Anda di halaman 1dari 11

INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR

HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR


DAN PENGENDALIANNYA

Sri Wahyuni Indiati dan Nasir Saleh1

ABSTRAK tation, cultural practices (use of healthy shoot vine


Di Indonesia, ubijalar merupakan bahan pangan cuttings, irrigation, crop rotation), resistant/toleran
sumber karbohidrat sesudah beras dan jagung. varieties such as Cangkuang and Genjahrante, trap-
Sayangnya produktivitas ubijalar hingga saat ini ping of male insect using sex pheromones or 5–10
masih tergolong rendah yaitu sekitar 10,78 t/ha. Salah virgin C. formicarius/100m2, biological control using
satu faktor penyebab rendahnya produktivitas ubijalar fungus B. bassiana, spraying using an organik (neem
tersebut adalah serangan hama boleng, Cylas powder) insecticides, deeping of fine cutting into in-
formicarius sedangkan petani belum melakukan secticides solution and spraying sweet potato crop by
pengendalian terhadap hama tersebut secara optimal. insecticides or use granular insecticide carbofuran 3G.
Pengendalian terpadu menggunakan dua atau lebih Key words: Weevil, sweet potato.
komponen pengendalian sangat diperlukan untuk
mengatasi serangan hama boleng tersebut. Pengen- PENDAHULUAN
dalian hama boleng terpadu dilakukan dengan mema-
dukan beberapa komponen pengendalian, yaitu: Sani- Di Indonesia, ubijalar sudah dikenal dan dibu-
tasi lahan, cara bercocok tanam meliputi penggunaan didayakan secara turun menurun oleh sebagian
bibit sehat (stek pucuk), pembumbunan, pengairan, masyarakat. Sebagai sumber karbohidrat, ubi
dan pergiliran tanaman; penggunaan varietas/klon jalar merupakan tanaman bahan makanan yang
toleran terhadap hama boleng seperti Cangkuang dan sering dimanfaatkan sebagai pengganti beras.
Genjahrante; penangkapan serangga jantan dengan Selain sebagai bahan pangan, ubijalar berpeluang
menggunakan feromon seks sintetik atau C. formi- untuk digunakan bahan industri dan pakan
carius virgin sebanyak 5–10 ekor/100 m2; pemanfaatan ternak.
agensia biologi, jamur B. bassiana; penyemprotan
dengan insektisida organik yaitu serbuk biji mimba Hingga saat ini sebagian besar produksi ubi
dengan takaran 20 kg/ha; secara kimiawi dengan jalar digunakan untuk memenuhi kebutuhan di
perendaman stek ke dalam insektisida dan penyem- dalam negeri sebagai bahan pangan, dan dalam
protan pertanaman dengan insektisida permetrin, jumlah yang kecil juga dimanfaatkan sebagai
karbosulfan, dan endosulfan, atau insektisida dalam pakan maupun bahan baku industri. Di beberapa
bentuk butiran yaitu karbofuran 3G masing-masing daerah di Provinsi Papua, ubijalar digunakan
dengan konsentrasi anjuran.
sebagai makanan pokok. Di daerah sentra pro-
Kata kunci: Hama boleng, ubijalar. duksi seperti Magetan, Mojokerto, Karanganyar,
Majalengka dan Kuningan sebagian besar dari
ABSTRACT produksinya digunakan sebagai bahan baku
In Indonesia sweet potato is an important food industri makanan seperti saos dan makanan
source for carbohydrate after rice and maize. Unfor- tambahan (Harnowo dan Widodo 1993).
tunately until recently its productivity is still low
approximately 10.78 t/ha. One of factors caused the Pada tahun 2008, luas panen ubijalar di Indo-
low sweet potato productivity is damaged by weevil, nesia mencapai 174.561 ha dengan total produksi
Cylas formicarius and so far famers do not optimally 1.881.761 ton dan rata-rata hasil 10,78 t/ha (BPS
controlled those pest. An integrating of two or more 2009). Sentra produksi ubijalar antara lain provinsi
component control measure is necessarily in order to Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Sumatera
overcome the weevil problems. Integrated pest man- Utara, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur.
agement of sweet potato weevil consisted of: field sani-
Salah satu faktor penyebab rendahnya produk-
1
Staf peneliti Perlindungan Tanaman Balai Penelitian
tivitas ubijalar adalah karena serangan hama
Tanaman Kacang-kacangan & Umbi-umbian (Balitkabi). Jl boleng dan sejauh ini petani belum melakukan
Raya Kendalpayak, Malang, Jawa Timur. Telp. (0341) 801468; pengendalian hama boleng secara optimal. Hal
Fax. (0341) 801496. tersebut sangat erat kaitannya dengan nilai
Diterbitkan di Buletin Palawija No. 19: 27–37 (2010). komoditas ubijalar, dan harga pestisida. Untuk

27
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010

mengatasi masalah tersebut perpaduan antara tidak cukup untuk mengairi padi gadu, tetapi di
dua atau lebih komponen pengendalian sangat beberapa daerah seperti Mojokerto, Magetan, dan
diperlukan sehingga hasil dapat ditingkatkan, Malang, ubijalar dapat bersaing dengan padi.
pendapatan petani meningkat serta kelestarian Menurut pertimbangan petani bertanam ubijalar
dan kesehatan lingkungan tetap terjaga. lebih menguntungkan bila dibanding padi pada
saat harga ubijalar tinggi. Apabila di lahan sawah
EKOBIOLOGI TANAMAN UBIJALAR tersebut ketersediaan air cukup untuk bertanam
Ubijalar tergolong jenis tanaman yang dua kali padi, maka penanaman ubijalar baru
beradaptasi pada agroekologi cukup luas dari dilakukan sesudah tanaman padi gadu pada perte-
ketinggian dari 0 m di atas permukaan air laut ngahan sampai akhir musim kemarau.
(dpl.) hingga 3000 m dpl, namun lingkungan Secara umum, ubijalar yang ditanam pada
tumbuh yang ideal terletak pada kisaran 48o musim hujan hasilnya lebih rendah karena aerasi
lintang utara (LU) hingga 40o lintang selatan (LS), tanah kurang baik. Disamping itu pada musim
temperatur optimum harian pada kisaran 23–25o hujan banyak terjadi serangan jamur Elsinoe
C, dengan kondisi pH tanah berkisar antara 6,0– batatas pada bagian daun dan batang dan juga
7,5 (Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Di daerah kerusakan umbi akibat serangan jamur busuk
ketinggian >1000 m dpl seperti di Kawi atau hitam (Ceratocystis fimbriata). Sedangkan di
pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya tanaman musim kemarau kerusakan umbi lebih banyak
ubijalar dipanen sekitar umur 6–7 bulan atau disebabkan oleh serangan hama boleng (Cylas
lebih. Ubijalar termasuk tanaman yang menyukai formicarius). Biasanya ubijalar yang terserang
banyak cahaya matahari (sun loving plant), tetapi hama boleng dan busuk hitam dibuang atau di-
masih dapat berproduksi pada taraf naungan tinggalkan di lapangan. Dari sudut sanitasi, cara
hingga 30%. membuang umbi terserang tersebut dapat men-
Ubijalar dapat tumbuh dan produktif dengan jadi sumber serangan pada musim berikutnya.
masukan produksi rendah, dan memerlukan
musim tanam yang cukup pendek. Karena itu, EKOBIOLOGI HAMA BOLENG
ubijalar merupakan komoditas penting dan Kumbang ubijalar Cylas formicarius (hama
ditanam di berbagai wilayah tropika, subtropika, boleng) merupakan hama utama pada ubi jalar.
dan iklim sedang. Jenis tanah yang paling sesuai Serangga dewasa bentuknya menyerupai semut,
untuk tanaman ubijalar adalah tanah dengan kecuali antenanya yang besar yang membedakan
fraksi pasir-debu di lapisan atas (top soil), serta antara jantan dan betina. Panjang tubuh
cukup pengairan, dan fraksi lempung pada lapis serangga dewasa lebih kurang 6–7 mm, dengan
bawah (sub soil). Tanaman tidak tahan bagian kepala dan elitra berwarna biru kehitam-
genangan, karena itu penanaman sebaiknya di an, sedangkan kaki, thorak, dan antena berwarna
atas gundukan (mound) maupun guludan (ridge). merah kecoklatan. Serangga tersebut paling aktif
Buruknya aerasi atau rendahnya konsentrasi menjelang matahari terbenam dan menjelang
oksigen <10% dalam tanah pada fase awal (pem- matahari terbit. Apabila diganggu, mereka men-
bentukan umbi) menyebabkan akar yang berdi- jatuhkan diri dan berpura-pura mati. Serangga
ferensiasi menjadi umbi terganggu, karena terjadi ini mampu terbang dalam jarak yang tidak terlalu
proses lignifikasi stele yang menekan aktifitas jauh. Oleh karena itu cara penyebaran hama
kambium primer (Wilson 1982). Pada tanah yang tersebut terutama melalui batang dan umbi yang
terlalu banyak mengandung air, umbi akan men- terinfestasi hama atau dibantu oleh kegiatan
jadi cepat busuk disertai sistem perakaran yang manusia (Anonim 1989).
kurang sempurna (Wargiono 1980). Imago betina meletakkan telurnya satu per
Di Indonesia, ubijalar sebagian besar (65%) satu pada cekungan di dalam batang atau umbi.
ditanam di lahan tegal sedang sisanya ditanam Karena imago betina tidak bisa menggali/ masuk
di sawah. Di lahan tegal pada umumnya ubijalar kedalam tanah, maka untuk meletakkan telur
ditanam pada awal atau pertengahan musim dalam umbi, imago harus masuk ke dalam tanah
hujan. Sedang di lahan sawah, ubijalar ditanam melalui tanah yang retak untuk meletakkan
sesudah padi sawah pada awal musim kemarau, telurnya. Telur tidak mudah dilihat karena ditutup
dengan pertimbangan bahwa sisa air yang ada dengan bahan semacam gelatin yang berwarna

28
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR

abu-abu. Larva yang baru menetas langsung dan ukuran tubuh. Ujung antena betina ber-
menggerek umbi atau batang dan tinggal di dalam bentuk gada sedangkan yang jantan berbentuk
gerekan tersebut. Warna jaringan di sekitar benang, biasanya ukuran tubuh serangga betina
lubang gerekan akan berubah menjadi lebih gelap lebih besar daripada serangga jantan.
dan membusuk, sehingga tidak layak dikonsumsi Selain tanaman ubijalar, hama boleng juga
karena rasanya pahit. Pupa terjadi dalam lubang menyerang tanaman kangkung liar, Ipomoea
gerekan yang dibuat larva. Imago akan muncul aquatica, I. indica (I. congesta), I. pescapreae Roth,
dari batang atau umbi beberapa hari kemudian. Merramia emerginata,dan M. mammo (Anonim
Iklim yang panas dan kering sangat cocok 1989).
untuk perkembangan hama boleng. Pada suhu
optimal 27–30o C, dalam satu tahunnya dapat STATUS HAMA BOLENG
terjadi sepuluh generasi. Untuk menyelesaikan Serangga dewasa hanya menimbulkan
satu siklus hidup diperlukan 33 hari. Imago betina kerusakan yang kurang berarti. Serangga dewasa
dapat hidup antara 75–105 hari, dan seekor betina hanya merusak lapisan permukaan daun, tangkai
dapat bertelur antara 100–250 butir dalam periode daun dan batang berupa bercak oval kecil. Pada
tersebut. Pada suhu suboptimal berkembangan umbi kerusakan oleh serangga dewasa berupa
berlangsung lebih lama (Kasloven 1981). tusukan pada permukaan umbi. Kerusakan yang
Telur berbentuk oval berukuran panjang 0,65 besar terjadi pada umbi dan batang adalah akibat
mm dan lebar 0,46 mm, putih jernih dan halus gerekan oleh larva. Di dekat lubang gerekan
dengan permukaan yang tidak rata pada saat baru tersebut, warna jaringan tanaman berubah men-
diletakkan. Telur yang akan menetas berwarna jadi lebih gelap dan membusuk, sehingga tidak
krem dengan bercak kecil berwarna coklat tak layak dikonsumsi karena rasanya pahit. Pem-
beraturan. Larva setelah 5–8 hari berwarna putih buatan lubang gerekan pada ubijalar akan
tidak berkaki dengan kepala berwarna coklat. merangsang pembentukan senyawa toksik yang
Larva dewasa berukuran 7–8 mm. Stadia larva dapat mempengaruhi kerja hati dan paru-paru
berlangsung kurang lebih 15–20 hari. Kepompong mamalia (Woolfe 1992). Oleh karena pembentukan
berwarna putih krem dan berukuran 5–6 mm. racun tersebut, kerusakan kecil pada umbi apabila
Setelah satu minggu akan muncul serangga dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan
dewasa dengan ukuran panjang 5–7 mm, ramp- manusia.
ing, halus, punggung keras, moncong panjang dan Di Indonesia kehilangan hasil akibat serangan
tumpul. Kepala, sayap depan dan perut biru hama boleng berkisar antara 10–80%, tergantung
metalik. Kaki dan rongga dada (torax) serangga pada lokasi dan iklim (Bahagiawati 1989; Widodo
dewasa berwarna coklat kemerah-merahan. Imago et al. 1994). Pada musim kemarau, kehilangan
betina dan jantan berbeda dalam bentuk antena

Gambar 1. Larva, pupa, dan imago C. formicarius

29
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010

Gambar 2. Lubang gerekan C. formicarius dalam


umbi

hasil di dataran rendah hingga sedang di tingkat


petani berkisar antara 15–50% (Widodo et al.
1994).
Gambar 3. Pheidole sp., dan sejenis semut pemangsa
Apabila umbi belum terbentuk, imago betina telur dan imago hama boleng C. formicarius (H.
akan meletakkan telur pada batang dekat per- van den Berg dalam Ames et al. 1996).
mukaan tanah. Selanjutnya larva akan meng-
gerek batang, dan menuju ke umbi jika umbi telah
terbentuk (Castineiras 1988; Sutherland 1986). lebih besar, rahang dan kaki yang kuat, serta
Kumbang dewasa makan batang, daun, dan umbi mata yang tajam. Coleoptera, Neuroptera, Hy-
bagian permukaan. Meskipun imago kumbang menoptera, Diptera, dan Hemiptera merupakan
lebih menyukai umbi, namun dapat juga mema- beberapa ordo yang anggotanya merupakan
kan daun. Gejala kerusakan yang ditimbulkan predator. Pemangsa yang sering dijumpai pada
berupa lubang-lubang pada helai daun. Sekali tanaman ubijalar dan menyerang hama boleng
menyerang tanaman, serangga ini akan tetap adalah cecopet, kumbang tanah (Carabidae), laba-
berada di lahan ubijalar. laba, semut berkepala besar (Pheidole megace-
phala), semut Tetramorium guinensis menyerang
MUSUH ALAMI HAMA BOLENG
telur (Shepard et al. 1987). Beberapa semut seperti
Musuh alami adalah organisme hidup yang Pheidole sp., Iridomyrmex anceps (Dolichoderinae),
membunuh, melukai dan menyebabkan penyakit dan Anoplolepis longipes (Formicinae) telah
pada organisme hidup yang lain. Musuh alami dilaporkan sebagai pemangsa hama boleng C.
tersebut dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu : formicarius di Indonesia (Ames et al. 1996). Semut
Predator (pemangsa), parasitoid, dan patogen. Pheidole sp dikenal sebagai pemangsa hama fase
Predator/pemangsa adalah organisme atau muda seperti telur dan larva serangga instar
serangga yang hidup bebas dengan memangsa/ muda.
memakan serangga lain. Pemangsa umumnya Parasitoid adalah serangga yang memarasit
bersifat polipag (banyak inang) dan bisa memakan serangga lain yang merupakan inangnya. Berda-
mangsa pradewasa ataupun dewasa. Untuk me- sarkan inang yang diparasit, parasitoid dikelom-
nyelesaikan satu siklus hidupnya predator harus pokkan dalam parasitoid telur, parasitoid larva,
memakan banyak mangsa, sehingga harus dan parasitoid pupa. Parasitoid dewasa pada
memiliki daya cari dan daya bunuh yang tinggi. umumnya hidup di alam bebas dengan polen dan
Sifat pemangsa ini dicirikan dengan sifat fisik madu sebagai sumber makanan utamanya. Para-
yang berupa kecepatan bergerak, kekuatan yang sitoid dari famili Braconidae kebanyakan hidup

30
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR

di tempat yang terlindung/tersembunyi seperti di Sanitasi Lahan


dalam lubang gerekan batang, daun, dan umbi, Sanitasi lahan dilakukan sebelum tanam,
serta di dalam gulungan daun. Sebagai contoh dengan menghilangkan sumber infestasi. Pada
Bassus cylasovorus parasitoid pada larva C. pola tanam padi-ubijalar-ubijalar sisa panen
formicarius. ubijalar pertama berupa umbi dan batang yang
Patogen adalah penyebab penyakit yang terserang menjadi sumber infestasi pada lahan
berupa jamur, virus, dan bakteri yang dapat meng- pertanaman ubijalar berikutnya, karena telur,
infeksi serangga sehingga mengakibatkan kema- larva, pupa, atau imago banyak terdapat pada
tian. Patogen yang banyak menyerang imago sisa panen tersebut. Oleh karena itu pemusnahan
hama boleng adalah jamur Metarrhizium ani- sisa tanaman setelah panen, penting dilakukan
sopliae dan Beauveria bassiana. Di dalam tubuh karena kumbang mampu bertahan di dalam sisa-
inang yang mempunyai kelembaban yang tinggi sisa umbi dan batang untuk menginfestasi
spora jamur berkecambah, berpenetrasi dan tanaman berikutnya. Oleh karena itu perendaman
menggunakan tubuh serangga sebagai substrat sisa tanaman, menyebabkan pembusukan yang
untuk tumbuh dan berkembangbiak. Pada saat mematikan larva dan imago di dalamnya. Selain
inang mati, jamur muncul melalui sambungan itu juga dilakukan pemusnahan tanaman inang
kulit luar serangga, pada awalnya berwarna antara lain yaitu Ipomoea indica, I. pescaprae liar
putih. Pada saat spora terbentuk warna jamur yang ada di sekitar lahan karena dapat menjadi
berubah menjadi hijau. Spora-spora muncul dari sumber infestasi pada ubijalar yang akan ditanam.
inang yang mati dan menyebar ke inang yang Karena telur, larva dan pupa dapat hidup dan
baru dengan bantuan angin atau air. Selain berkembang dalam batang, pemusnahan dengan
jamur, bakteri entomopatogen seperti Bacillus cara dibakar akan memberi hasil yang lebih baik
thuringiensis, nematoda Heterorhabditis spp. dan (Powel et al. 2001).
Steinernema spp.juga menyerang dan membunuh
larva hama boleng (Ames et al. 1996). Teknik Bercocok Tanam

1. Menggunakan bibit sehat


PENGENDALIAN HAMA BOLENG
Menggunakan bahan tanam yang sehat,
Berapa komponen pengendalian hama boleng
bebas infestasi hama boleng merupakan langkah
telah diteliti antara lain dengan bercocok tanam,
pemusnahan inang antara, resistensi tanaman, strategis dalam pengendalian hama boleng. Stek
musuh alami, dan feromon seks C. formicarius pucuk (25–30 cm dari pucuk) pada umumnya
(Talekar 1991). masih bebas dari infestasi telur dan larva hama
boleng, sedangkan bibit dari batang yang lebih
Beberapa alternatif pengendalian hama boleng
tua kemungkinan sudah terinfestasi. Oleh karena
pada tanaman ubijalar yang dapat dilakukan
itu apabila memungkinkan hanya menggunakan
adalah sebagai berikut.

Gambar 4. Jamur Beauveria bassiana (kiri) dan bakteri entomopatogen


Bacillus thuringiensis (kanan) menyerang imago dan larva hama
boleng C. formicarius (Amalin dalam Ames et al. 1996).

31
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010

bagian pucuk tanaman (stek pucuk) sebagai tahan terhadap hama boleng telah banyak
bahan tanam. Namun apabila terpaksa menggu- dilakukan, namun hasil yang diperoleh belum
nakan batang yang lebih tua, stek perlu direndam stabil, selalu berbeda antar musim dan lokasi.
dalam larutan insektisida organofosfat atau car- Hingga saat ini belum ditemukan klon yang benar-
bamate 0,01–0,05% (bahan aktif) selama 30 benar tahan terhadap hama boleng. Varietas
menit. Cara ini merupakan cara yang murah dan ubijalar yang dilepas oleh IITA (International
efektif untuk membersihkan bibit dari infestasi Institute of Tropical Agriculture) yaitu TIS 2532,
hama boleng. Perlakuan insektisida tersebut juga TIS 3017 dan TIS 3030 yang dilaporkan tahan
akan mampu melindungi pertanaman di lapang terhadap hama boleng Afrika (Cylas puncticollis),
hingga lebih kurang satu bulan dari serangan ternyata tidak tahan terhadap Cylas formicarius
hama boleng. (Anonim 1989).

2. Pergiliran tanaman Cockerham dan Deen (1974) melaporkan


bahwa ciri klon yang tahan, umbinya berbentuk
Penanaman ubijalar berkelanjutan pada lahan panjang. Klon Genjah rante (lokal Blitar) yang
yang sama tidak dianjurkan karena mendorong mempunyai tipe umbi semacam itu, menunjukkan
perkembangan hama boleng yang mengak- tingkat kerusakan umbi yang lebih rendah yaitu
ibatkan infestasi dan kerusakan umbi pada 12% (Rahayuningsih dan Supriyatin 1997). Hal
pertanaman ke dua. Menurut Powel et al (2001), ini mungkin disebabkan perbedaan jarak dari
pada lahan pertanaman yang ditanam secara pangkal umbi hingga ujungnya, sehingga mem-
terus menerus, jumlah hama boleng (berbagai pengaruhi waktu yang diperlukan untuk infes-
stadia) dalam umbi dari pertanaman kedua dapat tasi. Selanjutnya Jayaramiah (1975) melaporkan
mencapai 20 kali lipat dibanding pertanaman bahwa klon lokal yang bertangkai umbi panjang
pertama. Namun pergiliran tanam dan pembe- menunjukkan tingkat kerusakan umbi yang
raan lahan dengan ditumbuhi rumput teki Impe- rendah, sedangkan Rahayuningsih dan Supri-
rata cylindrica, Piper aduncum atau Gliricidia yatin (1997) melaporkan bahwa tidak terdapat
sepium selama dua musim tidak berpengaruh korelasi antara panjang tangkai umbi dengan
nyata terhadap serangan dan kerusakan umbi. kerusakan umbi oleh hama boleng. Varietas Kedu
Disarankan terdapat selang waktu paling tidak yang memiliki tangkai umbi panjang justru
12 bulan untuk menanam tanaman ubijalar mendapat serangan boleng lebih tinggi daripada
berikutnya. Pergiliran tanaman hanya berhasil klon-klon lain yang bertangkai umbi pendek
jika tidak terdapat tanaman terinfeksi di sekitar (Rahayuningsih et al. 1995). Edmon (1971)
lahan. Di lahan sawah, pergiliran tanaman melaporkan bahwa umbi yang tumbuh 10–15 cm
ubijalar dengan tanaman padi dapat memotong di bawah permukaan tanah relatif bebas dari
siklus hidup hama boleng. Perendaman lahan serangan hama boleng, karena imago akan
selama satu hingga dua minggu akan membu- kesulitan menemukan umbi untuk peletakan
sukkan sisa-sisa tanaman dan umbi yang ter- telurnya.
tinggal dan mematikan hama boleng.
Menanam varietas yang berumur genjah
3. Perbaikan guludan merupakan cara untuk menghindari kerusakan
Hama boleng seringkali melalui rekahan tanah umbi oleh hama boleng. Di Papua New Guinea
untuk mencapai umbi di dalam tanah. Pembe- dilaporkan bahwa dengan memanen ubijalar
saran umbi pada varietas yang membentuk umbi pada umur tiga bulan, sebelum populasi hama
dekat dengan permukaan tanah, dan cuaca yang boleng meningkat dapat menyelamatkan
kering, menyebabkan tanah merekah, dan me- pertanaman dari serangan hama boleng (Anonim
ningkatkan serangan hama boleng. Pencegahan 1989).
rekahan tanah dapat dilakukan dengan cara Salah satu program pemuliaan tanaman
membumbun (meninggikan tanah di sekitar ubijalar di Balitkabi Malang adalah merakit
tanaman), atau pengairan (Talekar 1991). varietas unggul yang tahan terhadap hama
boleng. Namun hingga saat ini belum diperoleh
Menanam Varietas/klon Tahan varietas/klon yang benar-benar tahan terhadap
Penelitian untuk mendapatkan klon yang hama boleng.

32
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR

Feromon seks Kombinasi penggunaan feromon seks dengan


Russo, (1973) melaporkan bahwa imago C. pencelupan stek ke dalam larutan insektisida telah
formicarius betina menghasilkan feromon yang dilakukan di Muneng dan Genteng pada MK
dapat memikat imago jantan. Selanjutnya 1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dilakukan isolasi, identifikasi dan sintesa feromon kombinasi penggunaan feromon seks dengan
tersebut dan dikembangkan sebagai alat untuk pencelupan stek ke dalam larutan insektisida
memantau populasi C. formicarius (Coffelt et al. karbosulfan 0,05 % b.a/ha selama 20 menit pada
1978; Heath et al. 1986; Proshold et al. 1986). saat tanam, kerusakan umbi akibat serangan
Sejak itu feromon telah disintesa di beberapa hama boleng lebih rendah, dan hasilnya lebih
negara antara lain Kanada, Jepang, India, Tai- tinggi daripada perlakuan lain (Tabel 2).
wan, dan Belanda. Pengendalian Biologis
Penggunaan feromon seks untuk pengen- Musuh alami kumbang sangat berperan dalam
dalian hama boleng tidak bisa berdiri sendiri. menekan populasinya. Agens hayati seperti jamur
Kombinasinya dengan perendaman stek ke dalam entomofaga, bakteri, dan nematoda, dianggap
insektisida memberikan hasil yang baik (Talekar memiliki potensi sebagai agens pengendali hayati.
1991). Perangkap feromon seks dapat menurun- Peran tersebut menjadi besar apabila dikom-
kan jumlah C. formicarius secara nyata melalui binasikan dengan feromon seks. Hasil penelitian
gangguan perkawinan kumbang betina, sehingga di laboratorium menunjukkan bahwa jamur Beau-
fertilitas kumbang betina akan menurun. Peng- veria bassiana, Bacillus thuringiensis, dan nema-
gunaan feromon seks secara massal telah dila- toda efektif terhadap C. formicarius (Jansson
kukan di Bangladesh, dan memberikan hasil yang 1991). Larutan Beauveria bassiana juga dapat
baik (Islam et al. 1989). digunakan untuk merendam stek ubijalar sebelum
Penelitian penggunaan feromon seks sintetik tanam, agar terbebas dari adanya telur-telur
(2)-3-dodecen-101-(e)-2-butenoate telah dilaku- serangga yang menempel pada stek. Dua jenis
kan di Muneng dan Genteng pada musim tanam parasitoid yang efektif yaitu Microbracon cylaso-
1996 hingga 1997 (Supriyatin 1999b). Letak ke- varus, dan Bassus cylasovarus.
tinggian pemasangan feromon seks yang terbaik Informasi pemangsa C. formicarius masih
adalah setinggi tajuk ubi jalar, dan hasil terbaik terbatas. Hasil pengamatan di lapangan menun-
dilakukan pada malam hari antara jam 18.00– jukkan bahwa suatu kompleks pemangsa yaitu
06.00. Hal ini karena C. formicarius adalah semut, kumbang belang (Staphylinidae) dan laba-
serangga nocturnal. laba hidup aktif pada lahan ubijalar. Pengamatan
Penelitian kemungkinan penggunaan dara di sekitar perangkap feromon seks pada malam
(Virgin female) dari C. formicarius dilakukan pada hari menunjukkan bahwa pemangsa mempunyai
tahun yang sama, namun hasilnya tidak sebaik peranan penting sebagai musuh alami imago C.
sintetiknya (Tabel 1). formicarius, karena ditemukannya serangga-
serangga pemangsa di lokasi tersebut. Di Kuba

Tabel 1. Rata-rata serangga jantan yang tertangkap pada perangkap feromon seks dan dara C. formicarius,
MK 1996

Rerata jantan tertangkap (ekor/hari)


Perlakuan
Muneng Genteng Rerata

Feromoid sintetik (10 ug) 281 a 79 a 180


Dara C. formicarius (5 ekor/100m2 ) 27 b 7b 17
Kontrol 2 c 0,75 c 1,38

KK (%) 26,3 24,6

Sumber: Supriyatin (1999b).

33
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010

terdapat semut berkepala besar Phaedole menurunkan kerusakan umbi karena hama
megacephala pada lahan ubijalar berperan boleng (Tabel 3).
sebagai pemangsa C. formicarius yang efektif Mimba banyak tumbuh di lahan kering.
(Castineiras 1988). Hasil ubi jalar yang diperoleh Tanaman mimba mengandung azadirachtin, meli-
pada lahan yang terdapat P. megacephala lebih antriol, solamin, dan mimbin. Bagian tumbuhan
tinggi yaitu 21,5 t/ha, dibanding 7,8 t/ha pada yang digunakan adalah daun dan biji. Selain
lahan yang menggunakan insektisida. Di Indo- sebagai insektisida, mimba juga berperan sebagai
nesia, penelitian parasitoid dan pemangsa C. fungisida, herbisida, antivirus, nematisida, dan
formicarius belum banyak dilakukan. moluskisida (Kardinan 1999).
Penggunaan Insektisida Nabati Dari Tabel 3 tersebut diketahui bahwa daun
Pemakaian insektisida nabati untuk menekan mimba sebanyak 10 t/ha yang diberikan sebagai
kerusakan umbi ubijalar akibat serangan hama mulsa mampu menekan kerusakan umbi oleh
boleng telah dilakukan di Muneng pada MK 1999. hama boleng, dan memberikan hasil umbi lebih
Bahan insektisida nabati yang digunakan adalah tinggi daripada perlakuan insektisida karbofuran.
serbuk biji mimba (Azadirachta indica), daun Selanjutnya diikuti oleh serbuk biji mimba yang
mimba, dan daun paitan. Serbuk biji mimba disemprotkan dengan dosis 20 kg/ha, dengan
diberikan dalam bentuk semprotan, sedangkan larutan semprot 500 l/ha. Aplikasinya dilakukan
daun mimba dan paitan diberikan sebagai mulsa. dengan cara merendam 20 kg serbuk biji mimba
Pemberian mulsa daun mimba sebanyak 10 t/ha dalam 20 liter air semalam, kemudian disaring,
meningkatkan hasil umbi yang diperoleh, dan dan diencerkan hingga 500 liter, selanjutnya

Tabel 2. Kerusakan umbi dan hasil ubijalar pada berbagai cara pengendalian, Muneng dan Genteng MK
1996.

Kerusakan umbi (%) Hasil umbi (t/ha)


Perlakuan
Muneng Genteng Muneng Genteng

Feromon seks (10 ug) 98,3 ab 17,5 b 13,6 ab 44,8 a


Celup stek 97,3 ab 18,5 b 16,4 ab 44,6 ab
Feromon+celup stek 81,9 b 22,8 b 19,0 a 47,5 a
Dara C. formicarius (10ekor/100 m2) 99,1 ab 26,6 b 15,7 ab 45,4 a
Kontrol 100,0 a 58,2 a 12,2 b 32,6 b

KK (%) 29,3 22,2 18,2 26,5

Sumber: Supriyatin (1999b).

Tabel 3. Kerusakan umbi dan hasil ubijalar pada aplikasi bahan nabati, Muneng MK 1999.

Perlakuan Kerusakan umbi (%) Hasil umbi (t/ha)

Serbuk biji mimba (semprot) 30,71 b 15,47 a


Daun mimba 10 t/ha (mulsa) 29,60 b 15,49 a
Daun paitan10 t/ha (mulsa) 33,57 b 14,70 ab
Daun mimba+paitan 10 t/ha (mulsa) 33,41 b 14,77 ab
Karbofuran 3G; 17 kg/ha 31,48 b 15,30 a
Kontrol 48,87 a 8,40 b

KK (%) 25,91 25,29

Sumber: Supriyatin (2000).

34
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR

Tabel 4. Kerusakan umbi dan hasil ubijalar pada berbagai perlakuan insektisida, Muneng MK 1997

Perlakuan Kerusakan umbi (%) Hasil umbi (t/ha)

Permetrin 25WP (celup) 40,25 bc 26,22 ab


Endosulfan 50WP (celup) 56,37 ab 23,60 ab
Karbosulfan 25WP (celup) 40,23 bc 26,25 ab
Permetrin 25WP (semprot) 35,45 c 28,49 a
Endosulfan 50WP (semprot) 48,27 bc 24,74 ab
Karbosulfan 25WP (semprot) 40,16 bc 26,40 a
Karbofuran 3G (larik) 42,50 bc 25,23 ab
Kontrol 81,75 a 18,75 b

KK (%) 22,34 25,51

Keterangan: Celup= sekali pada saat tanam, semprot= tiga kali pada umur 50, 78, 106 HST, larik= sekali pada umur 45 hari.
Sumber : Supriyatin (1999a).

disemprotkan. Dosis karbofuran pada penelitian dalam tempat penyimpanan (gudang) sebelum
ini adalah 17 kg/ha. disimpan hendaknya dipisahkan antara umbi
yang terserang dan umbi sehat, selanjutnya
Pengendalian Kimiawi penyimpanan umbi sehat dilakukan dengan
Sekitar 20% petani ubijalar di Jawa Timur dan menimbun umbi tersebut dengan abu atau pasir
Jawa Tengah telah menggunakan insektisida setebal 5 cm (Kalshoven 1981).
untuk mengendalikan hama ubijalar (Widodo et
al. 1994). Permertrin merupakan insektisida yang KESIMPULAN
terbaik apabila disemprotkan pada tanaman Pada uraian ini dapat disimpulkan bahwa
(Tabel 4). Akan tetapi insektisida tersebut sama hama penting pada tanaman ubijalar adalah
baiknya dengan karbosulfan apabila diaplikasikan hama boleng dari spesies Cylas formicarius.
dengan cara perendaman (celup). Perendaman Pengendalian hama boleng terpadu dilakukan
stek dilakukan pada saat tanam dengan takaran dengan memadukan beberapa komponen
0,05% ba/ha selama 20 menit. Aplikasi dalam pengendalian terdiri dari:
bentuk semprotan dilakukan tiga kali yaitu pada
1. Sanitasi lahan dari sisa-sisa umbi saat tumbuh-
umur 50, 78, dan 106 hari dengan takaran 1–2
an panen (Ipomoea sp.).
kg/ha. Formulasi yang digunakan adalah dalam
bentuk butiran, dan cairan atau bubuk untuk 2. Cara bercocok tanam meliputi penggunaan
disemprotkan. Aplikasi dalam bentuk butiran bibit sehat (stek pucuk), pembumbunan, peng-
dilakukan bersama pembumbunan. Dengan airan, dan pergiliran tanaman.
demikian efektif terhadap imago yang akan 3. Penggunaan varietas/klon toleran hama boleng
meletakkan telur. Penggunaan insektisida untuk antara lain Cangkuang dan Genjahrante.
mengendalikan hama boleng secara semprotan 4. Penggunaan feromon seks sintetik atau dara
pada umumnya dilakukan lebih dari satu kali. C. formicarius 5–10 ekor/100 m2.
Oleh karena itu biayanya mahal, membunuh 5. Pemanfaatan agensia biologi, jamur B.
musuh alami, dan menimbulkan dampak yang bassiana
kurang baik bagi lingkungan. Pada lahan endemis
6. Pemanfaatan bahan nabati yaitu serbuk biji
hama boleng digunakan stek pucuk, atau
mimba dengan takaran 20 kg/ha
dilakukan aplikasi insektisida dengan cara
pencelupan stek apabila digunakan stek bukan 7. Secara kimiawi dengan pencelupan stek ke
dari pucuk tanaman untuk mencegah infestasi dalam insektisida permetrin, karbosulfan, dan
hama boleng. endosulfan, atau insektisida dalam bentuk
butiran yaitu karbofuran 3G.
Untuk mencegah infestasi hama boleng di

35
BULETIN PALAWIJA NO. 19, 2010

PUSTAKA Jayaramaiah, M. 1975. Reaction of sweet potato variet-


ies to damage of the weevil, Cylas formicarius Fab.
Ames, T., Smit, N.E.J.M., Braun, A.R., O’Sullivan, J.N., (Coleoptera: Curculionidae) and on the possibility of
and Skoglund, L.G. 1996. Sweetpotato: Major pests picking up on infestation by weevil. Mysore. J. Agric.
diseases, and nutritional disorders. Internat Potato Sci. 9:418–421.
Center (CIP). Lima, Perú. 152 p.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indone-
Anonim. 1989. Sweet potato weevil. Pest Advisory leaf- sia. Revised and translated from F.A. Van der Laan.
let 22. 4 pp. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta: 521–523.
Bahagiawati, A.H. 1989. Bionomics and control of sweet Kardinan, A. 1999. Pestisida nabati Ramuan dan
potato weevil, Cylas formicarius in Indonesia. BORIF. Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta. 80 hlm.
Unpublished. 10 hlm.
Powell, K.S., A.E. Hartemink, J.F. Egenae, C. Walo,
BPS, 1996. Neraca Bahan Makanan Di Indonesia 1996. and S. Poloma. 2001. Sweet potato weevil (Cylas
Biro Pusat Statistik. Jakarta. formicarius) incidence in the humid lowland of PNG.
BPS, 1999. Statistik Indonesia 1999. Biro Pusat Statistik. Paper. 12 pp.
Jakarta. Proshold, F.I., J.I. Gonzales, C. Asencio, dan R.R. Heath.
Castineiras, A. 1988. Reactiones de Pheidole 1986. A trap for monitoring the sweet potato weevil
megacephala (Hym.: Formicidae) con Cylas (Col.: Curculi- onidae) using pheromone or live fe-
formicarius elegantulus (Col.: Curculionidae) en el males as bait. J. Econ. Entomol. 79:641–647.
cultivo del boniato, Ipomoea batatas. Cienc. Tec. Rahayuningsih, S.A., Supriyatin, dan Sumartini. 1995.
Agric. Protection de plantas (Cuba) 18(4):15–19 Evaluasi hama dan penyakit penting pada klon
Cockerham, K. L. dan O. T. Deen. 1974 Resistance of ubijalar di Pacet, Mojokerto Dalam N. Saleh et al.,
new sweet potato seedlings and varieties to attack by (Eds.). Teknologi untuk Meningkatkan Produktivitas
the sweet potato weevil. J. Econ. Entomol. 40:439– Tanaman Pangan. Edisi Khusus Balitkabi hlm 128–
441. 139
Coffelt, J.A., K.W. Vick, I. Sower, dan W.T. McClellan. Rahayuningsih, S.A. dan Supriyatin. 1997. Tanggap
1978. Sex pheromone of the sweet potato weevil, Cylas klon-klon ubijalar terhadap hama boleng, Cylas
formicarius elegantulus laboratory bioassay and evi- formicarius. Majalah ilmiah pembangunan, UPN
dence for a multiple component system. Environ. Veteran Surabaya, vol. VII(16):II 49–57.
Entomol. 7:756–758. Rubatzky, V. E dan M. Yamaguchi. 1997.Sayuran Dunia
Edmond, J.B. 1971. Sweet potatoes. Production, process- 1: Prinsip, Produksi dan Gizi.Diterjemahkan dari
ing, and marketing. The Avipublishing company, Inc., Bahasa Inggris World Vegetables: Principles, Pro-
Westport, Connecticut, USA. 334 hlm. duction and Nutritive values. Second Edition.1996.
Oleh: Catur Herison. Penerbit ITB Bandung.
Harnowo, D. dan Y. Widodo. 1993. Penanganan pasca Bandung. 313 p.
panen dan penggunaan ubijalar di daerah sentra
produksi di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Laporan Shepard, B.M., A.T. Barrion, and J.A. Litsinger. 1987.
Hasil Survei Ubijalar di Tingkat Petani. 13 hal. (tidak Helpful insects, spider and pathogens. International
dipublikasi). Rice Recearch Institute ((IRRI), Los Banos, Philipines.
136 p.
Heath, R.R., J.A. Coffelt, P.E. Sonnet, F.I. Proshold, B.
Dueben, dan J.H. Tumlinson. 1986. Identification of Smith, T.P and A.M. Hammond. 2006. Comparative
a sex pheromone produced by female sweet potato susceptibility of sweet potato weevil (Coleoptera:
weevil, Cylas formicarius elegantulus (Summers). Brentidae) to selected insecticides. J Econ Entomol
Chem. Ecol. 12:1489–1503. 99(6): 2024–2029 (Abstrc.).
Islam, M.N. Z. Nessa, dan M.A. Karim. 1989. Role of Supriyatin. 1999a. Pengendalian hama boleng dengan
the synthetic pheromone in the management of sweet insektisida. Seminar Teknologi Pertanian Spesifik
potato weevil, Cylas formicarius F. (Col.: Lokasi, di Yogyakarta 16 Maret 1999, 8 hlm.
Curculinodae) in the field. Proc. First National Work- Supriyatin. 1999b. Pemanfaatan feromonoid seks untuk
shop on Tuber Crops. 28–30 May, Tuber Crop Re- mengendalikan hama boleng, Cylas formicarius F.
search Center. Bangladesh Agric. Res. Inst.:155–169. pada tanaman ubijalar. Dalam Rahmianna, A.A. et
Jansson, R.K. 1991. Biological control of Cylas spp. Dalam al., (Eds.). Edisi khusus Balitkabi No.16-1999:99–105.
R.K. Janson dan K.V. Raman (Eds.) Sweet potato pest Supriyatin. 2000. Pemanfaatan mimba (Azadirachta
management a global perspective. Westview press. indica) untuk mengendalikan Cylas formicarius pada
Boulder, CO:169–201. ubijalar. Dalam A. Musofie et al., (Eds). Pros. Sem.

36
INDIATI DAN SALEH: PENGENDALIAN HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR

Teknologi pertanian spesifik lokasi, di Yogyakarta 2 Widodo, Y., Supriyatin, dan A.R. Braun. 1994. Rapid
Des. 1999. hlm.31–33. assessment of IPM needs for sweet potato in some
commercial production areas of Indonesia. Interna-
Sutherland, J.A. 1986. A review of the biology and con-
tional potato center, South East Asia and the Pacific
trol of sweet potato weevil Cylas formicarius Fab.
Region, Bogor, Indonesia and MARIF, Malang, Indo-
Trop. Pest Manage. 32:304–315.
nesia. 19 hlm.
Talekar, N.S. 1991. Integrated control of Cylas
Wilson, L.A. 1982. Tuberization in sweetpotato (Ipomoea
formicarius. Dalam R.K. Jansson dan K.V. Raman
batatas (L) Lam). 1982. In Proc. of the First Int.
(Eds.). Sweet potato pest management a global per-
Symp, Sweetpotato. Villareal, R.L. and T.D. Griggs.
spective. Westview press. Boulder, Co: 139–156.
pp 79–94 AVRDC, Taiwan, China.
Wargiono, J. 1980. Ubijalar dan cara bercocok tanamnya.
Woolfe, J.A. 1992. Sweet potato an untapped food resource.
Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. 37 hlm.
Cambridge Univ. Press, Cambridge. 643 pp.

37

Anda mungkin juga menyukai