Anda di halaman 1dari 17

Filsafat dan Etika Komunikasi

Tokoh, Asumsi, Kelebihan dan Kekurangan, Kritik


Filsafat Pragmatisme dan Hubungannya dengan
Komunikasi

Diampu oleh; Kismiyati El Karimah

Ilmu Komunikasi A 2016

Disusun Oleh:

Mutiara Aghnia Farid 210110160007


Fadhilla Mustafa 210110160024
Muthi’ah ‘Aabidah 210110160039
Khalisa Fulki Hasanah 210110160040
Hanif Mentari Amalia 210110160043

Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Padjadjaran
FILSAFAT PRAGMATISME

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu
yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya
yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan
yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-
individu. Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan
pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual dan konkret. Dunia
ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja.

Muncul pada abad 20, mengajarkan bahwa yang benar adalah yang membawa akibat berupa
manfaat yang praktis. Pedoman yang digunakan adalah logika pengamatan. Poinnya
pentingnya, asal membawa akibat yang praktis.

Representasi atau penjelmaan realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi
dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan
dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan
pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang
dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.

A. Tokoh Mazhab Pramatis (biografi dan pemikiran)

Charles Sander Peirce

Pragmatisme mengambil makna konsep bahwa konsep tidak ada artinya jika
tidak memiliki efek praktis atau pengalaman tentang cara kita melakukan kehidupan.
Sejalan dengan hal itu, dalam teori penyelidikkan Peirce memandang bahwa metode
ilmiah adalah satu-satunya cara untuk memperbaiki keyakinan, menghapus keraguan,
dan kemajuan menuju kondisi pengetahuan yang stabil. Charles Sander Peirce, lahir
pada 10 September 1938 di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat dan wafat pada
tanggal 19 April 1914. Peirce merupakan seorang ilmuwan Amerika, ahli logika, dan
filsuf yang terkenal dengan karyanya pada logika hubungan dan pragmatisme sebagai
metode penelitian. Peirce sendiri merupakan anak dari pasangan Sarah Mills dan
Benjamin Peirce. Ayah dari Peirce merupakan seorang profesor astronomi dan
matematika di Universitas Harvard. Setelah lulus dari Harvard pada tahun 1859, Peirce
bergabung dengan pihak lapangan dari Survei Pesisir dan Geodetik AS selama satu
tahun. Ia pun memasuki Lawrence Scientific School of Harvard, yang mana ia menjadi
lulusan dengan summa claude dalam bidang Kimia pada tahun 1863. Banyak karyanya
mengenai astronomis awal untuk survey yang dilakukan di Harvard laboratory, di mana
Annals (1878) muncul penelitian Fotometriknya (mengenai penentuan bentuk Milky
Way Galaxy yang lebih tepat).

Pada tahun 1871, ayahnya memperoleh pekerjaan untuk memulai koneksi


geodetik antara survey pantai Atlantik dan Pasifik. Ini merupakan proyek yang akan
diawasi oleh Peirce. Dalam proyek ini ia juga berkontribusi terhadap teori dan praktik
ayunan bandul sebagai alat untuk mengukur gaya gravitasi. Dari sinilah yang
mendorongnya untuk membuat penentuan pionir panjang meter dalam hal panjang
gelombang cahaya (1877-1879). Antara 1873 dan 1886 Peirce melakukan percobaan
pendulum di sekitar 20 stasiun di Eropa dan Ameria dan (melalui deputi) di beberapa
tempat lain termasuk di Kanada.

Di tahun 1865 ia mulai menyampaikan serangkaian kuliah di Harvard dan


memberi kuliah di Lowell Institute setahun kemudian pada usianya yang ke dua puluh
enam. Ia menghasilkan suatu tanggapan yang baik dan diterima dengan baik juga
terhadap sistem kategori Kant pada tahun 1867, serta mempelajari ilmu Descrates
mengenai pengetahuan, sains, dan keraguan pada tahun 1868. Penelitiannya yang
dilakukan dalam geodesi dan gravimetri pada survey pesisir AS menjadikan Peirce
mendapatkan penghargaan internasional dan ia pun bisa melakukan tur penelitian
Eropa. Selama tur tersebut, karya Peirce mengenai logika dan Boolean mendapatkan
perhatian dari ahli logika Inggris W.S Jevons dan August De Morgan pada tahun 1867.
Peirce juga mulai bekerja extra pada tahun 1869 di Harvard observatory dan
menerbitkan buku pada penelitiannya di sana pada tahun 1878 dengan judul
Photometric Researches.

Selama hidupnya, Peirce memengaruhi dan mengambil pengaruh dari karya


William James. Meskipun mereka teman dekat dan saling bertukar ide satu sama lain,
mereka tetap berusaha untuk membedakan pragmatisme mereka sendiri. Peirce sendiri
menganggap pemikiran James dalam pragmatisme terlalu “nominalistik” dan terlalu
waspada terhadap logika. Sementara James menganggap Peirce terlalu padat dan tidak
jelas dalam formulasinya. Namun demikian, hubungan antara dua pendiri pragmatisme
ini sudah jelas. Yang harus diakui adalah pengaruh Peirce terhadap John Dewey dan
generasi mahasiswa serta kolega muda Johns Hopkins. Karya Peirce di JHU sendiri
memiliki pengaruh yang besar terhadap muridnya, sekalipun John Dewey menganggap
kelas logika Peirce tidak jelas, namun akhirnya ia memahami betapa pentingnya
pendekatan Peirce. Dalam bidang logika yang merupakan bidang dari Peirce, ia juga
menjalankan beberapa pengaruh dalam hidupnya sendiri. Peirce mengembangkan
Aljabar Boolean yang juga dipengaruhi ahli logika dan matematikawan Ernst Schröder.

Peirce sendiri membentuk gagasannya pada tahun 1878 dan menghasilkan


pandangan bahwa: Pertimbangkan akibat apa yang dapat secara masuk akal
mempunyai pengaruh praktis ketika kita memahami objek konsepsi kita yang harus
dimiliki. Maka, konsepsi mengenai akibat-akibat ini adalah seluruh konsepsi kita
mengenai objek itu. Dalam karyanya yang berjudul How to Make Our Ideas Clear,
Peirce menegaskan gagasan tentang konsep yang jelas membedakan antara tiga tingkat
konsepsi. Yang pertama berkaitan dengan keakraban dan bukti diri, kedua menganggap
adanya hubungan antara realitas dan fiksi, ketiga berkaitan dengan konsepsi kita
tentang efek yang menyebabkan konsepsi kita terhadap sebuah objek.

Kisah Peirce juga pernah diungkapkan melalui sebuah paper. Selain The
Collected Papers dan pengaruh yang dimilikinya, Peirce juga diterbitkan secara
anumerta pada tahun 1923 dalam volume yang disebut Chance, Love, and Logic, diedit
oleh Morris Cohen yang bekerja pada manuskrip Harvard. Bersama dengan lampiran
di Ogden dan Richards pada tahun 1923, arti makna, berdasarkan korespondensi Peirce
dengan Victoria Lady Welby, ia menjalankan pengaruh yang paling menarik dan
kontroversial. Peirce pun memiliki pengaruh dalam filsafat Eropa. Yang terpenting
merupakan pengaruh Peirce terhadap filosofi Neo-Kantian dari Karl-Otto Apel dan
Helmut Pape, yang menekankan pembacaan yang lebih kantian dari filosofi Peirce.
Mungkin yang paling penting juga ialah pengaruh Peirce terhadap Jurgen Habermas.
Habermas menggunakan dan memurnikan unsur-unsur penting dari laporan Peirce
tentang penyelidikan dalam filsafat politik dan sosial. Yang tak kalah penting pun
adalah gagasan Peirce tentang komunitas pengejar. Bagi Peirce, komunitas ini
merupakan gagasan trans-historis yang bertindak sebagai ideal regulatif bagi
pertumbuhan pengetahuan melalui sains.

Pendekatan Peirce pada filsafat adalah bahwa seorang ilmuwan yang mapan
akan memperlakukan filsafat sebagai disiplin interaktif dan eksperimental. Pendekatan
ilmiah untuk filsafat yang Peirce labeli dengan “filsafat laboratorium” mencerminkan
tema-tema penting di seluruh karyanya. Seperti pragmatis, yang berarti bahwa konsep
tidak akan memiliki efek praktis atau pengalaman tentang cara kita melakukan
kehidupan. Sejalan dengan itu, di dalam teori penyelidikan Peirce, metode ilmiah
adalah satu-satunya cara untuk memperbaiki keyakinan, menghapus keraguan dan
kemajuan menuju kondisi pengetahuan yang stabil.

Luasnya minat filosofi Peirce menyebabkan beberapa sulit menafsirkan


karyanya secara keseluruhan. Namun, Thomas Goudge (1950) berpendapat bahwa
karya Peirce terdiri dari dua untaian yang saling bertentangan, satu naturalistik dan
sangat ilmiah, sedangkan yang lainnya adalah metafisik dan transedental. Namun,
pekerjaan penting dilakukan oleh Christopher Hookway (1985), Douglas Anderson
(1995) dan Nathan Houser (1992), pandangan mereka memperlakukan filosofi Peirce
sebagai visi yang berhubungan dengan panorama, mengandung tema, isu, dan area yang
Peirce kerjakan dan bergerak di antara berbagai titik dalam hidupnya. Sebenarnya
Peirce merupakan filsuf yang sulit dipahami pada waktu, karyanya yang penuh dengan
terminologi dan rumit seringkali melahirkan pengetahuan tentang pekerjaan yang lain.

Kontribusi Peirce terhadap komunikasi dikenal dengan sebutan “grand theory”


dalam semiotika. Peirce ingin mengidentifikasikan dasar dari tanda dan
menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Sebuah tanda atau
representation menurut Peirce adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lainnya
dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lainnya itu disebut dengan interpretant.
Upaya klasifikasi Peirce terhadap tanda ini dibagi menjadi tiga yaitu: ikon (yang
mengandung kemiripan rupa), Indeks (yang memiliki keterkaitan fenomenal), simbol
(yang bersifat arbriter).

John Dewey (1859 – 1952)

John Dewey lahir pada tanggal 30 Oktober 1859 di Burlington, Amerika Serikat
dan wafat pada tanggal 1 Juni 1952. Ia merupakan seorang filsuf dan pendidik Amerika
yang merupakan pendiri gerakan filosofis yang dikenal sebagai pragmatisme, pelopor
dalam psikologis fungsional, dan pemimpin gerakan progresif dalam pendidikan di
Amerika Serikat. Ia lulus menjadi seorang sarjana dari Universitas Vermont pada tahun
1879, lalu mendapatkan gelar doktor dalam filsafat di Universitas Johns Hopkins pada
tahun 1884 dan langsung memulai untuk mengajar filsafat dan psikologi di Universitas
Michigan. Awalnya Dewey tertarik dengan filsafat Georg Wilhelm Friedrich Hegel,
namun saat itu ketertarikannya berangsur-angsur menurun dan beralih ke psikologi
eksperimental baru yang maju di Amerika Serikat oleh G. Stanley Hall dan filsuf
pragmatis yang juga psikolog William James. Studi lebih lanjut mengenai psikologi
anak mendorong Dewey mengembangkan filsafat pendidikan yang akan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Pada tahun 1894 ia bergabung dengan Universitas Chicago dan
mengembangkan lebih lanjut mengenai pedagogi progresifnya di laboratirium
universitas. Pada tahun 1904, Dewey berpindah ke Columbia di New York City dan
menghabiskan sebagian besar karirnya dengan menulis karya filsafat yang paling
terkenal, Pengalaman dan Alam (1925). Tulisan selanjutnya termasuk artikel yang ada
dalam majalah populer, topik yang diperlakukan dalam estetika, politik, dan agama.
Tema umum yang mendasari filosofi Dewey adalah keyakinannya bahwa masyarakat
demokratis yang berpengetahuan dan terlibat dalam penyelidikan adalah cara terbaik
untuk memajukan kepentingan manusia.

John Dewey mengubah pragmatisme ini menjadi etika dan filsafat pendidikan
yang sangat memengaruhi polese sosial Amerika, khususnya bidang-bidang legal dan
pendidikan. Dewey mensintesiskan karya James dan Peirce dan menghasilkan ide
instrumentalisme. Pikiran adalah alat dalam memecahkan masalah. Kebenaran adalah
hal yang bersifat relatif yang mana kebenaran tersebut bisa didapatkan melalui
pengalaman hidup. Dewey percaya bahwa intelegensi, tingkah laku, dan pengetahuan
dapat berubah dan akibatnya pendidikan merupakan hal yang sangat menentukan untuk
membentuk masyarakat. Pragmatisme mempunyai pengaruh besar dalam bidang ini,
membela “problem-solving” eksperimental dan pengajaran nondogmatik. John dewey
yang merupakan tokoh filsafat dengan aliran pragmatis ini berpendapat bahwa filsafat
merupakan alat yang membuat manusia melakukan penyesuaian-penyesuaian antara
yang lama dan yang baru dalam suatu kebudayaan.

Untuk mengembangkan sistem filsafatnya, Dewey perlu mengungkapkan apa


yang dianggapnya sebagai kekurangan dari tradisi sebelumnya. Ia percaya bahwa ciri
dari filsafat Barat adalah anggapannya bahwa wujud sejati adalah yang sepenuhnya
nyata atau sepenuhnya dapat diketahui, tidak berubah, sempurna, dan abadi serta
sumber realitas apapun yang mungkin dimiliki dunia. Salah satu contohnya adalah
bentuk Plato mengenai entitas abstrak yang sesuai dengan sifat-sifat benda tertentu, dan
juga konsep Kristen tentang Tuhan merupakan contoh dari makhluk yang statis, murni,
dan transenden, dibanding dengan apapun yang mengalami perubahan tidak sempurna
dan kurang nyata. Sementara menurut Rene Descrates mengatakan bahwa semua
pengalaman bersifat subyektif, sebuah fenomena mental yang eksklusif tidak dapat
memberikan bukti keberadaan sifat dunia fisik. Oleh karena itu akhirnya tradisi Barat
membuat suatu perbedaan yang sangat keras antara realitas sejati di satu sisi, dan
varietas yang tidak ada habisnya serta variasi pengalaman manusia duniawi di sisi lain.
Dewey sendiri berpendapat bahwa filosof alam ini sebenarnya memiskinkan, yang
menolak dualisme apapun antara keberadaan dan pengalaman. Ia mengatakan bahwa
tidak ada sesuatu yang statis di dunia ini, pengalaman juga bukan suatu hal yang murni
subyektif, karena pikiran manusia sendiri berasal dari alam. Pengalaman manusia
menentukan cara hidup yang baik dengan proses-proses perubahan, entah bagaimana
melampauinya.

Fokus utama dari kepentingan filosofis John Dewey adalah apa yang disebut
“epistemologi” atau “teori pengetahuan”. Namun, sikap kritis Dewey terhadap upaya-
upaya di masa lalu membuatnya menolak istilah epistemologi, dan lebih memilih
“logika eksperimental” yang lebih mewakili pendekatannya sendiri. Menurut Dewey,
epistemologi tradisional baik rasionalis atau empiris memiliki perbedaan antara
pemikiran, domain pengetahuan, serta dunia fakta yang dimaksud: pemikiran diyakini
terpisah dari dunia. Sedangkan rasionalis modern telah mempengaruhi dikotomi ini;
para empiris modern yang dimulai dari Locke menghasilkan pandangan yang membuat
misteri relevansi pemikiran terhadap dunia; jika pemikiran merupakan domain tak
terpisahkan dari dunia, bagaimana keakuratannya sebagai catatan dunia yang pernah
ditetapkan? Bagi Dewey, model baru ini justru menolak anggapan tradisional yang
dianggapnya sebagai keinginan.

Dalam tulisannya “Is Logic a Dualistic Science?” (1890) dan “The Present
Position of Logical Theory” (1891). Dewey menawarkan solusi dari isu-isu
epistemologi terutama pada penerimaan awal dari idealisme Hegelian yang mengatakan
bahwa dunia fakta tidak berdiri terpisah dari pemikiran, tetapi itu sendiri didefinisikan
sebagai manifestasi objek. Namun, sejumlah pengaruh datang memengaruhi
pandAngan Dewey, dan ia mengira bahwa idealisme Hegelian tidak kondusif untuk
mengakomodasi metodologi dan hasil sains eksperimental yang dia terima dan kagumi.
Teori seleksi alam Darwin lebih khusus menyarankan mengenai bentuk naturalistik
terhadap teori pengetahuan. Kunci untuk laporan naturalistik species Darwin ini adalah
pertimbangan atas hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungan. Dewey
menjadi percaya bahwa pendekatan yang produktif dan naturalistik terhadap teori
pengetahuan harus dimulai dengan pertimbangan pengembangan pengetahuan sebagai
respon manusia yang adaptif terhadap kondisi lingkungan yang ditujukan untuk
mambangun kembali dari kondisi-kondisi ini. Pendekatan Dewey memahami
pemikiran secara genetis, sebagai produk interaksi antara organisme dan lingkungan,
dan pengetahuan sebagai memiliki instrumentalitas praktis dalam bimbingan dan
kontrol interaksi itu. Jadi Dewey mengadopsi istilah "instrumentalisme" sebagai
sebutan deskriptif untuk pendekatan barunya.

Aplikasi signifikan pertama Dewey tentang penawaran naturalistik baru ini


ditawarkan dalam artikelnya yang berjudul “The Reflex Arc Concept and Psychology”
(1896). Menurutnya dalam pandangan alternatif bahwa organisme berinteraksi dengan
dunia melalui kegiatan yang dipandu sendiri dan mengordinasikan serta meningkatkan
respon sensorik dan motorik. Implikasi bagi teori pengetahuan ini sudah jelas: dunia
tidak diterima secara pasif dan karenanya diketahui; manipulasi lingkungan terlibat
secara integral dalam proses pembelajaran awal. Salah satu perkembangan terpenting
dari tulisan-tulisannya mengenai teori pengetahuan adalah penerapan prinsip
instrumentalisme signifikan dalam Logika Eksperimental, tetapi proyek mencapai hasil
penuh dalam Logika: The Theory of Inquiry. Dari perspektif baru ini Dewey
mempertimbangkan kembali banyak topik logika tradisional

William James

 William James (1842-1910) merupakan orang pertama yang memberikan


kontribusi besar dalam pemikiran filsafat di dunia Barat melalui penerbitan
bukuinya Pragmatisme (1907) dan The Meaning of Truth (1909). Gerakan ini
muncul dan menguasai abad ke-20. James hadir dengan memanusiakan konsep
pragmatism dan menyangkut pautkannya dengan kepentingan praktis manusia.
 James lahir di kota New York pada tahun 1842. Ayahnya Henry James merupakan
seorang dengan intelektual tinggi dan kaya. Ia mendidik dengan kreatif dan
mengembangkan anak-anaknya dengan kebebasan dan individualisme serta
memberikan iide dan pengalaman penting pada mereka. Pun ia menerapkan sisi
humanisme dalam kehidupan mereka.
 Pendidikan formalnya tidak teratur, ia memperoleh tutor berkebangsaan Inggris,
Perancis, Swiss, Jerman dan Amerika, kemudian memasuki Harvard Medical
School dan lulus pada 1869. Ia mengajar anatomi dan fisiologi di Harvard namun
lebih tertarik dengan ilmu psikologi dan fungsi pikiran pada manusia. Pada waktu
inilah ia menggabungkan diri dengan Peirce, Chuncy Wright, Oliver Wendel
Holmes, Jr., dan tokoh-tokoh lain dalam Metaphysical Club untuk berdiskusi dalam
masalah-masalah filsafat dengan topik-topik metode ilmiah, agama, dan evolusi.
Disini ia mendapatkan pengaruh pierce dalam metode pragmatisme.
 Pada tahun 1870-an karir James dalam bidang akademik diperluas dengan
mengajarkan psikologi dan filsafat di Harvard. Ia menjadi instruktur di bidang
psikologi kemudian memberikan kkursus dan menuliskan beberapa buku, yang
terkenal adalah principles of psychology, yang menjadi pionir dalam studi psikologi
modern. Ia juga menuliskan beberapa kalangan filsafat, diantaranya The Sentiment
of Rationality (1879) dan Dilemma of Determinism (1884). Ia mengombinasikan
psikologi dan filsafat, yang ternyata saling memiliki keterkaitan antara satu dengan
yang lainnya.
 Ia menulis The Principles of Psychology dan menerbitkan beberapa tulisan yang
mengandung unsure pragmatis. Ia juga menulis The Will to Believe (1986) dengan
memperlihatkan sifat humanistis didalamnya, disini ia berpendapat bahwa
kepercayaan harus dipahami dalam kerangka tindakan. Dalam hal ini ia sependapat
dengan pierce, dan menyatakan bahwa ide adalah sesuatu yang melandaskan
seseorang untuk bertindak.
 Kemudian ia melakukan peluncuran doktrin empirisme radikal yang berupa essay
denga judul ‘Does “Conciousness” Exist?’ (1904). Ia juga menulis karya-karya lain
yang mamberikan pengaruh besar dalam studi psikologi dan filsafat klasik, seperti
Pragmatism: A New Names for Some Old Ways of Thinking (1907) dan The
Meaning of Truth (1909).
 Menurut James, pragmatisme merupakan paham mengenai pemikiran, pendapat
dan teori yang dapat dipraktikan yang dianggap benar dan berguna. James
menganggap nonsense terhadap “ide” Plato, “pengertian umum” Socrates, definisi
Aristoteles, skeptisisme Descartes.
 Pragmatisme merupakan sebuah cara untuk mengambil sikap tentang kebenaran,
yang berguna dan dapat dipakai dalam kehidupan, baik pada seseorang maupun
nilai-nilai manusiawi di dalam agama dan moral, lebih dari sekedar hal-hal yang
semata-mata mengenai pengertian rasional ilmiah.
 Metode yang digunakan james : meliorisme (menggabungkan keberlawanan
rasionalisme dan empirisme, untuk memecahkan masalah-masalah filsafatnya
dengan (misalnya) mengkaji sebuah aspek kemudian dikaitkan dengan filsafat dan
psikologi, dengan tujuan diperolejnya deskripsi dan evaluasi terhadap pengalaman
individu untuk mengetaui makna dan pentingnya hal tersebut.
 Psikologis filsafatnya diilhami oleh antropologi dan keimigranan bangsanya guna
menciptakan kultur baru dan dinamis. Makna survival yang ia tekankan pada
teorinya adalah penekanan pada faktor belief dan decision.
 Pahamnya mengebai kebenaran memunculkan karakteristik pragmatism yang
humanistis, yang individualistis dan subjektif.
 James menekankan filsafat ialah tentang pentingnya faktor usaha dan kesukarelaan
dalam keputusan untuk memperjelas sesuatu. Pragmatisme dalam hal ini bersifat
voluntaris.
 Kata kunci pragmatisme James adalah: “tidak ada hukum moral umum, tidak ada
kebenaran umum, semua kebenaran belum final”. Kata kunci ini berada dalam
breakdown filsafat Amerika yang menekankan proses sebagai manusia (human
being qua process).

B. Asumsi Mazhab Pragmatis


 Pragmatisme mengajarkan bahwa, apa yang menjadi benar adalah apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan membawa akibat yang bermanfaat
secara praktis (memandang sesuatu dari nilai kegunaan praktis)
 Segala sesuatu (pengalaman pribadi) dapat diterima asalkan bermanfaat.
 Filsafat memberikan garis pengarahan dalam hidup (John Dewey, 1859-1952).
 Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience), menyelidiki dan mengolah
pengalaman tersebut secara aktif dan kritis (John Dewey, 1859-1952).
 Pragmatisme menyangkal kemungkinan bagi manusia untuk mendapatkan suatu
pengetahuan teoritis yang benar. Oleh karena itu ide-ide perlu diselidiki dalam
praktek hidup.
 ”how to make our ideas clear?” (Charles S. Pierce, 1878) maksudnya adalah
“bagaimana ide-ide kita dijadikan terang?” dan menurut Pierce, ide-ide tersebut
dapat diterangkan dengan jalan analisis yang harus dijalankan secara fungsional
dengan menyelidiki seluruh konteks suatu pengertian dalam praktek hidup.
 Menurut pragmatisme, manusia mampu mencapai bentuk ide (pikiran) yang jelas
dan efektif khususnya apabila akibat dari penggunaan ide tersebut langsung dialami
kerika terdapat kesempatan untuk mencobakan baik tidaknya ide itu di dalam
praktek keseharian.
 Uji kebenaran terletak pada kegunaan langsung dalam praktek (the truth is in the
making)

C. Kontribusi Mazhab terhadap Komunikasi

Para filsuf di era modern mulai membedakan penilaian atas fakta dan penilaian
berdasarkan nilai. Mereka bergerak dengan masalalu filosofi Yunani dan keutamaan
Kristiani. Tugas ilmu alam untuk menilai fakta dengan proposisi objektif, dan filsafat
menilai nilai (proporsi dimana penilaian subjektif fakta dibuat). Dengan perubahan ini,
fakta dan nilai dimaknai sebagai isu yang terpisah. Akhirnya pada abad ke-20,
pragmatisme bangkit. Kemudian, pemisahan antara ilmu alam dan filsafat
mengakibatkan adanya sub dalam filsafat berupaa onlotogi, epistemologi, yang
semuanya berhubungan dengan perkembangan teori komunikasi.

Tokoh-tokoh Pragmatisme dapat ditemukan dalam beberapa teori komunkasi,


salah satunya teori interaksi simbolik yang dipengaruhi oleh para ahli pragmatis abad
ke-20, seperti John Dewey dan William James. Para pragmatis berpikiran bahwa
realitas bersifat dinamis. Mereka mengajukan gagasan seputar struktur sosial yang
muncul dan makna dapat diciptakan melalui interaksi. Teori interaksi simbolik
membahas mengenai makna. Makna simbolis menurut teori ini, dibangun melalui
interaksi manusia, dan makna simbolis tersebut memengaruhi perilaku manusia. Teori
interaksi simbolik ini memiliki pengaruh pada teori-teori komunikasi lainnya seperti
pada level interpersonal, kelompok, dan organisasi.

Selain itu, John Dewey juga diketahui concern pada pendidikan dan
komunikasi. Beliau memandang pendidikan sebagai semuah proses belajar yang dapat
dicapai melalui komunikasi dan komunikasi sendiri adalah proses berbagi pengalaman
hingga pengalaman tersebut menjadi umum. Dewey menganggap kedua hal ini adalah
pilar dari demokrasi.

Berkaitan dengan pragmatisme dan linguistik, ada yang dikenal dengan


pragmatik. Pragmatik dapat didefinisikan sebagai studi yang mempelajari makna ujaran
dalam situasi tertentu. Pragmatik ini banyak membahas juga mengenai tata bahasa yang
digunakan demi tercapainya kesamaan makna ketika berkomunikasi. Pragmatik ini
lebih jauhnya akan berkaitan dengan lokusi, ilokusi dan perlokusi yang dirangkum
dalam teori komunikasi tindak tutur oleh Austin.

Robert T Craig mencetuskan pendekatan constitutive metamodel of


communication yang dikemudian hari mengilhami Chris Russil untuk mencetuskan
pendekatan pragmatis yang digunakan untuk menganalisa beragam permasalahan
komunikasi. Untuk merumuskan pendekatan pragmatisme dalam komunikasi, Russil
merujuk teori Dewey, Lippmann, dan juga Habermas. Russill merumuskan sebuah cara
untuk memframing masalah komunikasi dan mengartikulasikan premis-premis yang
membuat tradisi secara teoretis dan praktis bisa diterapkan (Craig, 2007). Berikut
bentuk metamodel yang dikemukakan oleh Craig:

D. Kelebihan dan Kekurangan Mazhab Pragmatis

Kelebihan :

1. Membawa kemajuan-kemajuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun


teknologi.
2. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender
Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis.
3. Pragamatisme telah berhaisl mendorong berfikir yang liberal, bebas, dan selalu
menyangsikankan segala yang ada
4. Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada
“kepercayaan yang mapan” dengan kata lain tidak mengakui adanya sesuatu yang
sakral dan mitos. Dengan seperti itu pragmatisme merupakan pendukung
terciptanya demokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif
dalam masyarakat modern.
5. Teori pragmatis bersifat nyata dan langsung berfokus pada pokok permasalahan
yang ada bukan berdasarkan teori atau ideologi yang dianut. Sehingga dalam
penerapannya mempunyai kemungkinan yang besar untuk menyelesaikan
persoalan dalam perencanaan dengan tepat sasaran

Kelemahan :

1. Pragmatisme sangat mendewakan kemampuan akal dalam mencapai kebutuhan


kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
2. Filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di
nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir
masyarakat yang matrealis.
3. Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara,
tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya.
Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya,
maka dalam struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis.
Dari sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.
4. Pembelajaran di dalam pelaksanaan teori pragmatisme bersifat trial and error
sehingga penerapan dalam pelaksanaan teori pragmatisme tidak selalu
menghasilkan pembelajaran yang benar/ dapat diaplikasikan dalam perencanaan
selanjutnya

E. Kritik terhadap Mazhab

Pragmatisme berasal dari kata pragma, dari Yunani, yang berarti guna. Makna
pragmatisme sebagai suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa saja
yang membuktikan dirinya sebagai yang benar, dengan akibat yang bermanfaat secara
praktis. Misalnya, berbagi pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, bisa saja, asal
membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima, dengan
syarat memiliki manfaat bagi kehidupan.

Charles Sander Peirce adalah tokoh pertama yang mengenalkan istilah


pragmatisme dalam artikelnya berjudul How to Make Our Ideas Clear (1878). Adapun
tokoh-tokoh yang memiliki pemikiran serupa yaitu John Dawey dan William James.
William James (1842-1910) ialah tokoh yang paling bertanggung jawab mengenalkan
pragmatisme ke seluruh dunia. Ia merupakan orang Amerika pertama yang memberikan
kontribusi ke dalam pemikiran filsafat di dunia Barat. Mengawali pembahasan
mengenai mazhab ini, perlu ditekankan bahwa setiap tokoh-tokoh tersebut memiliki
pemikiran masing-masing dalam penggunaan kata pragmatisme.

Pragmatisme sendiri lebih banyak dikaitkan dengan pemikiran James


dibandingkan Peirce sekalipun ia tokoh pertama dalam mengembangkan pragmatisme
sebagai suatu metode. Kedua tokoh tersebut memaknai dan memandang pragmatisme
dengan versi yang berbeda. Hal tersebut berhubungan dengan Meliorisme, dimana
setiap filsafat pada dasarnya bersifat interpretasi individual. Seorang filosof tidak dapat
membebaskan dirinya dari temperamennya sendiri, sebab temperamen itulah yang
menjadikannya manusia nyata. Dua filosof, dua manusia, tidak akan memandang
sesuatu secara persis sama. Hal inilah yang menggambarkan situasi antara Peirce dan
James.

Pragmatisme Peirce dikembangkan dengan studi logisempiris, yang membatasi


daerah kerja pragmatisnya pada hal-hal yang menyangkut pengertian rasional.
Sedangkan James, menggunakan pendekatan yang berkenaan dengan psikologi dan
kebutuhan vital manusia, sehingga diterapkan dalam kehidupan dan menjadikannya
dapat dipakai, baik pada orang ataupun nilai-nilai berbau agama dan moral.

Dikutip dari Ahmad Tafsir, dalam bukunya “Filsafat Umum : Akal dan Hati
Sejak Thales Sampai Capra” yang beranggapan bahwa filsafat itu merupakan usaha
menjawab pertanyaan penting dalam kehidupan. Dilihat yang terdahulu, orang sudah
berusaha menjawab pertanyaan dengan indra (empirisme), dengan akal (rasionalisme),
dan bahkan dengan rasa (instuisionisme). Memaknai ajaran pragmatisme William
James, ia menggunakan isme pertama untuk menjawab pertanyaan dan
menggabungkannya dengan isme kedua. Penggabungan (empirisme dan rasionalisme)
itu sebagai salah satu faktor eksistensi pragmatisme.

Penggabungan yang telah dilakukan James pada akhirnya dilanjutkan tindakan


John Dewey yang mempraktekkan pragmatisme dalam dunia pendidikan. Pendidikan
yang mana menggambarkan kehidupan orang Amerika sekarang. Pragmatisme tidak
sepenuhnya benar dan berhasil, karena membiarkan tidak terbentuknya hukum moral
umum, kebenaran umum, dan semua kebenaran yang dirasa belum final. Hal tersebut
berakibat munculnya subjektivisme dan individualisme yang berdampak terhadap
kehidupan manusia sekarang.

Pragmatisme pada James memiliki kecenderungan bersifat empiris.


Berdasarkan istilah umum, pragmatisme berarti sebuah idea (pemikiran, pendapat, dan
teori) yang dapat dipraktekkan benar dan berguna. Sedangkan disisi lain, terdapat idea
yang hanya ada di dalam idea saja, seperti idea pada Plato, pengertian umum pada
Socrates dan definisi pada Aristoteles. Semua hal itu nonsens bagi pragmatisme.
Karena pragmatisme James memandang, “Yang ada ialah apa yang real ada”.
Selanjutnya, hal ini mengudang perhatian John Locke (tokoh empiris) yang menolak
hal bersangkutan dan mengakui konsep idea yang ada asal memiliki kenyataan di alam
manusia, sekalipun kenyataan itu belum terlihat di waktu sekarang.

John Locke membenarkan bahwa idea (pada Socrates dan Aristoteles) ada,
karena idea itu dibuat (melalui abstraksi) dan idea itu beroperasi dalam kehidupan.
Misalnya, sebuah idea “kursi” sebagai tempat duduk bersandar. Syarat pertama
terpenuhi bahwa idea “kursi” dibuat, syarat kedua, bahwa bagaimana idea “kursi” ini
beroperasi ketika orang mengenali objek tersebut sebagai kursi. Kesimpulan mengenai
konsep idea ini, bahwa idea aplikatif dan tidak aplikatif sekalipun sama-sama dianggap
ada. Idea tentang adil tetap ada dan benar sekalipun keadilan tidak itu tidak berwujud
fisik dan muncul di dunia.

Masih pada James, selain pragmatisme yang diarahkan pada empirisme, ia juga
mempraktekkan pragmatisme pada daerah metafisika. Maksudnya, tidak cukup
membicarakan filsafat hanya berdasarkan pengalaman indera, tetapi juga memperoleh
dari kenyataan yang ada. Jika membicarakan aspek agama dan spiritual, pragmatisme
James, menilai kedua hal itu harus fungsional dan dinamis. Dalam hal ini, pragmatisme
tidak membicarakan hakikat dunia. Kehidupan dunia dipandang sebagai sesuatu yang
berada di dalam proses. Tentunya ini akan menuntun pada pemikiran duniawi semata
tanpa berpikir lebih jauh terhadap kehidupan akhirat. Corak berpikir pengikutnya bisa
jadi hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan aktivitas dunia.

Aliran ini melihat kebenaran sesuatu berdasarkan manfaatnya secara praktis,


sehingga membawa kita pada garis besar bahwa hal yang “baik” ditandai dengan
manfaat yang bisa langsung dirasakan. Tentunya kriteria kebenaran tidak bisa
dihubungkan begitu saja dengan kegunaan praktis, karena jika dikaitkan pada konteks-
konteks tertentu akan menujukkan kedangkalan suatu makna yang kita pikirkan.
Misalnya mahasiswa berkuliah untuk meningkatkan pengetahuannya. Saat itu terjadi,
tentu, mahasiswa itu tidak menempatkan alasan tersebut sebagai satu-satunya alasan.
Mahasiswa berkuliah pasti merasakan dan mendapatkan banyak hal yang bermanfaat.
Berhubungan dengan teori kebenaran, sesungguhnya pragmatisme hanya menerangkan
lebih mendalam bagaimana suatu kebenaran dapat ditemukan, tidak ada penjelasan
khusus mengenai seperti apa kebenaran itu sesungguhnya.

Daftar pustaka:

Achmadi, A. (2011). FILSAFAT UMUM. Jakarta: PT RajaGrafindo Persana.

Ardanisatya, Niko. (2015). Pragmatisme pola pikir yang menghalangi kita mengerti arti hidup.
[ONLINE] tersedia :
https://www.kompasiana.com/nikoardanisatya/5528a0936ea8346b4d8b45ae/pragmatisme-
pola-pikir-yang-menghalangi-kita-mengerti-arti-hidup (diakses 2 oktober 2018)

Craig, R. T. (2007). Pragmatism in the Field of Communication Theory. Communication


Theory, 125-145.

Gouinlock, J. S. (2018, September 27). Encyclopedia Britannica. Dipetik Oktober 2, 2018, dari
britannica.com: https://www.britannica.com/biography/John-Dewey

Hadi, P. H. (2001). Filsafat untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius.

Huda, Sokhi. Pragmatisme William James : Harmoni Kerjasama Psikologi dan Filsafat.
Yogyakarta : Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 1999.

Huijbers, D. T. (1982). Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. In D. T. Huijbers, Filsafat


Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.
Karimah, K. E., & Wahyudin, U. (2010). Filsafat dan Etika Komunikasi : Aspek Ontologis,
Epistemologis dan Aksiologis dalam Memandang Ilmu Komunikasi. Bandung: Widya
Padjajaran.

Kattsoff, Louis A. (2004). Pengantar Filsafat. Diterjemahkan oleh Soejono Soemarhini.


Yogyakarta : Tiara Wacana
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Encyclopedia of Communication Theory. California:
SAGE Publication.

Maksum, Ali. 2015. Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme. Jogja: Ar-
ruzz Media

Tafsir, Ahmad. 2012 .Filsafat Umum : Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung :
Remaja Rosdakarya.

The Editor of Encyclopedia Britannica. (2018, September 6). Enclyclopedia Britannica.


Diambil kembali dari britannica.com: https://www.britannica.com/biography/Charles-
Sanders-Peirce

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan. Ilmu &
Aplikasi Pendidikan. Bandung : PT. Imperial Bhakti Utama .
West, R., & Turner, L. H. (2017). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi Edisi
5. (H. Bhimasena, & G. T. Pratiwi, Trans.) Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Wibowo, I. S. (2011). Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Sumber Gambar:
https://image.slidesharecdn.com/craigcommtheoryfieldfernandoilharco11-121209064406-
phpapp01/95/craig-comm-theoryfieldfernandoilharco1-1-15-638.jpg?cb=1355035580

Anda mungkin juga menyukai