27
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010
mengatasi masalah tersebut perpaduan antara tidak cukup untuk mengairi padi gadu, tetapi di
dua atau lebih komponen pengendalian sangat beberapa daerah seperti Mojokerto, Magetan, dan
diperlukan sehingga hasil dapat ditingkatkan, Malang, ubijalar dapat bersaing dengan padi.
pendapatan petani meningkat serta kelestarian Menurut pertimbangan petani bertanam ubijalar
dan kesehatan lingkungan tetap terjaga. lebih menguntungkan bila dibanding padi pada
saat harga ubijalar tinggi. Apabila di lahan sawah
EKOBIOLOGI TANAMAN UBIJALAR tersebut ketersediaan air cukup untuk bertanam
Ubijalar tergolong jenis tanaman yang dua kali padi, maka penanaman ubijalar baru
beradaptasi pada agroekologi cukup luas dari dilakukan sesudah tanaman padi gadu pada perte-
ketinggian dari 0 m di atas permukaan air laut ngahan sampai akhir musim kemarau.
(dpl.) hingga 3000 m dpl, namun lingkungan Secara umum, ubijalar yang ditanam pada
tumbuh yang ideal terletak pada kisaran 48o musim hujan hasilnya lebih rendah karena aerasi
lintang utara (LU) hingga 40o lintang selatan (LS), tanah kurang baik. Disamping itu pada musim
temperatur optimum harian pada kisaran 23–25o hujan banyak terjadi serangan jamur Elsinoe
C, dengan kondisi pH tanah berkisar antara 6,0– batatas pada bagian daun dan batang dan juga
7,5 (Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Di daerah kerusakan umbi akibat serangan jamur busuk
ketinggian >1000 m dpl seperti di Kawi atau hitam (Ceratocystis fimbriata). Sedangkan di
pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya tanaman musim kemarau kerusakan umbi lebih banyak
ubijalar dipanen sekitar umur 6–7 bulan atau disebabkan oleh serangan hama boleng (Cylas
lebih. Ubijalar termasuk tanaman yang menyukai formicarius). Biasanya ubijalar yang terserang
banyak cahaya matahari (sun loving plant), tetapi hama boleng dan busuk hitam dibuang atau di-
masih dapat berproduksi pada taraf naungan tinggalkan di lapangan. Dari sudut sanitasi, cara
hingga 30%. membuang umbi terserang tersebut dapat men-
Ubijalar dapat tumbuh dan produktif dengan jadi sumber serangan pada musim berikutnya.
masukan produksi rendah, dan memerlukan
musim tanam yang cukup pendek. Karena itu, EKOBIOLOGI HAMA BOLENG
ubijalar merupakan komoditas penting dan Kumbang ubijalar Cylas formicarius (hama
ditanam di berbagai wilayah tropika, subtropika, boleng) merupakan hama utama pada ubi jalar.
dan iklim sedang. Jenis tanah yang paling sesuai Serangga dewasa bentuknya menyerupai semut,
untuk tanaman ubijalar adalah tanah dengan kecuali antenanya yang besar yang membedakan
fraksi pasir-debu di lapisan atas (top soil), serta antara jantan dan betina. Panjang tubuh
cukup pengairan, dan fraksi lempung pada lapis serangga dewasa lebih kurang 6–7 mm, dengan
bawah (sub soil). Tanaman tidak tahan bagian kepala dan elitra berwarna biru kehitam-
genangan, karena itu penanaman sebaiknya di an, sedangkan kaki, thorak, dan antena berwarna
atas gundukan (mound) maupun guludan (ridge). merah kecoklatan. Serangga tersebut paling aktif
Buruknya aerasi atau rendahnya konsentrasi menjelang matahari terbenam dan menjelang
oksigen <10% dalam tanah pada fase awal (pem- matahari terbit. Apabila diganggu, mereka men-
bentukan umbi) menyebabkan akar yang berdi- jatuhkan diri dan berpura-pura mati. Serangga
ferensiasi menjadi umbi terganggu, karena terjadi ini mampu terbang dalam jarak yang tidak terlalu
proses lignifikasi stele yang menekan aktifitas jauh. Oleh karena itu cara penyebaran hama
kambium primer (Wilson 1982). Pada tanah yang tersebut terutama melalui batang dan umbi yang
terlalu banyak mengandung air, umbi akan men- terinfestasi hama atau dibantu oleh kegiatan
jadi cepat busuk disertai sistem perakaran yang manusia (Anonim 1989).
kurang sempurna (Wargiono 1980). Imago betina meletakkan telurnya satu per
Di Indonesia, ubijalar sebagian besar (65%) satu pada cekungan di dalam batang atau umbi.
ditanam di lahan tegal sedang sisanya ditanam Karena imago betina tidak bisa menggali/ masuk
di sawah. Di lahan tegal pada umumnya ubijalar kedalam tanah, maka untuk meletakkan telur
ditanam pada awal atau pertengahan musim dalam umbi, imago harus masuk ke dalam tanah
hujan. Sedang di lahan sawah, ubijalar ditanam melalui tanah yang retak untuk meletakkan
sesudah padi sawah pada awal musim kemarau, telurnya. Telur tidak mudah dilihat karena ditutup
dengan pertimbangan bahwa sisa air yang ada dengan bahan semacam gelatin yang berwarna
28
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR
abu-abu. Larva yang baru menetas langsung dan ukuran tubuh. Ujung antena betina ber-
menggerek umbi atau batang dan tinggal di dalam bentuk gada sedangkan yang jantan berbentuk
gerekan tersebut. Warna jaringan di sekitar benang, biasanya ukuran tubuh serangga betina
lubang gerekan akan berubah menjadi lebih gelap lebih besar daripada serangga jantan.
dan membusuk, sehingga tidak layak dikonsumsi Selain tanaman ubijalar, hama boleng juga
karena rasanya pahit. Pupa terjadi dalam lubang menyerang tanaman kangkung liar, Ipomoea
gerekan yang dibuat larva. Imago akan muncul aquatica, I. indica (I. congesta), I. pescapreae Roth,
dari batang atau umbi beberapa hari kemudian. Merramia emerginata,dan M. mammo (Anonim
Iklim yang panas dan kering sangat cocok 1989).
untuk perkembangan hama boleng. Pada suhu
optimal 27–30o C, dalam satu tahunnya dapat STATUS HAMA BOLENG
terjadi sepuluh generasi. Untuk menyelesaikan Serangga dewasa hanya menimbulkan
satu siklus hidup diperlukan 33 hari. Imago betina kerusakan yang kurang berarti. Serangga dewasa
dapat hidup antara 75–105 hari, dan seekor betina hanya merusak lapisan permukaan daun, tangkai
dapat bertelur antara 100–250 butir dalam periode daun dan batang berupa bercak oval kecil. Pada
tersebut. Pada suhu suboptimal berkembangan umbi kerusakan oleh serangga dewasa berupa
berlangsung lebih lama (Kasloven 1981). tusukan pada permukaan umbi. Kerusakan yang
Telur berbentuk oval berukuran panjang 0,65 besar terjadi pada umbi dan batang adalah akibat
mm dan lebar 0,46 mm, putih jernih dan halus gerekan oleh larva. Di dekat lubang gerekan
dengan permukaan yang tidak rata pada saat baru tersebut, warna jaringan tanaman berubah men-
diletakkan. Telur yang akan menetas berwarna jadi lebih gelap dan membusuk, sehingga tidak
krem dengan bercak kecil berwarna coklat tak layak dikonsumsi karena rasanya pahit. Pem-
beraturan. Larva setelah 5–8 hari berwarna putih buatan lubang gerekan pada ubijalar akan
tidak berkaki dengan kepala berwarna coklat. merangsang pembentukan senyawa toksik yang
Larva dewasa berukuran 7–8 mm. Stadia larva dapat mempengaruhi kerja hati dan paru-paru
berlangsung kurang lebih 15–20 hari. Kepompong mamalia (Woolfe 1992). Oleh karena pembentukan
berwarna putih krem dan berukuran 5–6 mm. racun tersebut, kerusakan kecil pada umbi apabila
Setelah satu minggu akan muncul serangga dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan
dewasa dengan ukuran panjang 5–7 mm, ramp- manusia.
ing, halus, punggung keras, moncong panjang dan Di Indonesia kehilangan hasil akibat serangan
tumpul. Kepala, sayap depan dan perut biru hama boleng berkisar antara 10–80%, tergantung
metalik. Kaki dan rongga dada (torax) serangga pada lokasi dan iklim (Bahagiawati 1989; Widodo
dewasa berwarna coklat kemerah-merahan. Imago et al. 1994). Pada musim kemarau, kehilangan
betina dan jantan berbeda dalam bentuk antena
29
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010
30
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR
31
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010
bagian pucuk tanaman (stek pucuk) sebagai tahan terhadap hama boleng telah banyak
bahan tanam. Namun apabila terpaksa menggu- dilakukan, namun hasil yang diperoleh belum
nakan batang yang lebih tua, stek perlu direndam stabil, selalu berbeda antar musim dan lokasi.
dalam larutan insektisida organofosfat atau car- Hingga saat ini belum ditemukan klon yang benar-
bamate 0,01–0,05% (bahan aktif) selama 30 benar tahan terhadap hama boleng. Varietas
menit. Cara ini merupakan cara yang murah dan ubijalar yang dilepas oleh IITA (International
efektif untuk membersihkan bibit dari infestasi Institute of Tropical Agriculture) yaitu TIS 2532,
hama boleng. Perlakuan insektisida tersebut juga TIS 3017 dan TIS 3030 yang dilaporkan tahan
akan mampu melindungi pertanaman di lapang terhadap hama boleng Afrika (Cylas puncticollis),
hingga lebih kurang satu bulan dari serangan ternyata tidak tahan terhadap Cylas formicarius
hama boleng. (Anonim 1989).
32
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR
Tabel 1. Rata-rata serangga jantan yang tertangkap pada perangkap feromon seks dan dara C. formicarius,
MK 1996
33
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010
terdapat semut berkepala besar Phaedole menurunkan kerusakan umbi karena hama
megacephala pada lahan ubijalar berperan boleng (Tabel 3).
sebagai pemangsa C. formicarius yang efektif Mimba banyak tumbuh di lahan kering.
(Castineiras 1988). Hasil ubi jalar yang diperoleh Tanaman mimba mengandung azadirachtin, meli-
pada lahan yang terdapat P. megacephala lebih antriol, solamin, dan mimbin. Bagian tumbuhan
tinggi yaitu 21,5 t/ha, dibanding 7,8 t/ha pada yang digunakan adalah daun dan biji. Selain
lahan yang menggunakan insektisida. Di Indo- sebagai insektisida, mimba juga berperan sebagai
nesia, penelitian parasitoid dan pemangsa C. fungisida, herbisida, antivirus, nematisida, dan
formicarius belum banyak dilakukan. moluskisida (Kardinan 1999).
Penggunaan Insektisida Nabati Dari Tabel 3 tersebut diketahui bahwa daun
Pemakaian insektisida nabati untuk menekan mimba sebanyak 10 t/ha yang diberikan sebagai
kerusakan umbi ubijalar akibat serangan hama mulsa mampu menekan kerusakan umbi oleh
boleng telah dilakukan di Muneng pada MK 1999. hama boleng, dan memberikan hasil umbi lebih
Bahan insektisida nabati yang digunakan adalah tinggi daripada perlakuan insektisida karbofuran.
serbuk biji mimba (Azadirachta indica), daun Selanjutnya diikuti oleh serbuk biji mimba yang
mimba, dan daun paitan. Serbuk biji mimba disemprotkan dengan dosis 20 kg/ha, dengan
diberikan dalam bentuk semprotan, sedangkan larutan semprot 500 l/ha. Aplikasinya dilakukan
daun mimba dan paitan diberikan sebagai mulsa. dengan cara merendam 20 kg serbuk biji mimba
Pemberian mulsa daun mimba sebanyak 10 t/ha dalam 20 liter air semalam, kemudian disaring,
meningkatkan hasil umbi yang diperoleh, dan dan diencerkan hingga 500 liter, selanjutnya
Tabel 2. Kerusakan umbi dan hasil ubijalar pada berbagai cara pengendalian, Muneng dan Genteng MK
1996.
Tabel 3. Kerusakan umbi dan hasil ubijalar pada aplikasi bahan nabati, Muneng MK 1999.
34
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR
Tabel 4. Kerusakan umbi dan hasil ubijalar pada berbagai perlakuan insektisida, Muneng MK 1997
Keterangan: Celup= sekali pada saat tanam, semprot= tiga kali pada umur 50, 78, 106 HST, larik= sekali pada umur 45 hari.
Sumber : Supriyatin (1999a).
disemprotkan. Dosis karbofuran pada penelitian dalam tempat penyimpanan (gudang) sebelum
ini adalah 17 kg/ha. disimpan hendaknya dipisahkan antara umbi
yang terserang dan umbi sehat, selanjutnya
Pengendalian Kimiawi penyimpanan umbi sehat dilakukan dengan
Sekitar 20% petani ubijalar di Jawa Timur dan menimbun umbi tersebut dengan abu atau pasir
Jawa Tengah telah menggunakan insektisida setebal 5 cm (Kalshoven 1981).
untuk mengendalikan hama ubijalar (Widodo et
al. 1994). Permertrin merupakan insektisida yang KESIMPULAN
terbaik apabila disemprotkan pada tanaman Pada uraian ini dapat disimpulkan bahwa
(Tabel 4). Akan tetapi insektisida tersebut sama hama penting pada tanaman ubijalar adalah
baiknya dengan karbosulfan apabila diaplikasikan hama boleng dari spesies Cylas formicarius.
dengan cara perendaman (celup). Perendaman Pengendalian hama boleng terpadu dilakukan
stek dilakukan pada saat tanam dengan takaran dengan memadukan beberapa komponen
0,05% ba/ha selama 20 menit. Aplikasi dalam pengendalian terdiri dari:
bentuk semprotan dilakukan tiga kali yaitu pada
1. Sanitasi lahan dari sisa-sisa umbi saat tumbuh-
umur 50, 78, dan 106 hari dengan takaran 1–2
an panen (Ipomoea sp.).
kg/ha. Formulasi yang digunakan adalah dalam
bentuk butiran, dan cairan atau bubuk untuk 2. Cara bercocok tanam meliputi penggunaan
disemprotkan. Aplikasi dalam bentuk butiran bibit sehat (stek pucuk), pembumbunan, peng-
dilakukan bersama pembumbunan. Dengan airan, dan pergiliran tanaman.
demikian efektif terhadap imago yang akan 3. Penggunaan varietas/klon toleran hama boleng
meletakkan telur. Penggunaan insektisida untuk antara lain Cangkuang dan Genjahrante.
mengendalikan hama boleng secara semprotan 4. Penggunaan feromon seks sintetik atau dara
pada umumnya dilakukan lebih dari satu kali. C. formicarius 5–10 ekor/100 m2.
Oleh karena itu biayanya mahal, membunuh 5. Pemanfaatan agensia biologi, jamur B.
musuh alami, dan menimbulkan dampak yang bassiana
kurang baik bagi lingkungan. Pada lahan endemis
6. Pemanfaatan bahan nabati yaitu serbuk biji
hama boleng digunakan stek pucuk, atau
mimba dengan takaran 20 kg/ha
dilakukan aplikasi insektisida dengan cara
pencelupan stek apabila digunakan stek bukan 7. Secara kimiawi dengan pencelupan stek ke
dari pucuk tanaman untuk mencegah infestasi dalam insektisida permetrin, karbosulfan, dan
hama boleng. endosulfan, atau insektisida dalam bentuk
butiran yaitu karbofuran 3G.
Untuk mencegah infestasi hama boleng di
35
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010
36
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR
Teknologi pertanian spesifik lokasi, di Yogyakarta 2 Widodo, Y., Supriyatin, dan A.R. Braun. 1994. Rapid
Des. 1999. hlm.31–33. assessment of IPM needs for sweet potato in some
commercial production areas of Indonesia. Interna-
Sutherland, J.A. 1986. A review of the biology and con-
tional potato center, South East Asia and the Pacific
trol of sweet potato weevil Cylas formicarius Fab.
Region, Bogor, Indonesia and MARIF, Malang, Indo-
Trop. Pest Manage. 32:304–315.
nesia. 19 hlm.
Talekar, N.S. 1991. Integrated control of Cylas
Wilson, L.A. 1982. Tuberization in sweetpotato (Ipomoea
formicarius. Dalam R.K. Jansson dan K.V. Raman
batatas (L) Lam). 1982. In Proc. of the First Int.
(Eds.). Sweet potato pest management a global per-
Symp, Sweetpotato. Villareal, R.L. and T.D. Griggs.
spective. Westview press. Boulder, Co: 139–156.
pp 79–94 AVRDC, Taiwan, China.
Wargiono, J. 1980. Ubijalar dan cara bercocok tanamnya.
Woolfe, J.A. 1992. Sweet potato an untapped food resource.
Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. 37 hlm.
Cambridge Univ. Press, Cambridge. 643 pp.
37