Anda di halaman 1dari 146

MODUL USAHATANI

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
penerbit

Isi di luar tanggung jawab percetakan.

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-undang No. 19 tahun 2002
Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp1.000.000.00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada
umum suara ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hal terkait sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) satu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MODUL USAHATANI

TURSINA ANDITA PUTRI


MODUL USAHATANI

Penulis :
Tursina Andita Putri

Foto sampul:
Hamid Jamaludin Muhrim

Desain sampul dan tata letak isi :


Hamid Jamaludin Muhrim

Diterbitkan oleh :
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Jl. Kamper Wing 4 Level 5 Kampus IPB Dramaga – Bogor 16680

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit

Copyright © 2018 Departemen Agribisnis, FEM-IPB

ISBN :
KATA PENGANTAR

Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut


Pertanian Bogor memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas
terbitnya buku “Modul Usahatani” yang ditulis oleh saudara Tursina
Andita Putri. Buku ini menjadi salah satu bentuk komitmen Departemen
dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing
sesuai dengan misi Departemen Agribisnis, yakni “menyelenggarakan
program pendidikan sarjana dan pascasarjana bermutu dan berdaya saing tinggi
dalam bidang agribisnis tropika serta sesuai kebutuhan masyaakat masa kini dan
akan datang”. Oleh sebab itu, Departemen Agribisnis akan selalu
mendukung secara moril maupun materil bagi tenaga pendidik yang
berkomitmen penuh menyiapkan proses pembelajaran secara
professional, salah satunya melalui penerbitan buku atau modul ajar.
Modul ini disusun dengan mengacu pada buku ajar (text book)
usahatani baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris. Saat
ini, jumlah buku dengan topik usahatani masih sangat terbatas sehingga
menyulitkan bagi mahasiswa yang ingin mempelajari konsep usahatani.
Di samping itu, pokok bahasan yang dibahas dalam setiap buku usahatani
tentu berbeda-beda. Oleh sebab itu, penyusunan modul ini disesuaikan
dengan silabus pembelajaran Mata Kuliah Usahatani di Departemen
Agribisnis. Harapannya dengan adanya Modul Usahatani ini, mahasiswa
dapat dengan mudah memahami konsep-konsep usahatani. Modul ini
juga dilengkapi dengan contoh kuesioner untuk beberapa cabang
usahatani. Kuesioner tersebut dapat menjadi panduan bagi mahasiswa
untuk mengumpulkan data berkaitan dengan usahatani.
Substansi atau materi usahatani yang dibahas pada buku ini terdiri
dari ruang lingkup ilmu usahatani, faktor sosiobiofisik dan klasifikasi
usahatani, kedudukan usahatani dalam sistem agribisnis, faktor-faktor
produksi usahatani, aplikasi ekonomi dalam usahatani, pendapatan dan
efisiensi usahatani, dan perencanaan usahatani. Keseluruhan materi

v
tersebut disusun dengan sistematis sehingga diharapkan dapat
memudahkan mahasiswa untuk mempelajari usahatani sebagai bagian
dari sistem agribisnis.
Buku “Modul Usahatani” ini bisa terbit atas dukungan dari
berbagai pihak, baik di tingkat departemen, fakultas, institut, maupun
kementerian. Departemen Agribisnis juga memberikan apresiasi positif
dan penghargaan kepada Tim Pengajar Usahatani, yakni Dr. Ir. Nunung
Kusnadi (koordinator mata kuliah); Dr. Ir Dwi Rachmina, M.Si, Dr. Ir.
Anna Fariyanti, M.Si, Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM (tim dosen kuliah);
Tursina Andita Putri, M.Si, Triana Gita Dewi, M.Sc, Chairani Putri, BIAFS,
M.Si, Ach. Firman Wahyudi, M.Si dan Mahfudhotul ‘Ula, SE, M.Si (tim
dosen praktikum) atas semangat dan dedikasi yang sangat luar biasa
dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pada mata kuliah
Usahatani. Semoga buku ini memberikan manfaat yang seluas-luasnya
bagi masyarakat agribisnis.

Bogor, November 2018


Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
IPB

Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v
BAB I ANALISIS INSTRUKSIONAL 1
BAB II RUANG LINGKUP ILMU USAHATANI 5
2.1 Pengertian Usahatani dan Ilmu Usahatani 5
2.2 Pengertian Petami dan Rumah Tangga Petani 6
2.3 Kondisi Usahatani di Indonesia 10
2.4 Kedudukan Ilmu Usahatani 14
BAB III FAKTOR SOSIOBIOFISIK DAN KLASIFIKASI USAHATANI 16
3.1 Faktor Sosiobiofisik pada usahatani 16
3.2 Klasifikasi Usahatani 18
BAB IV KEDUDUKAN USAHATANI DALAM SISTEM AGRIBISNIS 22
BAB V FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI 27
5.1 Lahan 27
5.2 Tenaga Kerja 35
5.3 Modal 43
5.4 Manajemen 47
BAB VI APLIKASI EKONOMI DALAM USAHATANI 55
6.1 Hubungan Input-Output 55
6.2 Hubungan Input-Input 65
6.3 Hubungan Output-Output 67
BAB VII PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI 74
7.1 Analisis Pendapatan Usahatani 74
7.2 Ukuran Penampilan Usahatani 79
7.3 Efisiensi Usahatani 86

vii
BAB VIII PERENCANAAN USAHATANI 91
8.1 Perencanaan Parsial 92
8.2 Perencanaan Menyeluruh 98
CONTOH KUESIONER 100
DAFTAR PUSTAKA 132
BIODATA PENULIS 134

viii
BAB 1
ANALISIS INSTRUKSIONAL

Buku ini disusun dan ditujukan kepada mahasiswa S1


Departemen Agribisnis yang sedang mengambil mata kuliah Usahatani.
Oleh karena itu, beberapa contoh dan latihan yang pada buku ini sebagian
diambil dari contoh kasus yang dipelajari ketika proses pembelajaran di
kelas. Namun demikian, buku ini juga dapat dimanfaatkan oleh
stakeholder yang berkepentingan dalam memahami konsep usahatani.

Gambar 1.1 Struktur Materi Pembelajaran pada Modul Usahatani

1
Substansi usahatani yang dibahas pada buku ini terdiri dari ruang
lingkup ilmu usahatani, faktor sosiobiofisik dan klasifikasi usahatani,
kedudukan usahatani dalam sistem agribisnis, faktor-faktor produksi
usahatani, aplikasi ekonomi dalam usahatani, pendapatan dan efisiensi
usahatani, dan perencanaan usahatani. Keseluruhan substansi tersebut
disusun dengan sistematis sehingga diharapkan dapat memudahkan
mahasiswa untuk mempelajari usahatani sebagai bagian dari sistem
agribisnis. Sistematika penulisan buku ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Ruang lingkup ilmu usahatani membahas terkait pengertian
usahatani dan ilmu usahatani, pengertian petani dan rumah tangga
petani, kondisi usahatani di Indonesia, dan kedudukan ilmu usahatani.
Dari bab ini diketahui bahwa ada beberapa konsep usahatani yang tidak
selalu sama dengan ilmu ekonomi pada perusahaan pada umumnya. Hal
ini disebabkan adanya ciri khas usahatani sebagai unit usaha produksi
pertanian. Usahatani di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan
klasik, seperti lahan sempit, permodalan terbatas, orientasi semi
subsisten, keterlampilan dan manajemen petani masih rendah,
produktivitas dan efisiensi rendah, teknologi cenderung masih
tradisional, price taker dan bargaining position lemah, serta pendapatan
rendah.
Bab selanjuutnya menjelaskan faktor sosiobiofisik dan klasifikasi
usahatani. Pada bab ini diketahui bahwa usahatani itu sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor sosiobiofisik. Faktor tersebut secara parsial maupun
bersama-sama dapat memengaruhi keberlanjutan usahatani yang
dijalankan oleh petani. Faktor-faktor tersbeut juga secara langsung
maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap klasifikasi usahatani
yang dijalankan oleh petani.
Pada Bab keempat, yakni berkaitan dengan kedudukan usahatani
dalam sistem agribisnis. Usahatani merupakan salah satu subsistem
dalam sistem agribisnis. Subsistem ini berfungsi menghasilkan produk-
produk pertanian primer yang akan dikonsumsi langsung atau diolah
dalam industri pengolahan. Aktivitas subsistem usahatani juga sangat

2
bergantung kepada subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem
off-farm hulu) sebagai pemasok input yang akan digunakan pada aktivitas
usahatani.
Bab kelima membahas terkait faktor-faktor produksi, yakni lahan,
tenaga kerja, modal dan manajemen. Keempat faktor tersebut dinamakan
juga dengan unsur pokok usahatani. Tidak menutup kemungkinan antara
satu faktor dengan faktor lainnya sangat berkaitan sehingga apabila ada
kendala di salah satu atu lebih faktor akan berpengaruh terhadap
keberlanjutan usahatani.
Selanjutnya pada bab keenam dibahas terkait aplikasi ekonomi
dalam usahatani. Pada kegiatan usahatani, biasanya produsen
dihadapkan pada tiga pernyataan mendasar, yakni (1) Menentukan
jumlah masing-masing input yang digunakan pada proses produksi untk
memeroleh keuntungan maksimum; (2) Menentukan kombinasi input
yang meminimukan biaya produksi; dan (3) Menentukan kombinasi
output yang dapat memaksimumkan penerimaan. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut erat kaitannya dengan ilmu ekonomi, dimana ilmu
ekonomi akan memperlajari pengalokasian sumberdaya terbatas untuk
memenuhi serangkaian kebutuhan.
Pendapatan dan efisiensi usahatani menjadi salah satu ukuran
kinerja dari usahatani. Pembahasan ini dibahas pada Bab ketujuh.
Aktivitas usaha atau bisnis yang dilakukan tidak akan terlepas dari tujuan
yang hendak dicapai, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka
panjang. Tujuan juga dapat berupa tujuan ekonomi maupun tujuan non
ekonomi. Salah satu tujuan ekonomi dari aktivitas usaha atau bisnis
adalah memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari korbanan yang
telah dikeluarkan. Sedangkan perencanaan usahatani yang meliputi
perencanaan keseluruhan dan perencanaan menyeluruh akan dibahas
pada bab kesembilan.

3
Demikian sistematika susunan materi pada modul ini. Lebih
jelasnya, dapat dibaca secara detail di dalam bab-bab berikutnya.
Harapannya modul ini dapat memberikan pencerahan terkait substansi
yang berkaitan dengan ilmu usahatani.

4
BAB 2
RUANG LINGKUP ILMU USAHATANI

2.1. Pengertian Usahatani dan Ilmu Usahatani


Mosher (1968) mendefinisikan usahatani sebagai pertanian rakyat
yang berasal dari kata farm dalam Bahasa Inggris. Menurut Dr. Mosher,
farm adalah suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana
pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu, apakah ia
seorang pemilik, penyakap, atau manajer yang digaji. Sejalan dengan
definisi yang disampaikan oleh Dr. Mosher, Census of Agriculture (1948)
menyebutkan bahwa farm is any parcel or parcels of land, at least 1000 square
meters in area, used for the raising of crops, fruits, vegetables, trees or other
agricultural products or of livestock, poultry, and other animals.
Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana
seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur
produksi seperti alam, tenaga kerja, modal, dan keterlampilan dengan
tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.
Sedangkan Rifai (1960) menjabarkan bahwa usahatani adalah setiap
organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di
lapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi ini berdiri sendiri dan
sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang-orang
segolongan sosial (baik yang berikatan geneologis maupun tertrial)
sebagai laksanawannya.
Dapat disimpulkan bahwa usahatani adalah suatu kegiatan
mengorganisasikan atau mengelola faktor-faktor produksi yang tersedia
secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan produk pertanian yang
maksimal untuk kesejahteraan pelaku usahatani. Merujuk dari semua
defisini dari usahatani maka dapat disepakati bahwa usahatani ditulis

5
satu kata yang menunjukkan satu kesatuan yang utuh (tidak ditulis secara
terpisah, usaha-tani).
Soekartawi (1995) menyampaikan bahwa ilmu usahatani adalah
ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan
sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh
keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani
dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya,
dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
mengeluarkan output melebihi input.
Selain itu, Adiwilaga (1982) mendefinisikan ilmu usahatani
Sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan
kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau
secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri. Atau dengan arti
lain, ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki cara-
cara seseorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur,
dan menjalankan perusahaan itu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa ilmu usahatani merupakan bagian dari ilmu ekonomi pertanian
yang mempelajari cara-cara petani menyelenggarakan usahatani. Lebih
detail dapat disampaikan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang
membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya
secara efisien dan efektif pada sutau usahta pertanian agar diperoleh hasil
maksimal.

2.2. Pengertian Petani dan Rumah Tangga Petani


Seperti yang telah disinggung di atas, pelaku usahatani disebut
sebagai petani. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, petani diartikan
sebagai orang yang pekerjaannya bercocok tanam. UU No 18 tahun 2012
Tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani, pasal 1 menyebutkan
petani adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan dan/atau
beserta keluarganya yang melakukan usahatani di bidang tanaman

6
pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. Atau dengan
kata lain, petani adalah orang yang bekerja di sektor pertanian dan
sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian.
Dilihat dari hubungannya dengan lahan yang diusahakan maka
petani dapat dibedakan atas :
1. petani pemilik penggarap, adalah petani yang memiliki lahan dan
lahan tersebut digarap sendiri, sehingga status lahannya disebut lahan
milik
2. petani penyewa, adalah petani yang menggarap tanah orang lain atau
petani lain dengan status sewa
3. petani penyakap (penggarap), adalah petani yang menggarap tanah
milik petani lain dengan sistem bagi hasil
4. petani penggadai, adalah petani yang menggarap lahan usahatani
orang lain dengan sistem gadai
Petani berbeda dengan buruh tani. Buruh tani adalah seseorang yang
biasanya bekerja di lahan usahatani petani lain dengan mendapat upah,
berupa uang atau natura. Petani memiliki kekuasaan dalam pengambilan
keputusan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas
usahataninya. Sedangkan buruh tani tidak memiliki kekuasaaan dalam
pengambilan keputusan terhadap aktivitas usahatani yang dilakukan.
Selain petani, dalam aktivitas usahatani dikenal juga istilah rumah
tangga petani. Rumah tangga petani adalah rumah tangga yang sekurang-
kurangnya satu orang anggota rumah tangga melakukan kegiatan yang
menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh
hasilnya dijual/ditukar untuk memperoleh pendapatan/keuntungan atas
risiko sendiri. Kegiatan dimaksud meliputi bertani/berkebun, beternak
ikan di kolam, keramba maupun tambak, menjadi nelayan, dan
mengusahakan ternak/unggas.
Lebih detail Asmarantaka (2007) menjelaskan bahwa Rumah
Tangga Petani (RTP) atau farm household adalah satu unit kelembagaan
yang terintegrasi dalam mengambil keputusan produksi pertanian,

7
konsumsi, curahan kerja, reproduksi dengan anggaran bersama. RTP
dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi yang akan
memaksimumkan tujuannya dengan keterbatasan sumberdaya yang
dimiliki. Pola perilaku RTP dalam aktivitas pertanian, dapat bersifat semi
komersial sampai komersial, sebagian hasil produksi dijual ke pasar dan
sebagaian untuk konsumsi keluarga.
Pada konsep RTP, aktivitas usahatani tidak terlepas dari kegiatan
konsumsi, karakteristik keluarga dan lingkungan tempat tinggal.
Aktivitas usahataninya menggunakan input yang sebagian dibeli dan
sebagian dari keluarga sendiri, penggerak atau operatornya adalah petani
sebagai kepala keluarga dan penggunaan tenagakerja keluarga yang
dominan. Oleh sebab itu, perilaku pengambilan keputusan RTP dalam
berproduksi, konsumsi dan bekerja merupakan satu kesatuan
(terintegrasi) dan saling terkait.

Gambar 2.1 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di Indonesia


Menurut Subsektor, ST 2003 dan ST 2013
Sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)

8
Berdasarkan Sensus Pertanian tahun 2003 dan 2013, jumlah
Rumah Tangga Petani hampir di semua subsektor pertanian di Indonesia
semakin menurun (Gambar 2.1). Ada delapan subsektor, yakni subsektor
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, budidaya ikan,
penagkapan ikan, kehutanan, dan jasa pertanian. Dari kedelapan
subsektor tersebut, hanya sektor budidaya ikan yang jumlah rumah
tangga petaninya meningkat. Satu rumah tangga usaha pertanian dapat
mengusahakan lebih dari 1 subsektor usaha pertanian, sehingga jumlah
rumah tangga usaha pertanian di sektor pertanian bukan merupakan
penjumlahan rumah tangga usaha pertanian dari masing-masing
subsektor.
Rumah tangga pertanian pengguna lahan dapat digolongkan ke
dalam dua kelompok besar, yakni rumah tangga petani gurem
(menguasai lahan kurang dari 0.50 Ha) dan rumah tangga petani bukan
gurem (menguasai lahan 0.50 Ha atau lebih). Berdasarkan hasil Sensus
Pertanian 2013, 55.33% dari petani pengguna lahan dikelompokkan ke
dalam kelompok petani gurem. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar
2.2.

Gambar 2.2 Perbandingan Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan dan


Petani Gurem, ST 2013
Sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)

9
Small farmer yang diterjemahkan menjadi petani kecil atau petani
gurem akhir-akhir ini mendapatkan perhatian besar karena hampir dari
sepertiga dari penduduk di dunia adalah petani gurem atau petani kecil.
Roset (1999) menyatakan bahwa “… small farms are “multi-functional” –
more productive, more efficient, and contribute more to economic development
than large farms. Keunggulan petani kecil adalah dalam hal multiple
cropping, penggunaan lahan secara parallel, komposisi output yang
beragam, lebi irit irigasi, menyerap lebih banyak tenaga kerja,
penggunaan input yang tidak dibeli, dan pengguna sumberdaya yang
lebih berkomitmen pada isu lingkungan.

2.3. Kondisi Usahatani di Indonesia


Seringkali usahatani diidentikkan dengan usaha pertanian dengan
skala kecil. Akan tetapi, hal tersebut tidaklah benar. Dari definisi di atas
tidak ditemukan satu kata atau pengertian pun yang mendefinisikan
usahatani sebagai usaha pertanian skala kecil. Akan tetapi, usahatani
dapat digolongkan menjadi dua golongan yakni usahatani rakyat dan
usahatani perkebunan. Adapun perbedaannya dapat dilihat pada Tabel
2.1 berikut ini:

Tabel 2.1. Ciri-Ciri Usahatani Rakyat dan Usahatani Perkebunan

No Ciri Usahatani rakyat Usahatani Perkebunan


1 Lahan Sempit Luas
2 Status lahan Milik, sewa, sakap Milik dan HGU
3 Pengelolaan - Dilakukan petani - Milik Swasta/Negara
atau Rumah Tangga - TK Upahan
Petani - Rumit
- Sederhana
4 Jenis tanaman Tanaman pangan, Tanaman
Monokultur dan perdagangan,
Campuran Monokultur

10
No Ciri Usahatani rakyat Usahatani Perkebunan
5 Teknologi Sederhana/tradisional Modern/mengikuti
perkembangan
teknologi
6 Permodalan Padat Karya Padat Modal
7 Pengambilan Cepat Jangka panjang
keputusan
8 Target Tidak selalu tercapai Dapat tercapai
produksi

Selain usahatani rakyat dan usahatani perkebunan, di Indonesia


juga dikenal usahatani keluarga dan perusahaan pertanian. Usahatani
keluarga didefinisikan melalui dua pendekatan, yakni penggunaan kerja
dan pendapatan kotor yang diterima. Dilihat dari sisi tenaga kerja,
usahatani keluarga menggunakan sebagian besar tenaga kerja yang
berasal keluarga. Sedangkan dari sisi pendapatan kotor, diketahui bahwa
pendapatan kotor yang diterima keluarga petani sebagai besar berasal
dari usahatani tersebut. Selain itu, usahatani keluarga biasanya dipimpin
oleh kepala keluarga yang memutuskan segala yang bersangkutan
dengan operasi usahatani dan tujuan usahatani berhubungan erat dengan
kepentingan hidup keluarganya.
Perusahaan pertanian adalah perusahaan yang memproduksi
hasil tertentu dengan sistem pertanian seragam di bawah manajemen
terpusat dengan berbagai metode ilmiah dan teknik pengolahan efisien
agar menghasilkan laba yang sebesar-besarnya. Di Indonesia, perusahaan
pertanian yang telah mempunyai sejarah yang lama adalah perkebunan.
Perushaaan pertanian dapat berbentuk perusahaan eksploitasi hutan,
perusahaa peternakan atau perikanan yang semanya mempunya tujuan
utama untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya.
Menurut Hernanto (1991) masalah-masalah yang terjadi pada
usahatani di Indonesia adalah sebagai berikut :

11
1. kurang rangsangan
Masalah ini dilatarbelakangi oleh sikap puas diri bagi para petani,
umumnya petani kecil. Hal ini berdampak pada tidak termotivasinya
petani untuk mengetahui dan mempelajari lebih banyak tentang
usahataninya dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan pemenuhan
kebutuhan keluarganya
2. rendahnya tingkat adopsi teknologi
Tingkat pengetahuan dan pendidikan yang dimiliki oleh petani
biasanya menyebabkan rendahnya adopsi teknologi. Kelompok ini
disebut kelompok Late Majority, yaitu kelompok yang lambat dalam hal
menerima informasi ataupun teknologi terbaru. Biasanya kelompok ini
akanmengikuti teknologi yang baru jika teknologi tersebut telah disetujui
oleh pendapat umum dan telah diterapkan oleh kebanyakan orang.
3. langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani
Ketersediaan pembiayaan pada aktivitas usahatani akan mendukung
keberlanjutan usahatani. Pembiayaan yang terbatas maka akan
menyulitkan petani dalam penyediaan modal kerja (input usahatani).
Modal kerja yang terbatas tentu akan menyebabkan keterbatasan petani
memeroleh input usahatani sehingga akan berdampak pada tidak
optimalnya output yang dihasilkan
4. masalah transportasi dan komunikasi
Transportasi yang tidak memadai tentu akan berakibat pada proses
distribusi input maupun output pertanian. Permasalahan transportasi
dapat menjadi salah satu sumber risiko, dimana produk usahatani dikenal
sebagai produk yang perishable sehingga transportasi yang tidak memadai
akan memengaruhi kualitas produk yang pada akhirnya berdampak pada
harga produk
Demikian juga dengan komunikasi. Komunikasi yang tidak memadai
akan menghambat distribusi informasi kepada petani, baik informasi
mengenai teknologi baru, informasi penanganan risiko, informasi harga
ataupun informasi lainnya. Oleh sebab itu, literasi teknologi informasi dan
komunikasi menjadi hal yang penting bagi petani

12
5. kurangnya informasi harga
Aspek pemasaran terutama berkaitan dengan harga merupakan
masalah di luar usahatani yang perlu diperhatikan. Seperti yang telah
diketahui, petani seringkali mengahadapi keterbatasan dalam mengakses
informasi harga (baik harga input maupun harga output). Di samping itu,
posisi petani yang memiliki bargaining position yang lemah membuat
petani terkadang hanya bertindak sebagai penerima harga. Hal ini tentu
berpengaruh terhadap pendapatan usahatani yang diperoleh petani yang
kemudian berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap keberlanjutan usahataninya
6. adanya gap penelitian terpakai untuk petani
Penelitian di sektor pertanian sudah banyak dilakukan oleh peneliti
maupun akademisi. Akan tetapi, penyaluran informasi hasil penelitian
kepada petani seringkali mengalami keterlambatan. Sehingga proses
adopsi dan adaptasi oleh petani terhadap hasil penelitian juga mengalami
keterlambatan
7. luasan usaha yang tidak menguntungkan
Lahan usahatani yang sempit akan membatasi petani untuk berbuat
lebih banyak pada usahataninya. Salah satunya adalah ketersediaan lahan
yang sempit akan membatasi penggunaan teknologi yang modern yang
pada akhirnya berpengaruh pada rendahnya produktivitas yang
dihasilkan
8. belum mantapnya sistem dan pelayanan penyuluhan
Saat ini rasio jumlah tenaga penyuluh terhadap jumlah petani jauh
dari kata ideal. Jumlah penyuluh yang sedikit diharuskan melayani
jumlah petani yang banyak dan tersebar. Selain itu, seringkali penyuluh
menghadapi permasalahan-permasalahan pertanian yang di luar bidang
atau kompetensi tenaga penyuluh. Hal ini mengakibatkan terhambatnya
penyaluran informasi kepada petani
9. aspek sosial, politik, ekonomi yang berkaitan dengan kebijakan bagi
petani

13
Petani memiliki peran besar dalam penyediaan bahan pangan, bahan
baku industri, dan pelestarian sumbedaya alam. Peran tersebut seringkali
bersinggungan dengan kebijakan pemerintah. Peran petani yang besar
tersebut terkadang tidak didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah
yang mengakomodir kepentingan petani.

2.4. Kedudukan Ilmu Usahatani


Berdasarkan definisi ilmu usahatani yang telah disampaikan pada
sub bab sebelumnya diketahui bahwa ilmu usahatani merupakan salah
satu ilmu terapan. Ilmu terapan adalah penerapan pengetahuan dari satu
atau lebih bidang ilmu lainnya. Oleh sebab itu, Memperlajari ilmu
usahatani tentu juga perl mempelajari ilmu lain sebagai landasan teori.
Berikut dijelaskan keterkaitan ilmu usahatani dengan ilmu lainnya
melalui Gambar 2.3.

Ekonomi

Ketek- Ilmu Mana-


nikan Usahatani jemen

Sosial

Gambar 2.3 Keterkaiatan Ilmu Usahatani dengan Ilmu-Ilmu Lain

14
Dilihat dari Gambar 2.3, mempelajari ilmu usahatani harus
ditunjang dengan pengetahuan tentang ilmu-ilmu lainnya, seperti ilmu
keteknikan (agronomi, perikanan, peternakan, dan lainnya), ilmu
ekonomi, ilmu manajemen, maupun ilmu sosial. Ilmu keteknikan menjadi
landasan teori dalam mempelajari aktivitas budidaya yang dilakukan
dalam kegiatan usahatani. Ilmu ekonomi dan ilmu manajemen digunakan
sebagai landasan teori dalam mengelola dan pengambilan keputusan
dalam aktivitas usahatani. Sedangkan ilmu sosial digunakan sebagai
landasan teori bagi yang mempelajari ilmu usahatani terkait dengan
fenomena-fenomena sosial yang menyertai segala aktivitas usahatani.

TUGAS KEGIATAN BELAJAR :


1. Carilah definisi usahatani sebanyak mungkin (referensi : textbook),
kemudian simpulkan pengertian usahatani menurut kelompok
Anda!
2. Carilah satu unit usahatani yang dapat digunakan studi kasus
selama satu semester!

15
BAB 3
FAKTOR SOSIOBIOFISIK DAN
KLASIFIKASI USAHATANI

3.1. Faktor Sosiobiofisik pada Usahatani


Aktivitas usahatani tentu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti faktor fisik (faktor teknis), faktor biologis, faktor sosial, ekonomi
dan faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut secara parsial maupun
bersama-sama dapat memengaruhi keberlanjutan dari kegiatan usahatani
yang dijalankan oleh petani. Berikut akan dijelaskan faktor-faktor yang
memengaruhi usahatani.
1. Faktor fisik (kondisi teknis)
Faktor fisik antara lain adalah iklim (suhu, kelembaban, arah angina),
topografi (lahan datar, bergelombang, berbukit), ketinggian lokasi di
atas permukaan air laut, jenis tanah (alluvial dari sedimen lumpur,
vulkanis humus, organosol, podzolik merah kuning, kapur, pasir,
laterit, dan lainnya), dan ketersediaan air (irigasi teknis, irigasi setegah
teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan). Faktor fisik menyebabkan
adanya tempat-tempat tertentu yang hanya dapat digunakan untuk
mengusahkan tanaman tertentu karena pada dasarnya masing-
masing jenis komoditas selalu membutuhkan syarat-syarat tertentu
pula.
2. Faktor biologis
Faktor biologis antara lain adalah hama (tikus, wereng, welang sengit,
ulat, tungau, lalat bibit, keong emas, dan lainnya), penyakit
(kerusakan akibat gangguan organisme, seperti tumbuhan tinggi
parastis, ganggang, jamur, bakterim mikoplasma, dan virus), dan
gulma (tumbuhan pengganggu, seperti rumput teki, dan lainnya).

16
Hama, penyakit, maupun gulma tentu akan menggangu performa
dari usahatani yang dilakukan oleh petani yang secara langsung akan
menurunkan produksi dan pendapatan petani.
3. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi di antaranya adalah ketersediaan sarana produksi,
akses pasar, informasi harga, risiko, kredit, sarana dan prasarana
transportasi, serta lainnya. Adanya kendala pada yang disebabkan
oleh kondisi ekonomi tentu akan menghambat pelaku usahatani
dalam berproduksi maupun memasarkan output pertanian yang
dihasilkan.
4. Faktor sosial
Faktor sosial seperti norma, kaidah, adat, kebiasaan, kelembagaan
(warisan, gotong royong, subak di bali, kelompok arisan tenaga kerja,
dan lainnya).
5. Faktor kebijakan pemerintah
Faktor ini berkaitan dengan segala hal yang berkaitan dengan
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik yang berhubungan
dengan produksi, pemasaran, permodalan, teknologi, kelembagaan
maupun lainnya.
6. Faktor teknologi
Faktor teknologi juga seringkali memengaruhi aktivitas usahatani.
Contoh teknologi yang memengaruhi aktivitas usahatani adalah
teknologi pada alsintan, teknologi cara budidaya, primatani, Germas
(Gerakan Masyarakat), SLPTT dan SLPHT, dan lainnya.
Keenam faktor tersebut dalam prakteknya akan saling kait
mengait sehingga berdampak pada aktivitas usahatani secara
keseluruhan. Misalnya ada suatu daerah yang cocok untuk komoditas
tertentu berdasarkan faktor fisiknya dan didukung dengan faktor
ekonomis yang memadai (harga jual yang baik), namun petani di daerah
tersebut tidak mau mengusahakan komodiitas tersebut karena faktor
sosial yang tidak mendukung (menanam komoditas tersebut merupakan
sesuatu yang “tabu” di daerah tersebut). Keterkaitan keenam faktor yang
memengaruhi usahatani dapat dilihat pada Gambar 3.1.

17
Gambar 3.1 Faktor-Faktor Sosio-ekonomi-Biofisik Usahatani

Faktor-faktor yang saling kait mengait tersebut akan menentukan


klasifikasi usahatani. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang menonjol atau
paling berpengaruh pada usahatani mesti mendapatkan perhatian lebih.
Di Samping itu, faktor-faktor yang menghambat juga tidak semestinya
diabaikan, sehingga diperlukan upaya perbaikan agar target yang
diinginkan dapat tercapai.

3.2. Klasifikasi Usahatani


1. Pola Usahatani
- Usahatani Tamanan
Pada usahatani tanaman, terdapat dua macam pola usahatani, yaitu
lahan basah atau lahan sawah dan lahan kering. Ada beberapa sawah
yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat pengairannya, yakni sawah dengan
pengairan teknis, sawah dengan pengairan setengah teknis, sawah

18
dengan pengairan sederhana, sawah dengan pengairan tadah hujan, dan
sawah pasang surut.
- Usahatani Ikan
Pada usahatani ikan, terdapat empat macam pola usahatani, yaitu air
tawar biasa, air tawar deras, mina padi, air asin.
- Usahatani Ternak
Pada usahatani ternak, terdapat dua macam pola usahatani, yaitu pola
kandang/kareman dan pola lepas.

2. Tipe Usahatani
Tipe usahatani berdasarkan macam/jenis tanaman/ternak/ikan yang
diusahakan. Misalnya usahatani Padi, Palawija (jagung, kedelai, kacang-
kacangan, dan lain-lain), Perkebunan kopi, kelapa sawit, kelapa, kakao,
dan lain-lain), campuran (mixed cropping), multiple cropping (menanam
lebih dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau
digilir).

3. Struktur Usahatani
Menurut struktur, usahatani terdiri dari usahatani khusus, tidak
khusus, dan campuran.
- Usahatani khusus adalah usahatani yang hanya mengusahakan satu
cabang usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, usahatani
perikanan, dan usahatani tanaman pangan
- Usahatani tidak khusus adalah usahatani yang mengusahakan
beberaoa cabang usahatani secara bersama-sama, tetapi dengan batas
yang tegas.
- Usahatani campuran adalah usahatani uang mengusahakan beberapa
cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang
tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.
4. Corak Usahatani

19
Menurut corak, usahatani dapat dibedakan menjadi dua yaitu
usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani subsisten adalah
usahatani yang dilakukan dengan tujuan memenuhi kebutuhan keluarga
sehingga bersifat statis dan sederhana. Sedangkan usahatani komersial
adalah usahatani dengan tujuan memenuhi kebutuhan pasar sehingga
lebih dinamis dan berorientasi kepada keuntungan (profit oriented).
Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani
ditentukan oleh berbagai kriteria, antara lain adalah
- nilai umum, sikap dan motivasi
- tujuan produksi
- pengambilan keputusan
- tingkat teknologi
- derajat komersialisasi dari input dan output
- proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
- tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat
ekonomi.
Wharton membedakan corak usahatani melalui dua kriteria, yakni
kriteria ekonomi (economic criteria) dan kriteria sosibudaya (sociocultural
criteria). Adapun indikator untuk masing-masing kriteria tersebut adalah
sebagai berikut :
- Economic Criteria
• the sale of farm product ratio
• hired labor of purchased factor input ratio
• level of technology
• income and level of living
• decision-making freedom
- Sociocultural Criteria
• noneconomic factors in decision-making
• degree of “outside” contact
• nature of interpersonal relation
• physchological differences
5. Bentuk Usahatani

20
Menurut bentuk atau struktur organisasinya, usahatani dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu usaha perorangan/keluarga, usaha
kelompok, dan kooperatif (inti plasma ataupun bentuk kemitraan
lainnya).
- Usaha perorangan/keluarga adalah usahatani yang seluruh proses
usahatani dikerjakan oleh petani sendiri atau bersama keluarganya,
dimulai dari perencanaan, pengolahan, dan pemasaran. Biasanya
faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh perorangan dan hasilnya
ditentukan oleh pemilik.
- Usaha kelompok atau kolektif adalah usahatani yang seluruh proses
produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok yang
kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan.
Faktor produksi biasasanya dimiliki bersama.
- Usaha kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan
secara individual, hanya saja pada beberapa kegiatan yang dianggap
penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi,
pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan lainnya. Contohnya
adalah PIR (Perkebunan Inti Rakyat) yang merupakan bentuk
kerjasama perkebunanan rakyat dengan perkebunan besar (kemitraan
model inti plasma).

TUGAS KEGIATAN BELAJAR :


1. Identifikasi profil rumahtangga petani yang menjadi studi kasus
pada kelompok anda!
2. Identifikasi cabang usahatani yang diusahakan oleh petani tersebut!
3. Identifikasi klasifikasi usahatani yang dilakukan oleh petani
tersebut!

21
BAB 4
KEDUDUKAN USAHATANI DALAM
SISTEM AGRIBISNIS

Agribisnis merupakan cara pandang atau paradigm baru terhadap


pertanian. Pengertian agribisnis yang paling banyak dijadikan acuan
adalah pengertian yang dikemudakan oleh John Davis dan Ray Goldberg
pada tahun 1957. Menurut Davis dan Goldberg (1957), agribisnis
dipandang bukan hanya kegiatan produksi di usahatani (on-farm), tetapi
termasuk kegiatan di luar usahatani (off-farm) yang terkait. Lebih detail,
Davis dan Goldberg (1957) mendefinisikan agribisnis sebagai “
Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and
distribution of farm supplies, production operation on the farm, and the storage,
processing and distribution of farm commodities and items made for them”.
Berdasarkan definisi tersebut, agribisnis mencakup keseluruhan
kegiatan mulai dari produksi dan distribusi input, penggunaan input
dalam kegiatan usahatani, pengolahan hasil pertanian dan diakhiri
dengan distribusi hasil pertanian. Keseluruhan aktivitas tersebut
menunjukkan adanya keterkaitan antara kegiatan yang satu dengan
kegiatan yang lain dalam satu proses yang utuh. Keseluruhan proses atau
aktivitas tersebut mengikuti suatu aturan yang disebut sistem.
Agribisnis merupakan cara baru melihat pertanian. Cara baru
yang dahulu melihat secara sectoral sekarang insektoral. Apabila dahulu
melihat secara subsistem sekarang melihat secara sistem. Apabila
agribisnis usahatani dianggap sebagai subsistem maka ia tidak terlepas
dari kegiatan di agribisnis non usahatani seperti agribisnis hulu dan hilir.
Jadi, pendekatan secara sectoral ke insektoral, subsistem kepada sistem
dan pendekatan dari produksi ke bisnis.

22
Agribisnis perlu dilihat sebagai suatu sistem yang terintegrasi,
yang terdiri dari beberapa subsistem. Antara satu subsistem dengan
subsistem lainnya saling terkait. Dengan demikian, jika ada salah satu
subsistem tidak bekerja dengan baik, maka akan mengganggu
keseluruhan sistem. Subsistem tersebut secara singkat dipaparkan sebagai
berikut :
a. Subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem hulu)
Dikenal juga dengan istilah up-stream off farm. Subsistem ini
merupakan sektor yang melibatkan aktivitas bisnis yang sangat luas.
Tercakup di dalamnya adalah kegiatan bisnis sarana produksi pertanian,
seperti bibit, pupuk, pakan, obat-obatan, peralatan pertanian dan lainnya.
Subsistem ini berfungsi untuk memproduksi da memasok kebutuhan
input yang akan digunakan dalam subsistem berikutnya, yakni subsitem
on-farm (usahatani). Keberadaan dan berkembangnya subsistem
pengadaan dan distribusi input ini tentu sangat bergantung pada
subsistem lainnya.
b. Subsistem produksi pertanian primer (on-farm)
Subsistem ini berfungsi menghasilkan produk-produk pertanian
primer yang akan dikonsumsi langsung atau diolah dalam industri
pengolahan. Kegiatan bisnis di subsistem ini sangat luas dan beragam
dalam jenis komoditas, skala usaha, dan teknologi yang digunakan.
Sebagai suatu bagian dari sistem agribisnis, subsistem ini sangat
bergantung pada subsistem lainnya. Subsistem on-farm akan sangat
bergantung pada subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem
off-farm hulu) sebagai pemasok input yang akan digunakan pada aktivitas
usahatani. Selain itu, subsistem on-farm juga sangat tergantung kepada
subsistem pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (subsistem off-farm
hilir). Tanpa adanya pemasok input yang memadai dan tanpa adanya
permintaan output yang besar di sisi hilir maka kegiatan di subsistem on-
farm tidak akan dapat berkembang dengan baik.

23
c. Subsistem pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (subsistem
hilir)
Dikenal juga dengan istilah down-stream off farm. Subsistem ini juga
berperan penting menghubungkan subsistem on-farm dengan industri
pengolahan maupun konsumen akhir baik di pasar domestik maupun
pasar ekspor. Industri pengolahan pada subsistem ini berperan penting
dalam mengolah hasil-hasil pertanian primer menjadi produk setengah
jadi maupun produk jadi. Secara ekonomi, adanya industri pengolahan
tentu berperan penting dalam menciptakan nilai tambah produk
pertanian. Perkembangan subsistem ini tergantung pada perkembangan
subsistem-subsistem sebelumnya. Pasar tidak akan berkembang dengan
baik jika subsistem produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen
baik dalam kuantitas, kualitas, maupun dalam waktu. Demikian pula
halnya, subsistem agribisnis lainnya tidak akan berkembang dengan baik
jika tidak tersedia pasar yang memadai.
d. Subsistem lembaga penunjang (supporting system)
Agar setiap subsistem yang diuraikan sebelumnya dapat berjalan
dengan baik maka diperlukan seperangkat lembaga yang terkait secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan agribisnis. Sistem
agribisnis dalam pengembangannya memerlukan koordinasi dan
sinkronisasi antar subsistem. Di samping itu, pengembangan sistem
agribisnis juga memerlukan dukungan teknologi, permodalan, perangkat
kebijakan pemerintah dan lain-lain. Oleh sebab itu, diperlukan lembaga-
lembaga seperti lembaga penelitian dan pengambangan, pendidikan,
penyuluhan, pelatihan, perbankan, asuransi dan lainnya yang dilengkapi
dengan seperangkat kebijakan pemerintah yang menunjang
terselenggaranya sistem agribisnis yang baik.
Agribisnis sebagai suatu sistem seperti yang dijelaskan di atas dapat
digambarkan seperti Gambar 4.1. Adanya keterkaitan antar subsistem
digambarkan melalui arah panah. Keterkaitan suatu subsistem dengan
subsistem berikutnya disebut juga forward linkage, sedangkan keterkaitan

24
suatu subsistem dengan subsistem sebelumnya disebut dengan backward
linkage.

Gambar 4.1. Keterkaitan Antar Subsitem dalam Sistem Agribisnis

Keterkaitan antar subsistem dalam sistem agribisnis bisa terjadi


karena adanya interaksi penawaran (supply) dan permintaan (demand).
Misalnya terjadi penawaran bibit atau benih dari produsen bibit atau
benih ke subsistem usahatani. Dari subsistem usahatani terjadi
permintaan input benih atau bibit. Demikian juga terjadi penawaran dan
permintaan antar subsistem usahatani dengan subsistem pengolahan
hasil, antara subsistem pengolahan hasil dengan subsistem pemasaran.
Sebagai contoh pada usahatani tanaman jagung manis, kegiatan
usahatani dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni persiapan lahan,
penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman (penyiangan,
pembumbunan, serta pengendalian hama dan penyakit), dan pemanenan.

25
Keseluruhan aktivitas tersebut harus didukung oleh subsistem hulu dan
subsistem hilir.
Dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut tentunya seorang
petani membutuhkan input-input usahatani. Input usahatani pada
kegiatan usahatani jagung manis terdiri dari lahan, benih, pupuk kimia
(urea, TSP, dan phonska), pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan
pestisida padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga, dan peralatan
usahatani. ketersediaan input-input tersebut tentu sangat memengaruhi
keberlangsungan usahatani jagung manis.

TUGAS KEGIATAN BELAJAR :


1. Pelajarilah unit usahatani (yang menjadi studi kasus kelompok
Anda) dalam perspektif sistem agribisnis :
a. Jenis dan sumber input
b. Aktivitas on-farm
c. Pengolahan output
d. Pemasaran output
e. Penunjang (penyuluhan, pembiayaan, koperasi, dan lain-lain).

26
BAB 5
FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
USAHATANI

Faktor-faktor yang terdapat pada usahatani terdiri dari faktor


lahan, tenaga kerja, modal, dan manajamen/pengelolaan. Keempat faktor
tersebut menentukan keberhasilan aktivitas usahatani. Oleh sebab itu
faktor-faktor tersebut dinamakan juga dengan unsur pokok usahatani.
Penjelasan lebih lanjut terkait masing-masing faktor produksi usahatani
adalah sebagai berikut.
5.1. Lahan
Lahan usahatani merupakan bagian dari permukaan bumi yang
digunakan untuk kegiatan produksi di bidang pertanian (tanaman,
ternak, dan ikan). Sebagai faktor produksi lahan memiliki karakterisktik,
yakni luas lahan terbatas, tahan lama (tidak memiliki nilai penyusutan),
dan tidak dapat dipindahkan. Seiring dengan pertumbuhan penduduk
yang memerlukan lahan untuk tempat tinggal maupun tempat berusaha
menyebabkan adanya perubahan pada penguasaan lahan. Hal tersebut
dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa jumlah rumahtangga
petani yang menguasai lahan pertanian jauh berkurang selama 10 tahun
terakhir (-16.32%). Selain itu, diketahui bahwa dalam kurun waktu
sepuluh tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah rumahtangga yang
menguasai lahan dengan luasan >3 ha yaitu sebesar 22.81%. Namun di sisi
lain, jumlah rumahtangga yang menguasai lahan dengan luasan lebih
kecil dari 0.1 ha mengalami penurunan yang sangat signifikan (53.75%).
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah petani
gurem di Indonesia (penguasaan lahan <0.5 ha) semakin berkurang.

27
Tabel 5.1 Jumlah Rumahtangga Usaha Pertanian menurut Golongan Luas
Lahan yang Dikuasai
Gol Luas Lahan Perubahan
2003 2013
(m2) absolut (%)
< 1000 9,380,300 4,338,847 (5,041,453) (53,73)
1000 – 1999 3,602,348 3,550,185 (52,163) (1,45)
1999 – 4999 6,816,943 6,733,364 (83,579) (1,23)
5000 – 9999 4,782,812 4,555,075 (227,737) (4,76)
10000 – 19999 3,661,529 3,725,865 64,336 1,76
20000 – 29999 1,678,356 1,623,434 (54,922) (3,27)
>= 30000 1,309,896 1,608,699 298,803 22,81
Jumlah 31,232,184 26,135,469 (5,096,715) (16,32)
sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)

Jika dilihat berdasarkan jenis lahan, diketahui bahwa jumlah


rumahtangga yang menguasai lahan pertanian meningkat drastis yakni
mencapai 144.48% (kurun waktu 10 tahun). Akan tetapi, peningkatan
tersebut didominasi oleh penguasaan lahan bukan sawah. Selain itu,
diketahui bahwa penguasaan lahan bukan sawah tersebut dominan
terjadi di luar Pulau Jawa. Detailnya dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha


Pertanian menurut Jenis Lahan
Jenis Lahan 2003 2013 Perubahan (%)
1. Lahan bukan pertanian 569.47 344.49 (39.51)
2. Lahan Pertanian 3509.59 8580.42 144.48
a. Lahan sawah 1008.34 1988.99 97.25
b. Lahan bukan sawah 2501.25 6591.43 163.53
3. Total luas lahan yang 4079.06 8924.91 118.80
dikuasai
sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)

Berdasarkan subsektor dan bentuk organisasi, diketahui bahwa


pada kurun waktu 2003 hingga 2013 terjadi penurunan jumlah
rumahtangga usaha pertanian. Penurunan tersebut terjadi hampir di
semua subsektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

28
peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian). Perubahan yang
menunjukkan positif hanya pada subsektor perikanan (budidaya ikan).
Berbanding terbalik, pada kurun waktu yang sama justru terjadi
peningkatan jumlah perusahaan pertanian di beberapa subsektor
pertanian, seperti subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan
peternakan. Lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Jumlah Usaha Pertanian Menurut Subsektor dan Bentuk


Organisasi
Jumlah rumahtangga Usaha Jumlah Perusahaan Usaha
Pertanian Pertanian Pertanian
Subsektor
Lainnya
2003 2008  (%) 2003 2008  (%)
(unit)
1. Tanaman 18,708,052 17,728,162 (5.24) 87 114 31.03 1,316
pangan
a. Padi 14,206,355 14,147,861 (0.41) 69 75 8.70 589
b. Palawija 10,941,919 86,242,28 (21.18) 18 47 161.11 950
2. Hortikultura 16,937,617 10,602,142 (37.40) 225 185 (17.78) 1,455
3. Perkebunan 14,128,539 12,770,571 (9.61) 1,862 2,216 19.01 1,451
4. Peternakan 18,595,824 12,969,206 (30.26) 475 636 33.89 2,196
5. Perikanan 249,681 1,975,249 (20.66) 631 379 (39.94) 979
a. Budidaya 985,418 1,187,604 20.52 520 279 (46.35) 950
ikan
b. Penangkapan 1,569,048 864,506 (44.90) 111 100 (9.91) 35
Ikan
6. Kehutanan 6,827,937 6,782,956 (0.66) 730 656 (10.14) 964
7. Jasa Pertanian 1,846,140 1,078,308 (41.59)
Total 31,232,184 26,135,469 (16.32) 4,010 4,165 3.87 5,922
sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)

Ketersediaan lahan yang terbatas memengaruhi harga lahan itu


sendiri. Selain ketersedian lahan, harga lahan juga dipengaruhi oleh
permintaan, penawaran, aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana
transportasi, dan juga kondisi fisik lahan. Oleh sebab itu, lahan sebagai
faktor produksi langka perlu digunakan secara efisien. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan agar penggunaan lahan dapat efisien adalah

29
kesesuaian lahan (daya dukung lahan), status penguasaan lahan,
fragmentasi lahan, dan aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana
pendukung.
1. Status Penguasaan Lahan
Status penguasaan lahan berpengaruh terhadap kebebasan pilihan
komoditas, kebebasan pilihan teknologi, dan kebebasan memanfaatkan
hasil. Berdasarkan status penguasaan lahan, maka lahan diberdakan
menjadi:
a. Lahan milik
Lahan yang dimiliki oleh petani. Tanah milik memiliki ciri-ciri
sebagai berikut 1) bebas diolah oleh petani; 2) bebas untuk
merencanakan dan menentukan cabang usahatani di atas tanah
tersebut; 3) bebas menggunakan teknik dan cara budidaya yang paling
dikuasai; 4) bebas diperjualbelikan; 5) dapat menumbuhkan
tanggungjawab atas tanah tersebut; 6) dapat dijaminkan sebagai
agunan.
b. Lahan sewa
Lahan sewa adalah lahan yang disewa oleh petani kepada pihak
lain, karena itu petani mempunyai kewenangan seperti tanah milik
sesuai jangka waktu sewa yang disepakati, tetapi penyewa tidak boleh
menjual dan menjadikan lahan sebagai agunan. Petani membayar
uang sewa (sejumlah tertentu sesuai kesepakatan) atas lahan yang
digunakan.
c. Lahan gadai
Lahan gadai adalah pengalihan penguasaan hak garap lahan dari
pemilik tanah kepada pemilik uang. Ada dua motif yang melandasi
terjadi gadai, yakni motif ekonomi dan motif sosial.
d. Lahan sakap atau bagi hasil
Lahan sakap adalah lahan orang lain yang atas persetujuan
pemiliknya, digarap atau dikelola oleh pihak lain. Pengelolaan
usahataninya, seperti penentuan cabang usahatani dan pilihan
teknologi harus dikonsultasikan dengan pemilik lahan. Selain itu,

30
pemilik lahan dan pengelola atau penggarap lahan harus menyepakati
sistem bagi hasil atas penggunaan lahan.
e. Lahan pinjam
Perubahan status penguasaan lahan usahatani biasanya dikendarai
oleh bebrapa faktor, seperti tekanan kebutuhan hidup dan juga kegagalan
pengelolaan lahan usahatani. Kedua faktor tersebut mendorong petani
pemilik berubah menjadi petani penggarap (penyakap, penggadai,
peminjam, atau menjadi buruh tani), seperti yang digambarkan pada
Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Perubahan Status Penguasaan Lahan Usahatani

2. Fragmentasi Lahan
Fragmentasi lahan adalah perpencaran lahan yang dikuasai oleh
petani. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh sistem jual beli tanah yang
hanya sebagian-sebagian saja, karena penjualan tanah bagi petani
merupakan alternatif terakhir. Selain itu, sistem warisan, perkawinan,
landreform, dan konsolidasi juga menjadi penyebab terjadinya fragmentasi
lahan. Demikian juga karena adnya proyek-proyek pembangunan
sehingga tanah pertanian yang terkena proyek pembagunan

31
kemungkinan mendapat ganti di tempat lain. Kondisi alam, adanya
sungai gunung, kali, dan batas desa juga menjadi alasan terjadinya
fragmentasi lahan.

Gambar 5.2. Ilustrasi Perpencaran Lahan Petani

Fragmentasi lahan usahatani tentunya menimbulkan kerugian bagi


pemilik lahan. Fragmentasi lahan menyebabkan keterbatasan dalam
pemilihan komoditas, kesulitan pengendalian hama dan penyakit,
keterbatasan penggunaan mekanisasi, menimbulkan biaya tinggi, bahkan
akan memengaruhi perencanaan wilayah.
3. Efisiensi Lahan
Lahan sebagai salah satu unsur produksi usahatani menjadi ukuran
besaran usahatani (farm size). Sedangkan ukuran efisiensi penggunaan
lahan dapat diukur melalui produktivitas lahan. Semakin tinggi
produktivitas lahan maka akan semakin efisien penggunaan lahan
tersebut. Produktivitas lahan adalah rasio antara output yang dihasilkan
dengan luasan lahan yang digunakan. Secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut :
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 =
𝑙𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛

32
Contoh :
Pak Ali memiliki lahan seluas 20,000 m2, lahan tersebut ditanami pak Ali
dengan tanaman padi sawah. Pada saat panen, gabah yang dihasilkan
adalah 10,680 kg GKP. Maka produktivitas lahan yang digunakan oleh
pak Ali adalah :
10,680 𝑘𝑔
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = = 0.534 𝑘𝑔/𝑚2 atau 5,340 kg/ha
20,000 𝑚2

Dalam jangka pendek, luasan lahan pada usahatani tertentu


bersifat tetap. Oleh sebab itu, peningkatan produktivitas lahan dapat
dilakukan melalui:
a. Pemilihan komoditas atau pemilihan cabang usahatani. Cabang
usahatani yang berbeda tentu akan menghasilkan jumlah output yang
berbeda, sehingga dengan luasan lahan yang tetap akan menghasilkan
produktivitas yang berbeda.
b. Pengaturan pola tanam
Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan sepanjang waktu
tertentu. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, petani
dapat meningkatkan Intensitas Pertanaman (IP) melalui pengaturan
pola tanam dalam satu tahun.

Gambar 5.3 Contoh Pola Tanam Per tahun

33
Intensitas Pertanaman (IP) adalah total luas per tanaman dibagi
dengan luasan lahan. Pola tanam pada Gambar 5.3 dapat dihitung IP
nya adalah sebagai berikut:
IP (gambar pertama) = ((1 ha+1 ha+1 ha)/1 ha) x 100 = 300
IP (gambar kedua) = ((0.5 ha+1 ha+0.5 ha+0.5 ha)/1 ha) x 100 = 250

3. Diversifikasi Lahan
Selain yang telah dijelaskan sebelumnya, pada pembahasan lahan ini
perlu juga mempelajari terkait diversifikasi lahan. Diversifikasi merujuk
kepada penanaman berbagai jenis tanaman dalam satu lahan, memelhara
beberapa jenis hewan ternak dalam satu kandang, hingga pemanfaatan
lahan lainnya. Salah satu metode untuk mengukur diversifikasi lahan
adalah Indeks Diversifikasi Simpson. Secara matematis, Indeks
Diversifikasi Simpson dapat ditulis sebagai berikut:

𝐿 2
𝐷 = 1 − [ 𝑖 ] , dimana 𝐿𝑇 = ∑ 𝐿𝑖
𝐿𝑇

Indeks Diversifikasi Simpson bernilai 0 sampai dengan 1. Semakin


mendekati nilai 1 maka lahan semakin terdiversifikasi.

Contoh :

Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, petani yang memiliki


lahan 1 hektar berupaya meningkatkan intensitas pertanaman (IP) dengan
melakukan pengaturan pola tanam dalam satu tahun sebagai berikut.
Hitunglah Indeks Diversifikasi dari kasus tersebut.

Kedelai Jagung
Padi 1 ha
Kacang tanah Kacang Panjang

September……………………s/d…….…………………........Agustus

34
Jawab:
Jenis Tanaman Luas Lahan (Li) (Li/Lt)2
Padi 1 0.1111
Kedelai 0.5 0.0278
Kacang Tanah 0.5 0.0278
Jagung 0.5 0.0278
Kacang Panjang 0.5 0.0278
Total Luas (Lt) 3.0 0.2222

𝐷 = 1 − 0.2222 = 0.7778

Jadi Indeks Diversifikasnya adalah 0.7778.

5.2. Tenaga Kerja


Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting
untuk diperhatikan terutama bagi usahatani yang padat karya (labour
intensive). Kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha
atau ikhtiar yang dijalankan untuk menghasilkan barang dan jasa. Pada
usahatani, tenaga kerja digolongkan menjadi tiga, yakni tenaga kerja
manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mesin.
Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain. Karakteristik
tenaga kerja usahatani menurut Tohir (1983) adalah sebagai berikut:
a) Keperluan akan tenaga kerja usahatani tidak kontinyu dan tidak
merata
b) Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas
c) Tidak mudah di standarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasi-kan
d) Beranekaragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya.
Karakteristik tersebut menyebabkan seorang petani harus memiliki
kemampuan memanejerial tenaga kerja agar produktivitas dari tenaga
kerja dapat dioptimalkan.

35
1. Tenaga Kerja Berdasarkan Sumbernya
Tenaga kerja manusia terdiri dari tenaga kerja pria, tenaga kerja
wanita, dan juga tenaga kerja anak. Dilihat dari sumbernya, tenaga kerja
manusia dapat bersumber dari keluarga maupun dari luar keluarga.
Tenaga kerja keluarga biasanya terdiri dari petani beserta keluarganya.
Sedangkan tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang berasal
dari luar keluarga yang ikut membantu pada seluruh atau sebagian dari
aktivitas usahatani. Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga
kerja keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga. Suratiyah (2011)
mengungkapkan bahwa perbedaan keduanya dapat didasarkan pada
komposisi umur, jenis kelamin, kualitas, dan kegiatan kerja. Kegiatan
kerja tenaga kerja luar keluarga dipengaruhi oleh sistem upah, lamanya
waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja.
Hal paling mendasar yang membedakan antara tenaga kerja keluarga
dengan tenaga kerja keluarga adalah sistem upah. Tenaga kerja keluarga
tidak diberikan upah dan seringkali tidak dinilai sebagai opportunity cost
yang harus dibebankan kepada usahatani yang sedang diusahakan.
Sistem upah pada tenaga kerja luar keluarga dibedakan menjadi 3, yaitu
upah borongan, upah waktu, dan upah premi. Masing-masing sistem
upah tersebut akan memengaruhi prestasi kerja (Suratiyah, 2011). Berikut
penjelasan dari masing-masing sistem upah:
1. Upah borongan adalah upah yang diberikan kepada tenaga kerja
sesuai dengan perjanjian antara pemberi kerja dengan pekerja tanpa
memperhatikan lamanya waktu kerja. Sistem ini cenderung membuat
pekerja untuk secepatnya menyelesaikan pekerjaannya agar dapat
mengerjakan pekerjaan borongan lainnya. Biasanya pekerja borongan
yang tidak diawasi oleh pemberi kerja akan bekerja di bawah standar
agar pekerjaan cepat selesai.
2. Upah harian adalah upah yang diberikan kepada pekerja berdasarkan
lamanya waktu yang dihabiskan untuk bekerja. Sistem ini cenderung
membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan harapan
mendapatkan upah yang semakin banyak.

36
3. Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memerhatikan
produktiviitas dan prestasi kerja. Pekerja akan diberikan upah
tambahan atau insentif jika berhasil menyelesaikan target pekerjaan
dalam kurun waktu tertentu. Sistem ini cenderung akan
meningkatkan produktivitas pekerja.
Upah tenaga kerja dapat berupa uang tunai atau dapat juga berupa
natura. Natura maksudnya adalah upah dalam bentuk barang, seperi
makanan, minuman, rokok, produk, dan lainnya. Beberapa pemberi kerja
memberikan upah dalam bentuk uang tunai dan natura sekaligus.
2. Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja pada usahatani dapat diketahui dengan cara
mengetahui sebaran kebutuhan tenaga kerja tiap waktu mengikuti proses
produksi tanaman atau hewan. Kebutuhan tenaga kerja tersebut
kemudian dibandingkan dengan ketersediaan tenaga kerja dalam
keluarga. Jika terjadi kekurangan maka dapat dipenuhi melalui tenaga
kerja luar keluarga. Selain itu, kompetensi tertentu yang dimiliki tenaga
kerja juga menjadi salah satu pertimbangan ketika memutuskan untuk
menggunakan tenaga kerja luar keluarga.
Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu
komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja (Suratiyah,
2011). Intensitas tenaga kerja tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat
usahataninya (komersial atau subsisten), topografi dan jenis tanah, serta
jenis komoditas yang diusahakan. Selain itu, kebutuhan dan distribusi
tenaga kerja juga dipengaruhi oleh luas lahan yang digunakan dalam
usahatani.
Distribusi tenaga kerja per tahun dalam usahatani seringkali tidak
merata, tergantung kepada jenis komoditas yang diusahakan dan juga
proses produksinya. Misalnya untuk tanaman padi, pada saat pengolahan
tanah, penanaman, dan pemanenan dibutuhkan tenaga kerja dalam
jumlah banyak sehingga seringkali memerlukan tenaga kerja luar
keluarga. Sedangkan untuk aktivitas pemeliharaan biasanya dapat

37
diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga, bahkan penggunaan tenaga kerja
keluarga masih di bawah potensinya. Grafik penggunaan tenaga kerja tiap
bulan pada usahatani dapat dicontohkan pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Grafik Penggunaan Tenaga Kerja Tiap Bulan

Berdasarkan Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa pada saat-saat tertentu


jumlah tenaga kerja keluarga yang tersedia tidak dapat menyelesaika
pekerjaan sehingga dibutuhkan tenaga kerja luar keluarga. Contohnya,
pada bulan 9 dan bulan 1 kebutuhan tenaga kerja melebihi potensi tenaga
kerja keluarga, sehingga pada bulan tersebut diperlukan tenaga kerja luar
keluarga untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Sebaliknya pada
bulan-bulan lainnya kebutuhan tenaga kerja pada usahatani tersebut
berada di bawah potensi tenaga kerja keluarga. Maksudnya, keterediaan
tenaga kerja keluarga melebihi kebutuhan sehingga tercipta
pengangguran musiman. Pengangguran musiman tersebut dapat diatasi
dengan cara sebagai berikut (Suratiyah, 2011):

38
a. Cropping system, seperti tumpang sari dan mina padi. Sistem ini
dapat meningkatkan intensitasi penanaman dan menyerap tenaga
kerja lebih banyak
b. Menggunakan teknologi yang memerlukan lebih banyak tenaga
kerja
c. Diversifikasi vertikal, petani berserta keluarganya melaksanakan
sendiri semua proses dari produksi, pemrosesan hasil, dan
pemasaran hasil
d. Off-farm activities, anggota tenaga kerja dapat bekerja pada sektor
off-farm seperti menjadi buruh atau pekerja pada industri UMKM.
e. Transigrasi yang terarah pada diversifikasi tanaman pangan.

3. Ukuran Tenaga Kerja


Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga
kerja adalah man days atau HOK (Hari Orang Kerja). Besaran HOK untuk
masing-masing komoditas tentu berbeda karena berkaitan dengan proses
produksi pada setiap usahatani komoditas tersebut. Selain itu, biasanya
perbedaan wilayah juga menyebabkan perbedaan HOK (walaupun
komoditasnya sama). Hal ini sangat tergantung kepada manajemen petani
dalam mengatur kebutuhan tenaga kerja usahataninya.
Ukuran tenaga kerja sangat terkait dengan satuan waktu (jam kerja,
hari kerja dan bulan kerja). Selain itu, ukuran tenaga kerja juga tergantung
kepada jenis tenaga kerjanya (pria, wanita, anak, ternak, dan mesin).
Berikut adalah penyetaraan satuan kerja :
Hari kerja = 7 jam kerja
Minggu kerja = 6 hari kerja
Bulan kerja = 25 hari kerja
Wanita = 0.8 Pria
Anak = 0.5 Pria
1 HKP = 1 HOK

39
Berikut adalah contoh pencatatan kebutuhan tenaga kerja pada usahatani
tanaman Jagung Manis.

Tabel 5.4 Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Jagung Manis Per Ha
Tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang

Tenaga kerja dalam Tenaga kerja


No Aktivitas keluarga luar keluarga
JKP* JKW* JKP* JKW*
1 Pengolahan lahan 81.76 15.40 271.25 1.58
2 Penanaman 26.67 11.20 8.47 44.98
3 Pemupukan 1 24.71 7.44 25.76 -
4 Pemupukan 2 24.71 7.44 24.50 -
5 Pemupukan 3 6.23 0.70 13.30 -
Penyiangan dan
6 50.75 11.20 96.04 29.31
Pembumbunan
7 Pemberian Furadan 1 24.08 4.46 11.97 -
8 Pemberian Furadan 2 7.63 - 7.49 -
9 Penyemprotan 1 19.60 1.84 5.04 -
10 Penyemprotan 2 11.13 0.96 1.05 -
11 Penyemprotan 3 5.67 0.96 0.35 -
Jumlah 282.94 61.60 465.22 75.86
sumber: Amandasari (2013), diolah
JKP = Jumlah Jam Pria, JKW = Jumlah Jam Wanita
*hasil dari jumlah orang x jumlah hari x jumlah jam/hari

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dihitung penggunaan tenaga kerja dalam


satuan HOK (Hari Orang Kerja). Berikut adalah perhitungan HOK untuk
kasus usahatani jagung manis di Desa gunung Malang
Tenaga Kerja Dalam Keluarga
𝐽𝐾𝑃 289.94
- HKP = ∑ = ∑ = 40.42
7 7
𝐽𝐾𝑊 61.60
- HKW = ∑ = ∑ = 8.8
7 7
- HOK = 40.42 + (8.8*0.8) = 47.46,

40
asumsi 1 HKP = 1 HOK dan 1 HKP = 0.8 HKW
Tenaga Kerja Luar Keluarga
𝐽𝐾𝑃 465.22
- HKP = ∑ = ∑ = 66.46
7 7
𝐽𝐾𝑊 75.86
- HKW = ∑ = ∑ = 10.84
7 7
- HOK = 66.46 + (10.84*0.8) = 75.13
asumsi 1 HKP = 1 HOK dan 1 HKP = 0.8 HKW
Sehingga HOK yang dibutuhkan untuk usahatani Jagung Manis di Desa
Gunung Malang pada tahun 2012-2013 adalah sebesar 122.59 HOK/ha.
4. Efisiensi Tenaga Kerja
Efisiensi tenaga kerja atau sering disebut sebagai produktivitas tenaga
kerja. Efisiensi tenaga kerja dapat diukur dengan memerhatikan jumlah
produksi, penerimaan per hari, dan luas lahan. Nilai produktivitas tenaga
kerja yang diperoleh dapat dibandingkan dengan produktivitas tenaga
kerja di wilayah lain pada komoditas yang sama atau dibandingkan
dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja di wilayah setempat.
a. Memerhatikan jumlah produksi
Efisiensi tenaga kerja dapat diukur melalui produktivitas tenag kerja.
Produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan
formulasi berikut:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎

Contoh:
Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha
Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha

Produktivitas tenaga kerja = 5,200 kg/122.59 HOK = 42.4 kg/HOK

Jadi produktivitas tenaga kerja pada usahatani jagung manis


berdasarkankan jumlah produksi adalah 42.4 kg/HOK.

41
b. Memerhatikan penerimaan per hari kerja
Penerimaan per hari kerja dapat dihitung melalui formulasi berikut:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 (ℎ𝑎) 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎

Contoh:
Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha
Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha
Harga produk per kg = Rp1,490/kg
Upah per hari = Rp 50,000/HOK

Penerimaan per hari kerja = (5200 x Rp 1490)/122.59 = Rp63,203/HOK

Jadi penerimaan per har kerja yang diterima oleh tenaga kerja adalah
Rp63,203/HOK. Nilai tersebut di atas upah riil tenaga kerja per HOK.

c. Memerhatikan luasan lahan


Efisiensi tenaga kerja dengan memerhatikan luasan lahan dapat
dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:

𝑙𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑟𝑎𝑝


𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖

Contoh:
Luasan lahan = 1 ha
Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha
Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha
Waktu kerja = 80 hari

Efisiensi tenaga kerja = 1/(122.59/80) = 0.65 HOK/hari/ha

42
Jadi efisiensi tenaga kerja pada usahatani jagung manis dengan
memerhatikan luasan lahan adalah 0.65 HOK/hari/ha.

Efisiensi tenaga kerja juga dapat dihitung melalui ukuran Person-years


equivalent (equivalen orang kerja setahun), dengan formulasi sebagai
berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
𝑃𝑌𝐸 =
12 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

Contoh :
TK keluarga : 24 bulan kerja
TK luar keluarga : 15 bulan kerja

PYE = (24+15)/12 = 3.25 orang


Ukuran efisiensi tenaga kerja dengan menggunakan ukuran PYE dapat
dihitung melalui:
a. Nilai produksi per PYE
b. Luas lahan yang digarap per PYE
c. Total biaya tenaga kerja per luas lahan yang digarap
d. Unit kerja per orang (Kebutuhan PYE standar/PYE aktual)

5.3. Modal
Modal adalah barang ekonomi yang dapat digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa. Modal dalam usahatani dapat berupa
lahan, bangunan, peralatan, mesin, tanaman, ternak, ikan, bahan (sarana
produksi), stok produksi, uang tunai, dan piutang. Lahan sebagai modal
memiliki karakteristik khusus, seperti :
1. Tanah tidak dapat diperbanyak
2. Tanah tidak dapat dipindahkan
3. Dapat berpindah hak miliki

43
4. Dapat diperjualbelikan
5. Nilai (biaya) lahan tidak disusutkan
6. Bunga lahan dipengaruhi produktivitas
Suratiyah (2011) menjelaskan bahwa modal dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni land saving capital dan labour saving capital. Modal
dikatakan sebagai land saving capital jika dengan modal tersebut dapat
menghemat penggunaan lahan tetapi produksi dapat dilipatgandakan
tanpa harus memperluas areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit
unggul, pestisida dan intensifikasi. Sedangkan modal yang dikatakan
sebagai labour saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat
penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk
membajak, mesin penggiling padi (rice milling unit/RMU) untuk
memproses padi menjadi beras, dan sebagainya.
Modal usahatani juga dapat dikelompokkan menjadi real capital
dan non real capital. Modal yang termasuk real capital adalah lahan.
Sedangkan modal non real capital terdiri dari dua, yakni short run operation
capital (uang tunai, bibit, pupuk, obat-obatan, dll) dan long run investment
capital (mesin, peralatan, bangunan, ternak kerja, tanaman tahunan, dan
lainnya). Selain itu, dilihat dari modal sebagai kekayaan yang ada di
usahatani maka modal dapat dikelompokkan menjadi fixed assets (aset
tetap) dan working assets (aset kerja). Contoh asset tetap adalah lahan,
bangunan, mesin, peralatan, tanaman tahunan, ternak kerja, dan lain-lain.
Sedangkan contoh dari asset kerja adalah stok produksi, bahan (sarana
produksi), tanaman semusim, ternak unggas, perlengkapan, dan lain-lain.
Modal sebagai kekayaan usahatani dapat bersumber dari liabilities
(hutang jangka pendek dan hutang jangka pendek) dan equity (modal
pemilik). Pernyataan terkait aset, liabilities, dan equity dapat disajikan
dalam bentuk neraca, seperti contoh di bawah ini:

44
Gambar 5.5 Hipotetik Neraca Usahatani X per 31 Desember 2017

Secara umum, modal usahatani dapat bersumber dari modal


sendiri dan modal dari luar. Modal sendiri maksudnya adalah modal yang
bersumber dari kekayaan sendiri, sedangkan modal dari luar maksudnya
adalah modal yang bukan milik petani tetapi dikuasai oleh petani dan
harus dikembalikan kepada pemilik modal sesuai dengan perjanjian.
Contoh modal dari luar adalah kredit, dapat berupa kredit jangka pendek,
kredit jangka panjang, kredit investasi, maupun kredit modal kerja.
Kredit dapat bersumber dari lembaga formal maupun non formal.
Lembaga kredit formal contohnya adalah Lembaga Keuangan Bank (LKB)
dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Biasanya kredit yang
bersumber dari lembaga kredit formal telah memiliki syarat dan prosedur
yang diatur oleh aturan tertulis formal dan mempertimbangkan 5C (The
five C’s), yakni Character, Collateral, Condition of Economy, Capital, dan
Capacity. Sedangkan lembaga kredit non formal dapat dicontohkan seperti

45
kredit yang berasal dari rentenir, para pelepas uang, tetangga, keluarga,
dan lain-lain.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, modal usahatani dapat
berasal dari liabilities dan juga ekuitas. Ekuitas atau modal sendiri
biasanya tidak terlepas dari aktivitas usahatani dan non usahatani yang
dilakukan oleh petani yang kemudian memberikan kontribusi pada
penerimaan rumah tangga petani. Modal usahatani dibentuk oleh tiga
komponen, yakni adanya sisa/surplus yang dialokasikan dari
penerimaan rumah tangga petani, pengeluaran investasi, dan kredit.
Secara lebih jelas, pembentukan modal usahatani (capital formation) dapat
disajikan pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Diagram Alir Pembentukan Modal Usahatani

Modal usahatani digunakan petani untuk mengembangkan


usahatani. Pengembangan usahatani diharapkan dapat meningkatkan

46
performa dari usahatani yang kemudian berdampak pada peningkatan
pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani yang meningkat kemudian
diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup dari petani
tersebut sehingga menimbulkan multiplier effect pada segala sisi
kehidupan, baik aspek sosial maupun ekonomi dari petani dan
keluarganya.

5.4. Manajemen atau Pengelolaan


Lingkungan usahatani selalu berubah. Perubahan tersebut dapat
bersumber dari segala aspek, baik itu dari aspek ekonomi, aspek
teknologi, aspek agroklimat, aspek politik, maupun aspek sosial budaya.
Aspek-aspek tersebut dapat berubah secara parsial maupun secara
bersama-sama dengan aspek lainnya. Perubahan tersebut menuntut
petani selaku manajer usahatani untuk segera menyesuaikan agar
pelaksanaan aktivitas usahatani dapat berjalan sesuai dengan target.
Suratiyah (2011) menjelaskan manajemen sebagai salah satu faktor
produksi usahatani yang bersifat tidak langsung. Petani berperan selaku
manajer yang menjalankan empat aktivitas, yakni aktivitas teknis,
aktivitas komersial, aktivitas finansial, dan juga aktivitas akuntasi.
Penjelasan masing-masing aktivitas tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Aktivitas teknis
a. Memutuskan akan memproduksi apa dan bagaimana caranya
b. Memanfaatkan lahan
c. Membuat gambaran tentang teknologi dan peralatan yang akan
digunakan serta implikasinya pada penggunaan tenaga kerja
d. Menentukan skala usaha
2. Aktivitas komersial
a. Menghitung berapa dana pa saja input yang dibutuhkan baik yang
telah dipunyai maupun yang akan dicari

47
b. Menentukan kapan, dari mana, dan berapa jumlah input yang
diperoleh
c. Meramalkan penggunaan input dan produksi yang aka diperoleh
d. Menentukan pemasaran hasil, kepada siapa, di mana, kapan, dan
kualitas produksi atau hasil
3. Aktivitas finansial
a. Mendapatkan dana dari sendiri, dari pinjaman kredit bank, atau
kredit yang lain
b. Menggunakan dana untuk memeroleh pendapatan dan
keuntungan (jangka panjang)
c. Meramalkan kebutuhan dana untuk jangka panjang
4. Aktivitas akuntansi
a. Membuat catatan tentang semua transaksi baik bisnis maupun
pajak
b. Membuat laporan
c. Menyimpan data tentang usahanya.
Keseluruhan aktivitas tersebut harus dikelola dengan baik oleh
petani selaku manajer. Oleh sebab itu, petani diharapkan memiliki
pengetahuan, pengalaman, dan keterlampilan yang memadai, agar dapat
menyiapkan dan memilih alternative usaha yang terbaik.
Pengelolaan aktivitas-aktivitas usahatani oleh petani disebut juga
dengan manajemen. Manajemen adalah pengalokasian sumberdaya yang
terbatas untuk mencapai tujuan manusia di dunia dengan adanya risiko
dan ketidakpastian.
Secara umum diketahui terdapat empat fungsi manajemen, yaitu
planning, organizing, actuating dan controlling.
1. Planning (Fungsi Perencanaan), meliputi penetapan tujuan dan cara
atau metode untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi perencanaan
dalam usahatani dapat dilakukan oleh petani dengan cara
menetapkan beberapa tujuan dari aktivitas usahataninya,
menentukan sumberdaya yang diperlukan, menentukan langkah dan

48
metode untuk mencapai tujuan, serta menetapkan standar kesuksesan
dari aktivitas usahatani yang dijalankan
2. Organizing (Fungsi Pengorganisasian), meliputi membagi seluruh
kegiatan besar menjadi kegiatan yang lebih kecil dan kemudian
mengalokasikan semua sumberdaya yang tersedia untuk setiap
kegiatan yang akan dilakukan. Pengorganisasian dapat dilakukan
dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang
harus mengerjakan, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan,
siapa yang bertanggungjawab atas tugas tersebut dan pada tingkatan
mana keputusan harus diambil. Pengorganisasian akan
mempermudah petani dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang tepat untuk melaksanakan setiap aktivitas
usahatani.
3. Actuating (Fungsi Pelaksanaan), meliputi seluruh rangkaian
pelasaksaan aktivitas atau tugas yang diberikan. Pelaksanaan harus
sejalan dengan perencanaan dan pengorganisasian yang telah disusun
sebelumnya. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan, semua sumberdaya
yang tersedia harus dioptimalkan penggunaannya sehingga target
atau capaian yang diharapkan dapat dicapai.
4. Controlling (Fungsi Pengendalian), meliputi kegiatan dalam menilai
suatu kinerja berdasarkan pada standar yang telah dibuat pada saat
perencanaan. Pengendalian dapat dilakukan melalui pengawasan,
supervisi, inspeksi, hingga audit. Tujuan utama dari pengendalian ini
adalah agar penyimpangan yang terjadi dapat diketahui lebih dini
sehingga target yang ditetapkan dapat tercapai.
Keberhasilan usahatani sangat tergantung kepada kemampuan
manajerial dari petani (selaku manajer usahatani). Kemampuan
manajerial petani dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman,
pengetahuan, dan wawasan yang dimilikinya. Suratiyah (2011)
menyebutkan bahwa manajemen sebagai sumberdaya sangat
dipengaruhi oleh human capital pengelola usahatani tersebut. Produksi
yang dihasilkan oleh petani akan berbeda dengan petani lainnya
walaupun input yang digunakan sama. Hal ini mengindikasikan bahwa

49
manajemen seorang petani sangat memengaruhi hasil dari aktivitas
usahataninya. Beberapa peneliti (Abu dan Kirsten (2009); Charoenrat dan
Harvie (2012); Shuwu (2006); Nganga et al (2010); Rahman (2003) dan lain-
lain) juga menyimpulkan hal serupa, bahwa pengalaman (salah satu
aspek dari kemampuan manajerial) memengaruhi tingkat keberhasilan
usahatani (profit maupun efisiensi usaha).
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan usahatani merupakan sesuatu yang harusnya telah
direncanakan sejak dini oleh petani, yaitu ketika petani menetapkan
tujuan dari aktivitas usahatani yang dilakukan. Namun demikian,
seringkali petani tidak menganggap penting penentuan tujuan tersebut.
Sebagian besar petani (terutama petani skala kecil/gurem) menganggap
bahwa mengelola usahatani adalah sesuatu pekerjaan turun temurun,
begitu-begitu saja, tidak berubah, dan tanpa tujuan (mengalir saja).
Dengan demikian, petani kesulitan untuk mengukur keberhasilan dari
aktivitas usahataninya. Padahal, jika tujuannya jelas dan fungsi-fungsi
manajemen dapat dijalankan sebagaimana mestinya maka petani akan
lebih mudah mengarahkan dan mengambil keputusan terkait aktivitas
usahataninya.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa lingkungan usahatani
selalu berubah. Perubahan yang terjadi tentu menjadi sumber risiko dan
ketidakpastian. Secara teoritis risiko dibedakan dengan ketidakpastian.
Disebut risiko jika dihadapkan pada adanya peluang terjadinya sesuatu.
Risiko dikaitkan dengan adanya frekuensi kejadian yang secara statistik
dapat dipelajari. Adanya frekuensi kejadian tentunya berdasarkan
pengalaman yang lalu yang dicatat dalam bentuk data historis. Berbeda
dengan risiko, ketidakpastian mengacu pada kemungkinan terjadinya
sesuatu tanpa ada informasi peluang kejadian. Petani yang tidak terbiasa
dengan perubahan akan kesulitan untuk berdaptasi sehingga mengalami
kesulitan dalam pengambilan keputusan.
Kegiatan usaha di subsistem usahatani sangat bergantung pada
proses biologis tanaman dan hewan. Proses biologis tanaman dan hewan

50
banyak bergantung pada kondisi alam seperti iklim, kondisi fisik tanah,
kondisi hama, dan penyakit. Sikap petani terhadap risiko berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan dalam mengalokasikan faktor-faktor
produksi. Apabila petani berani menanggung risiko maka akan lebih
optimal dalam mengalokasikan faktor produksi sehingga efisiensi juga
lebih tinggi (Shinta, 2011). Sikap petani terhadap risiko ada 3, yakni risk
averse, risk neutral, dan risk lover. Risk averse adalah sikap seseorang yang
tidak senang sehingga cenderung untuk menghindari sumber-sumber
risiko. Orang yang risk averse akan dihadapkan dengan konsekuensi tidak
dapat mengharapkan return yang tinggi juga. Risk neutral adalah sikap
seseorang yang menerima adanya risiko, tetapi tidak akan mau
mengambil risiko lebih demi mencoba mendapatkan return yang lebih
tinggi. Risk lovers adalah orang yang menyukai risiko dan menyadari
bahwa return yang tinggi diikuti oleh tingkat risiko yang tinggi pula.
Risiko dapat dianalisis dan dapat dijadikan dasar untuk
mengambil keputusan bisnis. Keputusan mengandung risiko dapat
dianalisis jika diketahui (1) tindakan, (2) penyataan, (3) peluang, (4)
konsekuensi, dan (5) kriteria pemilihan. Secara singkat diuraikan sebagai
berikut :
1. Tindakan, adalah keputusan berisiko harus mengandung alternatif
tindakan. Tindakan bersifat diskret dan berdiri sendiri. Misalnya:
a. dipupuk atau tidak dipupuk
b. menggunakan dosis pupuk A, B, C, atau D
c. menanam jagung atau padi atau kedelai
2. Pernyataan, menunjukkan dugaan pengambil keputusan terhadap
keadaan yang mungkin terjadi. Pernyataan juga berdiri sendiri.
Misalnya:
a. hujan atau tidak hujan
b. ikim buruk, rata-rata atau iklim baik
c. produksi berhasil, kurang berhasil, gagal
d. serangan hama tinggi, sedang, rendah, tidak ada hama

51
3. Peluang, tingkat kepercayaan atau keyakinan pembuat keputusan
dalam menentukan pernyataan dari suatu peristiwa. Total peluang
untuk semua pernyataan sama dengan 1. Misalnya:
a. Peluang hari hujan 0.4, peluang hari tidak hujan 0.6
b. Peluang kondisi iklim baik 0.3, kondisi iklim rata-rata 0.5, kondisi
iklim buruk 0.2
4. Konsekuensi, merupakan akibat yang ditanggung oleh pengambil
keputusan karena memilih tindakan tertentu. Misalnya:
a. Jika menanam padi pada kondisi iklim baik akan diperoleh
pendapatan Rp 4.000.000,- per ha
b. Jika tidak dilakukan pemupukan pada kondisi iklim buruk akan
menyebabkan kerugian Rp 2.600.000,- per ha
5. Kriteria memilih, merupakan dasar yang digunakan untuk
menentukan pilihan tindakan tertentu. Kriteria biasa dinyatakan
dalam bentuk fungsi tujuan (objective function). Misalnya maksimum
nilai harapan, minimum expected opportunity loss, dan lain-lain.

Contoh :
Petani Ujang di Desa Cisantana mengusahakan lahan 1 hektar. Pada lahan
tersebut dapat ditanami berbagai macam tanaman, seperti kubis, kentang,
atau jagung. Jika petani menanam kubis, pada kondisi curah hujan tinggi
akan memperoleh pendapatan 4.1 juta rupiah, pada kondisi curah hujan
sedang akan memperoleh pendapatan 3,5 juta rupiah, dan pada kondisi
curah hujan rendah petani akan memperoleh pendapatan 2 juta rupiah.
Jika petani menanam kentang, pada kondisi curah hujan tinggi akan
memperoleh pendapatan 2,5 juta rupiah, sedangkan pada kondisi curah
hujan sedang akan memperoleh pendapatan 4,5 juta rupiah dan pada
kondisi curah hujan rendah akan memperoleh 3 juta rupiah. Jika petani
menanam jagung, pada kondisi curah hujan tinggi akan memperoleh
pendapatan 3,5 juta rupiah, sedangkan pada kondisi curah hujan sedang
akan memperoleh pendapatan 3,4 juta rupiah dan pada kondisi curah
hujan rendah akan memperoleh pendapatan 2 juta rupiah. Diketahui

52
bahwa peluang terjadinya curah hujan tinggi 0,4 dan curah hujan rendah
0,3.

a. Tanaman apakah yang sebaiknya ditanam dengan menggunakan


kriteria maksimum nilai harapan (maximum expected value)?
b. Jika pengambilan keputusannya menggunakan kriteria minimum
expected opportunity loss, tanaman apa yang harus dipilih Pak Ujang?
Jawab:
Tabel Pay-off keputusan mengandung risiko

Curah Hujan Kubis Kentang Jagung Peluang


Rendah 2 3.0 2.0 0.3
Sedang 3.5 4.5 3.4 0.3
Tinggi 4.1 2.5 3.5 0.4

a. Melalui tabel pay off di atas, Expected value adalah sebagai berikut:
Menanam Kubis : (2 x 0,3) + (3.5 x 0,3) + (4.1 x 0,4) = 3.29
Menanam Kentang : (3 x 0.3) + (4.5 x 0.3) + (2.5 x 0.4) = 3.25
Menaman Jagung : (2 x 0.3) + (3.4 x 0.3) + (3.5 x 0.4) = 3.02
Jadi Keputusannya berdasarkan expected value yaitu menaman kubis
karena valuenya paling tinggi.

b. Keputusan dengan kriteria expected opportunity loss, adalah sebagai


berikut :
Menghitung terlebih dahulu loss dari masing-masing pernyataan
Curah Hujan Kubis Kentang Jagung Peluang
Rendah 1 0 1 0.2
Sedang 1 0 1.1 0.3
Tinggi 0 1.6 0.6 0.5
Perhitungan keputusan berdasarkan opportunity loss
Menanam Kubis : (1 x 0,3) + (1 x 0,3) + (0 x 0,4) = 0.6
Menanam Kentang : (0 x 0.3) + (0 x 0.3) + (1.6 x 0.4) = 0.64
Menaman Jagung : (1 x 0.3) + (1.1 x 0.3) + (0.6 x 0.4) = 0.87

Jadi keputusannya berdasarkan expected opportunity loss yaitu


menaman kubis karena loss-nya paling kecil.

53
TUGAS KEGIATAN BELAJAR :
1. Pelajarilah faktor-faktor usahatani pada unit usahatani (yang
menjadi studi kasus kelompok Anda)
a. Lahan (fragmentasi lahan, pola tanam atau pola ternak,
produktivitas lahan, intensitas tanam, indeks diversifikasi)
b. Penggunaan tenaga kerja berdasarkan aktivitas usahatani,
kemudian hitung dan jelaskan HOK dan efisiensi tenaga kerja
c. Jelaskan kondisi modal dari petani responden (deskripsi singkar
modal dan manajemen yang digunakan, sumber modal,
pembentukanmodal, asset yang dimiliki, penyusutan,
d. Jelaskan kondisi manajemen dari petani responden (fungsi-
fungsi manajemen yang dilaksanakan petani.

54
BAB 6
APLIKASI EKONOMI DALAM USAHATANI

Pada kegiatan usahatani, biasanya produsen dihadapkan pada


tiga pernyataan mendasar, yakni (1) Menentukan jumlah masing-masing
input yang digunakan pada proses produksi untk memeroleh
keuntungan maksimum; (2) Menentukan kombinasi input yang
meminimukan biaya produksi; dan (3) Menentukan kombinasi output
yang dapat memaksimumkan penerimaan. Pernyataan pertama dijawab
dengan menganalisis hubungan input dengan output. Pertanyaan kedua
dijawab dengan menganalisis hubungan antara input dengan input, dan
pernyataan ketiga dijawab dengan menganalisis hubungan antara satu
jenis output dengan jenis output lainnya.

6.1. Hubungan Input-Output


Produksi merupakan proses transformasi dua input atau lebih
menjadi satu atau lebih produk. Proses transformasi tersebut dapat
berupa proses fisik, kimia, atau biologis. Di dalam proses produksi, secara
fisik terdapat hubungan fungsional antara jumlah input yang digunakan
dengan jumlah output yang dihasilkan. Hubungan fungsional tersebut
disebut dengan fungsi produksi. Hubungan fungsional input-output
penting diketahui produsen untuk memahami perilaku rasional dalam
menentukan jumlah input, kombinasi input, jumlah output, dan
kombinasi jumlah output. Selain itu, mengetahui hubungan fungsional
input-output juga diperlukan ketika produsen menghadapi perubahan
harga input dana tau harga output bahkan ketika menghadapi adanya
perubahan teknologi.
Mengetahui fungsi produksi dan harga input dan output dapat
digunakan untuk menentukan jumlah penggunaan input yang
memaksimumkan keuntungan. Jumlah penggunaan input dan output

55
yang dihasilkan untuk mencapai keuntungan maksimum disebut
penggunaan input dan tingkat output optimal. Penggunaan jumlah input
yang optimal merupakan persoalan penting yang sering dihadapi oleh
produsen di dalam menjalankan aktivitas usahanya. Petani selaku
manajer akan dihadapkan pada persoalan berapa pupuk yang harus
digunakan dalam satu hektar tanaman jagung, berapa kilogram pakan
ternak yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan satu kilogram
daging ayam broiler, berapa tenaga kerja yang seharusnya digunakan
dalam mengoperasikan mesin penggilingan padi berkapasitas 5 ton per
jam, dan lain-lain. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mengetahui
hubungan jumlah penggunaan input dengan jumlah output yang
dihasilkan (fungsi produksi).
Fungsi produksi secara umum daoat dinyakan dakam tiga bentuk,
yakni grafik, tabelm dan matematik. Fungsi produksi secara matematik
dapat dinyakan sebagai berikut :

𝑌 = 𝑓 (𝑋1 , 𝑋2 , 𝑋3 , … … , 𝑋𝑛 ) (1)

di mana Y adalah jumlah output yang diproduksi, 𝑋𝑖 (i = 1, 2, … , n)


adalah jumlah input ke-I yang digunakan. Untuk mempermudah
memahami hubungan tersebut, fungsi produksi pada persamaan (1)
dapat disederhanakan dengan mengamati hubungan antara output
dengan satu input variabel, sedangkan input lainnya dianggap konstan.
Dengan demikian, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut :

𝑌 = 𝑓 (𝑋1  𝑋2 , 𝑋3 , … … , 𝑋𝑛 ) (2)
Contoh fungsi produksi yang dapat dipelajari misalnya adalah yang di
bahas oleh Doll dan Orazem (1984) dalam bentuk fungsi produksi klasik.
Disajikan dalam bentuk tabel (Tabel 6.1) dengan data hipotetik
penggunaan input (misalnya pupuk urea) dan ouput (misalnya gabah),
beserta angka-angka produk rata-rata, dan produk marjinal.

56
Tabel 4.1. Hubungan Input-Output pada Fungsu Produksi Klasik

Input X Output Y PMb Elastisitas


PRa
(Urea) (Gabah) Titik Rata-Rata PM/PR
0 0 - 0 - -
2 3.7 1.9 3.6 1.9 1.9
4 13.9 3.5 6.4 5.1 1.8
6 28.8 4.8 8.4 7.5 1.8
8 46.9 5.9 9.6 9.1 1.6
10 66.7 6.7 10.0 9.9 1.5
12 86.4 7.2 9.6 9.9 1.3
14 104.5 7.5 8.4 9.1 1.1
16 119.5 7.5 6.4 7.5 0.8
18 129.6 7.2 3.6 5.1 0.5
20 133.3 6.7 0.0 1.9 0.0
22 129.1 5.9 -4.4 -2.1 -0.7
Sumber: Doll and Orazem, 1984
aPR = Produk Rata-Rata; bPM = Produk Marjinal

Data pada Tabel 4.1 dapat dinyatakan dalam bentuk persaman


matematik seperti pada persamaan (3). Persamaan tersebut merupakan
bentuk fungsi produksi klasik yang bisa membantu dalam menganalisis
fungsi produksi menggunakan satu jenis input.
1
𝑌 = 𝑋2 − ( ) 𝑋3 (3)
30

Jika persamaan (3) tersebut digambar dalam grafik dua dimensi, maka
akan diperoleh grafik fungsi produksi seperti Gambar 6.1. Pada gambar
tersebut diperlihatkan tiga jenis kurva, yaitu Kurva Produk total , Kurva
Produk Rata-rata, dan Kurva Produk Marginal. Bentuk Kurva Produk
Rata-rata dan Kurva Produk Marginal sangat terkait dengan bentuk
Kurva Produk Total. Lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

57
Gambar 6.1 Kurva Produk total, Produk Rata-rata, dan Produk Marginal
Keterangan : KPT (Kurva Produk Total), KPR (Kurva Produk Rata-rata),
KPM (Kurva Produk Marginal)

1. Produk Rata-rata dan Produk Marginal


Produk Rata-rata (PR) atau Average Product adalah rata-rata output per
input variabel atau (Y/X), sedangkan Produk Marginal (PM) atau Marginal
product adalah perubahan produk total yang disebabkan oleh perubahan
input variabel, atau dalam bentuk matematik merupakan turunan fungsi
Produk Total (PT) atau (dY/dX) atau Y’.
Produk Rata-rata dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi teknis
penggunaan input variabel. Secara teknis, penggunaan input variabel
yang efisien adalah apabila setiap penggunaan input variabel tertentu
akan menghasilkan produk tertinggi. Dengan demikian, efisiensi teknis
untuk penggunaan input variabel tercapai pada saat Produk Rata-rata

58
maksimum. Dari persamaan (3) dapat dirumuskan fungsi Produksi Rata-
rata sebagai berikut :
𝑌 1
𝑃𝑅 = ( ) = 𝑋 − ( ) 𝑋 2 (4)
𝑋 30

Produk Rata-rata maksimum diperoleh jika turunan pertama


persamaan PR sama dengan nol. Hasil yang diperoleh adalah :
dPR/dX = 1 – (1/15)X = 0, atau X =15
Dengan demikian, penggunaan input variabel yang efisien adalah 15
unit. Pada saat X =15, produk total yang diperoleh adalah Y = 112.5. Jika
diperhatikan pada Tabel 6.1, X = 15 terletak antara X = 14 dan X =16, dan
Produk Total yang diperoleh terletak antara Y = 104.5 dan Y = 119.5. Hal
ini terjadi karena pada Tabel 6.1 hubungan input dan outputnya
dinyatakan dalam bentuk diskret. Titik Produk Rata-rata maksimum
tercapai pada titik singgung Kurva Produk Total (titik A), dengan
membuat garis bantu dari titik 0 ke titik singgung terluar Kurva Produk
total.
Selanjutnya, dari persamaan (3) juga dapat diturunkan Produk
Marginal (PM) yang merupakan turunan pertama dari fungsi TProduk
Total (TP). Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
𝑑𝑌 1
𝑃𝑀 = ( ) = 2𝑋 − ( ) 𝑋 2 (5)
𝑑𝑋 10

Produk Marginal adalah perubahan output Y yang disebabkan oleh


perubahan input X. Bagi produsen, informasi ini penting untuk
menentukan kapan tambahan input masih bermanfaaat untuk
meningkatkan produksi atau sebaliknya. Di samping itu, juga dapat
diketahui kapan penambahan input yang sama dapat menambah output
dengan tambahan yang semakin meningkat (increasing return), dan kapan
menambah input yang dapat meningkatkan jumlah output dengan
tambahan yang menurun (decresing return), dan kapan tambahan input
justru menyebabkan output berkurang. Dari persamaan (3) dan (5) dapat
diperoleh Produk Total maksimum, yaitu pada saat Produk Marginal

59
sama dengan nol. Hal ini berarti pada saat tambahan input tidak lagi
menambah output. Dari persamaan (5) dapat diperoleh :
PM = (dY/dX) = 2X – (1/110) X2 = 0 (6)
Secara matematik penyelesaian persamaan (6) akan menghasilkan dua
nilai X, yakni X1 = 0 dan X2 = 20. Dengan menggunakan kriteria turunan
kedua, (d2Y/d2X), diperoleh kepastian bahwa X yang memenuhi syarat
maksimisasi adalah X = 20. Produk total pada saat X = 20 adalah produk
total maksimum, yaitu Y = 133.33. Jika kita lihat pada Tabel 2.1 maka Y =
133.33 adalah output paling tinggi, sedangkan pada grafik diketahui
bahwa Produk total maksimum terdapat pada titik C.
Produk total maksimum menunjukkan efisiensi penggunaan input
tetap. Misalnya input tetap adalah lahan satu hektar, maka produk total
maksimum merupakan efisiensi penggunaan lahan seluas satu hektar
tersebut, karena pada saat itu jumlah output yang dihasilkan per satu
satuan input adalah yang tertinggi. Oleh sebab itu dari efisiensi produksi
dapat diketahui efisiensi teknis penggunaan input variabel dan efisiesi
teknis penggunaan input tetap.
2. Law of Diminishing Return
Law of Diminishing Return atau hukum kenaikan hasil yang berkurang
menjelaskan fenomena di mana penambahan input variabel kepada input
tetap akan menghasilkan penambahan produk yang semakin kecil.
Hokum ini tidak sama dengan penurunan produk total karena yang
dimaksud menurun atau mengecil adalah tambahan produk total yang
dihasilkan oleh tambahan sejumlah input variabel yang sama dengan
kombinasi input lain yang tetap.
Perhatikan Tabel 6.1 kolom penggunaan input X (urea). Input X selalu
bertambah dengan jumlah yang tetap, yakni 2 unit. Demikian juga dengan
jumlah produk total (Y) yang dihasilkan, selalu naik. Akan tetapi, terihat
bahwa tambahan produk total untuk setiap kenaikan input X semakin
menurun. Hal ini terjadi diakibatkan karena penambahan input variabel
menghasilkan tambahan produk total yang semakin berkurang karena

60
adanya input teap, misalnya luasan lahan yang tidak berubah yaitu seluas
satu hektar. Penambahan pupuk urea secara terus menerus pada lahan
satu hektar akan menyebabkan tambahan produk total semakin menurun.
Lebih jauh berarti, hukum tersebut tidak berlaku jika seluruh input
berubah (tidak ada input tetap).
3. Elastisitas Produksi
Hubungan lain yang menarik untuk dipelajari adalah konsep
elastisitas. Elastisitas produksi adalah persen perubahan output yang
disebabkan oleh persen perubahan input. Elastisitas produksi
dilambangkan dengan e dan dapat dituliskan sebagai berikut :
% 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑒= (7)
% 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡

Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut


𝑑𝑌
( ) 𝑑𝑌 𝑋
𝑒= 𝑌
𝑑𝑋 =( ) (8)
( ) 𝑑𝑋 𝑌
𝑋

Karena dY/dX adalah PM dan X/Y adalah 1/PR, maka rumus


elastisitas (8) dapat dinyatakan dengan PR dan PM sebagai berikut:
𝑒 = 𝑃𝑀/𝑃𝑅 (9)
4. Tiga Daerah Produksi
Pada saat penggunaan input bergerak dari 0 sampai mendekati titik
B’, maka elastisitas produksi lebih besar dari satu (e > 1). Daerah ini
disebut daerah produksi I. pada daerah produksi I, PR lebih kecil
dibandingkan PM. Pada daerah ini, awalnya PM meningkatkan sampai
pada titik maksimum, kemudian menurun. Sedangkan PR terus
meningkat sampai pada titik maksimumnya dan PR mencapai titik sama
dengan PM.
Dari titik B’ sampai sebelum C’, elastisitas produksi antara satu sampai
nol (0 < e < 1). Daerah ini disebut dengan daerah produksi II. Diketahui
pada daerah ini PR lebih besar dari PM. PM akan terus menurun sejalan
dengan semakin tingginya KPM. Pada saat KPM mencapai titik

61
maksimum (titik C0, maka PM mencapai titik nol. Titik ini merupakan
batas akhir dari daerah produksi II. Pada daerah produksi II, PR akan
terus menurun (namun PR tidak pernah mencapai titik nol atau negatif).
Daerah produksi II disebut juga daerah rasional, atau daerah di mana
produsen yang rasional (mencari keuntungan maksimum) akan
memutuskan penggunaan input yang optimal. Dengan asumsi produsen
mempunya kesempatan untuk menggunakan jumlah input sampai
dengan daerah produksi II.
Penggunaan input lebih besar dari titik C’ memiliki elastisitas
produksi negative (e < 0). Daerah ini disebut juga dengan daerah produksi
III. Produsen yang rasional tidak akan mungkin menggunakan input pada
daerah produksi III ini, karena dengan penambahan input akan
menurunkan produk total yang dihasilkan.
5. Penggunaan Input Optimal
Keuntungan maksimum dapat dicari jika diketahui harga input dan
harga output. Misalkan p adalah harga output Y dan h adalah harga input
X, maka keuntungan dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝜋 𝑝𝑌 − ℎ𝑋 (10)

Jika persamaan (10) memenuhi persyaratan fungsi keuntungan, maka


keuntungan maksimum diperoleh jika turunan pertama dari persamaan
(10) sama dengan nol, sehingga diperoleh sebagai berikut:

𝒅𝜋 𝑑𝑌 𝑑𝑌
= 𝑝 ( ) − ℎ = 0 atau 𝑝 ( ) = ℎ (11)
𝑑𝑋 𝑑𝑋 𝑑𝑋

Sisi kiri persamaan (11) merupakan perkalian antara harga output


dengan Produk Marginal (PM), disebut juga sebagai Nilai Produk
Marginal (NPM). Pada kondisi keuntungan maksimum NPM sama
dengan harga input (h). Persamaan (11) dapat juga dituliskan dalam
bentuk seperti di bawah ini :

62
𝒅𝑌 ℎ
= (12)
𝑑𝑋 𝑝

Keuntungan maksimum dapat dicapai pada saat produk marjinal sama


dengan rasio antara harga input dengan harga output (Gambar 6.2). Hal
ini menarik diketahui untuk meilihat prilaku produsen berkaitan dengan
kenaiakan harga input dan output. Jika proporsi kenaikan harga output
lebih besar dari proporsi kenaikan harga input maka produsen akan
meningkatkan penggunaan input dan produksi total akan meningkat.
Akan tetapi, jika proporsi kenaikan harga input lebih besar dibandingkan
dengan proporsi kenaikan harga output maka produsen akan mengurangi
penggunaan input sehingga produk Y akan turun.

Gambar 6.2 Penggunaan Input Pada Keuntungan Maksimum

Kondisi di atas berlaku jika produsen mengahadapi pasar input dan


pasar output dalam kondisi Pasar Persaingan Sempurna (PPS) atau
dengan kata lain produsen bertindak sebagai price taker. Berapapun
jumlah input yang dibeli atau berapapun jumlah output yang dihasilkan
dianggap tidak akan memengaruhi harga input dan harga output.

63
Jika melihat kembali persamaan fungsi produksi pada persamaan (3)
dan misalnya diketahui p = 2 dan h = 10. Berdasarkan persamaan (10)
maka dapat disusun persamaan keuntungan sebagai berikut :
1
𝜋 = 2 (𝑋 2 − ( ) 𝑋 3 ) − 10𝑋 (14)
30

Keuntungan maksimum diperoleh dengan memaksimumkan fungsi


di atas, yaitu jika turunan pertama fungsi tersebut sama dengan nol. Hasil
yang diperoleh adalah sebagai berikut :
𝑋 2 − 20𝑋 + 50 = 0 (15)
Dari persamaan (15) dapat diketahui dua nilai X, yakni X1 = 2.93 dan
X2 = 17.07. untuk memilih X mana yang benar perlu dilakukan
pemeriksanaan turunan kedua dari fungsi pada persamaan (14). Hasil
pemeriksaan turunan kedua, maka diketahui bahwa X yang memenuhi
syarat untuk memaksimumkan keuntungan adalah X = 17.07. Dengan
demikian diperoleh keuntungan maksimum adalah 80.47.
Selanjutnya perlu diketahui bahwa seringkali produsen mengambil
keputusan produksi bukan berdasarkan jumlah input optimal, tetapi
berdasarkan jumlah output optimal. Oleh sebab itu, perlu mempelajari
hubungan keuntungan dengan jumlah output yang dihasilkan atau fungsi
keuntungan berdasarkan jumlah output.
Keuntungan pada persamaan (10) didefinisikan kembali menjadi :
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝑉𝐶 − 𝑇𝐹𝐶 (16)

dimana TR adalah penerimaan total (Total Revenue), TVC adalah biaya


variabel total (Total variabel Cost) dan TFC adalah biaya tetap total (Total
Fix Cost). TR diperoleh dari perkalian antara jumlah produk yang
dihasilkan (Y) dengan harga produk itu sendiri (p). TVC merupakan
perkalian antara jumlah input (X) yang digunakan dengan harga input (h).
Sedangan TFC di dalam analisis jangka pendek tidak perlu diperhatikan
lebih lanjut. Oleh sebab itu, persamaan (16) dapat dinyatakan dalam
bentuk yang lebih detail, seperti:

64
𝜋 = 𝑝𝑌 − ℎ𝑋 − 𝑇𝐹𝐶, karena Y = f(X) sehingga X = f-1Y maka,

𝜋 = 𝑝𝑌 − ℎ𝑓 −1 (𝑌) − 𝑇𝐹𝐶 (17)

Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat output optimum yang


memaksimumkan keuntungan dapat diperoleh jika turunan pertama dari
fungsi keuntungan pada persamaan (17) sama dengan nol. Hasil akhir
akan diperoleh bahwa keuntungan maksimum dicapai manakala
keseimbangan antara besaran Marginal Revenue (MR) dengan Marginal
Cost (MC). Secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑑𝜋 ℎ
=𝑝− =0
𝑑𝑌 𝑑𝑌
( )
𝑑𝑋

𝑝=
𝑑𝑌
( )
𝑑𝑋

𝑝 = 𝑀𝐶

P atau harga output adalah tambahan penerimaan total yang


diperoleh dari setiap tambahan satu unit output atau dTR/dY atau biasa
dikenal dengan Marginal Revenue (MR). Dengan demikian, keuntungan
maksimum berdasarkan jumlah output yang dihasilkan tercapai pada saat
MR = MC.

6.2. Hubungan Input-Input


Produksi memerlukan dua jneis input atau lebih untuk
menghasilkan satu jenis produk atau lebih. Persoalan produksi yang
berkaitan dengan penggunaan bermacam input adalah bagaimana
komposisi penggunaan input yang dapat meminimumkan biaya untuk
memproduksi sejumlah produk tertentu. Untuk itu, perlu dipelajari

65
hubungan antara input dengan input lainnya di dalam menghasilkan
tingkar produksi tertentu.
Konsekuensi logis adanya penggunaan dua jenis input untuk
menghasikan satu jenis output adalah adanya berbagai kombinasi kedua
jenis input atau lebih untuk menghasilkan sejumlah output yang sama.
Kombinasi ini memiliki makna penting dalam kegiatan produksi. Makna
penting pertama adalah adanya substitusi antara satu jenis input dengan
jenis input lain. Misalnya produsen bisa mengurangi penggunaan tenaga
kerja dengan menambah penggunaan modal, atau sebaliknya untuk
menghasilkan sejumlah output yang sama.
Pemahaman terhadap adanya substitusi antara satu jenis input
dengan jenis input lain dalam menghasilkan sejumlah output yang sama
dipelajari pada kurva yang disebut dengan kurva isoquant. Kurva isoquant
menggambarkan tingkay produksi tertentu yang dihasilkan dengan
berbagai tingkat kombinasi penggunaan input.
Substitusi input oleh input lainnya mempunya perilaku yang
berbeda-beda. Satu input dapat disubstitusi dengan input lain dengan
daya substitusi konstan ataupun dengan daya substitusi menurun. Daya
substitusi konstan maksunya adalah tambahan satu jenis input dapat
mengurangi penggunaan input lain dengan laju pengurangan yang
konstan. Daya substitusi input yang menurun artinya, semakin banyak
tambahan satu input, input lain yang tergantikan akan berkurang dengan
laju pengurangan yang semakin menurun. Kurva isoquant mempunyai
sudut kemiringan (slope) negatif. Sudut kemiringan tersebut disebut juga
dengan daya substitusi marginal (Marginal Rate of Substitution – MRS).
MRS X2 untuk X1 daat dinyatakan secara matematis sebagai berikut :

𝑀𝑅𝑆 = 𝑋1 /𝑋2 (18)


Adanya subsitutsi antar input yang digunakan untuk
memproduksi output tertentu, memungkinkan untuk mengombinasikan
jumlah input tertentu yang memerlukan biaya yang sama. Oleh sebab itu,
penting juga untuk mempelajari hubungan kombinasi jumlah input
dengan anggaran tertentu atau biasa disebut dengan isocost. Sudut

66
kemiringan garis isocost tergantung pada rasio antara harga masing-
masing input.
Jika harga ouput diketahui maka melalui garis isocost dan isoquant
dapat diketahui kombinasi penggunaan input yang optimal. Dalam hal ini
yang disebut optimal adalah penggunaan input yang meminimumkan
biaya untuk menghasilkan sejumlah output tertentu, misalnya pada Y0.
Biaya minimum tercapai jika kurva isoquant bersinggungan dengan isocost
(Gambar 6.3). Secara matematik ini terjadi ketika sudut kurva isoquant
sama dengan sudut garis isocost.
(𝑋1 /𝑋2 ) = −(ℎ1 / ℎ2 ) (19)

Gambar 6.3 Penentuan Kombinasi Input pada Biaya Minimum

6.3. Hubungan Output-Output


Sumberdaya yang terbatas dapat digunakan untuk menghasilkan
lebih dari satu jenis output. Antara jenis output satu dengan jenis output
lain memiliki hubungan yang unik. Hubungan tersebut dapat berupa
hubungan kompetitif (competitive product), komplementer (complementary
product), suplementer (supplementary product), dan produk bersama (joint

67
product). Hubungan yang terjadi dinyatakan dalam kurva, yang disebut
dengan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) atau Production Possibility
Curve. Perlu digarisbawahi bahwa hubungan tersebut terjadi karena
keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Berikut akan dijelaskan secara
ringkas masing-masing hubungan tersebut.

1. Hubungan Kompetitif
Hubungan kompetitf terjadi bila satu jenis output ditingkan, maka
output yang lain akan berkurang. Hal ini terjadi karena pada suatu
sumberdaya yang jumlahnya terbatas, peningkatan suatu output berarti
alokasi penggunaan sumberdaya untuk output tersebut meningkat.
Akibatnya penggunaan sumberdaya untuk output yang lain terpaksa
dikurangi sehingga output yang lain tersebut juga akan berkurang.

(a) (b)

Gambar 6.4 Kurva Kemungkinan Produksi kompetitif

Ciri adanya kompetisi antara satu produk dengan produk lain


digambarkan dengan sudut KKK yang negative. Sudut kemiringan ini
disebut dengan daya desak marginal satu produk terhadap produk
lainnya atau dikenal dengan istilah Marginal Rate of Product Substitution
(MPRS). Terdapat dua kemungkinan hubungan kompetitif, yakni
hubungan kompetitif dengan daya desak marginal yang konstan dan
hubungan kompetitif dengan daya desak marginal yang menurun
(Gambar 6.4). Daya desak marginal konstan diperlihatkan pada gambar

68
6.4a, sedangkan daya desak marginal menurun diperlihatkan pada
Gambar 6.4b.

2. Hubungan Komplementer
Hubungan antar satu produk dengan produk lain bersifat
komplementer (complementary) jika satu produk ditingkatkan maka
produk lain akan ikut meningkat. Hal ini terjadi Karena produk yang satu
bisa digunakan sebagai input bagi kegiatan produksi lainnya.
Pada Gambar 6.5 hubungan komplementer diperlihatkan pada
segmen kurva A-B. Sudut kemiringan kurva positif pada segmen tersebut.
Pada segmen tersebut jelas terlihat peningkatan produk 1 juga akan
meningkatkan produk 2. Sedangkan pada segmen kurva B-C tidak lagi
menunjukkan hubungan komplementer tetapi menunjukkan hubungan
kompetitif.

Gambar 6.5 Kurva Kemungkinan Produksi Komplementer

3. Hubungan Suplementer
Hubungan suplementer terjadi apabila peningkatan satu jenis produk
tidak mengganggu produk lain (Gambar 6.6). Hal ini biasanya terjadi
apabila sumberdaya berlebih pada waktu-waktu tertentu. Misalnya
penggunaan tenaga kerja menjelang musim panen, dimana terjadi

69
kelebihan ketersediaan tenaga kerja. Sehingga tenaga kerja tersebut dapat
dimanfaatkan untuk cabang usahatani lainnya maupun untuk kegiatan
produktif lainnya. Kegiatan baru tersebut tidak akan menggangu kegiatan
produksi yang ada.

Gambar 6.6 Kurva Kemungkinan Produksi Suplementer

Pada Gambar 6.6 hubungan suplementer terjadi pada segmen A-


B. Pada segmen tersebut kurva berbentuk datar sejajar denngan sumbu
(produk 1). Artinya peningkatan produk 1 tidak akan mengganggu
produk 2. Akan tetapi, pada segmen B-C kurva kembali berbentuk
kompetitif. Hal ini berarti, jika penggunaan sumberdaya berlebih
dilakukan secara berlebihan pada akhirnya akan mengganggu kegiatan
produksi lain atau menjadi bersifat kompetitif.

4. Hubungan Produk Bersama


Hubungan produk bersama (joint product) terjadi jika terdapat
ketertarikan jumlah satu produk dengan produk yang lainnya (Gambar
6.7). Ketertarikan jumlah ini karena memang secara teknis, dua produk
atau lebih dapat dihasilkan serempak dalam satu proses produksi.
Contohnya, antara kulit domba dengan daging domba. Jika dua jenis
barang tersebut dianggap dua jenis produk yang berbeda, kedua produk

70
tersebut dapat dihasilkan pada satu ekor domba. Keterikatan jumlah
tersebut bisa dalam koefisien tunggal (Gambar 6.7a) atau juga bisa dalam
selang tertentu (Gambar 6.7b).

(a) (b)

Gambar 6.7 Kurva Kemungkinan Produksi Produk Bersama

Secara matematik sudut kemiringan KKP dapat dinyatakan


dengan Y1/Y2, atau dalam bentuk fungsi yang kontinu dinyatakan
dengan bentuk turunan fungsi tersebut yaitu dY1/dY2. Sudut kemiringan
di setiap titik kurva kemungkinan produksi berbeda-beda. Sudut
kemiringan ini dikenal dengan istilah Marginal Rate of Product Substitution
(MRPS). Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut:
𝑀𝑅𝑃𝑆 = 𝑑𝑌2 /𝑑𝑌1 (19)
Pemahaman terhadap MPRS ini belum dapat membantu produsen
menentukan kombinasi produk yang memaksimumkan penerimaan total
(Total Revenue). Keputusan ini memerlukan informasi harga masing-
masing produk. Jika harga masing-masing produk diketahui, maka
kombinasi dua produk atau lebih dapat dinyatakan dengan nilai
penerimaan (revenue). Hubungan antara kombinasi dua produk atau lebih
yang dapat memberikan nilai penerimaan yang sama disebut dengan
isorevenue. Sepanjang garis isorevenue terdapat nilai penerimaan yang

71
sama. Kemiringan garis isorevenue dinyatakan dengan rasio harga masing-
masing produk.
𝑅 = ℎ1 𝑌1 + ℎ2 𝑌2

𝑌2 = 𝑅 / ℎ2 − ( 1 ) 𝑌2 (20)
ℎ2

Kombinasi optimal dua produk dapat dicapai apabila garis


isorevenue bersinggungan dengan kurva kemungkinan produksi. Hal ini
juga berarti bahwa kemiringan garis isorevenue sama dengan kemiringan
kurva kemungkinan produksi (MPRS). Secara grafik dapat dilihat pada
Gambar 6.8, di mana titik kombinasi optimal tercapai pada titik A.

Gambar 6.8 Penentuan Kombinasi Optimal Dua Jenis Produk

Kombinasi dua produk akan memaksimumkan nilai penerimaan


jika NPM (Nilai Produk Marginal) kedua produk tersebut sama besar.
Penambahan produk Y2 akan menyebabkan produk Y1 berkurang, dan
sebaliknya. Hal ini berarti jika Y2 ditingkatkan maka akan terjadi

72
pengorbanan pada produk Y1. Nilai korbanan produk Y1 akibat
penambahan produk Y2 disebut juga dengan opportunity cost untuk
memproduksi tambahan Y2. Pada kondisi optimum, produk yang dipilih
harus mempunyai nilai produk marginal sama dengan produk lain yang
mungkin dipilih. Jika produsen memilih produk dengan nilai produk
marginal yang lebih kecil dari nilai produk marginal produk alternative
maka pilihan tersebut menjadi tidak optimal.

TUGAS KEGIATAN BELAJAR :


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan produk rata-rata dan produk
marginal. Ilustrasikan dengan menggunakan kasus pada petani
yang kelompok Anda pelajari!
2. Jelaskan bagaimana aplikasi prinsip ekonomi yang menggambarkan
hubungan input dan output pada kasus pada petani yang kelompok
Anda pelajari!

73
BAB 7
PENDAPATAN DAN EFISIENSI
USAHATANI

7.1. Analisis Pendapatan Usahatani


Aktivitas usaha atau bisnis yang dilakukan tidak akan terlepas
dari tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan jangka pendek maupun
tujuan jangka panjang. Tujuan juga dapat berupa tujuan ekonomi
maupun tujuan non ekonomi. Salah satu tujuan ekonomi dari aktivitas
usaha atau bisnis adalah memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari
korbanan yang telah dikeluarkan. Pendapatan yang diperoleh merupakan
salah satu indikator kinerja usaha yang telah dilakukan.
Analisis pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan beberapa
metode atau cara. Berdasarkan jenis usaha yang dilakukan, analisis
pendapatan usahatani dapat dilakukan melalui analisis cabang usahatani
(Farm Enterprise Analysis) dan analisis keseluruhan usahatani (Whole Farm
Analysis). Sedangkan berdasarkan waktu, analisis usahatani dapat
dibedakan menjadi analisis periode jangka pendek dan juga analisis
periode jangka panjang.
Cabang usahatani adalah sekumpulan hubungan input-output
yang melibatkan sumberdaya input yang digunakan untuk menghasilkan
satu atau lebih produk akhir. Analisis cabang usahatani yang dimaksud
adalah analisis keberhasilan pengusahaan satu cabang usahatani saja
(tanaman, ternak, ikan, atau lainnya). Misalnya beberapa penelitian
terdahulu mengkaji tentang analisis cabang usahatani, seperti Pendapatan
Usahatani jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor (Amandasari, 2013); Analisis Pendapatan Usahatani

74
Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
Jawa barat (Dewi and Fariyanti, 2017); Analisis Faktor Produksi dan
Pendapatan usahatani Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Bogor (Widhiasih, 2013); Pendapatan Usaha
Penggemukan Domba Jantan (kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm Dengan
Peternak di Desa Bojong Jengkol, Bogor) (Yunus, 2013), dan lain-lain.
Berikut adalah salah satu contoh tabel analisis pendapatan usahatani.

Tabel 7.1 Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Bayam (Kilogram) per


Hektar di Desa Ciaruteun Ilir Periode tanam Tahun 2013-2014
Usahatani sempit Usahatani luas
Uraian
MK MH MK MH
Penerimaan tunai 18.632.776 21.067.546 21.141.884 24.716.807

Penerimaan non tunai 35.398 44.887 42.369 85.767

Total penerimaan 18.668.174 21.112.433 21.184.253 24.802.574

a. Biaya tunai

Benih bayam 695.685 698.385 941.448 926.449

Pupuk kimia 489.466 381.446 533.236 421.105

Pupuk kandang(ayam) 1.800.334 1.755.152 2.430.296 2.521.409

Pestisida 136.160 138.240 78.706 107.136

Herbisida 26.444 16.750 89.040 86.653

Tali 403.666 266.718 490.627 277.620

TKLK 2.218.093 1.750.850 4.082.828 2.944.743

Biaya transportasi 66.667 66.667 319.206 315.873

Sewa lahan 535.253 607.183 584.915 616.860

Pajak lahan 17.125 18.760 13.814 16.358

75
Usahatani sempit Usahatani luas
Uraian
MK MH MK MH
Total biaya tunai 6.388.893 5.700.151 9.564.116 8.234.206

b. Biaya diperhitungkan

Sewa lahan (milik sendiri) 804.742 91.884 630.584 763.600

TKDK 3.583.117 3.142.790 1.864.042 1.604.067

Penyusutan peralatan 598.253 598.253 383.222 383.222

Total biaya
diperhitungkan 4.986.112 4.652.927 2.877.848 2.750.889

Total biaya 11.375.005 10.353.078 12.441.964 10.985.095


Pendapatan atas biaya tunai 12.243.883 15.367.395 11.577.768 16.482.601
Pendapatan atas biaya total 7.293.169 10.759.355 8.742.289 13.817.479
R/C Rasio atas biaya tunai 3,24 4,21 2,43 3,27
R/C Rasio atas biaya total 1.67 2.09 1.74 2.32
sumber: Dewi P dan Fariyanti A (2017)

Analisis usahatani total (Whole Farm Analysis) adalah analisis


pendapatan usahatani secara keseluruhan melibatkan semua cabang
usahatani yang dimiliki atau diusahakan oleh seorang petani. Misalnya,
dalam satu bidang lahan ditanami 3 tanaman secara monokultur
(misalnya padi, jagung, dan singkong) dan peneliti akan menganalisis
pendapatan usahatani dari ketiga tanaman tersebut sekaligus. Dalam
melakukan analisis keseluruhan usahatani, kita dapat melakukan analisis
arus uang tunai saja ataupun analisis arus tunai dan tidak tunai sekaligus
(akan dibahas pada poin berikutnya pada bab ini).
Melakukan analisis pendapatan usahatani tentu ada beberapa
konsep yang terlebih dahulu diketahui dan dipahami. Terdapat 3 konsep,
yakni pendapatan usahatani, penerimaan usahatani, dan pengeluaran
(biaya) usahatani. Berikut akan dibahas masing-masing dari konsep
tersebut:

76
1. Pendapatan Usahatani
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan adalah
balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi, seperti mesin, tenaga
kerja, dan modal. Pendapatan tidak hanya dapat diperoleh dari usaha
yang dijalankan tetapi juga diperoleh dari hasil menyewakan kendaraan
operasional, lahan, dan sebagainya. Dalam PSAK 23 (Rev 2009),
pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas
operasional perusahaan. Selain itu, secara harfiah, pendapatan usaha juga
daat diartikan sebagai selisih antara penerimaan dan semua biaya yang
dikeluarkan.
Keberhasilan usaha dapat diukur melalui analisis terhadap
pendapatan usaha. Melalui analisis pendapatan usaha maka dapat
diperoleh gambaran aktual usaha dalam mengalokasikan sumberdaya
yang dimiliki untuk memperoleh penghasilan yang bernilai positif.
Informasi berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dimanfaatkan untuk
perencanaan kegiatan usaha pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu,
konsep pendapatan tidak akan terlepas dari konsep penerimaan dan
biaya. Secara matematika hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut.
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶
dimana π adalah jumlah pendapatan yang diterima, TR adalah total
penerimaan (total revenue), sedangan TC adalah total biaya atau
pengeluaran yang dikorbankan (total cost).
Berdasarkan persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan (total revenue)
dengan total biaya (total cost). Jika selisih tersebut bernilai positif maka
usaha tersebut mendapatkan keuntungan. Namun, jika selisih tersebut
bernilai negatif maka usaha tersebut mengalami kerugian. Oleh sebab itu,
pendapatan suatu usaha dapat diketahui apabila informasi terkait kondisi
penerimaan dan pengeluaran atau biaya selama jangka waktu tertentu
dapat diketahui.

77
Di dalam usahatani, pendapatan usahatani dapat digunakan untuk
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan
faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri, atau
modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan
bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat
dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani
(Soekartawi et al. 1986). Namun, pendapatan yang besar tidak selau
menunjukkan efesiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan
yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang berlebihan.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas usahatani digunakan oleh
petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, pendapatan
yang diterima kemudian juga digunakan untuk kebutuhan kegiatan
usahatani pada periode selanjutnya.
2. Penerimaan usahatani
Penerimaan total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai produk
total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun
yang tidak dijual (Soekartawi et al. 1986). Penerimaan usahatani adalah
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, yang
merupakan hasil perkalian antara total produksi dengan harga jual. Istilah
lain dari penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani, yang
terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai usahatani dan penerimaan
tidak tunai usahatani.
Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan tunai usahatani (farm
receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan
pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai
hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri,
disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya
sehingga tidak memberikan hasil dalam bentuk uang. Selain itu,
penerimaan usahatani juga diperhitungkan dari kenaikan nilai inventaris
(misalnya kenaikan nilai inventaris dari tanaman tahunan yang masih
produktif). Penerimaan total usahatani diperoleh dari hasil penjumlahan

78
antara penerimaan tunai usahatani dengan penerimaan tidak tunai
usahatani.
3. Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran total usahatani disebut juga biaya produksi. Biaya
produksi adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan
di dalam produksi. Berdasarkan sifat, biaya digolongkan menjadi dua,
yakni biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel (variabel cost) adalah
biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan. Sedangkan biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang
tetap jumlah totalnya dalam kisaran volume kegiatan tertentu.
Di dalam usahatani, biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tunai
dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Biaya tunai
merupakan sejumlah uang yag dibayarkan untuk pembayaran barang
dan atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar secara tunai
maupun kredit. Biaya tunai dapat berupa sewa lahan dan pajak lahan,
biaya untuk bibit, obat-obatan, pupuk kimia, pupuk kandang, serta biaya
untuk tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai berguna untuk melihat
pengalokasian modal yang dimiliki petani. Biaya tidak tunai (biaya yang
diperhitungkan) adalah biaya-biaya yang seharusnya dibayarkan karena
telah menggunakan sumberdaya, sehingga biaya ini harus
diperhitungkan. Biaya tidak tunai meliputi biaya untuk tenaga kerja
keluarga, biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri,
penggunaan benih hasil persemaian sendiri.

7.2. Ukuran Penampilan Usahatani


Usahatani kecil dibedakan dari usahatani komersial oleh eratnya
dan pentingnya kaitan antara usahatani dan rumah tangga. Karena itu
dapat dipahami apabila usahatani komersial itu dilihat sebagai
perusahaan dan mengukur penampilannya dengan patokan atau norma
perusahaan. Patokan yang sama dapat diterapkan kepada usahatani kecil
yang dipandang sebagai perusahaan. Bagi usahatani yang dianggap

79
sebagai penunjang rumah tangga, tentunya harus digunakan patokan lain
yang relevan. Jadi dalam menghitung ukuran penampilan usahatani kecil
diperlukan kejelasan mengenai tujuan melakukan analisis.

Gambar 7.1 Arus Barang, Jasa, dan Uang pada Usahatani Kecil

Rumah tangga petani menyediakan dan memberikan kerja untuk


keperluan produksi usahatani. Sebaliknya, rumah tangga menerima
pendapatan berupa uang atau benda untuk langsung dikonsumsi. Tenaga
kerja keluarga dan usahatani menggunakan barang dan jasa ari unit
kegiatan lainnya di dalam sistem ekonomi yang dibelinya dengan uang
atau kadang-kadang dengan benda. Produk (output) usahatani
digunakan untuk beberapa kemungkinan, yaitu untuk dikonsumsi
langsung oleh keluarga petani, dijual ke unit kegiatan lainnya, dan untuk
dipakai sebagai alat pembayar. Rumah tangga juga memakai barang dan

80
jasa dari unit kegiatan lainnya yang umumnya dibeli dengan uang. Dalam
beberapa rumah tangga mungkin ada yang memperoleh kesempatan
bekerja di luar usaha tani sehingga menerima pendapatan berupa uang
dan benda. Untuk usahataniyang menggunakan kredit, sewaktu-waktu
dapat diterima pinjaman uang atau kredit dalam bentuk sarana produksi.
Bunga pinjaman-pinjaman tersebut harus dibayar dan jumlah
pinjamannya dibayar kembali dengan cara langsung atau dipotong dari
hasil penjualan produk usahatani (Gambar 7.1).
Ukuran penampilan usahatani dapat dibedakan menjadi
dua, yakni ukuran arus uang tunai dan ukuran pendapatan dan
keuntungan usahatani. Berikut dijelaskan maisng-masing dari
ukuran tersebut.

1. Ukuran Arus Uang Tunai


Dari Gambar 7.1 nampak bahwa dalam meninjau penampilan
usahatani perlu dibedakan antara yang berbentuk uang tunai dan yang
berbentuk benda. Untuk beberapa tujuan mungkin perlu diketahui
beberapa uang tunai yang dihasilkan usahatani dan dalam hubungan ini,
beberapa uang tunai yang tersedia bagi rumah tangga untuk membeli
makanan, bahan bakar, pakaian, membayar iuran, dan uang sekolah.
Berikut adalah beberapa ukuran arus uang tunai:
1 – 2 = 3 + 4 – 5 = 6 + 7 = 8
Ket :
1 = penerimaan tunai usahatani
2 = pengeluaran tunai usahatani
3 = pendapatan tunai usahatani
4 = pinjaman tunai usahatani
5 = bunga pinjamn dan pokok
6 = kelebihan uang tunai usahatani

81
7 = penerimaan tunai luar usahatani
8 = pendapatan tunai rumahtangga
Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai uang yang diterima
dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani
didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian
barang dan jasa bagi usahatani. penerimaan tunai usahatani tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula,
pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah
pinjaman pokok.
Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai
usahatani disebut pendapatan usahatani (farm net cash flow) dan
merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang
tunai.
Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk
usahatani, seperti pinjaman tunai harus ditambahkan dan pengeluaran
tunai usahatani yang tidak ada kaitannya dengan pe,belian barang dan
jasa, seperti bunga pinjaman dan uang pokok, harus dikurangkan. Neraca
ini adalah kelebihan yang tunai usahatani (farm cash surplus) dan
merupakan uang tunai yang dihasilkan usahatani untuk keperluan rumah
tangga.
Akhirnya, kelebihan uang tunai usahatani ditambah dengan
penerimaan tunai rumahtangga seperti upa kerja yang diperoleh dari luar
usahatani didefinisikan sebagai pendapatan tunai rumahtangga
(household net cash income). Jumlah ini adalah uang tunai yang tersedia
bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada
kaitannya dengan usahatani. Karena itu ukuran ini merupakan sebagian
dari ukuran kesejahteraan keluarga petani.
Arus uang tunai dapat dihitung untuk setiap periode. Banyak
hitungan uang dilakukan berdasarkan jangka waktu setahun. Walaupun
demikian, apabila, pola penerimaan dan pembayaran berlangsung

82
musiman, maka penilaian keadaan uang tunai mungkin perlu dilakukan
lebih sering, misalnya setiap triwulan atau bahkan setiap bulan.

2. Ukuran Pendapatan dan Keuntungan


Walalupun arus uang tunai itu penting untuk mengukur penampilan
usahatani, tetapi Nampak jelas dari Gambar 7.1 bahwa ukuran tersebut
tidak menceritakan keadaan seluruhnya. Yang tidak termasuk uang tunai
juga penting terutama dalam pertanian subsisten dan semi-subsisten.
Ukuran pembayaran yang juga mencakup nilai transaksi barang dan
perubahan nilai inventaris atau kekayaan usahatani selama kurun waktu
tertentu dapat dihitung.
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual
maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya, setahun,
dan mencakup semua produk yang :
a. Dijual
b. Dikonsumsi rumahtangga petani
c. Digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternal.
d. Digunakan untuk pembayaran
e. Disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun.
Untuk menghindari perhitungan ganda, maka semua produk yang
dihasiljkan sebelum tahun pembukuban tetapi dijual atau digunakan
pada saat tahun pembukuuan, tidak dimasukkan ke dalam pendapatan
kotor. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani ialah nilai produksi
(value of production) atau penetimaan kootor usahatanni (gross return).
Dalam menaksir pendapatan otor, semua komponen produk yang
ridak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Tanaman dihitung
dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar. Perhitungan
pendapatan kotor harus juga mencakup semua perubahan nilai tanaman
di lapangan antara permulaan dan akhir tahun pembukuan. Perubahan
semacam itu sangata penting terutama untuk tanaman tahunan. Meski
pun demikian, pada umumnya perubahan ini diabaikan karena

83
penilaiannya sangat sujar. Untuk ternak perubahan nilain ini umumnya
dihitung. Pembelian ternak dikurangkan dari pendapatan kotor karena
dianggap sebagai produk usahatani yang belum selesai. Dengan demikian
pendapatan kotor ternak dihitung sebagai :
Penjualan ternak + Nilai ternak yang digunakan untuk dikonsumsi
rumahtangga, pembayaran dan hadiah + Nilai ternak pada akhiri tahun
pembukuan - Pembelian ternak - Nilai ternak yang diperoleh sebagai
upah dan hadiah - Nilai ternak pada awal tahun pembukuan + Nilai hasil
ternak susu, telur.
Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan, total
sumberdaya yang digunakan dalam usahatnai. Nisbah seperti pendatan
kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan
intensitas operasi usahatani.
Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai
nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam
produksi, tetapi tidak termasuk tanaga kerja keluarga petani. Pengeluaran
usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi, nilai barang
dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau
berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Hal yang
sama berlaku bagi produksi usahatani yang digunakan untuk bibit atau
makanan ternak. Apabila dalam usahatani ini digunakan mesin-mesin
pertanian, maka harus dihitung penyusutannnya dan dianggap sebagai
pengeluaran. Pentusutan ini merupakan penuruan nilai investaris yang
disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan. Perlu dicatat
bahwa bunga modal milik sendiri atau yang dipinkam dan orang lain
tidak dihitung sebagai pengeluaran.
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluatan total
usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income).
Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan uang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan factor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan
modal milik sendiri atau modal pinjaman uang diinvestasikan ke dalam
usahatani. Karena itu ia merupakan ukuran keuntungan usahatani yang
dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.
Karena bunga modal tidak dihitung sebagai pengeluaran, maka

84
pembandingan tidak dikacaukan oleh perbedaan tingkat hutang.
Bagimanapun juga, pendapatan bersih usahatani merupakan langkah
antara untuk menghitung ukuran-ukuran keuntungan lainnya yang
mampu memberikan penjelasan lebih banyak.
Barangkali ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan
usahatani kecil ialah penghasilan bersih usahatani (net farm earning).
Angka ini diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan
mengurangkan bunga yang dibayarkan kepeada modal pinjaman.
Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani
untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap sumberdaya
milik keluarga yang dipakai di dalam usahatani. Apabila penghasilan
bersih usahatani ditambah dengan pendapatan rumahtangga yang
berasal dari luar usahatani, seperti upah dalam bentuk uang atau benda,
maka diperoleh penghasilan keluarga (family earnings). Bila untuk
keperluan perumusan kebijaksanaan atau perenvanaan diperlukan
penilaian terhadap kemiskinan atau sebaran pendapatan, maka ini harus
didasarkan kepada penghasilan keluarga.
Di dalam usahatani semi-komersial, imbalan kepada modal
merupakan patokan yang baik untuk penampilan usahatani. Apabila
sebagian modal diperoleh dari pinjaman, maka ada dua ukuran yang
dapat dipakai. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital)
dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan
bersih usahatani. Untuk keperluan ini, kerja keluarga dinilai menurut
tingkah upah yang berlaku. Asilnya biasanya dinyatakan dalam persen
terhadap nilai seluruh modal. Imbalan kepada modal petani (return to
farm equity capital) diperoleh dengan mengurangkan nilai kerja keluarga
dari penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini pun umumnya dinyatakan
dalam persen terhadap nilai modal petani.
Selanjutnya, imbalan kepaa tenaga kerja keluarga (return to family
labour) dapat dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan
mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran
imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja
dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan kepada tiap orang

85
(return to men). Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah
kerja di luar usahatani.

7.3. Efisiensi Usahatani


Pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan
usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan
beberapa usahatani (Soekartawi et al. 1986). Namun, pendapatan yang
besar tidak selau menunjukkan efesiensi yang tinggi karena ada
kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dari investasi
yang berlebihan. Oleh karena itu, analisis pendapatan usahatani selalu
diikuti dengan pengukuran efisiensi.
Efisiensi menurut Soekartawi (1995) merupakan gambaran
perbandingan terbaik antara suatu usaha dan hasil yang dicapai. Efisien
tidaknya suatu usaha ditentukan oleh besar kecilnya hasil yang diperoleh
dari usaha tersebut serta besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk
memperoleh hasil tersebut. Tingkat efisiensi suatu usaha biasa ditentukan
dengan menghitung per cost ratio yaitu imbangan antara hasil usaha
dengan total biaya produksinya. Untuk mengukur efisiensi suatu
usahatani digunakan analisis R/C ratio.
Secara teoritis, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C)
menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan
memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Analisis imbangan
penerimaan dan biaya (R/C) dapat diperhitungkan berdasarkan atas
biaya tunai dan biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dengan
membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu
periode tertentu. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dengan cara
membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total yang
dikeluarkan dalam satu periode tertentu. Apabila diperoleh nilai R/C > 1,
maka kegiatan usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena
kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang
lebih besar daripada pengeluarannya. Sedangkan nilai R/C < 1

86
menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak
menguntungkan, karena kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat
memberikan penerimaan yang lebih besar daripada pengeluarannya.
Nilai R/C = 1 berarti bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak
memberikan keuntungan maupun kerugian (impas), karena penerimaan
yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang
dikeluarkan oleh petani.
Apabila usahatani di awal aktivitasnya memerlukan investasi
yang sangat besar dibandingkan dengan penerimaan, maka kriteria
efisiensi dipergunakan NPV, IRR, dan B/C. Alasannya adalah 1) investasi
relative dibandingkan penrimaan yang sangat besar, sehingga
pengambalian modal bersifat jangka panjang; 2) ada pengaruh waktu
terhadap nilai uang dan tingkat suku bunga, artinya nilai uang yang
diterima saat ini tidak sama dengan nilai uang pada masa yang akan
datang. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing analisis.
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah analisis manfaat finansial yang
digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan
dilihat dari nilai sekarang (present value) arus kas bersih yang akan
diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang
dikeluarkan. Arus kas bersih adalah laba bersih usaha ditambah
penyusutan, sedang jumlah investasi adalah jumlah total dana yang
dikeluarkan untuk membiayai pengadaan seluruh alat-alat produksi yang
dibutuhkan dalam menjalankan suatu usaha. Jadi, untuk menghitung
NPV dari suatu usaha diperlukan data tentang: (1) jumlah investasi yang
dikeluarkan, dan (2) arus kas bersih per tahun sesuai dengan umur
ekonomis dari alat-alat produksi yang digunakan untuk menjalankan
usaha yang bersangkutan.
Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara
yang praktis untuk mengetahui apakah usaha menguntungkan atau tidak.
Keuntungan dari suatu usaha adalah besarnya penerimaan dikurangi

87
pembiayaan yang dikeluarkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
NPV adalah selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present
Value PV dari arus biaya (Soekartawi, 1996). Dalam kriteria ini dikatakan
bahwa usaha akan dipilih apabila nilai NPV lebih besar dari nol. Jika suatu
usaha mempunyai NPV kurang dari nol, maka tidak akan dipilih atau
tidak layak untuk dijalankan. Rumus NPV dalam analisis proyek
dituliskan sebagai berikut.
𝑛
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡
𝑁𝑃𝑉 = ∑
(1 + 𝑖)𝑡
𝑡=0

Dimana Bt adalah Benefit (penerimaan usahatani pada tahun ke-t), Ct


adalah cost (biaya usahatani pada tahun ke-t), n adalah umur ekonomis
usaha, sedangkan i adalah tingkat suku bunga yang berlaku.
2. Internal Rate of Return (IRR)
IRR menunjukkan kemampuan suatu investasi atau usaha dalam
menghasilkan return atau tingkat keuntungan yang bisa dipakai. Kriteria
yang dipakai untuk menunjukkan bahwa suatu usaha layak dijalankan
adalah jika nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku
pada saat usahatani tersebut diusahakan (Gittinger, 1993). Jadi, jika IRR
lebih tinggi tingkat bunga bank, maka usaha yang direncanakan atau yang
diusulan layak untuk dilaksanakan, dan jika sebaliknya usaha yang
direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan.
IRR adalah tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan
nol, karena present value cash inflow pada tingkat bunga tersebut akan sama
dengan initial investment. Secara matematik, IRR dapat dituliskan sebagai
berikut :
𝑁𝑃𝑉1
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖1 + (𝑖 − 𝑖1 )
𝑁𝑃𝑉1 − 𝑁𝑃𝑉2 2
Keterangan :
NPV1 = NPV yang bernilai positif

88
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV bernilai positif
i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV bernilai negative
3. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat
tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai
bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang
negatif. Dalam analisis ini, data yang diutamakan adalah besarnya
manfaat yang didapat. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa suatu
usaha akan dipilih apabila Net B/C > 1 (kegiatan usahatani
menguntungkan). Sebaliknya, bila suatu usaha memberi hasil Net B/C < 1
(kegiatan usahatani merugikan), maka proyek tidak akan diterima.
Usahatani yang memiliki nilai Net B/C = 1 maka kegiatan tersebut bersifat
impas (tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan). Secara
matematik, rumusan untuk Net B/C adalah sebagai berikut:
𝐵 − 𝐶𝑡
∑𝑛𝑡=1 𝑡
𝐵 (1 + 𝑖)𝑡
𝑁𝑒𝑡 =
𝐶 𝐶 − 𝐵𝑡
∑𝑛𝑡=1 𝑡
(1 + 𝑖)𝑡
Keterangan :
Bt = Benefit (penerimaan kotor pada tahun ke-t)
Ct = Cost (biaya kotor pada tahun ke-t)
n = umur ekonomis usaha
i = tingkat suku Bunga yang berlaku

89
TUGAS KEGIATAN BELAJAR :
1. Buatlah tabel input-output pada petani responden!
2. Analisislah cost and return pada petani responden!
3. Analisis ukuran pendapatan dan keuntungan dari rumahtangga
petani : gross farm income, total farm expenses, net farm income, net farm
earning, dst!

90
BAB 8
PERENCANAAN USAHATANI

Perencanaan usahatani bersifat menguji implikasi pengaturan


kembali sumberdaya usahatani. Petani selaku manajer usahatani tentu
akan mengevaluasi akibat-akibat yang disebabkan oleh perubahan dalam
metode produksi ataupun dalam lingkup organisasi. Kadang kala
perubahan yang dimaksud hanya berupa hal kecil, misalnya perubahan
varietas tanaman, penggunaan teknologi, dan lainnya. Akan tetapi, tidak
menutup kemungkinan perubahan yang terjadi bersifat besar seperti bila
mengubah lahan yang semula tidak bernilai mejadi lahan produksi yang
intensif.
Pada perencanaan usahatani maka ada beberapa langkah pokok
perencanaan yang perlu diperhatikan, yakni :
1. Menyusun rencana teperinci tentang cabang usahatani dan
metode/teknologi produksi
2. Menguji rencana dalam kaitannya dengan sumberdaya yang diminta,
apakah konsisten dengan kendala-kendala yang ada (institusional,
sosial, atau budaya) sebagai patokan
3. Mengevaluasi rencana dan menyusun urutan-urutan rencana
akternatif berdasarkan patokan yang sesuai
4. Menyusun perkiraan anggaran biaya dan pendapatan dari
pelaksanaan program kegiatan yang direncanakan.
Perencanaan usahatani harus memiliki fleksibilitas yaitu mampu
menyesuaikan pada segala perubahan (alam atau ekonomi). Secara umum
perencanaan usahatani dikelompokkan berdasarkan jangka waktu
rencana menjadi 3, yakni jangka pendek (< 1 tahun), jangka menengah (2-
5 tahun), dan jangka panjang (> 5 tahun).

91
Perencanaan usahatani dapat dilakukan pada usahatani sebagai
satu kesatuan (whole farm planning) atau sebagian saja (partial analysis).
Pada whole farm planning, semua rencana tanaman dan ternak ditinjau dan
penggunaan sumberdaya usahatani dipertimbangkan berdasarkan
keseluruhan kegiatan. Oleh sebab itu, anggaran disusun berdasarkan
semua penerimaan dan pengeluaran usahatani. Misalnya reorganisasi
atau mengusahakan usahatani baru. Sedangkan pada analisis parsial,
anggaran disusun hanya dengan memperhatikan aspek yang dipengaruhi
secara langsung oleh perubahan yang diusulkan. Misalnya, penggunaan
teknologi atau menyisipkan suatu usaha baru.

8.1. Perencanaan Parsial (Partial analysis)


Tujuan perencanaan parsial adalah untuk mengevaluasi akibat-
akibar yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam metode
produksi atau organisasi usahatani. Pada perencanaan parsial, yang
diperhatikan adalah faktor-faktor yang ada kaitannya dengan perubahan
saja. Sehingga kelebihan dari perencaan ini adalah tidak memerlukan
banyak data dibandingkan dengan anggaran usahatani keseluruhan dan
pengerjaannya pun lebih sederhana.
Dalam melakukan perencanaan parsial, beberapa ukuran
usahatani dapat dilakukan. ukuran tersebut seperti anggaran keuntungan
parsial, anggaran marjin kotor, anggaran impas, anggaran arus uang tunai
parsial, dan anggaran parametrik. Berikut dijelaskan beberapa contoh dari
masing-masing ukuran tersebut.
1. Anggaran keuntungan parsial
Dalam melakukan analisis anggaran keuntungan parsial, langkah-
langkah yang dilakukan adalah:
a. Menjelaskan perubahan dalam organisasi usahatani atau metode
produksi, secara hati-hati dan tepat
b. Mendaftar dan menghitung keuntungan dan kerugian yang
diakibatkan oleh perubahan itu. Komponen keuntungan adalah
pengeluaran atau biaya yang dihemat sebagai akibat dari

92
perubahan. Atau dapat dikatakan sebagai tambahan pendapatan
kotor atau penghasilan yang timbul sebagai akibat dari
perubahan. Sedangkan kerugian adalah pengeluaran atau biaya
tambahan ang terjadi akibat adanya perubahan atau dengan kata
lain merupakan pendapatan kotor atau penghasilan yang hilang
dan tidak akan diterima lagi sebagai akibat dari perubahan
tersebut.
c. Menghitung keuntungan tambahan yg merupakan selisih antara
keuntungan dan kerugian. Jika keuntungan tambahan lebih besar
dari kerugian yang ditimbulkan akibat perubahan maka
perubahan tersebut menguntungkan dan bisa dilaksanakan.
Namun, jika keuntungan lebih kecil dari kerugian yang
ditimbulkan akibat perubahan maka prubahan tersebut tidak
menguntungkan dan tidak bisa dilaksanakan.
d. Mendaftar faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan perubahan, berupa risiko perubahan,
implikasi perubahan, da keterlampilan atau hal lain yang
dibutuhkan.
Berikut ini disajikan contoh hipotetik dari seorang petani yang
berencana membeli traktor untuk mengelola usahataninya. Pembelian
traktor tersebut dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya tenaga kerja
yang disewa dan sekaligus memperoleh penghasilan karena dapat
mengerjakan tanah orang lain. Karena keterbatasan dana yang dimiliki,
maka traktor yang dibeli merupakan traktor bekas. Berikut adalah sebuah
analisis anggaran yang dibuat oleh petani tersebut disajikan pada Tabel
8.1.
Pertimbangan lain yang dalam perubahan yang dilakukan, antara
lain:
a. Pembelian traktor dapat meningkatkan ketepatan waktu kerja
b. Pembelian traktor mengurangi risiko tidak adanya traktr bila
diperlukan

93
c. Pembelian traktor berimplikasi pada dibutuhkannya dana
pinjaman sebesar Rp 500.000
d. Petani harus menambah jam kerja sebanyak 220 jam per tahun.

Tabel 8.1 Anggaran Parsial untuk Pembelian Sebuah Traktor

Berdasarkan Tabel 8.1 diketahui bahwa keuntungan tambahan yang


diperoleh adalah – Rp 28.500. Artinya, kerugian yang ditimbulkan dari
pembelian traktor bekas tersebut lebih besar daripada keuntungannya.
Oleh sebab itu, rekomendasai yang tepat adalah rencana pembelian
traktor bekas tidak direkomendasikan. Akan tetapi, rekomendasi tersebut
sangat tergantung dari kehendak petani untuk memiliki traktor atau
tidak.
Contoh lainnya adalah anggaran parsial dapat dilihat pada Tabel 8.2,
dimana perubahan yangdiusulkan adalah meningkatkan produksi sawi
dengan mengurangi luas lahan yang digunakan untuk tomat. Pada lahan
yang luasnya 2 hektar dapat ditanami tiga kali tanaman sawi dalam

94
setahun, tetapi hanya dua kali tanaman tomat. Tanaman-tanaman
tersebut tidak ditanam secara gilir pada lahan yang sama melainkan
dengan cara rotasi.

Tabel 8.2 Anggaran Parsial untuk Perubahan Perencanaan Tanaman

Berdasarkan Tabel 8.2 diketahui keuntungan yang diperoleh Rp


16.775, dimana penghasilan yang hilang akibat adanya rencana tersebut
lebih kecil dibandingkan dengan tambahan yang dihasilkan. Oleh sebab
itu, rencana tersebut sangat direkomendasaikan secara finansial.
2. Anggaran marjin kotor
Anggaran parsial yang ditunjukkan pada Tabel 8.2 dapat disusun
dengan lebih sederhana dengan menggunakan anggaran marjin kotor.
Penyajian yang lebih sederhana diperoleh dengan cara mengurangi biaya
variabel dari pendapatan kotor tiap tanaman. Pendapatan kotor disajikan
dalam Tabel 8.3 untuk tomat dan pada Tabel 8.4 untuk sawi. Kedua tabel

95
tersebut menggambarkan anggaran kegiatan yang disederhanakan untuk
kedua cabang usahatani.

Tabel 8.3 Anggaran marjin Kotor untuk Tomat

Tabel 8.4 Anggaran Marjin Kotor untuk Sawi

Anggaran parsial untuk menghitung keuntungan tambahan yang


diperoleh dari suatu perubahan dapat disusun dengan menggunakan
marjin kotor cabang usahatani sebagai berikut :

96
Kerugian :
Marjin kotor yang hilang
2 x 2 hektar tomat Rp 25.660

Keuntungan :
Tambahan marjin kotor
3 x 2 hektar sawi Rp 42.435
Keuntungan tambahan :
Rp 42.435 – Rp 25.660 = Rp 16.775

3. Anggaran impas
Analisis anggaran yang menggunakan cara titik impas secara
langsung dapat digunakan untuk melihat dan menentukan apakah
proyek dapat memberikan manfaat atau tidak. Cara menghitung titik
impas ini diawali dengan meberi tanda tertentu, dalam hal ini h untuk
simbol hours atau JK untuk simbol jam kerja. Parameter yang dinyatakan
dengan h ini merupakan variabel yang tidak dapat diduga secara pasti.
Pada analisis ini, analisis anggaran parsial ditulis sama dengan analisis
sebelumnya, hanya saja variabel yang tidak dapat diduga secara pasti
tersebut dihitung dengan menggunakan parameter h. Misalnya pada
bagian pengeluaran untuk bahan bakar dan perawatan atau pada
keuntungan yang dapat dihemat karena adanya traktor, atau pula pada
penghasilan yang diperoleh dari mengerjakan tanah milik orang lain. Bila
keuntungan tambahan sama dengan nol (dalam keadaan seimbang bila
keuntungan tambahan tercapai), maka parameter h dapat dihitung, yaitu
21.33 jam kerja.

97
8.2. Perencanaan Menyeluruh (Whole Farm Planning)
Perencanaan menyeluruh memiliki beberapa pendekatan, seperti
berdasarkan pengalaman petani, mulai dari apa yang akan dihasilkan
hingga mengevaluasi faktor-faktor yang relative tetap pada saat akan
mengusahakan atau mengorganisasi usahatani, seperti tanah, iklim,
modal, keterlampilan.
Perencanaan usahatani menyeluruh dilakukan dengan beberapa
tahapan, seperti :
1. Meninjau/mengorganisasikan seluruh cabang usahatani *tanaman,
ternak, ikan)
2. Meninjau dan menggunakan sumberdaya usahatani berdasarkan
keseluruhan kegiatan
3. Anggaran disusun berdasarkan semua penerimaan dan pengeluaran
usahatani, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Contoh perencanaan menyeluruh mencakup penggunaan
tanah/lahan (luas tiap kegiatan, jadwal tanam, urutan tanaman),

98
penggunaan air, ketersediaan dan penggunaan tengaa kerja. Khusus
ternak pertimbangkan pakan apakah di produksi sendiri atau dibeli,
kebutuhan sarana produksi (jenis, jumlah, waktu), kebutuhan peralatan
dan bangunan, kebutuhan modal, dan lain sebagainya. Simulasi
perencanaan dapat dilakukan melalui program sederhana, program linier,
program berfaktor risiko, dan penilaian investasi.
Pada analisis penilaian investasi, analisis perencanaan dilakukan
dalam jangka panjang. Oleh sebab itu kriteria investasi digunakan, seperti
analisis NPV, B/C rasio, IRR, Payback periode. Selain itu, perlu dilakukan
analisis kelayakan usaha dari sisi non finansial seperti kelayakan aspek
teknis, komersial atau pasar, manajemen, ekonomi dan sosial, serta aspek
hukum.

TUGAS KEGIATAN BELAJAR :


1. Buatlah analisis perencanaan parsial meliputi anggaran keuntungan
parsial dan margin kotor pada kasus unit usahatani petani
responden yang kelompok Anda pelajari!

99
CONTOH KUESIONER
CABANG USAHATANI

100
KUESIONER PETANI TANAMAN SEMUSIM

I. IDENTITAS PEWAWANCARA

Nama Lengkap :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tanda Tangan :
Pewawancara

II. IDENTITAS PETANI RESPONDEN

1. Nama : ________________________
2. Umur : _____ tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Alamat :RT _____ RW_____
Desa _________________
Kecamatan _________________
Kabupaten _________________
Provinsi _________________
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Sekolah Dasar (SD)
[ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)
[ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)
[ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________
[ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________
6. Pengalaman mengikuti pelatihan:
[ ] Budidaya ____ bulan
[ ] Pengolahan ____ bulan
[ ] Pelatihan lainnya ____ bulan, sebutkan ________________
7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun
8. Pekerjaan lain selain bertani:
[ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS)
[ ] Pedagang
[ ] Pemilik warung
[ ] Sebutkan ____________

101
III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI

3.1. Susunan Anggota Rumahtangga Petani


Umur Hubungan Membantu
No Nama L/P Pekerjaan
(Th) dg KK Ustan(Y/T)
1
2
3
4
5
6
7

IV. KARAKTERISTIK USAHATANI

4.1. Penguasaan lahan usahatani


Jarak
No Jenis Luas Status dari Jenis
Persil Lahana) (Ha) Penguasaanb) Rumah Tanaman
(KM)
1
2
3
4
5
6

a) Isi dengan: 1 = Lahan pekarangan; 2= Lahan kering; 3=Lahan sawah; 4=Kolam;


5=Lainnya sebutkan.
b) Isi dengan: 1 = Milik tanpa sertifikat; 2 = Milik dengan sertifikat; 3 = Sewa; 4 = Bagi
hasil; 5 = Pinjam; 6 = Lainnya ______________

1. Jika petani membeli lahan, perlu ditanyakan:


a. Harga beli lahan : Rp. …...........................................
b. Luas lahan : …………….. ha
2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait :
a. Periode sewa : ...................................... sampai ......................................
b. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun

102
c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3.
Lainnya, Sebutkan ................
d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3.
Dibagi dua
e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap
terkait :
a. Periode sakap : ...................................... sampai ......................................
b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difoto)
4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait :
a. Periode garap :
..................................................................................................
b. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
5. Jika status lahan gadai,
a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku
.........................................

.................................................................................................................................
.
b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan):
Nama :
..................................................................................................................
Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................
c. Periode gadai : mulai .................................... sampai
.......................................

103
d. Nilai gadai : Rp
...................................................................................................
e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas

4.2. Penguasaan Alat dan Bangunan


Taksiran
Jenis Kondisi
No. Jumlah/Ukuran Nilai
Alat/Bangunan sekarang
(Rp)
1
2
3
4
5
6

V. USAHATANI TANAMAN SEMUSIM

5.1. Sebutkan cabang usahatani (untuk tanaman semusim)


- ………………..
- ………………..
- ………………..
- ………………..

5.2. Pola tanam dalam satu tahun (Beri penjelasan monokultur,


tumpang sari atau polikutur)

September s/d Agustus

5.3. Input Produksi Usahatani


Tempat
Input Satuan Jumlah Harga
Beli
Lahan

104
Tempat
Input Satuan Jumlah Harga
Beli
Benih/Bibit
a. ...
b. ...
c. ...
d. ...
Pupuk Kimia
a. Urea/ZA
b. TSP
c. KCl
d. NPK
Pupuk Kandang
Kapur
Pestisida Cair
a. Herbisida
b. Insektisida
a. Fungisida
Pestisida Padat
a. Herbisida
b. Insektisida
b. Fungisida
Lainnya:
a. ...................
b. ...................
c. ...................
d. ...................
1) 1=produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5= kios
desa; 6= koperasi; 7=kelompok tani

5.4. Penggunaan tenaga kerja per musim


TK Dalam TK Luar Keluarga
N
Kegiatan Keluarga
o a) Pria a) Wanita Priaa) Upah Wanitaa) Upah
1 Penamanam
2 Pemupukan
3 Penyiangan
4 Pemangkasan

105
TK Dalam TK Luar Keluarga
N
Kegiatan Keluarga
o
Priaa) Wanitaa) Priaa) Upah Wanitaa) Upah
5 Pengendalian
HPT
6 Panen
7 Pascapanen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari

5.5. Biaya usahatani lainnya per musim


Jenis Biaya Satuan Jumlah Nilai
a. Iuran irigasi
b. Sewa alat pertanian
c. Sewa lahan
d. Pajak tanah
e. Bahan bakar
f. Listrik
g. Lainnya
h. Total biaya lainnya

5.6. Peralatan usahatani


Jenis Aset Unit Harga/Satuan Umur Nilai(Rp)
ekonomis
a. Cangkul
b. Kored
c. Sabit
d. Handsprayer
e. Garpu/skop
f. Pompa
g. Ajir
h. Mulsa
i. Terpal
j. Gerobak
k. Lainnya

106
5.7. Produksi (Output)
Nama Produk Satuan Jual Kons Benih Total
1. ........................
2. ........................
3. ........................
4. ........................
Total

VI. PEMASARAN OLEH PETANI

6.1. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom
jual pada poin 5.7
Jml Harga Nilai
Nama Produk Pasar1 Bayar2
(kg) (Rp/kg) (Rp)
1. .......................
2. .......................
Total
Keterangan:
1) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul
kecamatan; 3= Pedagang besar; 4= Warung; 5= Perusahaan Pengolah ; 6= Lainnya
2) Cara pembayaran: 1= Tunai; 2= Dibayar dimuka; 3= Dicicil; 4= Lainnya

VII. PENERIMAAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA

7.1. Penerimaan rumahtangga petani dari Non-Usahatani selama satu


tahun terakhir
Nilai
Sumber Nilai Per Nilai Per Nilai Per
No Per
Penerimaan Hari Minggu Tahun
Bulan
1 Gaji/Upah
2 Warung
3
4
5
6
7

107
7.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga
Jenis Pengeluaran Rupiah / Bulan
Makanan pokok
Pendidikan
Komunikasi/Pulsa
Rokok
Bahan bakar/energi/listrik
Lainnya ..........................
Total

108
KUESIONER PETANI TANAMAN TAHUNAN

I. IDENTITAS PEWAWANCARA

Nama Lengkap :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tanda Tangan :
Pewawancara

II. IDENTITAS PETANI RESPONDEN

1. Nama : ________________________
2. Umur : _____ tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Alamat :RT _____ RW_____
Desa _________________
Kecamatan _________________
Kabupaten _________________
Provinsi _________________
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Sekolah Dasar (SD)
[ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)
[ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)
[ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________
[ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________
6. Pengalaman mengikuti pelatihan:
[ ] Budidaya ____ bulan
[ ] Pengolahan ____ bulan
[ ] Pelatihan lainnya ____ bulan, sebutkan ________________
7. Pengalaman menjadi petani: ______ tahun
8. Pekerjaan lain selain bertani:
[ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS)
[ ] Pedagang
[ ] Pemilik warung
[ ] Sebutkan ____________

109
III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI

3.1. Susunan Anggota Rumahtangga Petani


Umur Hubungan Membantu
No. Nama L/P Pekerjaan
(Th) dg KK Ustan(Y/T)
1
2
3
4
5
6
7

IV. KARAKTERISTIK USAHATANI

4.1. Penguasaan lahan usahatani


Jarak
No Jenis Luas Status dari Jenis
Persil Lahana) (Ha) Penguasaanb) Rumah Tanaman
(km)
1
2
3
4
5
6

c) Isi dengan: 1 = Lahan pekarangan; 2= Lahan kering; 3=Lahan sawah; 4=Kolam;


5=Lainnya sebutkan.
d) Isi dengan: 1 = Milik tanpa sertifikat; 2 = Milik dengan sertifikat; 3 = Sewa; 4 = Bagi
hasil; 5 = Pinjam; 6 = Lainnya ______________

1. Jika petani membeli lahan setelah ada tanaman, perlu ditanyakan:


c. Harga beli lahan (termasuk tanaman): Rp.
…...........................................
d. Luas lahan : …………….. ha
e. Jumlah tanaman: ……………….. pohon
f. Umur tanaman: …………………tahun

110
2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait :
f. Periode sewa : ...................................... sampai ......................................
g. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun
h. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3.
Sekaligus setelah tanaman menghasilkan 4. Lainnya, Sebutkan
................
i. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3.
Dibagi dua
j. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap
terkait :
d. Periode sakap : ...................................... sampai ......................................
e. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difoto)
4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait :
d. Periode garap :
...................................................................................................
e. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
5. Jika status lahan gadai,
a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku
........................................................................................................................
........................................................................................................................
....................
b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan):
Nama
:.....................................................................................................................

111
Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................
c. Periode gadai : mulai ..................................... sampai
........................................
d. Nilai gadai : Rp ...................................................
e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas

4.2. Penguasaan Alat dan Bangunan


Taksiran
Jenis Kondisi
No Jumlah/Ukuran Nilai
Alat/Bangunan sekarang
(Rp)
1
2
3
4
5
6

V. USAHATANI TANAMAN TAHUNAN

5.1. Deskripsi Tanaman Tahunan


No Umur Jml Sambung Samping Produksi/Tahun
Jarak
Blok Tan Luas Pohon Umurc) Klon Sumber Jumlah
Klonb) Tanam Jumlah Bentuk
Kebun (Th) (Ha) (Th) Btg Btg
(mxm) (Kg) Produk
a) Atasd) Atase)
1
2
3
4
5
6
7
Keterangan:
a) Diusahakan tanaman dicatat menurut blok umur tanaman.
b) Jika campuran, sebutkan varietas atau klon yang dominan
c) Umur tanaman sejak dilakukan sambung samping
d) Klon batang atas anjuran
e) Isi dengan 1= Dari kebun sendiri; 2=Bantuan Pemerintah; 3=Bantuan Swasta; 4=Petani lain;
5=Beli; 6=Lainnya

112
5.2. Penggunaan input menurut blok umur tanaman
No Blok Bibit Urea TSP KCl P Kandang
Tanaman Phn Harga/ Kg Harga/ Kg Harga Kg Harga Kg Harga
a) Phn Kg /Kg /Kg /Kg
1
2
3
4
5
6
Keterangan: a) Lihat nomor urut blok tanaman pada tabel sebelumnya.

5.3. Penggunaan input menurut blok umur tanaman (Lanjutan)


No Blok Pestisida1 Pestisida 2 b)

Tanaman Kg/Lt Harga/Kg/lt Kg/Lt Harga/Kg/Lt Jumlah Harga


a)

1
2
3
4
5
6
Keterangan: a) Lihat nomor urut blok tanaman pada tabel sebelumnya.
b) Cantumkan jenis input lainnya

5.4. - A.Penggunaan tenaga kerja menurut blok umur tanaman


No. Blok Tanaman _______ Umur ________ Luas _________
TK Dalam TK Luar Keluarga
No Kegiatan Keluarga
Priaa) Wan a) Pria a) Upah Wan a) Upah
1 Penamanam
2 Pemupukan
3 Penyiangan
4 Pemangkasan
5 Pengendalian
HPT
6 Panen
7 Pascapanen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari

113
5.4. - B. Penggunaan tenaga kerja menurut blok umur tanaman
No. Blok Tanaman _______ Umur ________ Luas _________
TK Dalam TK Luar Keluarga
Keluarga
No. Kegiatan
Pria Wanita Pria Upah Wanita Upah
a) a) a) a)

1 Penamanam
2 Pemupukan
3 Penyiangan
4 Pemangkasan
5 Pengendalian
HPT
6 Panen
7 Pascapanen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari

VI. KEGIATAN PASCAPANEN

Jumlah yang diproses: ____________ kg

Jumlah Durasi
No Jenis Kegiatan Keterangan
(Kg) waktu
1
2
3
4
5
6
7
8

114
VII. PEMASARAN OLEH PETANI

7.1. Kegiatan penjualan 3 (tiga) kali penjualan terakhir


Biaya
Tgl Tujuan Bentuk Harga Jlh Sistem Biaya Biaya
Grade3) Bongkar
Jual jual1) Prdk2) (Rp/Kg) (Kg) bayar4) Angkut Karung
Muat

Keterangan:
1) 1. Pedagang pengumpul tingkat desa; 2. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan; 3.

Pedagang besar; 4. Eksportir; 5. Lainnya ___________


2) Bentuk produk sesuai dengan komoditas yang diamati
3) Isi dengan grade yang dinyatakan oleh pembeli:
4) 1. Tunai; 2. Dibayar dimuka; 3. Dibayar sebagian; 4. Lainnya _______

VIII. PENERIMAAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA

8.1. Penerimaan rumahtangga petani dari Non-Usahatani selama satu


tahun terakhir
Nilai
Sumber Nilai Per Nilai Per Nilai Per
No. Per
Penerimaan Hari Minggu Tahun
Bulan
1 Gaji/Upah
2 Warung
3
4
5

8.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga


Jenis Pengeluaran Rupiah / Bulan
Makanan pokok
Pendidikan
Komunikasi/Pulsa
Rokok
Bahan bakar/energi/listrik
Lainnya ..........................

115
KUESIONER PETERNAK

I. IDENTITAS PEWAWANCARA

Nama Lengkap :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tanda Tangan :
Pewawancara

II. IDENTITAS PETANI RESPONDEN

1. Nama : ________________________
2. Umur : _____ tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Alamat :RT _____ RW_____
Desa _________________
Kecamatan _________________
Kabupaten _________________
Provinsi _________________
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Sekolah Dasar (SD)
[ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)
[ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)
[ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________
[ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________
6. Pengalaman mengikuti pelatihan:
[ ] Budidaya ____ bulan
[ ] Pengolahan ____ bulan
[ ] Pelatihan lainnya____ bulan, sebutkan ________________
7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun
8. Pekerjaan lain selain bertani:
[ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS)
[ ] Pedagang
[ ] Pemilik warung
[ ] Sebutkan ____________

116
III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETERNAK

3.1. Susunan Anggota Rumahtangga Petani


Umur Hubungan Membantu
No Nama L/P Pekerjaan
(Th) dg KK Ustan(Y/T)
1
2
3
4
5
6
7

IV. KARAKTERISTIK USAHATERNAK

4.1. Identitas Usahaternak


Uraian
1. Jenis Hewan Ternak
2. Luas lahan (ha)
(termasuk kandang dan
lahan hijauan)
3. Status lahan
a. Lahan Milik
b. Lahan Sewa
4. Luas Kandang (m2)
5. Sifat usahaternak (utama
atau sampingan)
6. Jarak rumah ke kandang
(km)
7. Sistem dan Status
Pengusahaan Ternak:
a. Milik Sendiri
b. Bagi Hasil (membesarkan
ternak orang lain)

117
1. Jika petani membeli lahan, perlu ditanyakan:
a. Harga beli lahan : Rp. …...........................................
b. Luas lahan : …………….. ha
2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait :
a. Periode sewa : ...................................... sampai ......................................
b. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun
c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3.
Lainnya, Sebutkan ................
d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3.
Dibagi dua
e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap
terkait :
a. Periode sakap : ...................................... sampai ......................................
b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan.....% pemilik)
Baiya tenaga kerja (...% penyakap dan ...% pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difoto)
4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait :
a. Periode garap : ...........................................................................................
b. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan .......% pemilik)
Baiya tenaga kerja (....% penyakap dan…%pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
5. Jika status lahan gadai,
a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku
........................................................................................................................
b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan):
Nama :
........................................................................................................................
Status : 1. Petani 2. Lainnya, ....................................
c. Periode gadai : mulai .......................... sampai ........................................
d. Nilai gadai : Rp ...................................................
e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas

118
4.2. Aset Ternak
Nilai
Umur Thn Harga Nilai
Jenis Aset Satuan Jml sekarang
beli beli beli beli (Rp)
(Rp)
1. Ternak Ekor
a. Ayam
b. Bebek
c. Kelinci
d. Babi
e. Kambing
f. Domba
g. Kerbau
h. Sapi
i. ................

4.3. Aset Usaha Non-ternak


Jenis aset satuan Jml Thn Harga beli Nilai beli
beli (Rp)
1. Lahan m2
2. Kandang m2
a. permanen
b. semi
permanen
3. Peralatan:
a. Cangkul
b. Kored
c. Garpu/skop
d. Pompa air
e. Selang air
f. Gerobak
g. Pikulan
Pakan
Hijauan
h. Ember
i. Milkcan
j. Karet alas
k. Golok
l. Lainnya ....

119
Jenis aset satuan Jml Thn Harga beli Nilai beli
beli (Rp)
4. Kendaraan
a. Mobil
b. Motor
c. Sepeda
5. Lainnya....

Total

4.4. Penggunaan Input Usahaternak


Tempat
Jenis Input Satuan Jumlah Harga/Satuan
beli1)
Lahan m2
Kandang m2
Bibit Ekor
Pakan
a. Pabrikan
(konsentrat)
..................
b. Hijauan
c. Dedak
d. Bungkil
e. Ampas tahu
f. ....................

Vitamin
a. ....................
b. ....................
c. ....................

Antibiotik
a. .....................
b. .....................
c. .....................

Desinfektan

120
Tempat
Jenis Input Satuan Jumlah Harga/Satuan
beli1)
.......................
Air untuk ternak
dan kandang
Listrik untuk
ternak dan
kandang
Lainnya:
a. ...................
b. ...................
2) 1=Produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5=
koperasi; 6=kelompok tani

4.5. Penggunaan Tenaga Kerja


TK Dalam TK Luar Keluarga
Keluarga
No Kegiatan
Priaa) Wanita Pria a) Upah Wanita Upah
a) a)

1 Pembersihan
Kandang
2 Mencari
Pakan
(Hijauan)
3 Pemerahan
(untuk Sapi
atau
kambing)
atau
mengutip
Telur.
4 Pemeliharan
(chek
kesehatan,
inseminasi
buatan,
memberi

121
TK Dalam TK Luar Keluarga
Keluarga
No Kegiatan
Priaa) Wanita Pria a) Upah Wanita Upah
a) a)

makan dan
vitamin)
5 Panen
6 Pasca Panen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari

4.6. Biaya Lainnya


Jenis Rp/ekor Rp/siklus Siklus/tahun
Inseminasi Buatan
Sewa alat
Biaya angkut
Biaya pengemasan
Biaya retribusi
Biaya pajak
Biaya lainnya ..........
Total

4.7. Produksi (output)


Produk Satuan Jual Kons Bibit Total
1. ........................

2. ........................

3. ........................

4. ...........................

Total
*) Nama Produk disesuaikan dengan ternak yang diusahakan (Mis: Ayam/bebek, telur,
Sapi, Kambing, Susu), Peternak menjual hewan ternak hidup jarang mengolahnya lebih
lanjut, kecuali produk seperti telur asin dan susu olahan.

122
4.8. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom
jual pada poin 4.7)
Jml Harga Nilai
Nama Produk Pasar1 Bayar2
(Ekor) (Ekor/kg) (Ekor)
1. ..................

2. ..................

3. ..................

4. ..................

Total
Keterangan:
3) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul
kecamatan; 3= Pedagang besar; 4= Warung; 5= Perusahaan Pengolah ; 6= Lainnya
4) Cara pembayaran: 1= Tunai; 2= Dibayar dimuka; 3= Dicicil; 4= Lainnya

V. PENERIMAAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA

5.1. Penerimaan rumahtangga petani dari Non-Usahatani selama satu


tahun terakhir
Nilai
Sumber Nilai Per Nilai Per Nilai Per
No Per
Penerimaan Hari Minggu Tahun
Bulan
1 Gaji/Upah
2 Warung
3
4
5
6
7

123
5.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga

Jenis Pengeluaran Rupiah / Bulan


Makanan pokok
Pendidikan
Komunikasi/Pulsa
Rokok
Bahan bakar/energi/listrik
Lainnya ..........................
Total

124
KUESIONER PERIKANAN BUDIDAYA

I. IDENTITAS PEWAWANCARA

Nama Lengkap :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tanda Tangan :
Pewawancara

II. IDENTITAS PETANI RESPONDEN

1. Nama : ________________________
2. Umur : _____ tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Alamat :RT _____ RW_____
Desa _________________
Kecamatan _________________
Kabupaten _________________
Provinsi _________________
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Sekolah Dasar (SD)
[ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)
[ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)
[ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________
[ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________
6. Pengalaman mengikuti pelatihan:
[ ] Budidaya ____ bulan
[ ] Pengolahan ____ bulan
[ ] Pelatihan lainnya____ bulan, sebutkan ________________
7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun
8. Pekerjaan lain selain bertani:
[ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS)
[ ] Pedagang
[ ] Pemilik warung
[ ] Sebutkan ____________

125
III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI

3.1. Susunan Anggota Rumahtangga Petani


Umur Hubungan Membantu
No. Nama L/P Pekerjaan
(Th) dg KK Ustan(Y/T)
1
2
3
4
5
6
7

IV. KARAKTERISTIK USAHATANI

4.1. Profil Usaha Perikanan Budidaya


Uraian
1. Jenis Ikan
2. Luas kolam (ha)
3. Status kolam (ha)
a. Kolam Milik
b. Kolam Sewa
c. Kolam Sakap/Bagi hasil
d. Lainnya ..........................................
4. Sifat usaha (utama atau
sampingan)
5. Jarak rumah ke kolam (km)
6. Pola tanam per tahun
7. Tipe usaha perikanan
(monokultur/TS)

1. Jika petani membeli lahan, perlu ditanyakan:


a. Harga beli lahan : Rp. …...........................................
b. Luas lahan : …………….. ha
2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait :
a. Periode sewa : ................................... sampai ......................................

126
b. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun
c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3.
Lainnya, Sebutkan ................
d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3.
Dibagi dua
e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap
terkait :
a. Periode sakap : ...................................... sampai ......................................
b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan .......% pemilik)
Baiya tenaga kerja (....% penyakap dan ..% pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difoto)
4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait :
d. Periode garap : ..........................................................................................
e. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ....% pemilik)
Baiya tenaga kerja (..% penyakap dan.....% pemilik)
f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
5. Jika status lahan gadai,
a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku
........................................................................................................................
b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan):
Nama :......................................................................
Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................
c. Periode gadai : mulai ................................ sampai ..............................
d. Nilai gadai : Rp ...................................................
e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas

4.2. Aset Usaha Perikanan


Jenis Aset Satuan Tahun Unit Harga/Satuan Nilai(Rp)
beli
1. Kolam
2. Bangunan
3. Peralatan:

127
Jenis Aset Satuan Tahun Unit Harga/Satuan Nilai(Rp)
beli
a. Cangkul
b. Kored
c. Sekop
d. Jaring
e. Seser/serok
f. Pompa air
g. Terpal
h. Gerobak
i. Keramba
j. Jeriken
k. Ember
l. Lainnya ....
4. Kendaraan
a. Mobil
b. Motor
c. Sepeda
5. Bak
Penampungan
6. Lainnya....
Total

4.3. Penggunaan Input Usahatani


Tempat
Jenis Input Satuan Jumlah Harga/Satuan
beli1)
Kolam m2 -
Benih/Bibit
Pakan:
a. Pelet
b. Dedak
c. Pakan
lain.............
Pupuk Kandang
Vitamin
Kapur
Obat Cair

128
Tempat
Jenis Input Satuan Jumlah Harga/Satuan
beli1)
Obat
Padat
Lainnya:
a. ...................
b. ...................
1) 1=Produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5=
koperasi; 6=kelompok tani

4.4. Penggunaan Tenaga Kerja


TK Dalam TK Luar Keluarga
Keluarga
No Kegiatan
Priaa) Wanita Pria Upah Wanita Upah
a) a) a)

1 Persiapan kolam
2 Penebaran
benih
3 Pengelolaan air
4 Pemberian
pakan
5 Pemberantasan
Hama dan
Penyakit
6 Pemeliharaan
kolam
7 Panen
8 Pascapanen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari

4.5. Biaya Lainnya


Jenis Biaya Rp/Siklus Siklus/th
Sewa alat
Biaya angkut
Biaya pengemasan
Biaya retribusi
Biaya pajak
Biaya lainnya ..........

129
4.6. Produksi (output)
Nama Produk Satuan Jual Kons Benih Total
1. ........................
2. ........................
3. ........................
4. ........................
Total

4.7. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom
jual pada poin 4.6)
Jml Harga Nilai
Jenis Output Pasar1 Bayar2
(kg) (Rp/kg) (Rp)
1. .......................

2. .......................

3. .......................

Total
Keterangan:
1) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul

kecamatan; 3= Pedagang besar; 4= Warung; 5= Perusahaan Pengolah ; 6= Lainnya


2) Cara bayar: 1= Tunai; 2= Dibayar dimuka; 3= Dicicil; 4= Lainnya

V. PENERIMAAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA

5.1. Penerimaan rumahtangga petani dari Non-Usahatani selama satu


tahun terakhir
Nilai
Sumber Nilai Per Nilai Per Nilai Per
No. Per
Penerimaan Hari Minggu Tahun
Bulan
1 Gaji/Upah
2 Warung
3
4
5
6
7

130
5.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga
Jenis Pengeluaran Rupiah / Bulan
Makanan pokok
Pendidikan
Komunikasi/Pulsa
Rokok
Bahan bakar/energi/listrik
Lainnya ..........................
Total

131
DAFTAR PUSTAKA

Amandasari M. 2013. Pendapatan Usahatani jagung Manis di desa


Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor
Asmarantaka RW. 2007. Analisis Ekonomi Rumahtangga Petani Tanaman
pangan di Provinsi Lampung. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi
Pertanian. Vol 1 No 1 Juni 2007.
Bayu, K. 2001. Agribisnis. Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta.
Beneke, R.R. and r. Winterboer. 1973. Linear Programming Applications to
Agriculture. Iowa State University Press. Ames Iowa.
Kementerian Pertanian. 2013. Booklet Sensus Pertanian. Jakarta.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Calkins, P.H., D.D. Dipietre. 1983. Farm Business Management : Successful
Decisions in a Changing Environment. Macimilan Publishing Co, Inc.
Deborah, T.S (Yearbook Editor). 1989. Farm Management. How to Achieve
Your Farm Business Goals.
Doll, J.P, F. Orazem. 1984. Production Economics Theory with Applications.
Second Edition. John Wiley & Sons, Inc.
Efferson, J.N. 1953. Principles of Farm Management. Mc Graw Hill Book Co.
New York.
Halcrow, H.G. 1981. Economics of Agriculture. Mc. Graw Hill International
Book Co. New York.
Harsh, S.B., L.J. Connor and G.D. Schwab. 1981. Managing the Farm
Business. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs New Jersey.
Hernanto, Fadholi. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta
Pratica, D dan Fariyanti, A. 2017. Pendapatan Usahatani bayam di Desa
Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa
Barat. Forum Agribisnis

132
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. Penerbit Universitas Brawijaya (UB
Press). Malang
Suratiyah, Ken. 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI
PRESS). Jakarta.
Soekartawi, A. Soehardjo, J.L. Dillon, J.B. Hardaker. 1986. Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.

133
BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Panti (Pasaman, Sumatera Barat), 8 Februari


2018. Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut
Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
Program Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen. Penulis menyelesaikan program S1 Agribisnis IPB dalam
kurun waktu 3 tahun 6 bulan. Saat penulis masih menjalani studi di
semester 7 program S1, penulis juga terdaftar sebagai mahasiswa Program
Studi Magister Sains Agribisnis, Departemen Agribisnis, Institut
Pertanian Bogor melalui program akselarai S1 dn S2 (Fast track).
Tahun 2014-2017 penulis tercatat menjadi dosen honorer Institut
pertanian Bogor dan ditempatkan di unit kerja Departemen Agribisnis
FEM IPB. Terhitung Maret 2018, penulis resmi menjadi salah satu staf
pengajar di Departemen Agribisnis melalui rekruitmen dosen CPNS
tahun 2017 dan menjadi bagian dari Divisi Kebijakan Agribisnis. Penulis
terlibat di beberapa mata kuliah sebagai tim pengajar, seperti pada mata
kuliah Usahatani, Pembiayaan Agribisnis, Metode Kuantitatif Bisnis 1 dan
2, Peramalan Bisnis, dan Pengantar Kewirausahaan.
Sebagai dosen penulis juga aktif terlibat dalam beberapa
penelitian. Beberapa riset yang pernah dilakukan anatara lain adalah
Distribusi Beras di Indonesia, tahun 2018; Model Pembiayaan Mikro
untuk Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Petani, tahun
2016; Struktur Biaya dan Tingkat Harga Kewajaran Cabai dan Bawang
Merah pada Tiap Level Rantai Pemasaran, tahun 2016; Global Value Chains
Cacao and The Role of Indonesia in International Market, tahun 2016;
Kebutuhan dan Skim Pembiayaan pada Rantai Pasok Kopi di Provinsi
Lampung, tahun 2015. Selain itu, penulis juga aktif melakukan penulisan
ilmiah dan telah dipublikasikan di beberapa prosiding dan jurnal ilmiah.
Modul Usahatani ini merupakan buku pertama yang ditulis dan
diterbitkan.

134

Anda mungkin juga menyukai