam gambar maupun petunjuk Direksi
Pengawas.
b. Cara-cara pemasangan bata harus baik, benar dan
sesuai dengan peruntukkannya.
c. Waktu akan dipasang, bata harus mengandung banyak/ jenuh
air.
d. Pada pemasangan dinding harus dipasang uitzet, dimana
dinding harus betul-betul vertikal dan horizontal dan didirikan
menurut masing-masing ukuran, ketebalan dan ketinggian
yang disyaratkan seperti yang ditunjukkan pada gambar dan
Rekanan harus memasang piket (uitzet), lubang-lubang dan
sebagainya dengan alat uitzet yang disetujui Direksi
Pengawas.
4. Perawatan.
a. Dinding-dinding yang sudah terpasang harus dilindungi
dari pengaruh-pengaruh bahaya luar.
b. Dinding tembok harus dibasahi terus menerus selama
paling sedikit 7 hari setelah didirikan.
c. Jika pemasangan ternyata tidak sesuai dengan gambar
dan persyaratan yang telah ditentukan, maka Rekanan
harus membuat lagi sampai betul dan biayanya menjadi
tanggungan Rekanan.
8. PEKERJAAN PLESTERAN.
A. U m u m.
B. Bahan.
1. Semen.
Semen harus Portland Cement sesuai PBI-1971 NI-2 dan pasal
5.07.
2. Agregat halus atau pasir.
Agregat halus atau pasir harus bersih, keras dan awet, bebas
dari minyak, bahan organis dan unsur lain yang merusak dan
harus sesuai dengan ketentuan pasal 5.07.
3. A i r.
Air untuk mencampur harus bersih, segar dan bebas dari bahan
yang merusak, seperti minyak, asam atau bahan nabati.
1. Campuran.
Adukan plesteran harus dicampur dengan perbandingan seperti
terlihat pada tabel berikut :
PEKERJAAN PC PASIR
1. Pasangan bata 1 5
2. Pasangan bata trasraam (rapat air) 1 3
3. Plesteran biasa 1 5
4. Plesteran trasraam (rapat air) 1 3
5. Plesteran beton 1 3
2. Tebal.
Tebalnya plesteran dinding bata tidak boleh kurang dari 1 cm atau
lebih dari 2 cm dan untuk beton tidak lebih tebal dari 1 cm, kecuali
ditetapkan lain. Tebal tambahan diperlukan untuk menutup bagian
yang tidak rata pada beton atau permukaan pekerjaan pasangan.
D. Pemasangan Plesteran.
1. Semua permukaan beton dan bata yang akan diplester
sebelumnya naad-naad dikorek sedalam 1 cm, dibuat kasar dan
dibersihkan dari segala macam kotoran. Kemudian dinding disikat
sampai bersih dan disiram air untuk memberikan pegangan pada
plesteran.
2. Setelah pasangan bata/beton dibersihkan, kemudian pada tahap
pertama dibuat lapisan kasar yang harus menutupi seluruh bidang
dinding. Lapisan kasar harus dipasang merata dan dengan cukup
tekanan untuk menghasilkan ikatan yang baik dan harus dibasahi
selama tidak kurang dari 24 jam dan dibiarkan jenuh selama
lapisan sedang dipasang. Sebelum lapisan kasar mengeras, harus
dibuat goresan melintang untuk memperoleh ikatan mekanis bagi
lapisan berikutnya.
3. Tahap berikutnya dipasang lapisan kedua.
Sebelum dimulai memasang lapisan kedua, permukaan dari lapisan
kasar harus dibasahi. Pekerjaan plesteran tahap kedua harus
benar-benar lurus, sama rata, datar ataupun tegak lurus, kecuali
bila dalam gambar ditentukan lain dan sudut-sudut pertemuan luar
maupun dalamnya harus siku-siku.
Kemudian dibuat kasar dengan mistar kayu atau dibuat goresan
melintang untuk memperoleh lekatan lapisan ketiga.
Lapisan ini harus tetap basah selama 48 jam dan dibiarkan agar
mengering.
4. Pada plesteran tahap ketiga dipasang lapisan halus yang berupa
acian plesteran.
Lapisan halus tidak boleh dipasang sebelum lapisan kedua
dibiarkan selama 7 hari. Sesaat sebelum lapisan halus dipasang,
lapisan kedua harus dibasahi lagi secara merata. Acian lapisan
ketiga "diapungkan" dahulu, sehingga menjadi suatu permukaan
yang benar rata, kemudian disendok sedemikian rupa, sehingga
butir pasir masuk ke dalam plesteran dan dengan penyendokan
terakhir diperoleh permukaan yang licin dan bebas dari bidang
yang kasar, tanda bekas sendok, atau noda lainnya. Lapisan halus
harus dibasah sekurang-kurangnya 2 hari dan selanjutnya harus
dilindungi terhadap pengeringan yang cepat sampai mengeras
dengan seksama dan sempurna.
5. Jika hasil plesteran menunjukkan hasil yang tidak memuaskan
seperti tidak rata, tidak vertikal ataupun bengkok, adanya pecahan
atau retak, maka bagian tersebut harus dibongkar kembali untuk
diperbaiki dan biayanya menjadi tanggungan Rekanan.
A. Bahan.
Bahan yang digunakan adalah sama dengan bahan untuk
pekerjaan plesteran.
A. U m u m.
Rekanan harus menyediakan bahan, membuat dan memasang semua
pekerjaan aluminium yang tertera dalam gambar dan yang
dibutuhkan untuk pekerjaan ini sesuai dengan gambar, atau yang
ditentukan oleh Direksi Pengawas.
B. Gambar Kerja.
Gambar-gambar hanya diberikan berupa bentuk dan sistem pokok.
Rekanan harus membuat gambar perincian dengan profil-profil
standard. Gambar kerja yang menunjukkan letak, ukuran dan rincian
semua konstruksi harus diserahkan dan dimintakan persetujuannya
dari Direksi Pengawas.
C. Bahan.
1. Aluminium.
Bahan-bahan aluminium extrusions yang digunakan produksi dari
pabrik yang mutunya telah "quality approved".
Bahan-bahan aluminium merupakan extruded aluminium yang
tebalnya minimal 0,100 inchi dan untuk pelat tanpa rusuk penguat
minimal 0,078 inchi. Permukaan harus telah di-anodasi setebal 15
microns.
Profil-profil aluminium haruslah memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
2. Penguat/Penyambung.
Bahan penguat dan penyambung (sekrup, mur dsb) harus terbuat
dari bahan aluminium. Demikian juga alat-alat penggantung dan
pengunci dan bahan-bahan pembantu lainnya haruslah berupa non
corrocive stainless steel atau bahan-bahan yang tidak
mengakibatkan korosi.
D. Pemasangan.
1. Dalam pembuatan konstruksi dan pemasangan, permukaan
aluminium harus dilindungi terhadap bahan-bahan plesteran,
adukan beton maupun benturan-benturan. Pada tempat-tempat
atau bagian-bagian konstruksi dimana bahan-bahan yang
mengakibatkan korosi tidak dapat dihindari, maka seluruh
permukaan tersebut dilapis cat bitumen yang tahan alkali.
Pada sisi-sisi yang berhubungan dengan tembok harus diberikan
bahan pemisah yang memenuhi persyaratan.
2. Untuk penyetelan, pemasangan dan pengamanannya, harus
mengikuti
ketentuan/persyaratan yang berlaku dan lazim untuk bahan
tersebut serta disetujui Direksi Pengawas.
A. U m u m.
Rekanan harus menyediakan dan memasang semua alat
penggantung dan pengunci
(Hardware), sehingga bangunan terselesaikan dengan baik sesuai
gambar dan spesifikasi ini. Sebelum dipasang, Rekanan harus
menyerahkan contoh alat penggantung dan pengunci yang akan
dipakai kepada Direksi Pengawas untuk dimintakan persetujuannya.
Semua alat penggantung dan pengunci harus dilengkapi sekrup atau
baut, dan lain-lain alat pengikat yang lengkap sehingga alat-alat
panggantung dan pengunci tersebut dapat dipasang dengan baik.
B. Bahan.
1. Bila tidak dinyatakan lain, kunci yang digunakan adalah kunci
yang sekualitas dengan merk Union, kecuali untuk kunci kamar
mandi/WC menggunakan ex Slag type whitematic atau yang
setara, dengan sistem penguncian 1 (satu) atau 2 (dua) slag
sesuai dengan yang tercantum pada uraian rencana biaya.
2. Bila tidak dinyatakan lain, engsel yang digunakan adalah sebagai
berikut :
* Engsel pintu menggunakan engsel besar, type ring hingga
4"x3" ex Arch atau yang setara.
* Engsel untuk jendela ayun dan jendela jungkit menggunakan
ex Arch atau yang setara.
3. Bila tidak dinyatakan lain, grendel tanam menggunakan kualitas
merk Yale atau yang setara, sedangkan grendel untuk
bouvenlicht atau jendela menggunakan type whitematic ex Age
atau yang setara.
C. Pemasangan.
1. Pemasangan alat penggantung dan pengunci harus dilakukan
dengan rapih dan pintu/jendela dapat dibuka dan ditutup dengan
mudah dan lancar.
2. Letak engsel pintu dan jendela ditempatkan sedemikian rupa,
sehingga pintu dan jendela dibuka sesuai gambar.
3. Sebelum penyerahan pekerjaan, kunci-kunci harus diberi minyak,
sehingga dapat bekerja dengan baik.
A. U m u m.
Rekanan harus menyediakan tenaga kerja, bahan, perlengkapan yang
diperlukan untuk penyediaan dan pemasangan pekerjaan kaca sesuai
dengan gambar atau peraturan ini.
B. Bahan.
1. Kaca yang dipakai harus jernih, rata dan bebas dari cat, cukup
tahan terhadap suhu agak tinggi serta memenuhi syarat yang
ditentukan dalam peraturan N.I.3. Pasal 42.
2. Semua kaca yang digunakan adalah kaca bening, kecuali
dinyatakan lain dalalm gambar.
3. Tebal kaca yang digunakan sesuai dengan gambar.
4. Merk yang menunjukkan nama pabrik pembuat kaca, jenis kaca,
tebal serta kualitas kaca harus tertempel pada tiap lembar kaca.
Tanda merk ini hanya boleh dihapus setelah kualitas kaca
diperiksa dan disetujui oleh Direksi Pengawas.
5. Dempul yang digunakan untuk memasang kaca harus disetujui
oleh Direksi Pengawas, dan keadaan dempul pada waktu
pemakaian tidak boleh kering atau sudah mengeras.
C. Ukuran.
E. Pembersihan.
Sebelum gedung diserahkan, semua bagian kaca harus dibersihkan
dan bagian yang rusak harus diganti. Bahan untuk membersihkan
kaca harus disetujui oleh Direksi Pengawas.
A. U m u m.
Persyaratan pada pasal ini melengkapi persyaratan yang diuraikan
pada pasal lain yang berkaitan dengan pengecatan dan berlaku untuk
pengecatan bidang yang sudah diberi cat meni dan pengecatan lain
yang belum diberi cat menie atau cat lainnya.
B. Bahan.
1. Cat yang digunakan harus disetujui Direksi Pengawas.
Rekanan harus menyediakan keterangan cat tentang : Merk,
daftar warna, susunan bahan cat, cara penggunaan dan
keterangan lain dari pabrik cat. Keterangan tersebut harus
diserahkan kepada Direksi Pengawas, paling lambat 1 minggu
sebelum cat itu digunakan. Warna cat akan ditentukan kemudian
oleh Direksi Pengawas.
2. Cat yang digunakan harus tersimpan dalam tempat yang tidak
rusak, mempunyai label yang menunjukkan nama, susunan
kimia, nomor, warna, data pabrik, nama pabrik, cara pemakaian;
semuanya itu harus mudah dibaca pada saat cat akan digunakan.
3. Plamur dan dempul untuk pekerjaan cat tembok dan kayu harus
menggunakan merk yang sama dengan merk cat yang dipilih.
4. Cat menie digunakan sesuai dengan cat jadi dan sesuai dengan
penggunaan cat.
5. Politur yang digunakan harus mendapat persetujuan Direksi
Pengawas.
C. Persiapan.
1. Permukaan yang akan dicat harus bersih dan kering.
Semua bebas oli, lemak, karet dan kotoran lainnya harus dibuang
dari permukaan dengan alat pembersih yang cocok dan kertas
ampelas.
2. Alat pembersih (cleaner) sebelum digunakan harus disetujui oleh
Direksi Pengawas. Dengan persetujuan Direksi Pengawas bila
perlu dapat pula digunakan kawat baja.
3. Tembok dan kayu yang sudah bersih dan kering, sebelum dicat
harus didempul hingga rata dan licin.
D. Persyaratan Pengecatan.
1. Pekerjaan cat pada kayu.
4. Politur.
a. Semua bidang yang akan dipolitur harus digosok dengan
batu apung.
b. Untuk pekerjaan politur harus dilakukan berkali-kali
sehingga memperoleh hasil yang baik.
A. U m u m.
1. Sebelum pekerjaan logam dibuat dan dipasang, Rekanan harus
menyerahkan contoh rangka atap yang akan digunakan untuk
mendapat persetujuan Direksi Pengawas.
2. Dimana gambar-gambar tidak disediakan oleh Direksi
Pengawas, maka gambar-gambar yang terperinci mengenai
semua pekerjaan rangka atap harus diajukan oleh Rekanan
untuk memperoleh persetujuan, sebelum suatu pekerjaan
logam dimulai.
Sebelum pembuatan bangunan baja dimulai, gambar kerja
harus sudah siap dan disampaikan pada Direksi Pengawas.
B. Bahan.
Bahan untuk pekerjaan rangka atap harus berkualitas baik dan
dibuat sesuai dengan standard SII atau standard internasional
lainnya yang disetujui oleh Direksi Pengawas.
D. Pelaksanaan Pengerjaan.
A. Persyaratan Pra-Konstruksi :
B. Persyaratan Pelaksanaan
A. U m u m.
1. Rekanan harus menyediakan tenaga kerja, perlengkapan, bahan
dan piranti lainnya yang diperlukan untuk memasang sistem
plambing seperti diuraikan dibawah ini atau tercantum dalam
gambar.
a. Sistem pembuangan air hujan.
b. Sistem pembuangan air buangan, air kotoran dan sistem vent.
c. Sistem penyediaan air minum.
d. Alat plambing dan katup.
1. Bahan.
a. Kakus yang dipasang adalah jenis "kakus duduk" dari porselen
lengkap dengan tanki air, fitting, dudukan dan tutupnya serta
kakus jongkok terbuat dari porselen juga sesuai dengan
gambar.
b. Bak cuci tangan.
Bila tidak dinyatakan lain, bak cuci tangan harus jenis "wall
hang" dari porselen, mempunyai peluap belakang, anti
percikan depan, bibir, tempat sabun, keran tunggal dan rantai
pada karet penyumbat.
c. Paturasan.
Paturasan harus jenis "wall hang" dari porselen, mempunyai
lubang masuk diatas, lengkap dengan katup penggelontor dan
perangkap.
Perlengkapan sanitari yang digunakan, harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari Direksi Pengawas, dan untuk
itu sebelum melakukan pembelian, Rekanan harus
memperlihatkan data-data peralatan sanitari yang diusulkan.
2. Pemasangan.
Sambungan antara alat plambing keramik dan pipa air kotoran
harus dibuat rapat gas dan rapat air.
Pemasangan perlengkapan-perlengkapan sanitari harus
dikerjakan secara ahli, pembongkaran kembali tembok- tembok
harus sedemikian rupa sehingga tidak timbul kebocoran/retak-
retak dikemudian hari.
1. Bahan.
a. Bila tidak dinyatakan lain, semua pipa air minum yang
tertanam diluar bangunan terbuat dari pipa PVC dengan
tekanan kerja 10 bar, sedangkan untuk pipa air minum
yang tertanam dalam bangunan/ dinding, harus terbuat
dari pipa baja yang digalvanis, kelas medium dengan
sambungan ulir.
2. Pemasangan.
a. Pemasangan pipa dan fitting harus dilakukan sesuai
dengan petunjuk pabriknya.
b. Rekanan harus memotong pipa dengan cermat,
pemotongan tidak boleh dilakukan dengan paksaan,
harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pelemahan
konstruksi sebagai akibat pemasangan pipa.
c. Pipa air minum harus dipasang sedemikian rupa,
sehingga air yang terdapat di dalamnya dapat
dikosongkan sama sekali.
d. Pengosongan dapat dilakukan dengan pemasangan fitting
pembuang bertutup pada titik terendah, kecuali bila
sudah ada kran.
e. Pipa air minum tidak boleh ditempatkan dibawah lantai
dan di dalam struktur beton (tembus boleh).
f. Pipa yang tampak (exposed) harus sejajar dengan garis-
garis bangunan, kecuali bila dinyatakan lain.
g. Pipa, katup dan fitting harus ditempatkan pada jarak
yang cukup dari pekerjaan lain, jarak terhadap pipa lain
minimal adalah 25 mm dan jarak terhadap struktur
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) cm.
h. Setiap pipa air minum yang melayani alat plambing atau
perlengkapan lainnya, kecuali kran biasa, kran
penggelontor atau katup lainnya yang dilengkapi dengan
penutup terpadu harus dilengkapi dengan katup penutup
yang dapat digunakan untuk menyetop aliran air pada
waktu perbaikan dan pemeliharaan tanpa menggangu
kerja alat plambing dan perlengkapan lain.
i. Katup harus dipasang pada pipa air minum sebelum
sampai ke dekat alat plambing atau perlengkapan lain.
j. Water mur harus dipasang pada tempat yang mudah
dicapai dan tidak boleh tertutup oleh dinding, langit-
langit atau partisi.
k. Perubahan ukuran pipa harus dilakukan dengan fitting
pengecil (reducing
fitting). Pemakaian bushing tidak dibenarkan.
l. Perubahan arah aliran harus dilakukan dengan fitting.
1. U m u m.
Pipa air kotoran, buangan dan air hujan dianggap mulai dari titik
alat plambing di dalam gedung/talang sampai ke septic
tank/bak kontrol.
2. Bahan.
a. Bahan pipa harus sesuai dengan persyaratan berikut dan
dipasang seperti tertera pada gambar.
b. Pipa polyvinil chloride (PVC) harus dari Unplasticed
Polyvinyl Chloride Pipe dengan tekanan kerja 8 bar
dengan fitting PVC atau standard internasional lainnya
yang disetujui oleh Direksi Pengawas. Type socket
dipasang dengan cara penyambungan "SOLVENT"
(Solvent Cement).
3. Pemasangan.
a. Pemasangan pipa dan fitting harus sesuai dengan
petunjuk pabrik.
b. Semua alat plambing atau perlengkapan lain yang
terpasang pada pipa air bekas dan air buangan harus
dilengkapi dengan perangkap.
c. Pipa air bekas, air buangan dan air hujan mendatar harus
dipasang sesuai dengan kemiringan yang tercantum pada
gambar. Bila karena sesuatu hal kemiringan tersebut
tidak dapat dipenuhi, Rekanan dapat mengusulkan
kemiringan lain pada Direksi Pengawas.
E. Talang Tegak.
1. Pipa talang tegak yang ukurannya sesuai dengan gambar harus
terbuat dari PVC dengan tekanan kerja 8 bar atau bahan lain
yang disetujui oleh Direksi Pengawas. Semua offset dan
belokan harus dibuat dengan knee 45 o penggunaan sambungan
ulir tidak dibenarkan.
2. Pipa talang tegak harus diangker dengan angker baja pada
struktur yang terdekat supaya tidak bergerak.
F. Selubung.
1. U m u m.
a. Rekanan harus melengkapi semua peralatan, buruh dan
bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk pengetesan dan desinfeksi struktur
hidraulis, perpipaan dan jalur pipa sesuai persyaratan.
Desinfeksi harus menggunakan chlorinasi. Dosis chlor
akan dihitung oleh Direksi Pengawas yang akan
melengkapi dengan instruksi-instruksi detail kepada
rekanan guna pemakaian chlor yang layak. Semua
pelaksanaan chlorinasi dan pengetesan harus dihadiri
Direksi Pengawas.
b. Air yang digunakan adalah air bersih bebas dari kotoran,
minyak, sifat korosif, asam, alkali, dan bahan-bahan
ketidak murnian lain yang dapat merusak.
a. U m u m.
Pipa air bekas, air buangan, vent dan air hujan harus diuji
oleh Rekanan, disaksikan dan disetujui oleh Direksi
Pengawas. Saluran air bekas dan air buangan dibawah
tanah harus diuji sebelum ditimbun kembali. Segala
perlengkapan pengujian harus disediakan oleh Rekanan.
b. Semua peralatan air buangan dan ventilasi harus
mempunyai lubang yang dapat ditutup sewaktu-waktu,
jadi saluran percobaan, sistem dapat diisi air sampai titik
tertinggi dan ventilasi (pada atap) dan mampu untuk
menahan air selama 30 menit dengan penurunan tinggi
permukaan air 10 cm.
c. Rusak atau gagal pada waktu percobaan :
1. Jika ada kerusakan pada pipa-pipa atau sambungan-
sambungan selama percobaan, Rekanan harus
mengganti pipa-pipa tadi dan mengulang percobaan
lagi demi kepuasan Direksi.
2. Pipa yang rusak harus diganti dengan yang baru.
Tidak diperkenankan untuk menambal yang bocor.
B. Lingkup Pekerjaan.
1. Pekerjaan ini meliputi pengadaan dan pemasangan serta
menyerahkan dalam keadaan baik dan siap untuk
dipergunakan.
2. Garis besar lingkup pekerjaan listrik yang dimaksud adalah :
- Lampu Phillips
- Lampu Hias
- Veten Down Light
- Lampu Kaca Plat Kotak
- Stop Kontak
- Saklar Ganda
- Saklar Tunggal
- MCB 15 Amper
- MCB 35 Amper
- Instalasi Listrik
- Penyambungan Jaringan dari PLN
3. Pengadaan dan Pemasangan kabel – kabel serta instalasi yang
tertanam dalam tembok, plat beton dan plafound
A. U m u m.
1. Rekanan harus menyediakan seluruh peralatan, pekerja dan
material yang
dibutuhkan untuk testing dan desinfeksi struktur. Air untuk testing
dan desinfeksi Reservoir harus disetujui Direksi Pengawas.
Desinfeksi akan dilakukan dengan cara Chlorinasi. Dosis Chlorine
akan ditentukan oleh Direksi Pengawas dan Rekanan harus
melaksanakan lebih detail instruksi-instruksi dari Direksi Pengawas
tentang penggunaan Chlorine. Seluruh pelaksanaan dan testing
harus mendapat persetujuan dan dihadiri Direksi Pengawas.
2. Struktur hidrolik yang akan digunakan dalam testing/ desinfeksi
ini adalah penurunan permukaan air setelah Reservoir penuh
terisi air, atau mengamati air yang tersisa didalam Bangunan
Reservoir.
1. U m u m.
Pelaksanaan testing/desinfeksi reservoir harus dilaksanakan secara
bersamaan dan dilaksanakan sebelum urugan kembali sisa galian.
2. Chlorinasi.
Larutan chlorine pekat (+ 200 ppm) harus disemprotkan ke seluruh
permukaan bagian dalam Reservoir. Berikutnya, struktur Reservoir
akan diisi air secara bertahap, setiap ketinggian 30 cm. Penggunaan
dosis chlorine yang cukup akan memberikan sisa chlorine minimal
50 ppm setelah pengisian air yang bertahap. Setelah selesai
pengisian yang cukup air dialirkan kebagian sistem perpipaan
Bangunan Reservoir.
3. Periode Retensi.
Air chlorine dibiarkan minimal 24 jam didalam bangunan Reservoir
dan sepanjang sestem perpipaannya untuk membuka pori-pori
dinding sampai sisa chlorine yang tersisa didalam bangunan
reservoir mencapai 25 ppm.
Seluruh valve dibuka jika air yang dichlorinasi sudah membasahi
seluruh sistem perpipaan.
4. Pengisian Akhir Struktur Hydrolik.
a. Setelah residu chlorine diperiksa (3), Bangunan Reservoir harus
diisi kembali selama 4 hari secara periodik. Setiap harinya
elevasi air didalam bangunan resevoir terisi 1/4 bagian dari
total kedalaman reservoir dengan setiap penambahan
maksimum 60 m3/jam. Operasi pengisian setiap harinya harus
dihadiri dan mendapat persetujuan Direksi Pengawas. Setiap
pengisian air Rekanan harus memeriksa kebocoran dan
penurunan bangunan reservoir.
b. Sebelum pengisian akhir diselesaikan, kuantitas air chlorinasi
yang tersisa didalam bangunan reservoir harus diperiksa
kembali sehingga sisa chlorine mencapai 1 - 2 ppm pada saat
bangunan penuh terisi air.
Jika sisa chlorine kurang dari 1 ppm, maka harus dilakukan
penambahan dosis. Dan jika sisa chlorine lebih besar dari 2
ppm, struktur reservoir harus dikosongkan tahap demi tahap
kemudian ditambah air lagi pada elevasi maksimum.
Sebelum pengisian air lebih lanjut, setiap kebocoran-kebocoran
yang timbul harus diperbaiki.
5. Kebocoran.
Struktur reservoir harus diperiksa kebocorannya setelah
pengisian air berumur 30 hari.
Jika selama 30 hari permukaan air turun ... cm, maka Rekanan
harus mengosongkan reservoir dan sanggup memperbaiki serta
bertanggung jawab atas kebocoran yang terjadi.
A. U m u m.
B. Persyaratan Bahan.
1. Rangka :
Rangka vertikal dari besi hollow 4 x 4 cm/2 x 4 cm, tebal pelat besi
hollow minimal 0,3 mm.
2. Penutup :
Digunakan Gypsum Board yang bermutu baik produk JAYA
Plasterboard atau produk lain yang setera, tebal 9 mm.
Bahan penutup sambungan partisi : Compund atau bahan plester
ex UB400 atu
produk lain yang setara. Paper tape yang berpori/berlubang dan
bergaris tengah, serta Corner Bead berbahan metal, yaitu untuk
penutup bagian sudut plafond partisi.
Kesemuan Bahan diatas harus disetujui oleh Konsultan
Pengawasan, Perencanaan
Coating