DAFTAR PUSTAKA
TIM PENYUSUN
Dikdik Risdianto
Lano Adhitya Permana
Andri Eko Ari Wibowo
Asep Sugianto
Dudi Hermawan
2015
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
iii
5.2 Karakteristik Fisika Batuan di Lingkungan Plutonik .........68
5.2.1 Bora ..........................................................................68
5.2.2 Marana ......................................................................73
5.2.3 Kadidia-Kadidia Selatan ...........................................77
5.3 Karakteristik Fisika Batuan di Lingkungan Metamorf .......79
5.3.1 Maranda-Kawende ................................................... 80
5.3.2 Lainea .......................................................................84
5.4 Karakteristik Umum Fisika Batuan Daerah Panas
Bumi Non-Vulkanik di Sulawesi ........................................88
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 4.13. Peta Lokasi Panas Bumi Pada Lingkungan
Metamorf ...................................................................46
Gambar 4.14. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3 Pada Lingkungan
Metamorf ...................................................................47
Gambar 4.15. Diagram Segitiga Na-K-Mg Pada Lingkungan
Metamorf ...................................................................47
Gambar 4.16. Grafik Isotop Stabil Pada Lingkungan Metamorf.......48
Gambar 4.17. Grafik Data Temperatur Dari Geotermometer Air vs
Temperatur Dari Data Sumur ....................................50
Gambar 4.18. Peta Sebaran Temperatur Reservoir di Pulau
Sulawesi .....................................................................52
Gambar 5.1. Peta Lokasi Studi Kasus Untuk Karakterisasi Sifat
Fisika Batuan...............................................................60
Gambar 5.2. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi Suwawa 62
Gambar 5.3. Peta Tahanan Jenis Semu AB/2 1000m Daerah
Panas Bumi Suwawa ..................................................63
Gambar 5.4. Sebaran Tahanan Jenis per Kedalaman Daerah
Panas Bumi Suwawa...................................................65
Gambar 5.5. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi
Lili-Sepporaki ...............................................................66
Gambar 5.6. Peta Tahanan Jenis AB/2 1000m Daerah Panas
Bumi Lili-Sepporaki......................................................67
Gambar 5.7. Peta Tahanan Jenis (MT) Daerah Panas Bumi
Lili-Sepporaki...............................................................69
Gambar 5.8. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi Bora ......70
Gambar 5.9. Peta Tahanan Jenis Semu AB/2 1000m Daerah
Panas Bumi Bora.........................................................71
Gambar 5.10. Peta Tahanan Jenis MT Daerah Panas Bumi Bora ..72
Gambar 5.11. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi
Marana ......................................................................74
Gambar 5.12. Peta Tahanan Jenis Semu AB/2 1000m Daerah
Panas Bumi Marana ..................................................75
Gambar 5.13. Peta Tahanan Jenis (MT) Pada Kedalaman 500m,
750m, 1000m, dan 1500m Daerah Panas Marana ...76
Gambar 5.14. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi
Kadidia-Kadidia Selatan ............................................78
Gambar 5.15. Peta Tahanan Jenis Semu AB/2 1000m Daerah
Panas Bumi Kadidia ..................................................79
Gambar 5.16. Peta Tahanan Jenis MT Kedalaman 250m, 500m,
750m, dan 1000m daerah panas bumi
Kadidia-Kadidia Selatan ............................................80
Gambar 5.17. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi
Maranda-Kawende ....................................................82
ix
BAB I PENDAHULUAN, POTENSI PANAS BUMI NON-VULKANIK PULAU SULAWESI
BAB I
PENDAHULUAN
POTENSI PANAS BUMI NON-VULKANIK
PULAU SULAWESI
Panas bumi sebagai salah satu sumber energi alternatif yang bersifat
terbarukan dan ramah lingkungan, memiliki peran penting dalam
penyediaan kebutuhan energi domestik terutama di sebagian
kawasan Indonesia bagian timur, salah satunya di wilayah Sulawesi.
1
panas bumi di Sulawesi khususnya, dan pengembangan panas bumi
di Indonesia secara keseluruhan.
3
4
SISTEM PANAS BUMI NON-VULKANIK DI SULAWESI
Gambar 1.1. Pembagian Jalur Fisiografi Sulawesi (Smith, 1983)
BAB I PENDAHULUAN, POTENSI PANAS BUMI NON-VULKANIK PULAU SULAWESI
5
Tabel 1.1. Daerah Prospek Panas Bumi di Pulau Sulawesi
Potensi ( MWe )
Tahapan
No Nama Lapangan Kabupaten Sumber Daya (MWe) Cadangan (MWe) Metode Survei
Penyelidkan
Spekulatif Hipotetis Terduga Mungkin Terbukti
1 Suwawa Bone Bolango 50 - 100 - - Rinci GL,GK,GF
2 Petandio Gorontalo 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
3 Diloniyohu Gorontalo 15 - - - - Pendahuluan GL,GK
4 Dulangeya Boalemo 10 - - - - Pendahuluan GL,GK
5 Pohuwatu Pohuwatu 40 - - - - Pendahuluan GL,GK
6 Tambu Donggala - - 15 - - Rinci GL,GK,GF
7 Ranang Parigi Moutong - - 10 - - Rinci GL,GK,GF
8 Lompio Donggala - - 30 - - Rinci GL,GK,GF
9 Marana Donggala - - 70 - - Rinci GL,GK,GF, MT,LS
10 Bora Sigi - - 93 - - Rinci GL,GK,GF, MT,LS
11 Pulu Sigi - - 30 - - Rinci GL,GK,GF
12 Maranda Poso 30 - 50 Rinci GL,GK,GF,MT
13 Pantangolemba Poso 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
14 Kalemago-Wanga Poso 60 - - - - Pendahuluan GL,GK
15 Toare Donggala 50 - - - - Pendahuluan GL,GK
16 Kadidia Sigi - - 60 Rinci GL,GK,GF,MT
17 Doda Mamuju Utara 5 - - - - Pendahuluan GL,GK
18 Panusuan Mamuju 5 - - - - Pendahuluan GL,GK
19 Kona-Kaiyangan Mamuju 10 - - - - Pendahuluan GL,GK
20 Ampalas Mamuju 40 - - - - Pendahuluan GL,GK
21 Karema Mamuju 10 - - - - Pendahuluan GL,GK
22 Tempalang Mamuju 30 - - - - Pendahuluan GL,GK
23 Mamasa Mamasa - - 2 - - Rinci GL,GK,GF
24 Lilli Polewali Mandar 133 - 160 - - Rinci GL,GK,GF
25 Riso Polewali Mandar 20 41 - - - Rinci GL,GK,GF
26 Pincara Luwu Utara - 12 - - - Rinci GL,GK,GF
27 Parara Luwu Utara - - 30 - - Rinci GL,GK,GF, LS
28 Sanggala Tanatoraja 25 - 12 - - Rinci GL,GK,GF
29 Massepe Sidrap - - 80 - - Rinci GL,GK,GF
30 Sinjai Sinjai - 20 - - Rinci GL,GK,GF
31 Mangolo Kolaka - - - - 14 Rinci GL,GK,GF
32 Laenia Konawe Selatan - - - 70 - Rinci GL,GK,GF, MT,LS
33 Lengkapa Poso 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
34 Torire-Katu Poso 54 26 - - - Rinci GL,GK,GF,TDEM
35 Sedoa Poso 15 - - - - Pendahuluan GL,GK
36 Wuasa Poso 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
37 Watuneso Poso 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
38 Papanlulu Poso 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
39 Mambosa Mamuju 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
40 Somba Majene 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
41 Alu Polewali Mandar 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
42 Limbong Luwu Utara - 11 13 - - Rinci GL,GK,GF,MT
43 Sulili Pinrang - 30 - - - Pendahuluan GL,GK
44 Malawa Pangkajene 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
45 Barru Baru 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
46 Watampone Bone 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
47 Todong Bone 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
48 Sengkang/Danau Tempe Wajo 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
49 Lemosusu Pinrang 10 12 - - - Rinci GL,GK,GF,TDEM
50 Sewang Bone 5 - - - - Pendahuluan GL,GK
51 Parora Konawe Utara 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
52 Puriala Konawe 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
53 Amohoa Kendari 7 18 - - - Rinci GL,GK,GF,AMT
54 Loanti Konawe Selatan 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
55 Sumbersari Konawe Selatan - 12 - - - Rinci GL,GK,GF
56 Kualarawa Sigi - 26 - - - Rinci GL,GK,GF,MT
57 Uwedaka Banggai 5 - - - - Pendahuluan GL,GK
58 Pulodalagan Banggai 5 - - - - Pendahuluan GL,GK
59 Tatakalai Banggai Kepulauan 5 - - - - Pendahuluan GL,GK
60 Watansoppeng Soppeng 25 - - - - Pendahuluan GL,GK
Keterangan :
GL : Geologi MT : Magnetotellurics
GK : Geokimia TDEM : Time Domain Electromagnetics
GF : Geofisika LS : Pemboran Landaian Suhu
AMT : Audiomagnetotellurics
DAFTAR PUSTAKA
7
BAB II SISTEM PANAS BUMI
BAB II
SISTEM PANAS BUMI
Panas bumi atau Geothermal, berasal dari akar kata bahasa Yunani,
tersusun atas kata “Geo” yang berarti bumi dan thermos yang berarti
panas. Secara sederhana, panas bumi dapat diartikan sebagai
sumber energi panas yang berasal dari dalam bumi. Beberapa definisi
lain tentang panas bumi, diantaranya menurut Hochstein dan Browne
(2000) yang mendeskripsikan panas bumi sebagai proses
perpindahan panas dari suatu tempat tertentu dalam kerak bumi,
dimana panas (heat) dipindahkan dari sumber panas (heat source)
menuju ke suatu tempat pengeluaran panas di permukaan (heat sink),
sedangkan bila mengacu pada UU Panas Bumi No 21 tahun 2014,
panas bumi didefinisikan sebagai sumber energi panas yang
terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral
ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan
dalam suatu sistem panas bumi.
9
Reservoir panas bumi yang produktif, umumnya memiliki suhu yang
tinggi, geometri yang cukup besar, porositas dan permeabilitas yang
baik serta kandungan fluida yang cukup. Porositas dan permeabilitas
merupakan salah satu aspek yang diperhitungkan dalam penentuan
daerah prospek panas bumi. Umumnya, permeabilitas memiliki
keterkaitan unsur-unsur struktur seperti sesar, kekar dan rekahan.
Keberadaan batuan penudung (caprock) yang bersifat impermeable
sangat diperlukan untuk mencegah jalan keluar akumulasi fluida
panas dalam reservoir.
11
2.1 Vulkanik
2.2 Non-Vulkanik
Lund (2007) berpendapat bahwa tipe sistem panas bumi yang terkait
dengan lingkungan non-vulkanik terbagi menjadi empat sistem, yaitu:
Sistem Panas Bumi Geopressure
Sistem Panas Bumi Sedimen
Sistem Panas Bumi Hot Dry Rock
Sistem Panas Bumi Radiogenik
13
COASTAL PLAIN CONTINENTAL SHELF SLOPE
QUAT
TERTIARY SO & SH SO & SH
LOW DENSITY
TEXAS COASTAL AREA HIGH-PRESSURE SHALE
HOUSTON
PRE-TERTIARY SECTION
GEOPRESSURED SANDS
15
2.2.3 Sistem Panas Bumi Hot Dry Rock
17
jalur pemekaran lempeng aktif, dapat dijumpai di Tanzania Utara,
Kenya dan Ethopia.
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
GEOLOGI
Dudi Hermawan
Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi
19
20
SISTEM PANAS BUMI NON-VULKANIK DI SULAWESI
Gambar 3.1. Tatanan Tektonik Pulau Sulawesi
(Hall dan Wilson, 2000)
BAB III GEOLOGI
21
Gambar 3.2. Litologi Pembentuk Sistem Panas Bumi di Sulawesi
23
baratdaya. Sesar normal berarah baratlaut-tenggara yang sejajar
dengan Sesar Walanae umumnya merupakan struktur geologi yang
mengontrol keberadaan manifestasi panas bumi yang muncul di
permukaan.
3.2.2 Plutonik
25
sekitar Banggai, Morowali, dan Luwuk Timur yang merupakan bagian
dari mikrokontinen Banggai-Sula.
3.2.3 Metamorfik
27
Gambar 3.6. Peta Lokasi Potensi Panas Bumi di Lingkungan
Metamorfik
29
DAFTAR PUSTAKA
31
----------, (2011f) : Survey Magnetotellurik (MT) Daerah Panas Bumi
Lilli, Kabupaten Polewali mandar, Sulawesi Barat, Badan
Geologi, Bandung.
----------, (2011g) : Survey Magnetotellurik (MT) Daerah Panas Bumi
Bora, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Badan Geologi,
Bandung.
----------, (2011h) : Survey Magnetotellurik (MT) Daerah Panas Bumi
Laenia, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara,
Badan Geologi, Bandung.
----------, (2012a) : Survey Pendahuluan Geologi dan Geokimia
Daerah Panas Bumi Kabupaten Gorontalo, Boalemo, dan
Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Badan Geologi, Bandung.
----------, (2012b) : Survey Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah
Panas Bumi Kadidia, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Badan
Geologi, Bandung.
----------, (2012c) : Survey Pendahuluan Geologi dan Geokimia Daerah
Panas Bumi Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara, Provinsi
Sulawesi Barat, Badan Geologi, Bandung.
----------, (2012d) : Survey Magnetotellurik (MT) Daerah Panas Bumi
Maranda, Kabupaten Poso, Sulawesi tengah, Badan Geologi,
Bandung.
----------, (2012e) : Survey Landaian Suhu LNA-1 Daerah Panas Bumi
Laenia, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara,
Badan Geologi, Bandung.
----------, (2012f) : Survey Landaian Suhu LNA-2 Daerah Panas Bumi
Laenia, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara,
Badan Geologi, Bandung.
----------, (2012g) : Survey Magnetotellurik (MT) Daerah Panas Bumi
Marana, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Badan
Geologi, Bandung.
----------, (2012h) : Survey Magnetotellurik (MT) Daerah Panas Bumi
Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Badan Geologi,
Bandung.
----------, (2012i) : Survey Landaian Suhu Daerah Panas Bumi Bora,
Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Badan Geologi, Bandung.
Asikin, 2008., Diktat Geologi Struktur (Tektonik) Indonesia, Kelompok
bidang Keahlian Geologi Dinamis, Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral.
Badan Geologi, (2015) :Geothermal Area Distribution Map and Its
Potential in Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, Bandung.
33
BAB IV GEOKIMIA
BAB IV
GEOKIMIA
Pada buku ini akan dibahas mengenai karakteristik fisika dan kimia
fluida panas bumi pada sistem panas bumi non-vulkanik di Sulawesi
berdasarkan hasil survei geokimia yang telah dilakukan oleh Pusat
Sumber Daya Geologi sampai dengan tahun 2015. Pembahasan
karakteristik sifat kimia fluida tersebut akan mengacu pada kelompok
sistem panas bumi non-vulkanik di Sulawesi yaitu lingkungan vulkanik
Tersier, plutonik, dan metamorf yang telah dibahas pada Bab III.
35
4.1 Data Geokimia Air
Data geokimia air yang digunakan berasal dari 39 sistem panas bumi
di Pulau Sulawesi dengan jumlah 152 conto air panas dan 83 conto
isotop stabil δ18O dan δD air panas.
37
Diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 digunakan untuk mengetahui
distribusi atau sebaran tipe fluida pada sistem non-vulkanik. Diagram
segitiga ini juga dapat mengetahui mekanisme pembentukan
manifestasi air panas di permukaan. Pengetahuan mengenai tipe dan
mekanisme pembentukan manifestasi air panas di permukaan
tersebut penting untuk mengetahui tingkat representasi kondisi air
panas di permukaan terhadap kondisi fluida di reservoir.
2.0% 2.6%
9.2%
3.3%
28.3%
54.6%
39
mineral sulfida seperti anhidrit dan pirit pada conto pemboran sumur
landaian suhu di Suwawa.
pertukaran isotop 18O dan 16O antara fluida panas dan batuan yang
dilaluinya.
41
Gambar 4.8. Grafik Isotop Stabil Pada Lingkungan Vulkanik Tersier
Air panas pada lingkungan ini didominasi oleh air klorida dan
bikarbonat (Gambar 4.10). Air klorida seperti Bora, Pulu, Marana, dan
Koala Rawa mempunyai temperatur permukaan yang tinggi (>90°C)
dan berada di zona partial equilibrium (Gambar 4.11). Daerah ini
terletak dekat dengan zona sesar Palu-Koro sehingga diperkirakan
pemunculan air panas ini dikontrol oleh aktivitas tektonik. Pada air
panas lainnya yang bertemperatur lebih rendah mempunyai tipe
bikarbonat dan umumnya berada di zona immature water.
43
Gambar 4.10. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3 Pada Lingkungan
Plutonik
Air panas pada lingkungan ini umumnya merupakan air klorida dan
bikarbonat (Gambar 4.14). Air klorida berada pada daerah Maranda,
yang mempunyai temperatur permukaan tinggi (>90°C), dan terletak
pada zona partial equilibrium. Sedangkan air klorida lainnya
(Amohola) berada ada zona immature water.
45
Gambar 4.13. Peta Lokasi Panas Bumi Pada Lingkungan Metamorf
47
Gambar 4.16. Grafik Isotop Stabil Pada Lingkungan Metamorf
Lilli 1000 Misal, gradien sama seperti Suwawa 174 170 170 190 160 170 219 180
Keterangan: (1)Fournier, 1981; (2)Fournier, 1979; (3)Gigenbach, 1988; (4)Arnorsson, 1998; (5)Fournier dan
..Truesdell, 1973; (6)Fouilac and Michard, 1981; (7)Gigenbach, 1988. Kotak berwarna orange menandakan nilai
..perhitungan geotermometer air yang mendekati nilai geotermometer dari data sumur.
BAB IV GEOKIMIA
49
50
SISTEM PANAS BUMI NON-VULKANIK DI SULAWESI
Gambar 4.17. Grafik Data Temperatur Dari Geotermometer Air Vs Temperatur
Dari Data Sumur
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Geotermometer Untuk Masing-masing Lingkungan
BAB IV GEOKIMIA
51
Gambar 4.18. Peta Sebaran Temperatur Reservoir di Pulau
Sulawesi
4.6 Karakteristik Umum Fluida Panas Bumi Non-vulkanik Di
Sulawesi
53
perhitungan geothermometer Na-K yang dirumuskan oleh Fournier
tahun 1979.
DAFTAR PUSTAKA
55
----------, 2011e, Survey Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah
Panas Bumi Laenia, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara, Badan Geologi, Bandung.
----------, 2011f, Survey Magnetotellurik MT Daerah Panas Bumi Lilli,
Kabupaten Polewali mandar, Sulawesi Barat, Badan Geologi,
Bandung.
----------, 2011g, Survey Magnetotellurik MT Daerah Panas Bumi Bora,
Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Badan Geologi, Bandung.
----------, 2011h, Survey Magnetotellurik MT Daerah Panas Bumi
Laenia, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara,
Badan Geologi, Bandung.
----------, 2012a, Survey Pendahuluan Geologi dan Geokimia Daerah
Panas Bumi Kabupaten Gorontalo, Boalemo, dan Pohuwato,
Provinsi Gorontalo, Badan Geologi, Bandung.
----------, 2012b, Survey Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah
Panas Bumi Kadidia, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Badan
Geologi, Bandung.
----------, 2012c, Survey Pendahuluan Geologi dan Geokimia Daerah
Panas Bumi Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara, Provinsi
Sulawesi Barat, Badan Geologi, Bandung.
----------, 2012d, Survey Magnetotellurik MT Daerah Panas Bumi
Maranda, Kabupaten Poso, Sulawesi tengah, Badan Geologi,
Bandung.
----------, 2012e, Survey Landaian Suhu LNA-1 Daerah Panas Bumi
Laenia, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara,
Badan Geologi, Bandung.
----------, 2012f, Survey Landaian Suhu LNA-2 Daerah Panas Bumi
Laenia, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara,
Badan Geologi, Bandung.
----------, 2012g, Survey Magnetotellurik MT Daerah Panas Bumi
Marana, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Badan
Geologi, Bandung.
----------, 2012h, Survey Magnetotellurik MT Daerah Panas Bumi
Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Badan Geologi,
Bandung.
----------, 2012i, Survey Landaian Suhu Daerah Panas Bumi Bora,
Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Badan Geologi, Bandung.
----------, 2013a, Survey Terpadu Geologi Dan Geokimia Panas Bumi
Lemosusu- Sulili Utara Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi
Selatan, Badan Geologi, Bandung.
----------, 2013b, Survey Terpadu Geologi Dan Geokimia Panas Bumi
Sulili Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, Badan
Geologi, Bandung.
57
Wibowo, A.E.A., 2013, Karakteristik Fluida Panas Bumi Non-vulkanik
Di Pulau Sulawesi Dan Pemanfaatannya Untuk Pembangkit
Listrik Skala Kecil, Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung
(unpbl).
Wibowo, dkk., 2015, Penentuan Kesamaan Reservoir Sistem Panas
Bumi Kadidia dan Kadidia Selatan Kabupaten Sigi, Sulawesi
Tengah, Buletin Sumber Daya Geologi, Volume 10, Nomor 2,
hal. 111-127.
BAB V
GEOFISIKA
Asep Sugianto
Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi
59
pembentukannya. Letak dan lokasi daerah panas bumi yang dijadikan
sebagai contoh kasus tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
5.1.1 Suwawa
a. Gaya Berat
61
Gambar 5.2. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi Suwawa
(modifikasi dari Situmorang, dkk., 2005)
b. Geolistrik
Peta tahanan jenis semu AB/2 1000 m (Gambar 5.3) membentuk pola
kelurusan hampir barat-timur. Nilai tahanan jenis semu tinggi >100
Ohm.m tersebar di sebelah utara, sedangkan nilai tahanan jenis semu
sedang 50-100 Ohm.m tersebar di sebelah selatan mata air panas
Libungo. Nilai tahanan jenis rendah <50 Ohm.m tersebar di bagian
tengah dengan pola memanjang dari barat ke timur. Nilai tahanan
jenis sangat rendah <20 Ohm.m dijumpai setempat-setempat di
sebelah utara dan timurlaut mata air panas Libungo. Secara nilai
tahanan jenis rendah tersebut berhubungan erat dengan keberadaan
endapan Danau Limboto.
Gambar 5.3. Peta Tahanan Jenis Semu AB/2 1000 m Daerah Panas
Bumi Suwawa (modifikasi dari Widodo, dkk., 2005)
c. Magnetotellurik
Peta tahanan jenis (MT) pada kedalaman 250 m, 500 m, 750 m, dan
1000 m memperlihatkan pola yang hampir sama (Gambar 5.4). Pada
peta tersebut nilai tahanan jenis rendah <20 Ohm.m tersebar di
bagian tengah yang diduga berasosiasi dengan endapan danau
Limboto. Luas penyebaran nilai tahanan jenis rendah tersebut
semakin mengecil seiring dengan bertambahnya kedalaman. Nilai
tahanan jenis tinggi >250 Ohm.m tersebar di sebelah timurlaut mata
air panas Lombongo dan di sebelah selatan mata air panas Libungo.
Nilai tahanan jenis tinggi tersebut secara konsiten terlihat pada
kedalaman 250 m hingga kedalaman 2000 m. Tahanan jenis tinggi
tersebut diduga berkaitan dengan lava atau batugamping. Pada
63
kedalaman 750 m hingga 2000 m terlihat adanya sebaran nilai
tahanan jenis tinggi >400 m di sebelah baratdaya mata air panas
Lombongo. Tahanan jenis tinggi tersebut diduga sebagai respon dari
batuan terobosan.
5.1.2 Lili-Sepporaki
a. Gaya Berat
65
Gambar 5.5. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi
Lili-Sepporaki (modifikasi dari Bakrun dkk., 2010)
b. Geolistrik
Gambar 5.6. Peta Tahanan Jenis AB/2 1000m Daerah Panas Bumi
Lili-Sepporaki (modifikasi dari Bakrun,dkk., 2010)
67
c. Magnetotellurik
Sebaran nilai tahanan jenis (MT) pada berbagai elevasi (Gambar 5.7)
memperlihatkan sebaran tahanan jenis rendah (<50 Ohm.m) berada
di bagian tengah yang berasosiasi dengan batuan vulkanik tak
terpisahkan. Nilai tahanan jenis tinggi >250 Ohm.m berada di bagian
selatan yang diduga sebagai respon dari batuan andesit porfiri. Pola
kontur tahanan jenis juga mempelihatkan adanya Liniasi berarah
baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut yang diduga merupakan
respon dari keberadaan struktur geologi di daerah ini.
5.2.1 Bora
Daerah panas bumi Bora merupakan salah satu daerah panas bumi
yang berada di Sulawesi Tengah dan berasosiasi dengan Sesar Palu-
Koro. Survei gaya berat, geolistrik, dan magnetotellurik di daerah ini
telah dilaksanakan pada tahun 2010.
a. Gaya Berat
69
Gambar 5.8. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi Bora
(modifikasi dari Kholid, dkk., 2010)
b. Geolistrik
Gambar 5.9. Peta Tahanan Jenis Semu AB/2 1000m Daerah Panas
Bumi Bora (modifikasi dari Kholid, dkk., 2010)
c. Magnetotellurik
71
Gambar 5.10. Peta Tahanan Jenis MT Daerah Panas Bumi Bora
(modifikasi dari Zarkasyi, dkk., 2010)
5.2.2 Marana
a. Gaya Berat
73
Gambar 5.11. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi Marana
(modifikasi dari Bakrun, dkk., 2004)
b. Geolistrik
c. Magnetotellurik
75
berarah baratlaut-tenggara. Nilai tahanan jenis tinggi >100 Ohm.m
terletak di sebelah timurlaut yang diinterpretasikan sebagai respon
dari batuan metamorf dan batuan granit Tersier. Nilai tahanan jenis
rendah <25 Ohm.m terletak di sebelah baratdaya yang
diinterpretasikan sebagai respon dari batuan sedimen dan/atau
batuan ubahan.
a. Gaya Berat
b. Geolistrik
77
Gambar 5.14. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi Kadidia-
Kadidia Selatan (modifikasi dari Rahadinata, dkk., 2015)
c. Magnetotellurik
Peta tahanan jenis hasil survei MT yang dilakukan pada tahun 2012
dan 2013 memperlihatkan sebaran nilai tahanan jenis rendah <50
Ohm.m di sekitar graben Kadidia (Gambar 5.16). Zona tahanan jenis
rendah tersebut terlihat dari kedalaman 250 m hingga kedalaman
1000 m. Sebaran nilai tahanan jenis rendah tersebut membentuk
kelurusan berarah baratlaut-tenggara yang sejajar dengan batas zona
graben. Pada kedalaman 250 m dan 500 m, nilai tahanan jenis rendah
juga terlihat di sebelah selatan sekitar mata air panas Koala Rawa
yang diperkirakan sebagai respon dari endapan danau. Pada
kedalaman 750 m dan 1000 m terdapat sebaran nilai tahanan jenis
sangat rendah <20 Ohm.m di antara mata air panas Sejahtera dan
mata air panas Kadidia yang diperkirakan berasosiasi dengan batuan
ubahan. Nilai tahanan jenis tinggi >1000 Ohm.m yang diduga sebagai
batuan terobosan terlihat di antara mata air panas Koala Rawa dan
mata air panas Kadidia.
79
Gambar 5.16. Peta Tahanan Jenis MT Kedalaman 250m, 500m,
750m, dan 1000m Daerah Panas Bumi Kadidia-Kadidia Selatan
(modifikasi dari Zarkasyi, dkk., 2015)
5.3.1 Maranda-Kawende
a. Gaya Berat
b. Geolistrik
Peta tahanan jenis semu AB/2 1000 m (Gambar 5.18) di daerah panas
bumi Maranda dan Kawende secara umum memperlihatkan sebaran
nilai tahanan jenis semu rendah <40 Ohm.m yang berasosiasi dengan
batuan sedimen. Nilai tahanan jenis semu tinggi >75 Ohm.m
berasosiasi dengan batuan metamorf. Peta sebaran nilai tahanan
jenis semu tersebut tidak memperlihatkan secara jelas adanya zona
tahanan jenis rendah yang berkaitan dengan batuan ubahan, seperti
di lingkungan vulkanik.
81
Gambar 5.17. Peta Anomali Bouguer Daerah Panas Bumi Maranda-
Kawende (modifikasi dari Anonim, 2011 dan 2012)
c. Magnetotellurik
83
berasosiasi dengan batuan sedimen (Gambar 5.19). Nilai tahanan
jenis tinggi >500 Ohm.m terlihat pada zona yang secara geologi
tersusun atas batuan metamorf. Kontras nilai tahanan jenis rendah
dan tinggi mengindikasikan adanya struktur sesar yang menjadi
pengontrol kemunculan manifestasi di permukaan. Nilai tahanan jenis
rendah yang diduga berkaitan dengan batuan ubahan umumnya
tersebar tipis di sekitar manifestasi dan zona sesar.
5.3.2 Lainea
Lainea telah dilakukan oleh PSDG pada tahun 2010 (metode gaya
berat dan geolistrik) dan 2011 (metode magnetotellurik).
a. Gaya Berat
85
b. Geolistrik
c. Magnetotellurik
87
5.4 Karakteristik Umum Fisika Batuan Daerah Panas Bumi Non-
Vulkanik di Sulawesi
Secara umum kontras nilai tahanan jenis rendah dan tinggi pada
lokasi-lokasi di atas, membentuk kelurusan-kelurusan yang
berasosiasi dengan keberadaan struktur sesar. Sebagian besar
manifestasi panas bumi muncul pada kelurusan-kelurusan tersebut,
seperti halnya pada anomali Bouguer. Zona prospek panas bumi di
lingkungan non-vulkanik ini diduga tidak terlalu luas dan hanya
berbentuk spot-spot pada zona struktur di sekitar manifestasi panas
bumi.
DAFTAR PUSTAKA
89
Sugianto, A., dan Suwahyadi, 2012. Survei Magnetotellurik Daerah
Panas Bumi Marana, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.
Prosiding Kegiatan Lapangan Pusat Sumber Daya Geologi
Tahun Anggaran 2011, Bandung.
Sugianto, A., Zarkasyi, A., Wardhana, D. D., dan Setiawan, I., 2012.
Suvei Magnetotellurik Daerah Panas Bumi Lainea Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Prosiding Hasil Kegiatan
Pusat Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran 2011, Bandung.
Sumardi, E., Arsyadipoera, S., dan Kristianto, A., 2010. Survei
Geofisika Terpadu dengan Metode Geomagnet, Gaya Berat,
dan Geolistrik Daerah Panas Bumi Lainea, Kabupaten Konawe
Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Prosiding Hasil Kegiatan
Pusat Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran 2010, Bandung.
Widodo, S., Mustang, A., Zarkasyi, A., 2006, Penyelidikan Geolistrik
dan Head On Daerah Panas Bumi Suwawa Kabupaten Bone
Bolango, Provinsi Gorontalo, Prosiding Kolokium Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM), Bandung.
Zarkasyi, A., 2015. Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain
Electromagnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi
Sulawesi Tenggara. Prosiding Hasil Kegiatan Lapangan Pusat
Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran 2014, Bandung.
Zarkasyi, A., 2015. Survei Magnetotellurik dan TDEM Daerah Panas
Bumi Kadidia-Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi
Sulawesi Tengah. Prosiding Hasil Kegiatan Lapangan Pusat
Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran 2014, Bandung.
Zarkasyi, A., Sugianto, A., dan Widodo, S., 2010, Survei
Magnetotellurik Daerah Panas Bumi Bora, Kabupaten Sigi,
Sulawesi Tengah. Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber
Daya Geologi Tahun Anggaran 2010, Bandung.
BAB VI
SISTEM PANAS BUMI NON-VULKANIK SULAWESI
Dikdik Risdianto
Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi
Sistem panas bumi ini secara genetik sama dengan sistem panas
bumi vulkanik. Perbedaan hanya pada umur dari sistemnya itu sendiri.
Akibat perbedaan ini berimplikasi pada besaran kandungan energi
panas yang mampu disimpan oleh sistem ini umumnya lebih kecil
dengan sistem vulkanik Kuarter.
91
bagian lengan selatan Sulawesi sistem sistem ini berada di sepanjang
Walanae yang berarah relatif utara-selatan.
93
6.2 Berasosiasi Dengan Batuan Plutonik
95
6.3 Berasosiasi Dengan Batuan Metamorf
97
pada sistem ini kecil kemungkinan berupa sistem dengan temperatur
tinggi dan potensi energinya besar.
DAFTAR PUSTAKA
99
BAB VII PENUTUP
BAB VII
PENUTUP
101
pada sistem panas bumi yang berada pada zona Sesar aktif Palu
Koro.
minyak dan gas bumi serta batubara. Penyediaan data geosain yang
lengkap dan terintegrasi merupakan salah satu upaya Pemerintah
untuk mengembangkan panas bumi di wilayah Sulawesi yang
diharapkan dapat mengatasi kelangkaan energi sehingga dapat
menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
103
Pusat Sumber Daya Geologi
Jalan Soekarno Hatta No. 444
Bandung 40254
Telp. (022) 5202698, 5226270
Website: http://psdg.geologi.esdm.go.id