1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp1.000.000.00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada
umum suara ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hal terkait sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) satu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MODUL USAHATANI
Penulis :
Tursina Andita Putri
Foto sampul:
Hamid Jamaludin Muhrim
Diterbitkan oleh :
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Jl. Kamper Wing 4 Level 5 Kampus IPB Dramaga – Bogor 16680
ISBN :
KATA PENGANTAR
v
tersebut disusun dengan sistematis sehingga diharapkan dapat
memudahkan mahasiswa untuk mempelajari usahatani sebagai bagian
dari sistem agribisnis.
Buku “Modul Usahatani” ini bisa terbit atas dukungan dari
berbagai pihak, baik di tingkat departemen, fakultas, institut, maupun
kementerian. Departemen Agribisnis juga memberikan apresiasi positif
dan penghargaan kepada Tim Pengajar Usahatani, yakni Dr. Ir. Nunung
Kusnadi (koordinator mata kuliah); Dr. Ir Dwi Rachmina, M.Si, Dr. Ir.
Anna Fariyanti, M.Si, Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM (tim dosen kuliah);
Tursina Andita Putri, M.Si, Triana Gita Dewi, M.Sc, Chairani Putri, BIAFS,
M.Si, Ach. Firman Wahyudi, M.Si dan Mahfudhotul ‘Ula, SE, M.Si (tim
dosen praktikum) atas semangat dan dedikasi yang sangat luar biasa
dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pada mata kuliah
Usahatani. Semoga buku ini memberikan manfaat yang seluas-luasnya
bagi masyarakat agribisnis.
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
BAB I ANALISIS INSTRUKSIONAL 1
BAB II RUANG LINGKUP ILMU USAHATANI 5
2.1 Pengertian Usahatani dan Ilmu Usahatani 5
2.2 Pengertian Petami dan Rumah Tangga Petani 6
2.3 Kondisi Usahatani di Indonesia 10
2.4 Kedudukan Ilmu Usahatani 14
BAB III FAKTOR SOSIOBIOFISIK DAN KLASIFIKASI USAHATANI 16
3.1 Faktor Sosiobiofisik pada usahatani 16
3.2 Klasifikasi Usahatani 18
BAB IV KEDUDUKAN USAHATANI DALAM SISTEM AGRIBISNIS 22
BAB V FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI 27
5.1 Lahan 27
5.2 Tenaga Kerja 35
5.3 Modal 43
5.4 Manajemen 47
BAB VI APLIKASI EKONOMI DALAM USAHATANI 55
6.1 Hubungan Input-Output 55
6.2 Hubungan Input-Input 65
6.3 Hubungan Output-Output 67
BAB VII PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI 74
7.1 Analisis Pendapatan Usahatani 74
7.2 Ukuran Penampilan Usahatani 79
7.3 Efisiensi Usahatani 86
vii
BAB VIII PERENCANAAN USAHATANI 91
8.1 Perencanaan Parsial 92
8.2 Perencanaan Menyeluruh 98
CONTOH KUESIONER 100
DAFTAR PUSTAKA 132
BIODATA PENULIS 134
viii
BAB 1
ANALISIS INSTRUKSIONAL
1
Substansi usahatani yang dibahas pada buku ini terdiri dari ruang
lingkup ilmu usahatani, faktor sosiobiofisik dan klasifikasi usahatani,
kedudukan usahatani dalam sistem agribisnis, faktor-faktor produksi
usahatani, aplikasi ekonomi dalam usahatani, pendapatan dan efisiensi
usahatani, dan perencanaan usahatani. Keseluruhan substansi tersebut
disusun dengan sistematis sehingga diharapkan dapat memudahkan
mahasiswa untuk mempelajari usahatani sebagai bagian dari sistem
agribisnis. Sistematika penulisan buku ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Ruang lingkup ilmu usahatani membahas terkait pengertian
usahatani dan ilmu usahatani, pengertian petani dan rumah tangga
petani, kondisi usahatani di Indonesia, dan kedudukan ilmu usahatani.
Dari bab ini diketahui bahwa ada beberapa konsep usahatani yang tidak
selalu sama dengan ilmu ekonomi pada perusahaan pada umumnya. Hal
ini disebabkan adanya ciri khas usahatani sebagai unit usaha produksi
pertanian. Usahatani di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan
klasik, seperti lahan sempit, permodalan terbatas, orientasi semi
subsisten, keterlampilan dan manajemen petani masih rendah,
produktivitas dan efisiensi rendah, teknologi cenderung masih
tradisional, price taker dan bargaining position lemah, serta pendapatan
rendah.
Bab selanjuutnya menjelaskan faktor sosiobiofisik dan klasifikasi
usahatani. Pada bab ini diketahui bahwa usahatani itu sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor sosiobiofisik. Faktor tersebut secara parsial maupun
bersama-sama dapat memengaruhi keberlanjutan usahatani yang
dijalankan oleh petani. Faktor-faktor tersbeut juga secara langsung
maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap klasifikasi usahatani
yang dijalankan oleh petani.
Pada Bab keempat, yakni berkaitan dengan kedudukan usahatani
dalam sistem agribisnis. Usahatani merupakan salah satu subsistem
dalam sistem agribisnis. Subsistem ini berfungsi menghasilkan produk-
produk pertanian primer yang akan dikonsumsi langsung atau diolah
dalam industri pengolahan. Aktivitas subsistem usahatani juga sangat
2
bergantung kepada subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem
off-farm hulu) sebagai pemasok input yang akan digunakan pada aktivitas
usahatani.
Bab kelima membahas terkait faktor-faktor produksi, yakni lahan,
tenaga kerja, modal dan manajemen. Keempat faktor tersebut dinamakan
juga dengan unsur pokok usahatani. Tidak menutup kemungkinan antara
satu faktor dengan faktor lainnya sangat berkaitan sehingga apabila ada
kendala di salah satu atu lebih faktor akan berpengaruh terhadap
keberlanjutan usahatani.
Selanjutnya pada bab keenam dibahas terkait aplikasi ekonomi
dalam usahatani. Pada kegiatan usahatani, biasanya produsen
dihadapkan pada tiga pernyataan mendasar, yakni (1) Menentukan
jumlah masing-masing input yang digunakan pada proses produksi untk
memeroleh keuntungan maksimum; (2) Menentukan kombinasi input
yang meminimukan biaya produksi; dan (3) Menentukan kombinasi
output yang dapat memaksimumkan penerimaan. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut erat kaitannya dengan ilmu ekonomi, dimana ilmu
ekonomi akan memperlajari pengalokasian sumberdaya terbatas untuk
memenuhi serangkaian kebutuhan.
Pendapatan dan efisiensi usahatani menjadi salah satu ukuran
kinerja dari usahatani. Pembahasan ini dibahas pada Bab ketujuh.
Aktivitas usaha atau bisnis yang dilakukan tidak akan terlepas dari tujuan
yang hendak dicapai, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka
panjang. Tujuan juga dapat berupa tujuan ekonomi maupun tujuan non
ekonomi. Salah satu tujuan ekonomi dari aktivitas usaha atau bisnis
adalah memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari korbanan yang
telah dikeluarkan. Sedangkan perencanaan usahatani yang meliputi
perencanaan keseluruhan dan perencanaan menyeluruh akan dibahas
pada bab kesembilan.
3
Demikian sistematika susunan materi pada modul ini. Lebih
jelasnya, dapat dibaca secara detail di dalam bab-bab berikutnya.
Harapannya modul ini dapat memberikan pencerahan terkait substansi
yang berkaitan dengan ilmu usahatani.
4
BAB 2
RUANG LINGKUP ILMU USAHATANI
5
satu kata yang menunjukkan satu kesatuan yang utuh (tidak ditulis secara
terpisah, usaha-tani).
Soekartawi (1995) menyampaikan bahwa ilmu usahatani adalah
ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan
sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh
keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani
dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya,
dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
mengeluarkan output melebihi input.
Selain itu, Adiwilaga (1982) mendefinisikan ilmu usahatani
Sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan
kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau
secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri. Atau dengan arti
lain, ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki cara-
cara seseorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur,
dan menjalankan perusahaan itu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa ilmu usahatani merupakan bagian dari ilmu ekonomi pertanian
yang mempelajari cara-cara petani menyelenggarakan usahatani. Lebih
detail dapat disampaikan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang
membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya
secara efisien dan efektif pada sutau usahta pertanian agar diperoleh hasil
maksimal.
6
pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. Atau dengan
kata lain, petani adalah orang yang bekerja di sektor pertanian dan
sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian.
Dilihat dari hubungannya dengan lahan yang diusahakan maka
petani dapat dibedakan atas :
1. petani pemilik penggarap, adalah petani yang memiliki lahan dan
lahan tersebut digarap sendiri, sehingga status lahannya disebut lahan
milik
2. petani penyewa, adalah petani yang menggarap tanah orang lain atau
petani lain dengan status sewa
3. petani penyakap (penggarap), adalah petani yang menggarap tanah
milik petani lain dengan sistem bagi hasil
4. petani penggadai, adalah petani yang menggarap lahan usahatani
orang lain dengan sistem gadai
Petani berbeda dengan buruh tani. Buruh tani adalah seseorang yang
biasanya bekerja di lahan usahatani petani lain dengan mendapat upah,
berupa uang atau natura. Petani memiliki kekuasaan dalam pengambilan
keputusan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas
usahataninya. Sedangkan buruh tani tidak memiliki kekuasaaan dalam
pengambilan keputusan terhadap aktivitas usahatani yang dilakukan.
Selain petani, dalam aktivitas usahatani dikenal juga istilah rumah
tangga petani. Rumah tangga petani adalah rumah tangga yang sekurang-
kurangnya satu orang anggota rumah tangga melakukan kegiatan yang
menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh
hasilnya dijual/ditukar untuk memperoleh pendapatan/keuntungan atas
risiko sendiri. Kegiatan dimaksud meliputi bertani/berkebun, beternak
ikan di kolam, keramba maupun tambak, menjadi nelayan, dan
mengusahakan ternak/unggas.
Lebih detail Asmarantaka (2007) menjelaskan bahwa Rumah
Tangga Petani (RTP) atau farm household adalah satu unit kelembagaan
yang terintegrasi dalam mengambil keputusan produksi pertanian,
7
konsumsi, curahan kerja, reproduksi dengan anggaran bersama. RTP
dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi yang akan
memaksimumkan tujuannya dengan keterbatasan sumberdaya yang
dimiliki. Pola perilaku RTP dalam aktivitas pertanian, dapat bersifat semi
komersial sampai komersial, sebagian hasil produksi dijual ke pasar dan
sebagaian untuk konsumsi keluarga.
Pada konsep RTP, aktivitas usahatani tidak terlepas dari kegiatan
konsumsi, karakteristik keluarga dan lingkungan tempat tinggal.
Aktivitas usahataninya menggunakan input yang sebagian dibeli dan
sebagian dari keluarga sendiri, penggerak atau operatornya adalah petani
sebagai kepala keluarga dan penggunaan tenagakerja keluarga yang
dominan. Oleh sebab itu, perilaku pengambilan keputusan RTP dalam
berproduksi, konsumsi dan bekerja merupakan satu kesatuan
(terintegrasi) dan saling terkait.
8
Berdasarkan Sensus Pertanian tahun 2003 dan 2013, jumlah
Rumah Tangga Petani hampir di semua subsektor pertanian di Indonesia
semakin menurun (Gambar 2.1). Ada delapan subsektor, yakni subsektor
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, budidaya ikan,
penagkapan ikan, kehutanan, dan jasa pertanian. Dari kedelapan
subsektor tersebut, hanya sektor budidaya ikan yang jumlah rumah
tangga petaninya meningkat. Satu rumah tangga usaha pertanian dapat
mengusahakan lebih dari 1 subsektor usaha pertanian, sehingga jumlah
rumah tangga usaha pertanian di sektor pertanian bukan merupakan
penjumlahan rumah tangga usaha pertanian dari masing-masing
subsektor.
Rumah tangga pertanian pengguna lahan dapat digolongkan ke
dalam dua kelompok besar, yakni rumah tangga petani gurem
(menguasai lahan kurang dari 0.50 Ha) dan rumah tangga petani bukan
gurem (menguasai lahan 0.50 Ha atau lebih). Berdasarkan hasil Sensus
Pertanian 2013, 55.33% dari petani pengguna lahan dikelompokkan ke
dalam kelompok petani gurem. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar
2.2.
9
Small farmer yang diterjemahkan menjadi petani kecil atau petani
gurem akhir-akhir ini mendapatkan perhatian besar karena hampir dari
sepertiga dari penduduk di dunia adalah petani gurem atau petani kecil.
Roset (1999) menyatakan bahwa “… small farms are “multi-functional” –
more productive, more efficient, and contribute more to economic development
than large farms. Keunggulan petani kecil adalah dalam hal multiple
cropping, penggunaan lahan secara parallel, komposisi output yang
beragam, lebi irit irigasi, menyerap lebih banyak tenaga kerja,
penggunaan input yang tidak dibeli, dan pengguna sumberdaya yang
lebih berkomitmen pada isu lingkungan.
10
No Ciri Usahatani rakyat Usahatani Perkebunan
5 Teknologi Sederhana/tradisional Modern/mengikuti
perkembangan
teknologi
6 Permodalan Padat Karya Padat Modal
7 Pengambilan Cepat Jangka panjang
keputusan
8 Target Tidak selalu tercapai Dapat tercapai
produksi
11
1. kurang rangsangan
Masalah ini dilatarbelakangi oleh sikap puas diri bagi para petani,
umumnya petani kecil. Hal ini berdampak pada tidak termotivasinya
petani untuk mengetahui dan mempelajari lebih banyak tentang
usahataninya dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan pemenuhan
kebutuhan keluarganya
2. rendahnya tingkat adopsi teknologi
Tingkat pengetahuan dan pendidikan yang dimiliki oleh petani
biasanya menyebabkan rendahnya adopsi teknologi. Kelompok ini
disebut kelompok Late Majority, yaitu kelompok yang lambat dalam hal
menerima informasi ataupun teknologi terbaru. Biasanya kelompok ini
akanmengikuti teknologi yang baru jika teknologi tersebut telah disetujui
oleh pendapat umum dan telah diterapkan oleh kebanyakan orang.
3. langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani
Ketersediaan pembiayaan pada aktivitas usahatani akan mendukung
keberlanjutan usahatani. Pembiayaan yang terbatas maka akan
menyulitkan petani dalam penyediaan modal kerja (input usahatani).
Modal kerja yang terbatas tentu akan menyebabkan keterbatasan petani
memeroleh input usahatani sehingga akan berdampak pada tidak
optimalnya output yang dihasilkan
4. masalah transportasi dan komunikasi
Transportasi yang tidak memadai tentu akan berakibat pada proses
distribusi input maupun output pertanian. Permasalahan transportasi
dapat menjadi salah satu sumber risiko, dimana produk usahatani dikenal
sebagai produk yang perishable sehingga transportasi yang tidak memadai
akan memengaruhi kualitas produk yang pada akhirnya berdampak pada
harga produk
Demikian juga dengan komunikasi. Komunikasi yang tidak memadai
akan menghambat distribusi informasi kepada petani, baik informasi
mengenai teknologi baru, informasi penanganan risiko, informasi harga
ataupun informasi lainnya. Oleh sebab itu, literasi teknologi informasi dan
komunikasi menjadi hal yang penting bagi petani
12
5. kurangnya informasi harga
Aspek pemasaran terutama berkaitan dengan harga merupakan
masalah di luar usahatani yang perlu diperhatikan. Seperti yang telah
diketahui, petani seringkali mengahadapi keterbatasan dalam mengakses
informasi harga (baik harga input maupun harga output). Di samping itu,
posisi petani yang memiliki bargaining position yang lemah membuat
petani terkadang hanya bertindak sebagai penerima harga. Hal ini tentu
berpengaruh terhadap pendapatan usahatani yang diperoleh petani yang
kemudian berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap keberlanjutan usahataninya
6. adanya gap penelitian terpakai untuk petani
Penelitian di sektor pertanian sudah banyak dilakukan oleh peneliti
maupun akademisi. Akan tetapi, penyaluran informasi hasil penelitian
kepada petani seringkali mengalami keterlambatan. Sehingga proses
adopsi dan adaptasi oleh petani terhadap hasil penelitian juga mengalami
keterlambatan
7. luasan usaha yang tidak menguntungkan
Lahan usahatani yang sempit akan membatasi petani untuk berbuat
lebih banyak pada usahataninya. Salah satunya adalah ketersediaan lahan
yang sempit akan membatasi penggunaan teknologi yang modern yang
pada akhirnya berpengaruh pada rendahnya produktivitas yang
dihasilkan
8. belum mantapnya sistem dan pelayanan penyuluhan
Saat ini rasio jumlah tenaga penyuluh terhadap jumlah petani jauh
dari kata ideal. Jumlah penyuluh yang sedikit diharuskan melayani
jumlah petani yang banyak dan tersebar. Selain itu, seringkali penyuluh
menghadapi permasalahan-permasalahan pertanian yang di luar bidang
atau kompetensi tenaga penyuluh. Hal ini mengakibatkan terhambatnya
penyaluran informasi kepada petani
9. aspek sosial, politik, ekonomi yang berkaitan dengan kebijakan bagi
petani
13
Petani memiliki peran besar dalam penyediaan bahan pangan, bahan
baku industri, dan pelestarian sumbedaya alam. Peran tersebut seringkali
bersinggungan dengan kebijakan pemerintah. Peran petani yang besar
tersebut terkadang tidak didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah
yang mengakomodir kepentingan petani.
Ekonomi
Sosial
14
Dilihat dari Gambar 2.3, mempelajari ilmu usahatani harus
ditunjang dengan pengetahuan tentang ilmu-ilmu lainnya, seperti ilmu
keteknikan (agronomi, perikanan, peternakan, dan lainnya), ilmu
ekonomi, ilmu manajemen, maupun ilmu sosial. Ilmu keteknikan menjadi
landasan teori dalam mempelajari aktivitas budidaya yang dilakukan
dalam kegiatan usahatani. Ilmu ekonomi dan ilmu manajemen digunakan
sebagai landasan teori dalam mengelola dan pengambilan keputusan
dalam aktivitas usahatani. Sedangkan ilmu sosial digunakan sebagai
landasan teori bagi yang mempelajari ilmu usahatani terkait dengan
fenomena-fenomena sosial yang menyertai segala aktivitas usahatani.
15
BAB 3
FAKTOR SOSIOBIOFISIK DAN
KLASIFIKASI USAHATANI
16
Hama, penyakit, maupun gulma tentu akan menggangu performa
dari usahatani yang dilakukan oleh petani yang secara langsung akan
menurunkan produksi dan pendapatan petani.
3. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi di antaranya adalah ketersediaan sarana produksi,
akses pasar, informasi harga, risiko, kredit, sarana dan prasarana
transportasi, serta lainnya. Adanya kendala pada yang disebabkan
oleh kondisi ekonomi tentu akan menghambat pelaku usahatani
dalam berproduksi maupun memasarkan output pertanian yang
dihasilkan.
4. Faktor sosial
Faktor sosial seperti norma, kaidah, adat, kebiasaan, kelembagaan
(warisan, gotong royong, subak di bali, kelompok arisan tenaga kerja,
dan lainnya).
5. Faktor kebijakan pemerintah
Faktor ini berkaitan dengan segala hal yang berkaitan dengan
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik yang berhubungan
dengan produksi, pemasaran, permodalan, teknologi, kelembagaan
maupun lainnya.
6. Faktor teknologi
Faktor teknologi juga seringkali memengaruhi aktivitas usahatani.
Contoh teknologi yang memengaruhi aktivitas usahatani adalah
teknologi pada alsintan, teknologi cara budidaya, primatani, Germas
(Gerakan Masyarakat), SLPTT dan SLPHT, dan lainnya.
Keenam faktor tersebut dalam prakteknya akan saling kait
mengait sehingga berdampak pada aktivitas usahatani secara
keseluruhan. Misalnya ada suatu daerah yang cocok untuk komoditas
tertentu berdasarkan faktor fisiknya dan didukung dengan faktor
ekonomis yang memadai (harga jual yang baik), namun petani di daerah
tersebut tidak mau mengusahakan komodiitas tersebut karena faktor
sosial yang tidak mendukung (menanam komoditas tersebut merupakan
sesuatu yang “tabu” di daerah tersebut). Keterkaitan keenam faktor yang
memengaruhi usahatani dapat dilihat pada Gambar 3.1.
17
Gambar 3.1 Faktor-Faktor Sosio-ekonomi-Biofisik Usahatani
18
dengan pengairan sederhana, sawah dengan pengairan tadah hujan, dan
sawah pasang surut.
- Usahatani Ikan
Pada usahatani ikan, terdapat empat macam pola usahatani, yaitu air
tawar biasa, air tawar deras, mina padi, air asin.
- Usahatani Ternak
Pada usahatani ternak, terdapat dua macam pola usahatani, yaitu pola
kandang/kareman dan pola lepas.
2. Tipe Usahatani
Tipe usahatani berdasarkan macam/jenis tanaman/ternak/ikan yang
diusahakan. Misalnya usahatani Padi, Palawija (jagung, kedelai, kacang-
kacangan, dan lain-lain), Perkebunan kopi, kelapa sawit, kelapa, kakao,
dan lain-lain), campuran (mixed cropping), multiple cropping (menanam
lebih dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau
digilir).
3. Struktur Usahatani
Menurut struktur, usahatani terdiri dari usahatani khusus, tidak
khusus, dan campuran.
- Usahatani khusus adalah usahatani yang hanya mengusahakan satu
cabang usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, usahatani
perikanan, dan usahatani tanaman pangan
- Usahatani tidak khusus adalah usahatani yang mengusahakan
beberaoa cabang usahatani secara bersama-sama, tetapi dengan batas
yang tegas.
- Usahatani campuran adalah usahatani uang mengusahakan beberapa
cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang
tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.
4. Corak Usahatani
19
Menurut corak, usahatani dapat dibedakan menjadi dua yaitu
usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani subsisten adalah
usahatani yang dilakukan dengan tujuan memenuhi kebutuhan keluarga
sehingga bersifat statis dan sederhana. Sedangkan usahatani komersial
adalah usahatani dengan tujuan memenuhi kebutuhan pasar sehingga
lebih dinamis dan berorientasi kepada keuntungan (profit oriented).
Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani
ditentukan oleh berbagai kriteria, antara lain adalah
- nilai umum, sikap dan motivasi
- tujuan produksi
- pengambilan keputusan
- tingkat teknologi
- derajat komersialisasi dari input dan output
- proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
- tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat
ekonomi.
Wharton membedakan corak usahatani melalui dua kriteria, yakni
kriteria ekonomi (economic criteria) dan kriteria sosibudaya (sociocultural
criteria). Adapun indikator untuk masing-masing kriteria tersebut adalah
sebagai berikut :
- Economic Criteria
• the sale of farm product ratio
• hired labor of purchased factor input ratio
• level of technology
• income and level of living
• decision-making freedom
- Sociocultural Criteria
• noneconomic factors in decision-making
• degree of “outside” contact
• nature of interpersonal relation
• physchological differences
5. Bentuk Usahatani
20
Menurut bentuk atau struktur organisasinya, usahatani dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu usaha perorangan/keluarga, usaha
kelompok, dan kooperatif (inti plasma ataupun bentuk kemitraan
lainnya).
- Usaha perorangan/keluarga adalah usahatani yang seluruh proses
usahatani dikerjakan oleh petani sendiri atau bersama keluarganya,
dimulai dari perencanaan, pengolahan, dan pemasaran. Biasanya
faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh perorangan dan hasilnya
ditentukan oleh pemilik.
- Usaha kelompok atau kolektif adalah usahatani yang seluruh proses
produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok yang
kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan.
Faktor produksi biasasanya dimiliki bersama.
- Usaha kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan
secara individual, hanya saja pada beberapa kegiatan yang dianggap
penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi,
pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan lainnya. Contohnya
adalah PIR (Perkebunan Inti Rakyat) yang merupakan bentuk
kerjasama perkebunanan rakyat dengan perkebunan besar (kemitraan
model inti plasma).
21
BAB 4
KEDUDUKAN USAHATANI DALAM
SISTEM AGRIBISNIS
22
Agribisnis perlu dilihat sebagai suatu sistem yang terintegrasi,
yang terdiri dari beberapa subsistem. Antara satu subsistem dengan
subsistem lainnya saling terkait. Dengan demikian, jika ada salah satu
subsistem tidak bekerja dengan baik, maka akan mengganggu
keseluruhan sistem. Subsistem tersebut secara singkat dipaparkan sebagai
berikut :
a. Subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem hulu)
Dikenal juga dengan istilah up-stream off farm. Subsistem ini
merupakan sektor yang melibatkan aktivitas bisnis yang sangat luas.
Tercakup di dalamnya adalah kegiatan bisnis sarana produksi pertanian,
seperti bibit, pupuk, pakan, obat-obatan, peralatan pertanian dan lainnya.
Subsistem ini berfungsi untuk memproduksi da memasok kebutuhan
input yang akan digunakan dalam subsistem berikutnya, yakni subsitem
on-farm (usahatani). Keberadaan dan berkembangnya subsistem
pengadaan dan distribusi input ini tentu sangat bergantung pada
subsistem lainnya.
b. Subsistem produksi pertanian primer (on-farm)
Subsistem ini berfungsi menghasilkan produk-produk pertanian
primer yang akan dikonsumsi langsung atau diolah dalam industri
pengolahan. Kegiatan bisnis di subsistem ini sangat luas dan beragam
dalam jenis komoditas, skala usaha, dan teknologi yang digunakan.
Sebagai suatu bagian dari sistem agribisnis, subsistem ini sangat
bergantung pada subsistem lainnya. Subsistem on-farm akan sangat
bergantung pada subsistem pengadaan dan distribusi input (subsistem
off-farm hulu) sebagai pemasok input yang akan digunakan pada aktivitas
usahatani. Selain itu, subsistem on-farm juga sangat tergantung kepada
subsistem pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (subsistem off-farm
hilir). Tanpa adanya pemasok input yang memadai dan tanpa adanya
permintaan output yang besar di sisi hilir maka kegiatan di subsistem on-
farm tidak akan dapat berkembang dengan baik.
23
c. Subsistem pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (subsistem
hilir)
Dikenal juga dengan istilah down-stream off farm. Subsistem ini juga
berperan penting menghubungkan subsistem on-farm dengan industri
pengolahan maupun konsumen akhir baik di pasar domestik maupun
pasar ekspor. Industri pengolahan pada subsistem ini berperan penting
dalam mengolah hasil-hasil pertanian primer menjadi produk setengah
jadi maupun produk jadi. Secara ekonomi, adanya industri pengolahan
tentu berperan penting dalam menciptakan nilai tambah produk
pertanian. Perkembangan subsistem ini tergantung pada perkembangan
subsistem-subsistem sebelumnya. Pasar tidak akan berkembang dengan
baik jika subsistem produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen
baik dalam kuantitas, kualitas, maupun dalam waktu. Demikian pula
halnya, subsistem agribisnis lainnya tidak akan berkembang dengan baik
jika tidak tersedia pasar yang memadai.
d. Subsistem lembaga penunjang (supporting system)
Agar setiap subsistem yang diuraikan sebelumnya dapat berjalan
dengan baik maka diperlukan seperangkat lembaga yang terkait secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan agribisnis. Sistem
agribisnis dalam pengembangannya memerlukan koordinasi dan
sinkronisasi antar subsistem. Di samping itu, pengembangan sistem
agribisnis juga memerlukan dukungan teknologi, permodalan, perangkat
kebijakan pemerintah dan lain-lain. Oleh sebab itu, diperlukan lembaga-
lembaga seperti lembaga penelitian dan pengambangan, pendidikan,
penyuluhan, pelatihan, perbankan, asuransi dan lainnya yang dilengkapi
dengan seperangkat kebijakan pemerintah yang menunjang
terselenggaranya sistem agribisnis yang baik.
Agribisnis sebagai suatu sistem seperti yang dijelaskan di atas dapat
digambarkan seperti Gambar 4.1. Adanya keterkaitan antar subsistem
digambarkan melalui arah panah. Keterkaitan suatu subsistem dengan
subsistem berikutnya disebut juga forward linkage, sedangkan keterkaitan
24
suatu subsistem dengan subsistem sebelumnya disebut dengan backward
linkage.
25
Keseluruhan aktivitas tersebut harus didukung oleh subsistem hulu dan
subsistem hilir.
Dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut tentunya seorang
petani membutuhkan input-input usahatani. Input usahatani pada
kegiatan usahatani jagung manis terdiri dari lahan, benih, pupuk kimia
(urea, TSP, dan phonska), pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan
pestisida padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga, dan peralatan
usahatani. ketersediaan input-input tersebut tentu sangat memengaruhi
keberlangsungan usahatani jagung manis.
26
BAB 5
FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
USAHATANI
27
Tabel 5.1 Jumlah Rumahtangga Usaha Pertanian menurut Golongan Luas
Lahan yang Dikuasai
Gol Luas Lahan Perubahan
2003 2013
(m2) absolut (%)
< 1000 9,380,300 4,338,847 (5,041,453) (53,73)
1000 – 1999 3,602,348 3,550,185 (52,163) (1,45)
1999 – 4999 6,816,943 6,733,364 (83,579) (1,23)
5000 – 9999 4,782,812 4,555,075 (227,737) (4,76)
10000 – 19999 3,661,529 3,725,865 64,336 1,76
20000 – 29999 1,678,356 1,623,434 (54,922) (3,27)
>= 30000 1,309,896 1,608,699 298,803 22,81
Jumlah 31,232,184 26,135,469 (5,096,715) (16,32)
sumber : Booklet Sensus Pertanian, Kementerian Pertanian (2013)
28
peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian). Perubahan yang
menunjukkan positif hanya pada subsektor perikanan (budidaya ikan).
Berbanding terbalik, pada kurun waktu yang sama justru terjadi
peningkatan jumlah perusahaan pertanian di beberapa subsektor
pertanian, seperti subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan
peternakan. Lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3.
29
kesesuaian lahan (daya dukung lahan), status penguasaan lahan,
fragmentasi lahan, dan aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana
pendukung.
1. Status Penguasaan Lahan
Status penguasaan lahan berpengaruh terhadap kebebasan pilihan
komoditas, kebebasan pilihan teknologi, dan kebebasan memanfaatkan
hasil. Berdasarkan status penguasaan lahan, maka lahan diberdakan
menjadi:
a. Lahan milik
Lahan yang dimiliki oleh petani. Tanah milik memiliki ciri-ciri
sebagai berikut 1) bebas diolah oleh petani; 2) bebas untuk
merencanakan dan menentukan cabang usahatani di atas tanah
tersebut; 3) bebas menggunakan teknik dan cara budidaya yang paling
dikuasai; 4) bebas diperjualbelikan; 5) dapat menumbuhkan
tanggungjawab atas tanah tersebut; 6) dapat dijaminkan sebagai
agunan.
b. Lahan sewa
Lahan sewa adalah lahan yang disewa oleh petani kepada pihak
lain, karena itu petani mempunyai kewenangan seperti tanah milik
sesuai jangka waktu sewa yang disepakati, tetapi penyewa tidak boleh
menjual dan menjadikan lahan sebagai agunan. Petani membayar
uang sewa (sejumlah tertentu sesuai kesepakatan) atas lahan yang
digunakan.
c. Lahan gadai
Lahan gadai adalah pengalihan penguasaan hak garap lahan dari
pemilik tanah kepada pemilik uang. Ada dua motif yang melandasi
terjadi gadai, yakni motif ekonomi dan motif sosial.
d. Lahan sakap atau bagi hasil
Lahan sakap adalah lahan orang lain yang atas persetujuan
pemiliknya, digarap atau dikelola oleh pihak lain. Pengelolaan
usahataninya, seperti penentuan cabang usahatani dan pilihan
teknologi harus dikonsultasikan dengan pemilik lahan. Selain itu,
30
pemilik lahan dan pengelola atau penggarap lahan harus menyepakati
sistem bagi hasil atas penggunaan lahan.
e. Lahan pinjam
Perubahan status penguasaan lahan usahatani biasanya dikendarai
oleh bebrapa faktor, seperti tekanan kebutuhan hidup dan juga kegagalan
pengelolaan lahan usahatani. Kedua faktor tersebut mendorong petani
pemilik berubah menjadi petani penggarap (penyakap, penggadai,
peminjam, atau menjadi buruh tani), seperti yang digambarkan pada
Gambar 5.1.
2. Fragmentasi Lahan
Fragmentasi lahan adalah perpencaran lahan yang dikuasai oleh
petani. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh sistem jual beli tanah yang
hanya sebagian-sebagian saja, karena penjualan tanah bagi petani
merupakan alternatif terakhir. Selain itu, sistem warisan, perkawinan,
landreform, dan konsolidasi juga menjadi penyebab terjadinya fragmentasi
lahan. Demikian juga karena adnya proyek-proyek pembangunan
sehingga tanah pertanian yang terkena proyek pembagunan
31
kemungkinan mendapat ganti di tempat lain. Kondisi alam, adanya
sungai gunung, kali, dan batas desa juga menjadi alasan terjadinya
fragmentasi lahan.
32
Contoh :
Pak Ali memiliki lahan seluas 20,000 m2, lahan tersebut ditanami pak Ali
dengan tanaman padi sawah. Pada saat panen, gabah yang dihasilkan
adalah 10,680 kg GKP. Maka produktivitas lahan yang digunakan oleh
pak Ali adalah :
10,680 𝑘𝑔
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = = 0.534 𝑘𝑔/𝑚2 atau 5,340 kg/ha
20,000 𝑚2
33
Intensitas Pertanaman (IP) adalah total luas per tanaman dibagi
dengan luasan lahan. Pola tanam pada Gambar 5.3 dapat dihitung IP
nya adalah sebagai berikut:
IP (gambar pertama) = ((1 ha+1 ha+1 ha)/1 ha) x 100 = 300
IP (gambar kedua) = ((0.5 ha+1 ha+0.5 ha+0.5 ha)/1 ha) x 100 = 250
3. Diversifikasi Lahan
Selain yang telah dijelaskan sebelumnya, pada pembahasan lahan ini
perlu juga mempelajari terkait diversifikasi lahan. Diversifikasi merujuk
kepada penanaman berbagai jenis tanaman dalam satu lahan, memelhara
beberapa jenis hewan ternak dalam satu kandang, hingga pemanfaatan
lahan lainnya. Salah satu metode untuk mengukur diversifikasi lahan
adalah Indeks Diversifikasi Simpson. Secara matematis, Indeks
Diversifikasi Simpson dapat ditulis sebagai berikut:
𝐿 2
𝐷 = 1 − [ 𝑖 ] , dimana 𝐿𝑇 = ∑ 𝐿𝑖
𝐿𝑇
Contoh :
Kedelai Jagung
Padi 1 ha
Kacang tanah Kacang Panjang
September……………………s/d…….…………………........Agustus
34
Jawab:
Jenis Tanaman Luas Lahan (Li) (Li/Lt)2
Padi 1 0.1111
Kedelai 0.5 0.0278
Kacang Tanah 0.5 0.0278
Jagung 0.5 0.0278
Kacang Panjang 0.5 0.0278
Total Luas (Lt) 3.0 0.2222
𝐷 = 1 − 0.2222 = 0.7778
35
1. Tenaga Kerja Berdasarkan Sumbernya
Tenaga kerja manusia terdiri dari tenaga kerja pria, tenaga kerja
wanita, dan juga tenaga kerja anak. Dilihat dari sumbernya, tenaga kerja
manusia dapat bersumber dari keluarga maupun dari luar keluarga.
Tenaga kerja keluarga biasanya terdiri dari petani beserta keluarganya.
Sedangkan tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang berasal
dari luar keluarga yang ikut membantu pada seluruh atau sebagian dari
aktivitas usahatani. Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga
kerja keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga. Suratiyah (2011)
mengungkapkan bahwa perbedaan keduanya dapat didasarkan pada
komposisi umur, jenis kelamin, kualitas, dan kegiatan kerja. Kegiatan
kerja tenaga kerja luar keluarga dipengaruhi oleh sistem upah, lamanya
waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja.
Hal paling mendasar yang membedakan antara tenaga kerja keluarga
dengan tenaga kerja keluarga adalah sistem upah. Tenaga kerja keluarga
tidak diberikan upah dan seringkali tidak dinilai sebagai opportunity cost
yang harus dibebankan kepada usahatani yang sedang diusahakan.
Sistem upah pada tenaga kerja luar keluarga dibedakan menjadi 3, yaitu
upah borongan, upah waktu, dan upah premi. Masing-masing sistem
upah tersebut akan memengaruhi prestasi kerja (Suratiyah, 2011). Berikut
penjelasan dari masing-masing sistem upah:
1. Upah borongan adalah upah yang diberikan kepada tenaga kerja
sesuai dengan perjanjian antara pemberi kerja dengan pekerja tanpa
memperhatikan lamanya waktu kerja. Sistem ini cenderung membuat
pekerja untuk secepatnya menyelesaikan pekerjaannya agar dapat
mengerjakan pekerjaan borongan lainnya. Biasanya pekerja borongan
yang tidak diawasi oleh pemberi kerja akan bekerja di bawah standar
agar pekerjaan cepat selesai.
2. Upah harian adalah upah yang diberikan kepada pekerja berdasarkan
lamanya waktu yang dihabiskan untuk bekerja. Sistem ini cenderung
membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan harapan
mendapatkan upah yang semakin banyak.
36
3. Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memerhatikan
produktiviitas dan prestasi kerja. Pekerja akan diberikan upah
tambahan atau insentif jika berhasil menyelesaikan target pekerjaan
dalam kurun waktu tertentu. Sistem ini cenderung akan
meningkatkan produktivitas pekerja.
Upah tenaga kerja dapat berupa uang tunai atau dapat juga berupa
natura. Natura maksudnya adalah upah dalam bentuk barang, seperi
makanan, minuman, rokok, produk, dan lainnya. Beberapa pemberi kerja
memberikan upah dalam bentuk uang tunai dan natura sekaligus.
2. Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja pada usahatani dapat diketahui dengan cara
mengetahui sebaran kebutuhan tenaga kerja tiap waktu mengikuti proses
produksi tanaman atau hewan. Kebutuhan tenaga kerja tersebut
kemudian dibandingkan dengan ketersediaan tenaga kerja dalam
keluarga. Jika terjadi kekurangan maka dapat dipenuhi melalui tenaga
kerja luar keluarga. Selain itu, kompetensi tertentu yang dimiliki tenaga
kerja juga menjadi salah satu pertimbangan ketika memutuskan untuk
menggunakan tenaga kerja luar keluarga.
Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu
komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja (Suratiyah,
2011). Intensitas tenaga kerja tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat
usahataninya (komersial atau subsisten), topografi dan jenis tanah, serta
jenis komoditas yang diusahakan. Selain itu, kebutuhan dan distribusi
tenaga kerja juga dipengaruhi oleh luas lahan yang digunakan dalam
usahatani.
Distribusi tenaga kerja per tahun dalam usahatani seringkali tidak
merata, tergantung kepada jenis komoditas yang diusahakan dan juga
proses produksinya. Misalnya untuk tanaman padi, pada saat pengolahan
tanah, penanaman, dan pemanenan dibutuhkan tenaga kerja dalam
jumlah banyak sehingga seringkali memerlukan tenaga kerja luar
keluarga. Sedangkan untuk aktivitas pemeliharaan biasanya dapat
37
diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga, bahkan penggunaan tenaga kerja
keluarga masih di bawah potensinya. Grafik penggunaan tenaga kerja tiap
bulan pada usahatani dapat dicontohkan pada Gambar 5.4.
38
a. Cropping system, seperti tumpang sari dan mina padi. Sistem ini
dapat meningkatkan intensitasi penanaman dan menyerap tenaga
kerja lebih banyak
b. Menggunakan teknologi yang memerlukan lebih banyak tenaga
kerja
c. Diversifikasi vertikal, petani berserta keluarganya melaksanakan
sendiri semua proses dari produksi, pemrosesan hasil, dan
pemasaran hasil
d. Off-farm activities, anggota tenaga kerja dapat bekerja pada sektor
off-farm seperti menjadi buruh atau pekerja pada industri UMKM.
e. Transigrasi yang terarah pada diversifikasi tanaman pangan.
39
Berikut adalah contoh pencatatan kebutuhan tenaga kerja pada usahatani
tanaman Jagung Manis.
Tabel 5.4 Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Jagung Manis Per Ha
Tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
40
asumsi 1 HKP = 1 HOK dan 1 HKP = 0.8 HKW
Tenaga Kerja Luar Keluarga
𝐽𝐾𝑃 465.22
- HKP = ∑ = ∑ = 66.46
7 7
𝐽𝐾𝑊 75.86
- HKW = ∑ = ∑ = 10.84
7 7
- HOK = 66.46 + (10.84*0.8) = 75.13
asumsi 1 HKP = 1 HOK dan 1 HKP = 0.8 HKW
Sehingga HOK yang dibutuhkan untuk usahatani Jagung Manis di Desa
Gunung Malang pada tahun 2012-2013 adalah sebesar 122.59 HOK/ha.
4. Efisiensi Tenaga Kerja
Efisiensi tenaga kerja atau sering disebut sebagai produktivitas tenaga
kerja. Efisiensi tenaga kerja dapat diukur dengan memerhatikan jumlah
produksi, penerimaan per hari, dan luas lahan. Nilai produktivitas tenaga
kerja yang diperoleh dapat dibandingkan dengan produktivitas tenaga
kerja di wilayah lain pada komoditas yang sama atau dibandingkan
dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja di wilayah setempat.
a. Memerhatikan jumlah produksi
Efisiensi tenaga kerja dapat diukur melalui produktivitas tenag kerja.
Produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan
formulasi berikut:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎
Contoh:
Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha
Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha
41
b. Memerhatikan penerimaan per hari kerja
Penerimaan per hari kerja dapat dihitung melalui formulasi berikut:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 (ℎ𝑎) 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎
Contoh:
Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha
Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha
Harga produk per kg = Rp1,490/kg
Upah per hari = Rp 50,000/HOK
Jadi penerimaan per har kerja yang diterima oleh tenaga kerja adalah
Rp63,203/HOK. Nilai tersebut di atas upah riil tenaga kerja per HOK.
Contoh:
Luasan lahan = 1 ha
Jumlah produksi jagung manis = 5,200 kg/ha
Jumlah tenaga kerja = 122.59 HOK/ha
Waktu kerja = 80 hari
42
Jadi efisiensi tenaga kerja pada usahatani jagung manis dengan
memerhatikan luasan lahan adalah 0.65 HOK/hari/ha.
Contoh :
TK keluarga : 24 bulan kerja
TK luar keluarga : 15 bulan kerja
5.3. Modal
Modal adalah barang ekonomi yang dapat digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa. Modal dalam usahatani dapat berupa
lahan, bangunan, peralatan, mesin, tanaman, ternak, ikan, bahan (sarana
produksi), stok produksi, uang tunai, dan piutang. Lahan sebagai modal
memiliki karakteristik khusus, seperti :
1. Tanah tidak dapat diperbanyak
2. Tanah tidak dapat dipindahkan
3. Dapat berpindah hak miliki
43
4. Dapat diperjualbelikan
5. Nilai (biaya) lahan tidak disusutkan
6. Bunga lahan dipengaruhi produktivitas
Suratiyah (2011) menjelaskan bahwa modal dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni land saving capital dan labour saving capital. Modal
dikatakan sebagai land saving capital jika dengan modal tersebut dapat
menghemat penggunaan lahan tetapi produksi dapat dilipatgandakan
tanpa harus memperluas areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit
unggul, pestisida dan intensifikasi. Sedangkan modal yang dikatakan
sebagai labour saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat
penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk
membajak, mesin penggiling padi (rice milling unit/RMU) untuk
memproses padi menjadi beras, dan sebagainya.
Modal usahatani juga dapat dikelompokkan menjadi real capital
dan non real capital. Modal yang termasuk real capital adalah lahan.
Sedangkan modal non real capital terdiri dari dua, yakni short run operation
capital (uang tunai, bibit, pupuk, obat-obatan, dll) dan long run investment
capital (mesin, peralatan, bangunan, ternak kerja, tanaman tahunan, dan
lainnya). Selain itu, dilihat dari modal sebagai kekayaan yang ada di
usahatani maka modal dapat dikelompokkan menjadi fixed assets (aset
tetap) dan working assets (aset kerja). Contoh asset tetap adalah lahan,
bangunan, mesin, peralatan, tanaman tahunan, ternak kerja, dan lain-lain.
Sedangkan contoh dari asset kerja adalah stok produksi, bahan (sarana
produksi), tanaman semusim, ternak unggas, perlengkapan, dan lain-lain.
Modal sebagai kekayaan usahatani dapat bersumber dari liabilities
(hutang jangka pendek dan hutang jangka pendek) dan equity (modal
pemilik). Pernyataan terkait aset, liabilities, dan equity dapat disajikan
dalam bentuk neraca, seperti contoh di bawah ini:
44
Gambar 5.5 Hipotetik Neraca Usahatani X per 31 Desember 2017
45
kredit yang berasal dari rentenir, para pelepas uang, tetangga, keluarga,
dan lain-lain.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, modal usahatani dapat
berasal dari liabilities dan juga ekuitas. Ekuitas atau modal sendiri
biasanya tidak terlepas dari aktivitas usahatani dan non usahatani yang
dilakukan oleh petani yang kemudian memberikan kontribusi pada
penerimaan rumah tangga petani. Modal usahatani dibentuk oleh tiga
komponen, yakni adanya sisa/surplus yang dialokasikan dari
penerimaan rumah tangga petani, pengeluaran investasi, dan kredit.
Secara lebih jelas, pembentukan modal usahatani (capital formation) dapat
disajikan pada Gambar 5.6.
46
performa dari usahatani yang kemudian berdampak pada peningkatan
pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani yang meningkat kemudian
diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup dari petani
tersebut sehingga menimbulkan multiplier effect pada segala sisi
kehidupan, baik aspek sosial maupun ekonomi dari petani dan
keluarganya.
47
b. Menentukan kapan, dari mana, dan berapa jumlah input yang
diperoleh
c. Meramalkan penggunaan input dan produksi yang aka diperoleh
d. Menentukan pemasaran hasil, kepada siapa, di mana, kapan, dan
kualitas produksi atau hasil
3. Aktivitas finansial
a. Mendapatkan dana dari sendiri, dari pinjaman kredit bank, atau
kredit yang lain
b. Menggunakan dana untuk memeroleh pendapatan dan
keuntungan (jangka panjang)
c. Meramalkan kebutuhan dana untuk jangka panjang
4. Aktivitas akuntansi
a. Membuat catatan tentang semua transaksi baik bisnis maupun
pajak
b. Membuat laporan
c. Menyimpan data tentang usahanya.
Keseluruhan aktivitas tersebut harus dikelola dengan baik oleh
petani selaku manajer. Oleh sebab itu, petani diharapkan memiliki
pengetahuan, pengalaman, dan keterlampilan yang memadai, agar dapat
menyiapkan dan memilih alternative usaha yang terbaik.
Pengelolaan aktivitas-aktivitas usahatani oleh petani disebut juga
dengan manajemen. Manajemen adalah pengalokasian sumberdaya yang
terbatas untuk mencapai tujuan manusia di dunia dengan adanya risiko
dan ketidakpastian.
Secara umum diketahui terdapat empat fungsi manajemen, yaitu
planning, organizing, actuating dan controlling.
1. Planning (Fungsi Perencanaan), meliputi penetapan tujuan dan cara
atau metode untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi perencanaan
dalam usahatani dapat dilakukan oleh petani dengan cara
menetapkan beberapa tujuan dari aktivitas usahataninya,
menentukan sumberdaya yang diperlukan, menentukan langkah dan
48
metode untuk mencapai tujuan, serta menetapkan standar kesuksesan
dari aktivitas usahatani yang dijalankan
2. Organizing (Fungsi Pengorganisasian), meliputi membagi seluruh
kegiatan besar menjadi kegiatan yang lebih kecil dan kemudian
mengalokasikan semua sumberdaya yang tersedia untuk setiap
kegiatan yang akan dilakukan. Pengorganisasian dapat dilakukan
dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang
harus mengerjakan, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan,
siapa yang bertanggungjawab atas tugas tersebut dan pada tingkatan
mana keputusan harus diambil. Pengorganisasian akan
mempermudah petani dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang tepat untuk melaksanakan setiap aktivitas
usahatani.
3. Actuating (Fungsi Pelaksanaan), meliputi seluruh rangkaian
pelasaksaan aktivitas atau tugas yang diberikan. Pelaksanaan harus
sejalan dengan perencanaan dan pengorganisasian yang telah disusun
sebelumnya. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan, semua sumberdaya
yang tersedia harus dioptimalkan penggunaannya sehingga target
atau capaian yang diharapkan dapat dicapai.
4. Controlling (Fungsi Pengendalian), meliputi kegiatan dalam menilai
suatu kinerja berdasarkan pada standar yang telah dibuat pada saat
perencanaan. Pengendalian dapat dilakukan melalui pengawasan,
supervisi, inspeksi, hingga audit. Tujuan utama dari pengendalian ini
adalah agar penyimpangan yang terjadi dapat diketahui lebih dini
sehingga target yang ditetapkan dapat tercapai.
Keberhasilan usahatani sangat tergantung kepada kemampuan
manajerial dari petani (selaku manajer usahatani). Kemampuan
manajerial petani dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman,
pengetahuan, dan wawasan yang dimilikinya. Suratiyah (2011)
menyebutkan bahwa manajemen sebagai sumberdaya sangat
dipengaruhi oleh human capital pengelola usahatani tersebut. Produksi
yang dihasilkan oleh petani akan berbeda dengan petani lainnya
walaupun input yang digunakan sama. Hal ini mengindikasikan bahwa
49
manajemen seorang petani sangat memengaruhi hasil dari aktivitas
usahataninya. Beberapa peneliti (Abu dan Kirsten (2009); Charoenrat dan
Harvie (2012); Shuwu (2006); Nganga et al (2010); Rahman (2003) dan lain-
lain) juga menyimpulkan hal serupa, bahwa pengalaman (salah satu
aspek dari kemampuan manajerial) memengaruhi tingkat keberhasilan
usahatani (profit maupun efisiensi usaha).
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan usahatani merupakan sesuatu yang harusnya telah
direncanakan sejak dini oleh petani, yaitu ketika petani menetapkan
tujuan dari aktivitas usahatani yang dilakukan. Namun demikian,
seringkali petani tidak menganggap penting penentuan tujuan tersebut.
Sebagian besar petani (terutama petani skala kecil/gurem) menganggap
bahwa mengelola usahatani adalah sesuatu pekerjaan turun temurun,
begitu-begitu saja, tidak berubah, dan tanpa tujuan (mengalir saja).
Dengan demikian, petani kesulitan untuk mengukur keberhasilan dari
aktivitas usahataninya. Padahal, jika tujuannya jelas dan fungsi-fungsi
manajemen dapat dijalankan sebagaimana mestinya maka petani akan
lebih mudah mengarahkan dan mengambil keputusan terkait aktivitas
usahataninya.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa lingkungan usahatani
selalu berubah. Perubahan yang terjadi tentu menjadi sumber risiko dan
ketidakpastian. Secara teoritis risiko dibedakan dengan ketidakpastian.
Disebut risiko jika dihadapkan pada adanya peluang terjadinya sesuatu.
Risiko dikaitkan dengan adanya frekuensi kejadian yang secara statistik
dapat dipelajari. Adanya frekuensi kejadian tentunya berdasarkan
pengalaman yang lalu yang dicatat dalam bentuk data historis. Berbeda
dengan risiko, ketidakpastian mengacu pada kemungkinan terjadinya
sesuatu tanpa ada informasi peluang kejadian. Petani yang tidak terbiasa
dengan perubahan akan kesulitan untuk berdaptasi sehingga mengalami
kesulitan dalam pengambilan keputusan.
Kegiatan usaha di subsistem usahatani sangat bergantung pada
proses biologis tanaman dan hewan. Proses biologis tanaman dan hewan
50
banyak bergantung pada kondisi alam seperti iklim, kondisi fisik tanah,
kondisi hama, dan penyakit. Sikap petani terhadap risiko berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan dalam mengalokasikan faktor-faktor
produksi. Apabila petani berani menanggung risiko maka akan lebih
optimal dalam mengalokasikan faktor produksi sehingga efisiensi juga
lebih tinggi (Shinta, 2011). Sikap petani terhadap risiko ada 3, yakni risk
averse, risk neutral, dan risk lover. Risk averse adalah sikap seseorang yang
tidak senang sehingga cenderung untuk menghindari sumber-sumber
risiko. Orang yang risk averse akan dihadapkan dengan konsekuensi tidak
dapat mengharapkan return yang tinggi juga. Risk neutral adalah sikap
seseorang yang menerima adanya risiko, tetapi tidak akan mau
mengambil risiko lebih demi mencoba mendapatkan return yang lebih
tinggi. Risk lovers adalah orang yang menyukai risiko dan menyadari
bahwa return yang tinggi diikuti oleh tingkat risiko yang tinggi pula.
Risiko dapat dianalisis dan dapat dijadikan dasar untuk
mengambil keputusan bisnis. Keputusan mengandung risiko dapat
dianalisis jika diketahui (1) tindakan, (2) penyataan, (3) peluang, (4)
konsekuensi, dan (5) kriteria pemilihan. Secara singkat diuraikan sebagai
berikut :
1. Tindakan, adalah keputusan berisiko harus mengandung alternatif
tindakan. Tindakan bersifat diskret dan berdiri sendiri. Misalnya:
a. dipupuk atau tidak dipupuk
b. menggunakan dosis pupuk A, B, C, atau D
c. menanam jagung atau padi atau kedelai
2. Pernyataan, menunjukkan dugaan pengambil keputusan terhadap
keadaan yang mungkin terjadi. Pernyataan juga berdiri sendiri.
Misalnya:
a. hujan atau tidak hujan
b. ikim buruk, rata-rata atau iklim baik
c. produksi berhasil, kurang berhasil, gagal
d. serangan hama tinggi, sedang, rendah, tidak ada hama
51
3. Peluang, tingkat kepercayaan atau keyakinan pembuat keputusan
dalam menentukan pernyataan dari suatu peristiwa. Total peluang
untuk semua pernyataan sama dengan 1. Misalnya:
a. Peluang hari hujan 0.4, peluang hari tidak hujan 0.6
b. Peluang kondisi iklim baik 0.3, kondisi iklim rata-rata 0.5, kondisi
iklim buruk 0.2
4. Konsekuensi, merupakan akibat yang ditanggung oleh pengambil
keputusan karena memilih tindakan tertentu. Misalnya:
a. Jika menanam padi pada kondisi iklim baik akan diperoleh
pendapatan Rp 4.000.000,- per ha
b. Jika tidak dilakukan pemupukan pada kondisi iklim buruk akan
menyebabkan kerugian Rp 2.600.000,- per ha
5. Kriteria memilih, merupakan dasar yang digunakan untuk
menentukan pilihan tindakan tertentu. Kriteria biasa dinyatakan
dalam bentuk fungsi tujuan (objective function). Misalnya maksimum
nilai harapan, minimum expected opportunity loss, dan lain-lain.
Contoh :
Petani Ujang di Desa Cisantana mengusahakan lahan 1 hektar. Pada lahan
tersebut dapat ditanami berbagai macam tanaman, seperti kubis, kentang,
atau jagung. Jika petani menanam kubis, pada kondisi curah hujan tinggi
akan memperoleh pendapatan 4.1 juta rupiah, pada kondisi curah hujan
sedang akan memperoleh pendapatan 3,5 juta rupiah, dan pada kondisi
curah hujan rendah petani akan memperoleh pendapatan 2 juta rupiah.
Jika petani menanam kentang, pada kondisi curah hujan tinggi akan
memperoleh pendapatan 2,5 juta rupiah, sedangkan pada kondisi curah
hujan sedang akan memperoleh pendapatan 4,5 juta rupiah dan pada
kondisi curah hujan rendah akan memperoleh 3 juta rupiah. Jika petani
menanam jagung, pada kondisi curah hujan tinggi akan memperoleh
pendapatan 3,5 juta rupiah, sedangkan pada kondisi curah hujan sedang
akan memperoleh pendapatan 3,4 juta rupiah dan pada kondisi curah
hujan rendah akan memperoleh pendapatan 2 juta rupiah. Diketahui
52
bahwa peluang terjadinya curah hujan tinggi 0,4 dan curah hujan rendah
0,3.
a. Melalui tabel pay off di atas, Expected value adalah sebagai berikut:
Menanam Kubis : (2 x 0,3) + (3.5 x 0,3) + (4.1 x 0,4) = 3.29
Menanam Kentang : (3 x 0.3) + (4.5 x 0.3) + (2.5 x 0.4) = 3.25
Menaman Jagung : (2 x 0.3) + (3.4 x 0.3) + (3.5 x 0.4) = 3.02
Jadi Keputusannya berdasarkan expected value yaitu menaman kubis
karena valuenya paling tinggi.
53
TUGAS KEGIATAN BELAJAR :
1. Pelajarilah faktor-faktor usahatani pada unit usahatani (yang
menjadi studi kasus kelompok Anda)
a. Lahan (fragmentasi lahan, pola tanam atau pola ternak,
produktivitas lahan, intensitas tanam, indeks diversifikasi)
b. Penggunaan tenaga kerja berdasarkan aktivitas usahatani,
kemudian hitung dan jelaskan HOK dan efisiensi tenaga kerja
c. Jelaskan kondisi modal dari petani responden (deskripsi singkar
modal dan manajemen yang digunakan, sumber modal,
pembentukanmodal, asset yang dimiliki, penyusutan,
d. Jelaskan kondisi manajemen dari petani responden (fungsi-
fungsi manajemen yang dilaksanakan petani.
54
BAB 6
APLIKASI EKONOMI DALAM USAHATANI
55
yang dihasilkan untuk mencapai keuntungan maksimum disebut
penggunaan input dan tingkat output optimal. Penggunaan jumlah input
yang optimal merupakan persoalan penting yang sering dihadapi oleh
produsen di dalam menjalankan aktivitas usahanya. Petani selaku
manajer akan dihadapkan pada persoalan berapa pupuk yang harus
digunakan dalam satu hektar tanaman jagung, berapa kilogram pakan
ternak yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan satu kilogram
daging ayam broiler, berapa tenaga kerja yang seharusnya digunakan
dalam mengoperasikan mesin penggilingan padi berkapasitas 5 ton per
jam, dan lain-lain. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mengetahui
hubungan jumlah penggunaan input dengan jumlah output yang
dihasilkan (fungsi produksi).
Fungsi produksi secara umum daoat dinyakan dakam tiga bentuk,
yakni grafik, tabelm dan matematik. Fungsi produksi secara matematik
dapat dinyakan sebagai berikut :
𝑌 = 𝑓 (𝑋1 , 𝑋2 , 𝑋3 , … … , 𝑋𝑛 ) (1)
𝑌 = 𝑓 (𝑋1 𝑋2 , 𝑋3 , … … , 𝑋𝑛 ) (2)
Contoh fungsi produksi yang dapat dipelajari misalnya adalah yang di
bahas oleh Doll dan Orazem (1984) dalam bentuk fungsi produksi klasik.
Disajikan dalam bentuk tabel (Tabel 6.1) dengan data hipotetik
penggunaan input (misalnya pupuk urea) dan ouput (misalnya gabah),
beserta angka-angka produk rata-rata, dan produk marjinal.
56
Tabel 4.1. Hubungan Input-Output pada Fungsu Produksi Klasik
Jika persamaan (3) tersebut digambar dalam grafik dua dimensi, maka
akan diperoleh grafik fungsi produksi seperti Gambar 6.1. Pada gambar
tersebut diperlihatkan tiga jenis kurva, yaitu Kurva Produk total , Kurva
Produk Rata-rata, dan Kurva Produk Marginal. Bentuk Kurva Produk
Rata-rata dan Kurva Produk Marginal sangat terkait dengan bentuk
Kurva Produk Total. Lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
57
Gambar 6.1 Kurva Produk total, Produk Rata-rata, dan Produk Marginal
Keterangan : KPT (Kurva Produk Total), KPR (Kurva Produk Rata-rata),
KPM (Kurva Produk Marginal)
58
maksimum. Dari persamaan (3) dapat dirumuskan fungsi Produksi Rata-
rata sebagai berikut :
𝑌 1
𝑃𝑅 = ( ) = 𝑋 − ( ) 𝑋 2 (4)
𝑋 30
59
sama dengan nol. Hal ini berarti pada saat tambahan input tidak lagi
menambah output. Dari persamaan (5) dapat diperoleh :
PM = (dY/dX) = 2X – (1/110) X2 = 0 (6)
Secara matematik penyelesaian persamaan (6) akan menghasilkan dua
nilai X, yakni X1 = 0 dan X2 = 20. Dengan menggunakan kriteria turunan
kedua, (d2Y/d2X), diperoleh kepastian bahwa X yang memenuhi syarat
maksimisasi adalah X = 20. Produk total pada saat X = 20 adalah produk
total maksimum, yaitu Y = 133.33. Jika kita lihat pada Tabel 2.1 maka Y =
133.33 adalah output paling tinggi, sedangkan pada grafik diketahui
bahwa Produk total maksimum terdapat pada titik C.
Produk total maksimum menunjukkan efisiensi penggunaan input
tetap. Misalnya input tetap adalah lahan satu hektar, maka produk total
maksimum merupakan efisiensi penggunaan lahan seluas satu hektar
tersebut, karena pada saat itu jumlah output yang dihasilkan per satu
satuan input adalah yang tertinggi. Oleh sebab itu dari efisiensi produksi
dapat diketahui efisiensi teknis penggunaan input variabel dan efisiesi
teknis penggunaan input tetap.
2. Law of Diminishing Return
Law of Diminishing Return atau hukum kenaikan hasil yang berkurang
menjelaskan fenomena di mana penambahan input variabel kepada input
tetap akan menghasilkan penambahan produk yang semakin kecil.
Hokum ini tidak sama dengan penurunan produk total karena yang
dimaksud menurun atau mengecil adalah tambahan produk total yang
dihasilkan oleh tambahan sejumlah input variabel yang sama dengan
kombinasi input lain yang tetap.
Perhatikan Tabel 6.1 kolom penggunaan input X (urea). Input X selalu
bertambah dengan jumlah yang tetap, yakni 2 unit. Demikian juga dengan
jumlah produk total (Y) yang dihasilkan, selalu naik. Akan tetapi, terihat
bahwa tambahan produk total untuk setiap kenaikan input X semakin
menurun. Hal ini terjadi diakibatkan karena penambahan input variabel
menghasilkan tambahan produk total yang semakin berkurang karena
60
adanya input teap, misalnya luasan lahan yang tidak berubah yaitu seluas
satu hektar. Penambahan pupuk urea secara terus menerus pada lahan
satu hektar akan menyebabkan tambahan produk total semakin menurun.
Lebih jauh berarti, hukum tersebut tidak berlaku jika seluruh input
berubah (tidak ada input tetap).
3. Elastisitas Produksi
Hubungan lain yang menarik untuk dipelajari adalah konsep
elastisitas. Elastisitas produksi adalah persen perubahan output yang
disebabkan oleh persen perubahan input. Elastisitas produksi
dilambangkan dengan e dan dapat dituliskan sebagai berikut :
% 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑒= (7)
% 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
61
maksimum (titik C0, maka PM mencapai titik nol. Titik ini merupakan
batas akhir dari daerah produksi II. Pada daerah produksi II, PR akan
terus menurun (namun PR tidak pernah mencapai titik nol atau negatif).
Daerah produksi II disebut juga daerah rasional, atau daerah di mana
produsen yang rasional (mencari keuntungan maksimum) akan
memutuskan penggunaan input yang optimal. Dengan asumsi produsen
mempunya kesempatan untuk menggunakan jumlah input sampai
dengan daerah produksi II.
Penggunaan input lebih besar dari titik C’ memiliki elastisitas
produksi negative (e < 0). Daerah ini disebut juga dengan daerah produksi
III. Produsen yang rasional tidak akan mungkin menggunakan input pada
daerah produksi III ini, karena dengan penambahan input akan
menurunkan produk total yang dihasilkan.
5. Penggunaan Input Optimal
Keuntungan maksimum dapat dicari jika diketahui harga input dan
harga output. Misalkan p adalah harga output Y dan h adalah harga input
X, maka keuntungan dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝜋 𝑝𝑌 − ℎ𝑋 (10)
𝒅𝜋 𝑑𝑌 𝑑𝑌
= 𝑝 ( ) − ℎ = 0 atau 𝑝 ( ) = ℎ (11)
𝑑𝑋 𝑑𝑋 𝑑𝑋
62
𝒅𝑌 ℎ
= (12)
𝑑𝑋 𝑝
63
Jika melihat kembali persamaan fungsi produksi pada persamaan (3)
dan misalnya diketahui p = 2 dan h = 10. Berdasarkan persamaan (10)
maka dapat disusun persamaan keuntungan sebagai berikut :
1
𝜋 = 2 (𝑋 2 − ( ) 𝑋 3 ) − 10𝑋 (14)
30
64
𝜋 = 𝑝𝑌 − ℎ𝑋 − 𝑇𝐹𝐶, karena Y = f(X) sehingga X = f-1Y maka,
𝑑𝜋 ℎ
=𝑝− =0
𝑑𝑌 𝑑𝑌
( )
𝑑𝑋
ℎ
𝑝=
𝑑𝑌
( )
𝑑𝑋
𝑝 = 𝑀𝐶
65
hubungan antara input dengan input lainnya di dalam menghasilkan
tingkar produksi tertentu.
Konsekuensi logis adanya penggunaan dua jenis input untuk
menghasikan satu jenis output adalah adanya berbagai kombinasi kedua
jenis input atau lebih untuk menghasilkan sejumlah output yang sama.
Kombinasi ini memiliki makna penting dalam kegiatan produksi. Makna
penting pertama adalah adanya substitusi antara satu jenis input dengan
jenis input lain. Misalnya produsen bisa mengurangi penggunaan tenaga
kerja dengan menambah penggunaan modal, atau sebaliknya untuk
menghasilkan sejumlah output yang sama.
Pemahaman terhadap adanya substitusi antara satu jenis input
dengan jenis input lain dalam menghasilkan sejumlah output yang sama
dipelajari pada kurva yang disebut dengan kurva isoquant. Kurva isoquant
menggambarkan tingkay produksi tertentu yang dihasilkan dengan
berbagai tingkat kombinasi penggunaan input.
Substitusi input oleh input lainnya mempunya perilaku yang
berbeda-beda. Satu input dapat disubstitusi dengan input lain dengan
daya substitusi konstan ataupun dengan daya substitusi menurun. Daya
substitusi konstan maksunya adalah tambahan satu jenis input dapat
mengurangi penggunaan input lain dengan laju pengurangan yang
konstan. Daya substitusi input yang menurun artinya, semakin banyak
tambahan satu input, input lain yang tergantikan akan berkurang dengan
laju pengurangan yang semakin menurun. Kurva isoquant mempunyai
sudut kemiringan (slope) negatif. Sudut kemiringan tersebut disebut juga
dengan daya substitusi marginal (Marginal Rate of Substitution – MRS).
MRS X2 untuk X1 daat dinyatakan secara matematis sebagai berikut :
66
kemiringan garis isocost tergantung pada rasio antara harga masing-
masing input.
Jika harga ouput diketahui maka melalui garis isocost dan isoquant
dapat diketahui kombinasi penggunaan input yang optimal. Dalam hal ini
yang disebut optimal adalah penggunaan input yang meminimumkan
biaya untuk menghasilkan sejumlah output tertentu, misalnya pada Y0.
Biaya minimum tercapai jika kurva isoquant bersinggungan dengan isocost
(Gambar 6.3). Secara matematik ini terjadi ketika sudut kurva isoquant
sama dengan sudut garis isocost.
(𝑋1 /𝑋2 ) = −(ℎ1 / ℎ2 ) (19)
67
product). Hubungan yang terjadi dinyatakan dalam kurva, yang disebut
dengan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) atau Production Possibility
Curve. Perlu digarisbawahi bahwa hubungan tersebut terjadi karena
keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Berikut akan dijelaskan secara
ringkas masing-masing hubungan tersebut.
1. Hubungan Kompetitif
Hubungan kompetitf terjadi bila satu jenis output ditingkan, maka
output yang lain akan berkurang. Hal ini terjadi karena pada suatu
sumberdaya yang jumlahnya terbatas, peningkatan suatu output berarti
alokasi penggunaan sumberdaya untuk output tersebut meningkat.
Akibatnya penggunaan sumberdaya untuk output yang lain terpaksa
dikurangi sehingga output yang lain tersebut juga akan berkurang.
(a) (b)
68
6.4a, sedangkan daya desak marginal menurun diperlihatkan pada
Gambar 6.4b.
2. Hubungan Komplementer
Hubungan antar satu produk dengan produk lain bersifat
komplementer (complementary) jika satu produk ditingkatkan maka
produk lain akan ikut meningkat. Hal ini terjadi Karena produk yang satu
bisa digunakan sebagai input bagi kegiatan produksi lainnya.
Pada Gambar 6.5 hubungan komplementer diperlihatkan pada
segmen kurva A-B. Sudut kemiringan kurva positif pada segmen tersebut.
Pada segmen tersebut jelas terlihat peningkatan produk 1 juga akan
meningkatkan produk 2. Sedangkan pada segmen kurva B-C tidak lagi
menunjukkan hubungan komplementer tetapi menunjukkan hubungan
kompetitif.
3. Hubungan Suplementer
Hubungan suplementer terjadi apabila peningkatan satu jenis produk
tidak mengganggu produk lain (Gambar 6.6). Hal ini biasanya terjadi
apabila sumberdaya berlebih pada waktu-waktu tertentu. Misalnya
penggunaan tenaga kerja menjelang musim panen, dimana terjadi
69
kelebihan ketersediaan tenaga kerja. Sehingga tenaga kerja tersebut dapat
dimanfaatkan untuk cabang usahatani lainnya maupun untuk kegiatan
produktif lainnya. Kegiatan baru tersebut tidak akan menggangu kegiatan
produksi yang ada.
70
tersebut dapat dihasilkan pada satu ekor domba. Keterikatan jumlah
tersebut bisa dalam koefisien tunggal (Gambar 6.7a) atau juga bisa dalam
selang tertentu (Gambar 6.7b).
(a) (b)
71
sama. Kemiringan garis isorevenue dinyatakan dengan rasio harga masing-
masing produk.
𝑅 = ℎ1 𝑌1 + ℎ2 𝑌2
ℎ
𝑌2 = 𝑅 / ℎ2 − ( 1 ) 𝑌2 (20)
ℎ2
72
pengorbanan pada produk Y1. Nilai korbanan produk Y1 akibat
penambahan produk Y2 disebut juga dengan opportunity cost untuk
memproduksi tambahan Y2. Pada kondisi optimum, produk yang dipilih
harus mempunyai nilai produk marginal sama dengan produk lain yang
mungkin dipilih. Jika produsen memilih produk dengan nilai produk
marginal yang lebih kecil dari nilai produk marginal produk alternative
maka pilihan tersebut menjadi tidak optimal.
73
BAB 7
PENDAPATAN DAN EFISIENSI
USAHATANI
74
Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
Jawa barat (Dewi and Fariyanti, 2017); Analisis Faktor Produksi dan
Pendapatan usahatani Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Bogor (Widhiasih, 2013); Pendapatan Usaha
Penggemukan Domba Jantan (kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm Dengan
Peternak di Desa Bojong Jengkol, Bogor) (Yunus, 2013), dan lain-lain.
Berikut adalah salah satu contoh tabel analisis pendapatan usahatani.
a. Biaya tunai
75
Usahatani sempit Usahatani luas
Uraian
MK MH MK MH
Total biaya tunai 6.388.893 5.700.151 9.564.116 8.234.206
b. Biaya diperhitungkan
Total biaya
diperhitungkan 4.986.112 4.652.927 2.877.848 2.750.889
76
1. Pendapatan Usahatani
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan adalah
balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi, seperti mesin, tenaga
kerja, dan modal. Pendapatan tidak hanya dapat diperoleh dari usaha
yang dijalankan tetapi juga diperoleh dari hasil menyewakan kendaraan
operasional, lahan, dan sebagainya. Dalam PSAK 23 (Rev 2009),
pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas
operasional perusahaan. Selain itu, secara harfiah, pendapatan usaha juga
daat diartikan sebagai selisih antara penerimaan dan semua biaya yang
dikeluarkan.
Keberhasilan usaha dapat diukur melalui analisis terhadap
pendapatan usaha. Melalui analisis pendapatan usaha maka dapat
diperoleh gambaran aktual usaha dalam mengalokasikan sumberdaya
yang dimiliki untuk memperoleh penghasilan yang bernilai positif.
Informasi berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dimanfaatkan untuk
perencanaan kegiatan usaha pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu,
konsep pendapatan tidak akan terlepas dari konsep penerimaan dan
biaya. Secara matematika hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut.
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶
dimana π adalah jumlah pendapatan yang diterima, TR adalah total
penerimaan (total revenue), sedangan TC adalah total biaya atau
pengeluaran yang dikorbankan (total cost).
Berdasarkan persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan (total revenue)
dengan total biaya (total cost). Jika selisih tersebut bernilai positif maka
usaha tersebut mendapatkan keuntungan. Namun, jika selisih tersebut
bernilai negatif maka usaha tersebut mengalami kerugian. Oleh sebab itu,
pendapatan suatu usaha dapat diketahui apabila informasi terkait kondisi
penerimaan dan pengeluaran atau biaya selama jangka waktu tertentu
dapat diketahui.
77
Di dalam usahatani, pendapatan usahatani dapat digunakan untuk
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan
faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri, atau
modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan
bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat
dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani
(Soekartawi et al. 1986). Namun, pendapatan yang besar tidak selau
menunjukkan efesiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan
yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang berlebihan.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas usahatani digunakan oleh
petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, pendapatan
yang diterima kemudian juga digunakan untuk kebutuhan kegiatan
usahatani pada periode selanjutnya.
2. Penerimaan usahatani
Penerimaan total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai produk
total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun
yang tidak dijual (Soekartawi et al. 1986). Penerimaan usahatani adalah
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, yang
merupakan hasil perkalian antara total produksi dengan harga jual. Istilah
lain dari penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani, yang
terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai usahatani dan penerimaan
tidak tunai usahatani.
Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan tunai usahatani (farm
receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan
pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai
hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri,
disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya
sehingga tidak memberikan hasil dalam bentuk uang. Selain itu,
penerimaan usahatani juga diperhitungkan dari kenaikan nilai inventaris
(misalnya kenaikan nilai inventaris dari tanaman tahunan yang masih
produktif). Penerimaan total usahatani diperoleh dari hasil penjumlahan
78
antara penerimaan tunai usahatani dengan penerimaan tidak tunai
usahatani.
3. Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran total usahatani disebut juga biaya produksi. Biaya
produksi adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan
di dalam produksi. Berdasarkan sifat, biaya digolongkan menjadi dua,
yakni biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel (variabel cost) adalah
biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan. Sedangkan biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang
tetap jumlah totalnya dalam kisaran volume kegiatan tertentu.
Di dalam usahatani, biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tunai
dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Biaya tunai
merupakan sejumlah uang yag dibayarkan untuk pembayaran barang
dan atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar secara tunai
maupun kredit. Biaya tunai dapat berupa sewa lahan dan pajak lahan,
biaya untuk bibit, obat-obatan, pupuk kimia, pupuk kandang, serta biaya
untuk tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai berguna untuk melihat
pengalokasian modal yang dimiliki petani. Biaya tidak tunai (biaya yang
diperhitungkan) adalah biaya-biaya yang seharusnya dibayarkan karena
telah menggunakan sumberdaya, sehingga biaya ini harus
diperhitungkan. Biaya tidak tunai meliputi biaya untuk tenaga kerja
keluarga, biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri,
penggunaan benih hasil persemaian sendiri.
79
sebagai penunjang rumah tangga, tentunya harus digunakan patokan lain
yang relevan. Jadi dalam menghitung ukuran penampilan usahatani kecil
diperlukan kejelasan mengenai tujuan melakukan analisis.
Gambar 7.1 Arus Barang, Jasa, dan Uang pada Usahatani Kecil
80
jasa dari unit kegiatan lainnya yang umumnya dibeli dengan uang. Dalam
beberapa rumah tangga mungkin ada yang memperoleh kesempatan
bekerja di luar usaha tani sehingga menerima pendapatan berupa uang
dan benda. Untuk usahataniyang menggunakan kredit, sewaktu-waktu
dapat diterima pinjaman uang atau kredit dalam bentuk sarana produksi.
Bunga pinjaman-pinjaman tersebut harus dibayar dan jumlah
pinjamannya dibayar kembali dengan cara langsung atau dipotong dari
hasil penjualan produk usahatani (Gambar 7.1).
Ukuran penampilan usahatani dapat dibedakan menjadi
dua, yakni ukuran arus uang tunai dan ukuran pendapatan dan
keuntungan usahatani. Berikut dijelaskan maisng-masing dari
ukuran tersebut.
81
7 = penerimaan tunai luar usahatani
8 = pendapatan tunai rumahtangga
Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai uang yang diterima
dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani
didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian
barang dan jasa bagi usahatani. penerimaan tunai usahatani tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula,
pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah
pinjaman pokok.
Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai
usahatani disebut pendapatan usahatani (farm net cash flow) dan
merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang
tunai.
Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk
usahatani, seperti pinjaman tunai harus ditambahkan dan pengeluaran
tunai usahatani yang tidak ada kaitannya dengan pe,belian barang dan
jasa, seperti bunga pinjaman dan uang pokok, harus dikurangkan. Neraca
ini adalah kelebihan yang tunai usahatani (farm cash surplus) dan
merupakan uang tunai yang dihasilkan usahatani untuk keperluan rumah
tangga.
Akhirnya, kelebihan uang tunai usahatani ditambah dengan
penerimaan tunai rumahtangga seperti upa kerja yang diperoleh dari luar
usahatani didefinisikan sebagai pendapatan tunai rumahtangga
(household net cash income). Jumlah ini adalah uang tunai yang tersedia
bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada
kaitannya dengan usahatani. Karena itu ukuran ini merupakan sebagian
dari ukuran kesejahteraan keluarga petani.
Arus uang tunai dapat dihitung untuk setiap periode. Banyak
hitungan uang dilakukan berdasarkan jangka waktu setahun. Walaupun
demikian, apabila, pola penerimaan dan pembayaran berlangsung
82
musiman, maka penilaian keadaan uang tunai mungkin perlu dilakukan
lebih sering, misalnya setiap triwulan atau bahkan setiap bulan.
83
penilaiannya sangat sujar. Untuk ternak perubahan nilain ini umumnya
dihitung. Pembelian ternak dikurangkan dari pendapatan kotor karena
dianggap sebagai produk usahatani yang belum selesai. Dengan demikian
pendapatan kotor ternak dihitung sebagai :
Penjualan ternak + Nilai ternak yang digunakan untuk dikonsumsi
rumahtangga, pembayaran dan hadiah + Nilai ternak pada akhiri tahun
pembukuan - Pembelian ternak - Nilai ternak yang diperoleh sebagai
upah dan hadiah - Nilai ternak pada awal tahun pembukuan + Nilai hasil
ternak susu, telur.
Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan, total
sumberdaya yang digunakan dalam usahatnai. Nisbah seperti pendatan
kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan
intensitas operasi usahatani.
Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai
nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam
produksi, tetapi tidak termasuk tanaga kerja keluarga petani. Pengeluaran
usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi, nilai barang
dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau
berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Hal yang
sama berlaku bagi produksi usahatani yang digunakan untuk bibit atau
makanan ternak. Apabila dalam usahatani ini digunakan mesin-mesin
pertanian, maka harus dihitung penyusutannnya dan dianggap sebagai
pengeluaran. Pentusutan ini merupakan penuruan nilai investaris yang
disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan. Perlu dicatat
bahwa bunga modal milik sendiri atau yang dipinkam dan orang lain
tidak dihitung sebagai pengeluaran.
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluatan total
usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income).
Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan uang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan factor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan
modal milik sendiri atau modal pinjaman uang diinvestasikan ke dalam
usahatani. Karena itu ia merupakan ukuran keuntungan usahatani yang
dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.
Karena bunga modal tidak dihitung sebagai pengeluaran, maka
84
pembandingan tidak dikacaukan oleh perbedaan tingkat hutang.
Bagimanapun juga, pendapatan bersih usahatani merupakan langkah
antara untuk menghitung ukuran-ukuran keuntungan lainnya yang
mampu memberikan penjelasan lebih banyak.
Barangkali ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan
usahatani kecil ialah penghasilan bersih usahatani (net farm earning).
Angka ini diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan
mengurangkan bunga yang dibayarkan kepeada modal pinjaman.
Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani
untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap sumberdaya
milik keluarga yang dipakai di dalam usahatani. Apabila penghasilan
bersih usahatani ditambah dengan pendapatan rumahtangga yang
berasal dari luar usahatani, seperti upah dalam bentuk uang atau benda,
maka diperoleh penghasilan keluarga (family earnings). Bila untuk
keperluan perumusan kebijaksanaan atau perenvanaan diperlukan
penilaian terhadap kemiskinan atau sebaran pendapatan, maka ini harus
didasarkan kepada penghasilan keluarga.
Di dalam usahatani semi-komersial, imbalan kepada modal
merupakan patokan yang baik untuk penampilan usahatani. Apabila
sebagian modal diperoleh dari pinjaman, maka ada dua ukuran yang
dapat dipakai. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital)
dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan
bersih usahatani. Untuk keperluan ini, kerja keluarga dinilai menurut
tingkah upah yang berlaku. Asilnya biasanya dinyatakan dalam persen
terhadap nilai seluruh modal. Imbalan kepada modal petani (return to
farm equity capital) diperoleh dengan mengurangkan nilai kerja keluarga
dari penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini pun umumnya dinyatakan
dalam persen terhadap nilai modal petani.
Selanjutnya, imbalan kepaa tenaga kerja keluarga (return to family
labour) dapat dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan
mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran
imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja
dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan kepada tiap orang
85
(return to men). Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah
kerja di luar usahatani.
86
menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak
menguntungkan, karena kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat
memberikan penerimaan yang lebih besar daripada pengeluarannya.
Nilai R/C = 1 berarti bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak
memberikan keuntungan maupun kerugian (impas), karena penerimaan
yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang
dikeluarkan oleh petani.
Apabila usahatani di awal aktivitasnya memerlukan investasi
yang sangat besar dibandingkan dengan penerimaan, maka kriteria
efisiensi dipergunakan NPV, IRR, dan B/C. Alasannya adalah 1) investasi
relative dibandingkan penrimaan yang sangat besar, sehingga
pengambalian modal bersifat jangka panjang; 2) ada pengaruh waktu
terhadap nilai uang dan tingkat suku bunga, artinya nilai uang yang
diterima saat ini tidak sama dengan nilai uang pada masa yang akan
datang. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing analisis.
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah analisis manfaat finansial yang
digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan
dilihat dari nilai sekarang (present value) arus kas bersih yang akan
diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang
dikeluarkan. Arus kas bersih adalah laba bersih usaha ditambah
penyusutan, sedang jumlah investasi adalah jumlah total dana yang
dikeluarkan untuk membiayai pengadaan seluruh alat-alat produksi yang
dibutuhkan dalam menjalankan suatu usaha. Jadi, untuk menghitung
NPV dari suatu usaha diperlukan data tentang: (1) jumlah investasi yang
dikeluarkan, dan (2) arus kas bersih per tahun sesuai dengan umur
ekonomis dari alat-alat produksi yang digunakan untuk menjalankan
usaha yang bersangkutan.
Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara
yang praktis untuk mengetahui apakah usaha menguntungkan atau tidak.
Keuntungan dari suatu usaha adalah besarnya penerimaan dikurangi
87
pembiayaan yang dikeluarkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
NPV adalah selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present
Value PV dari arus biaya (Soekartawi, 1996). Dalam kriteria ini dikatakan
bahwa usaha akan dipilih apabila nilai NPV lebih besar dari nol. Jika suatu
usaha mempunyai NPV kurang dari nol, maka tidak akan dipilih atau
tidak layak untuk dijalankan. Rumus NPV dalam analisis proyek
dituliskan sebagai berikut.
𝑛
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡
𝑁𝑃𝑉 = ∑
(1 + 𝑖)𝑡
𝑡=0
88
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV bernilai positif
i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV bernilai negative
3. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat
tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai
bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang
negatif. Dalam analisis ini, data yang diutamakan adalah besarnya
manfaat yang didapat. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa suatu
usaha akan dipilih apabila Net B/C > 1 (kegiatan usahatani
menguntungkan). Sebaliknya, bila suatu usaha memberi hasil Net B/C < 1
(kegiatan usahatani merugikan), maka proyek tidak akan diterima.
Usahatani yang memiliki nilai Net B/C = 1 maka kegiatan tersebut bersifat
impas (tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan). Secara
matematik, rumusan untuk Net B/C adalah sebagai berikut:
𝐵 − 𝐶𝑡
∑𝑛𝑡=1 𝑡
𝐵 (1 + 𝑖)𝑡
𝑁𝑒𝑡 =
𝐶 𝐶 − 𝐵𝑡
∑𝑛𝑡=1 𝑡
(1 + 𝑖)𝑡
Keterangan :
Bt = Benefit (penerimaan kotor pada tahun ke-t)
Ct = Cost (biaya kotor pada tahun ke-t)
n = umur ekonomis usaha
i = tingkat suku Bunga yang berlaku
89
TUGAS KEGIATAN BELAJAR :
1. Buatlah tabel input-output pada petani responden!
2. Analisislah cost and return pada petani responden!
3. Analisis ukuran pendapatan dan keuntungan dari rumahtangga
petani : gross farm income, total farm expenses, net farm income, net farm
earning, dst!
90
BAB 8
PERENCANAAN USAHATANI
91
Perencanaan usahatani dapat dilakukan pada usahatani sebagai
satu kesatuan (whole farm planning) atau sebagian saja (partial analysis).
Pada whole farm planning, semua rencana tanaman dan ternak ditinjau dan
penggunaan sumberdaya usahatani dipertimbangkan berdasarkan
keseluruhan kegiatan. Oleh sebab itu, anggaran disusun berdasarkan
semua penerimaan dan pengeluaran usahatani. Misalnya reorganisasi
atau mengusahakan usahatani baru. Sedangkan pada analisis parsial,
anggaran disusun hanya dengan memperhatikan aspek yang dipengaruhi
secara langsung oleh perubahan yang diusulkan. Misalnya, penggunaan
teknologi atau menyisipkan suatu usaha baru.
92
perubahan. Atau dapat dikatakan sebagai tambahan pendapatan
kotor atau penghasilan yang timbul sebagai akibat dari
perubahan. Sedangkan kerugian adalah pengeluaran atau biaya
tambahan ang terjadi akibat adanya perubahan atau dengan kata
lain merupakan pendapatan kotor atau penghasilan yang hilang
dan tidak akan diterima lagi sebagai akibat dari perubahan
tersebut.
c. Menghitung keuntungan tambahan yg merupakan selisih antara
keuntungan dan kerugian. Jika keuntungan tambahan lebih besar
dari kerugian yang ditimbulkan akibat perubahan maka
perubahan tersebut menguntungkan dan bisa dilaksanakan.
Namun, jika keuntungan lebih kecil dari kerugian yang
ditimbulkan akibat perubahan maka prubahan tersebut tidak
menguntungkan dan tidak bisa dilaksanakan.
d. Mendaftar faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan perubahan, berupa risiko perubahan,
implikasi perubahan, da keterlampilan atau hal lain yang
dibutuhkan.
Berikut ini disajikan contoh hipotetik dari seorang petani yang
berencana membeli traktor untuk mengelola usahataninya. Pembelian
traktor tersebut dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya tenaga kerja
yang disewa dan sekaligus memperoleh penghasilan karena dapat
mengerjakan tanah orang lain. Karena keterbatasan dana yang dimiliki,
maka traktor yang dibeli merupakan traktor bekas. Berikut adalah sebuah
analisis anggaran yang dibuat oleh petani tersebut disajikan pada Tabel
8.1.
Pertimbangan lain yang dalam perubahan yang dilakukan, antara
lain:
a. Pembelian traktor dapat meningkatkan ketepatan waktu kerja
b. Pembelian traktor mengurangi risiko tidak adanya traktr bila
diperlukan
93
c. Pembelian traktor berimplikasi pada dibutuhkannya dana
pinjaman sebesar Rp 500.000
d. Petani harus menambah jam kerja sebanyak 220 jam per tahun.
94
setahun, tetapi hanya dua kali tanaman tomat. Tanaman-tanaman
tersebut tidak ditanam secara gilir pada lahan yang sama melainkan
dengan cara rotasi.
95
tersebut menggambarkan anggaran kegiatan yang disederhanakan untuk
kedua cabang usahatani.
96
Kerugian :
Marjin kotor yang hilang
2 x 2 hektar tomat Rp 25.660
Keuntungan :
Tambahan marjin kotor
3 x 2 hektar sawi Rp 42.435
Keuntungan tambahan :
Rp 42.435 – Rp 25.660 = Rp 16.775
3. Anggaran impas
Analisis anggaran yang menggunakan cara titik impas secara
langsung dapat digunakan untuk melihat dan menentukan apakah
proyek dapat memberikan manfaat atau tidak. Cara menghitung titik
impas ini diawali dengan meberi tanda tertentu, dalam hal ini h untuk
simbol hours atau JK untuk simbol jam kerja. Parameter yang dinyatakan
dengan h ini merupakan variabel yang tidak dapat diduga secara pasti.
Pada analisis ini, analisis anggaran parsial ditulis sama dengan analisis
sebelumnya, hanya saja variabel yang tidak dapat diduga secara pasti
tersebut dihitung dengan menggunakan parameter h. Misalnya pada
bagian pengeluaran untuk bahan bakar dan perawatan atau pada
keuntungan yang dapat dihemat karena adanya traktor, atau pula pada
penghasilan yang diperoleh dari mengerjakan tanah milik orang lain. Bila
keuntungan tambahan sama dengan nol (dalam keadaan seimbang bila
keuntungan tambahan tercapai), maka parameter h dapat dihitung, yaitu
21.33 jam kerja.
97
8.2. Perencanaan Menyeluruh (Whole Farm Planning)
Perencanaan menyeluruh memiliki beberapa pendekatan, seperti
berdasarkan pengalaman petani, mulai dari apa yang akan dihasilkan
hingga mengevaluasi faktor-faktor yang relative tetap pada saat akan
mengusahakan atau mengorganisasi usahatani, seperti tanah, iklim,
modal, keterlampilan.
Perencanaan usahatani menyeluruh dilakukan dengan beberapa
tahapan, seperti :
1. Meninjau/mengorganisasikan seluruh cabang usahatani *tanaman,
ternak, ikan)
2. Meninjau dan menggunakan sumberdaya usahatani berdasarkan
keseluruhan kegiatan
3. Anggaran disusun berdasarkan semua penerimaan dan pengeluaran
usahatani, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Contoh perencanaan menyeluruh mencakup penggunaan
tanah/lahan (luas tiap kegiatan, jadwal tanam, urutan tanaman),
98
penggunaan air, ketersediaan dan penggunaan tengaa kerja. Khusus
ternak pertimbangkan pakan apakah di produksi sendiri atau dibeli,
kebutuhan sarana produksi (jenis, jumlah, waktu), kebutuhan peralatan
dan bangunan, kebutuhan modal, dan lain sebagainya. Simulasi
perencanaan dapat dilakukan melalui program sederhana, program linier,
program berfaktor risiko, dan penilaian investasi.
Pada analisis penilaian investasi, analisis perencanaan dilakukan
dalam jangka panjang. Oleh sebab itu kriteria investasi digunakan, seperti
analisis NPV, B/C rasio, IRR, Payback periode. Selain itu, perlu dilakukan
analisis kelayakan usaha dari sisi non finansial seperti kelayakan aspek
teknis, komersial atau pasar, manajemen, ekonomi dan sosial, serta aspek
hukum.
99
CONTOH KUESIONER
CABANG USAHATANI
100
KUESIONER PETANI TANAMAN SEMUSIM
I. IDENTITAS PEWAWANCARA
Nama Lengkap :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tanda Tangan :
Pewawancara
1. Nama : ________________________
2. Umur : _____ tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Alamat :RT _____ RW_____
Desa _________________
Kecamatan _________________
Kabupaten _________________
Provinsi _________________
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Sekolah Dasar (SD)
[ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)
[ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)
[ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________
[ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________
6. Pengalaman mengikuti pelatihan:
[ ] Budidaya ____ bulan
[ ] Pengolahan ____ bulan
[ ] Pelatihan lainnya ____ bulan, sebutkan ________________
7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun
8. Pekerjaan lain selain bertani:
[ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS)
[ ] Pedagang
[ ] Pemilik warung
[ ] Sebutkan ____________
101
III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI
102
c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3.
Lainnya, Sebutkan ................
d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3.
Dibagi dua
e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap
terkait :
a. Periode sakap : ...................................... sampai ......................................
b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difoto)
4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait :
a. Periode garap :
..................................................................................................
b. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
5. Jika status lahan gadai,
a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku
.........................................
.................................................................................................................................
.
b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan):
Nama :
..................................................................................................................
Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................
c. Periode gadai : mulai .................................... sampai
.......................................
103
d. Nilai gadai : Rp
...................................................................................................
e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas
104
Tempat
Input Satuan Jumlah Harga
Beli
Benih/Bibit
a. ...
b. ...
c. ...
d. ...
Pupuk Kimia
a. Urea/ZA
b. TSP
c. KCl
d. NPK
Pupuk Kandang
Kapur
Pestisida Cair
a. Herbisida
b. Insektisida
a. Fungisida
Pestisida Padat
a. Herbisida
b. Insektisida
b. Fungisida
Lainnya:
a. ...................
b. ...................
c. ...................
d. ...................
1) 1=produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5= kios
desa; 6= koperasi; 7=kelompok tani
105
TK Dalam TK Luar Keluarga
N
Kegiatan Keluarga
o
Priaa) Wanitaa) Priaa) Upah Wanitaa) Upah
5 Pengendalian
HPT
6 Panen
7 Pascapanen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari
106
5.7. Produksi (Output)
Nama Produk Satuan Jual Kons Benih Total
1. ........................
2. ........................
3. ........................
4. ........................
Total
6.1. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom
jual pada poin 5.7
Jml Harga Nilai
Nama Produk Pasar1 Bayar2
(kg) (Rp/kg) (Rp)
1. .......................
2. .......................
Total
Keterangan:
1) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul
kecamatan; 3= Pedagang besar; 4= Warung; 5= Perusahaan Pengolah ; 6= Lainnya
2) Cara pembayaran: 1= Tunai; 2= Dibayar dimuka; 3= Dicicil; 4= Lainnya
107
7.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga
Jenis Pengeluaran Rupiah / Bulan
Makanan pokok
Pendidikan
Komunikasi/Pulsa
Rokok
Bahan bakar/energi/listrik
Lainnya ..........................
Total
108
KUESIONER PETANI TANAMAN TAHUNAN
I. IDENTITAS PEWAWANCARA
Nama Lengkap :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tanda Tangan :
Pewawancara
1. Nama : ________________________
2. Umur : _____ tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Alamat :RT _____ RW_____
Desa _________________
Kecamatan _________________
Kabupaten _________________
Provinsi _________________
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Sekolah Dasar (SD)
[ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)
[ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)
[ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________
[ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________
6. Pengalaman mengikuti pelatihan:
[ ] Budidaya ____ bulan
[ ] Pengolahan ____ bulan
[ ] Pelatihan lainnya ____ bulan, sebutkan ________________
7. Pengalaman menjadi petani: ______ tahun
8. Pekerjaan lain selain bertani:
[ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS)
[ ] Pedagang
[ ] Pemilik warung
[ ] Sebutkan ____________
109
III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI
110
2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait :
f. Periode sewa : ...................................... sampai ......................................
g. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun
h. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3.
Sekaligus setelah tanaman menghasilkan 4. Lainnya, Sebutkan
................
i. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3.
Dibagi dua
j. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap
terkait :
d. Periode sakap : ...................................... sampai ......................................
e. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difoto)
4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait :
d. Periode garap :
...................................................................................................
e. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
Baiya tenaga kerja (......% penyakap dan ..........%
pemilik)
f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
5. Jika status lahan gadai,
a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku
........................................................................................................................
........................................................................................................................
....................
b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan):
Nama
:.....................................................................................................................
111
Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................
c. Periode gadai : mulai ..................................... sampai
........................................
d. Nilai gadai : Rp ...................................................
e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas
112
5.2. Penggunaan input menurut blok umur tanaman
No Blok Bibit Urea TSP KCl P Kandang
Tanaman Phn Harga/ Kg Harga/ Kg Harga Kg Harga Kg Harga
a) Phn Kg /Kg /Kg /Kg
1
2
3
4
5
6
Keterangan: a) Lihat nomor urut blok tanaman pada tabel sebelumnya.
1
2
3
4
5
6
Keterangan: a) Lihat nomor urut blok tanaman pada tabel sebelumnya.
b) Cantumkan jenis input lainnya
113
5.4. - B. Penggunaan tenaga kerja menurut blok umur tanaman
No. Blok Tanaman _______ Umur ________ Luas _________
TK Dalam TK Luar Keluarga
Keluarga
No. Kegiatan
Pria Wanita Pria Upah Wanita Upah
a) a) a) a)
1 Penamanam
2 Pemupukan
3 Penyiangan
4 Pemangkasan
5 Pengendalian
HPT
6 Panen
7 Pascapanen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari
Jumlah Durasi
No Jenis Kegiatan Keterangan
(Kg) waktu
1
2
3
4
5
6
7
8
114
VII. PEMASARAN OLEH PETANI
Keterangan:
1) 1. Pedagang pengumpul tingkat desa; 2. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan; 3.
115
KUESIONER PETERNAK
I. IDENTITAS PEWAWANCARA
Nama Lengkap :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tanda Tangan :
Pewawancara
1. Nama : ________________________
2. Umur : _____ tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Alamat :RT _____ RW_____
Desa _________________
Kecamatan _________________
Kabupaten _________________
Provinsi _________________
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Sekolah Dasar (SD)
[ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)
[ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)
[ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________
[ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________
6. Pengalaman mengikuti pelatihan:
[ ] Budidaya ____ bulan
[ ] Pengolahan ____ bulan
[ ] Pelatihan lainnya____ bulan, sebutkan ________________
7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun
8. Pekerjaan lain selain bertani:
[ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS)
[ ] Pedagang
[ ] Pemilik warung
[ ] Sebutkan ____________
116
III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETERNAK
117
1. Jika petani membeli lahan, perlu ditanyakan:
a. Harga beli lahan : Rp. …...........................................
b. Luas lahan : …………….. ha
2. Jika status lahan sewa, jelaskan ketentuan sewa terkait :
a. Periode sewa : ...................................... sampai ......................................
b. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun
c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3.
Lainnya, Sebutkan ................
d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3.
Dibagi dua
e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap
terkait :
a. Periode sakap : ...................................... sampai ......................................
b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan.....% pemilik)
Baiya tenaga kerja (...% penyakap dan ...% pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difoto)
4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait :
a. Periode garap : ...........................................................................................
b. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan .......% pemilik)
Baiya tenaga kerja (....% penyakap dan…%pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
5. Jika status lahan gadai,
a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku
........................................................................................................................
b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan):
Nama :
........................................................................................................................
Status : 1. Petani 2. Lainnya, ....................................
c. Periode gadai : mulai .......................... sampai ........................................
d. Nilai gadai : Rp ...................................................
e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas
118
4.2. Aset Ternak
Nilai
Umur Thn Harga Nilai
Jenis Aset Satuan Jml sekarang
beli beli beli beli (Rp)
(Rp)
1. Ternak Ekor
a. Ayam
b. Bebek
c. Kelinci
d. Babi
e. Kambing
f. Domba
g. Kerbau
h. Sapi
i. ................
119
Jenis aset satuan Jml Thn Harga beli Nilai beli
beli (Rp)
4. Kendaraan
a. Mobil
b. Motor
c. Sepeda
5. Lainnya....
Total
Vitamin
a. ....................
b. ....................
c. ....................
Antibiotik
a. .....................
b. .....................
c. .....................
Desinfektan
120
Tempat
Jenis Input Satuan Jumlah Harga/Satuan
beli1)
.......................
Air untuk ternak
dan kandang
Listrik untuk
ternak dan
kandang
Lainnya:
a. ...................
b. ...................
2) 1=Produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5=
koperasi; 6=kelompok tani
1 Pembersihan
Kandang
2 Mencari
Pakan
(Hijauan)
3 Pemerahan
(untuk Sapi
atau
kambing)
atau
mengutip
Telur.
4 Pemeliharan
(chek
kesehatan,
inseminasi
buatan,
memberi
121
TK Dalam TK Luar Keluarga
Keluarga
No Kegiatan
Priaa) Wanita Pria a) Upah Wanita Upah
a) a)
makan dan
vitamin)
5 Panen
6 Pasca Panen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari
2. ........................
3. ........................
4. ...........................
Total
*) Nama Produk disesuaikan dengan ternak yang diusahakan (Mis: Ayam/bebek, telur,
Sapi, Kambing, Susu), Peternak menjual hewan ternak hidup jarang mengolahnya lebih
lanjut, kecuali produk seperti telur asin dan susu olahan.
122
4.8. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom
jual pada poin 4.7)
Jml Harga Nilai
Nama Produk Pasar1 Bayar2
(Ekor) (Ekor/kg) (Ekor)
1. ..................
2. ..................
3. ..................
4. ..................
Total
Keterangan:
3) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul
kecamatan; 3= Pedagang besar; 4= Warung; 5= Perusahaan Pengolah ; 6= Lainnya
4) Cara pembayaran: 1= Tunai; 2= Dibayar dimuka; 3= Dicicil; 4= Lainnya
123
5.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga
124
KUESIONER PERIKANAN BUDIDAYA
I. IDENTITAS PEWAWANCARA
Nama Lengkap :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tanda Tangan :
Pewawancara
1. Nama : ________________________
2. Umur : _____ tahun
3. Jenis kelamin : L/P
4. Alamat :RT _____ RW_____
Desa _________________
Kecamatan _________________
Kabupaten _________________
Provinsi _________________
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Sekolah Dasar (SD)
[ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)
[ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)
[ ] Diploma III/Sederajat, Program Studi __________
[ ] Sarjana/Sederajat, ProgramStudi _____________
6. Pengalaman mengikuti pelatihan:
[ ] Budidaya ____ bulan
[ ] Pengolahan ____ bulan
[ ] Pelatihan lainnya____ bulan, sebutkan ________________
7. Pengalaman menjadi petani : ______ tahun
8. Pekerjaan lain selain bertani:
[ ] Pegawai Negeri Sipil (PNS)
[ ] Pedagang
[ ] Pemilik warung
[ ] Sebutkan ____________
125
III. IDENTITAS RUMAHTANGGA PETANI
126
b. Harga sewa : Rp .............................../ha/tahun
c. Pembayaran sewa: 1. Sekaligus di muka 2. Dicicil, ...........kali 3.
Lainnya, Sebutkan ................
d. Pihak yang membayar pajak lahan : 1. Pemilik 2. Penyewa 3.
Dibagi dua
e. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
3. Jika status lahan sakap atau bagi hasil, jelaskan ketentuan sakap
terkait :
a. Periode sakap : ...................................... sampai ......................................
b. Sistem sakap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan .......% pemilik)
Baiya tenaga kerja (....% penyakap dan ..% pemilik)
c. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difoto)
4. Jika status lahan garap, jelaskan ketentuan garap terkait :
d. Periode garap : ..........................................................................................
e. Sistem garap : Produksi ( ......% penyakap dan ..........% pemilik)
Biaya saprodi (......% penyakap dan ....% pemilik)
Baiya tenaga kerja (..% penyakap dan.....% pemilik)
f. Bentuk legitimasi : 1. Tidak tertulis 2. Kontrak tertulis (mohon
kontrak difotocopy)
5. Jika status lahan gadai,
a. Jelaskan ketentuan perjanjian gadai yang berlaku
........................................................................................................................
b. Pihak pemilik lahan (yang menggadaikan lahan):
Nama :......................................................................
Status : 1. Petani 2. Lainnya, ........................................
c. Periode gadai : mulai ................................ sampai ..............................
d. Nilai gadai : Rp ...................................................
e. Bentuk pembayaran : [ ] Uang ; [ ] Emas
127
Jenis Aset Satuan Tahun Unit Harga/Satuan Nilai(Rp)
beli
a. Cangkul
b. Kored
c. Sekop
d. Jaring
e. Seser/serok
f. Pompa air
g. Terpal
h. Gerobak
i. Keramba
j. Jeriken
k. Ember
l. Lainnya ....
4. Kendaraan
a. Mobil
b. Motor
c. Sepeda
5. Bak
Penampungan
6. Lainnya....
Total
128
Tempat
Jenis Input Satuan Jumlah Harga/Satuan
beli1)
Obat
Padat
Lainnya:
a. ...................
b. ...................
1) 1=Produksi sendiri; 2=pabrik input; 3=pedagang besar; 4=agen distribusi; 5=
koperasi; 6=kelompok tani
1 Persiapan kolam
2 Penebaran
benih
3 Pengelolaan air
4 Pemberian
pakan
5 Pemberantasan
Hama dan
Penyakit
6 Pemeliharaan
kolam
7 Panen
8 Pascapanen
Keterangan: a) Diisi dengan jam kerja = Jml Orang x Jumlah Hari x Jam/Hari
129
4.6. Produksi (output)
Nama Produk Satuan Jual Kons Benih Total
1. ........................
2. ........................
3. ........................
4. ........................
Total
4.7. Penjualan dan Penerimaan (catatan: jml yg dijual sama dengan kolom
jual pada poin 4.6)
Jml Harga Nilai
Jenis Output Pasar1 Bayar2
(kg) (Rp/kg) (Rp)
1. .......................
2. .......................
3. .......................
Total
Keterangan:
1) Pasar Tujuan isikan: 1= Pedagang pengumpul desa; 2= Pedagang pengumpul
130
5.2. Pola Pengeluaran Rumahtangga
Jenis Pengeluaran Rupiah / Bulan
Makanan pokok
Pendidikan
Komunikasi/Pulsa
Rokok
Bahan bakar/energi/listrik
Lainnya ..........................
Total
131
DAFTAR PUSTAKA
132
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. Penerbit Universitas Brawijaya (UB
Press). Malang
Suratiyah, Ken. 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI
PRESS). Jakarta.
Soekartawi, A. Soehardjo, J.L. Dillon, J.B. Hardaker. 1986. Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
133
BIODATA PENULIS
134