Anda di halaman 1dari 11

Hari/Tanggal: Dosen: Prof. Dr. Ir. Armansyah H.

Tambunan
Kamis, 23 Maret 2017 Asisten Praktikum: 1. Dwi Setiawan
2. Tiara Estika
3. Ni Putu Dian
4. Irwan S. Kurniawan

LAPORAN PRAKTIKUM III


TEKNIK PENDINGINAN

PERANCANGAN MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP DENGAN


APLIKASI COOLPACK

Disusun Oleh:

Kelompok 1
Mu’minah Mustaqimah F14140011
Bung Daka Putera F14140057
Wahidil Akbar F14140095

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mesin pendingin merupakan salah satu mesin yang mempunyai fungsi utama
untuk mendinginkan zat sehingga temperaturnya lebih rendah dari temperatur
lingkungan. Terdapat beberapa jenis mesin pendingin. Mesin refrigerasi yang paling
banyak digunakan adalah dari jenis siklus kompresi uap, karena memiliki fleksibilitas
dalam penggunaannya dengan ukuran yang cukup kompak, sehingga tidak memerlukan
ruang yang besar (Basri 2009).
Komponen utama dari mesin pendingin yaitu kompresor, kondensor, alat ekspansi
dan evaporator, serta refrigeran sebagai fluida kerja yang bersirkulasi pada bagian-bagian
tersebut. Pada saat refrigeran mengalir melalui evaporator, panas dari beban pendingin
akan menyebabkan refrigeran menguap. Uap dari refrigeran ini kemudian masuk ke
kompresor untuk dikompresi hingga tekanan dan temperaturnya bertambah tinggi. Keluar
dari kompressor, uap refrigeran bertekanan tinggi mengalir melalui kondensor, dimana
refrigeran mengembun dan memberikan panas ke udara sekitar yang lebih rendah
temperaturnya. Akhirnya, refrigeran masuk ke alat ekspansi dan berekspansi ke tekanan
evaporator. Tekanan refrigeran turun dalam ekspansi yang ireversibel dan dibarengi
dengan adanya kenaikan entropi jenis (Anwar 2010). Dalam merancang sistem pendingin
kompresi uap, hal yang ingin dicapai adalah kapasitas pendingin, kerja kompresor,
Coefficient of Performance, dan factor prestasi. Oleh karena itu, sebelum merancang
suatu sistem pendingin kompresi uap, diharuskan untuk mengerti siklus kompresi uap
ideal dan teoritis.
Pembuatan mesin pendingin bertujuan untuk menjaga ruangan atau beban yang
ingin didinginkan agar tetap dingin dengan menyerap panas dari ruangan tersebut. Desain
mesin pendingin diperlukan untuk mengahasilkan mesin pendingin dengan kemampuan
tertentu dalam mendinginkan ruangan dan bahan, dalam mendesain mesin pendingin ada
beberapa hal yang harus diperhatikan seperti suhu yang diinginkan untuk mendinginkan
ruangan atau produk, dampak lingkungan dari penggunaan mesin pendingin, efesiensi
pendinginan, serta biaya dalam melakukan pendinginan. sehingga untuk memperoleh
mesin pendingin yang baik harus memiliki efesiensi pendinginan yang tinggi, biaya
pembuatan dan operasinya rendah serta ramah lingkungan.
Selain komponen dimana proses siklus kompresi uap berlangsung, terdapat juga
fluida pendingin yang akan digunakan untuk mengambil panas dan melepas panas. Zat
kerja ini biasa disebut sebagai refrigeran. Pada dasarnya, semua gas yang dapat diuapkan
dan didinginkan secara mekanis dapat digunakan sebagai refrigeran. Karena dipasaran
tersedia banyak tipe refrigeran, maka pemilihan refrigeran menjadi penting. Pemilihan
refrigeran dilakukan karena akan mempengaruhi performa mesin pendingin tersebut.
Setiap refrigeran mempunyai karakteristik yang unik yang akan mempengaruhi kinerja
mesin pendingin. Selain itu, faktor – faktor yang harus diperhatikan antara lain pemilihan
evaporator, kompresor, kondensor, katup ekspansi, bahan pipa saat di kondensor dan
evaporator, bahan pendukung lain refrigeran receiver, filter dryer dan serta analisis
biayanya.
Untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan tersebut perlu perhitungan dan
analisis yang baik dalam mendesain suatu mesin pendingin. Untuk memudahkan analisis
dan perhitungan dalam mendesain mesin pendingin yang diinginkan, digunakan software
dan beberapa aplikasi untuk perancangan mesin pendingin. Salah satu aplikasi yang
banyak digunakan adalah Coolpack. Aplikasi Coolpack membantu perancang dalam
melakukan perhitungan dan analisis dalam desain pendingin. Aplikasi mesin pendingin
ini banyak dipilih karena memiliki beberapa keunggulan dalam melakukan analisis
seperti perhitungan sifat refrigeran, siklus analisis, analisis, sistem simulasi, evaluasi
sistem pendinginan secara keseluruhan, serta efisiensi biaya.

Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah merancang sistem pendingin kompresi uap
pada suhu di evaporator -300C dan suhu kondensor 350C.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat


Waktu : Kamis, 23 Maret 2017
Tempat : Laboratorium Pindah Panas

Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan adalah personal computer (PC) dan aplikasi Coolpack

Prosedur kerja
Mulai

Suhu evaporator -300C, Suhu kondensor 350C

Pemilihan refrigeran pada menu Refrigeran Utilities

Aplikasi Coolpack dijalankan

Pemilihan siklus pendinginan

Studi literatur input data Coolpack

Perhitungan COP di Coolpack

Selesai

Gambar 1 Flowchart Pembuatan Desain Mesin Pendingin Tenaga Uap


HASIL DAN PEMBAHASAN
Perancangan mesin pendingin dengan menggunakan Coolpack dimulai dengan
menentukan jenis siklus yang akan dipakai. Pendinginan yang dilakukan dimulai dari
suhu evaporator -30C dan diakhiri dengan suhu kondenser sebesar 35C. Kapasitas
pendinginan yang digunakan adalah satu ton refrigerasi. Ton Refrigerasi adalah laju efek
refrigerasi pada suatu operasi pabrik refrigerasi (pabrik es), yang merupakan laju
penyerapan panas sebesar 288.000 Btu per hari (24 jam). Beban pendinginan dalam satu
ton refrigerasi adalah 12000 Btu/h atau setara dengan 3,516 kW (Rahmat 2015). Langkah-
langkah yang dilakukan untuk menentukan performa terbaik ini adalah dengan
menentukan refrigeran, pemilihan sistem pendinginan, dan analisis life cost.
1. Pemilihan refrigeran
Refrigeran merupakan media untuk memindahkan panas dari evaporator ke
kondensor. Pemilihan refrigeran paling penting didasari oleh kemampuannya untuk
mengambil panas sehingga mencapai suhu rendah tertentu. Pemilihan refrigeran
dilakukan menggunakan pertimbangan sebagai berikut:
a) Tekanan Penguapan Karakteristik refrigerant sebaiknya menguap pada tekanan
lebih tinggi dari tekanan atmosfir, sehingga dapat dicegah terjadinya kebocoran
udara luar masuk pada system refrigerant.
b) Tekanan Pengembunan Refrigeran sebaiknya memiliki tekanan pengembunan
rendah karena perbandingan kompresinya menjadi lebih rendah sehingga
penurunan prestasi kompresor dapat dihindarkan.
c) Kalor Laten Penguapan Refrigeran yang memiliki kalor laten penguapan lebih
tinggi akan lebih menguntungkan karena untuk kapasitas refrigerant yang sama
dapat menghasilkan efek refrigerasi yang lebih besar.
d) Volume spesifik Volume spesifik gas refrigerant yang kecil akan memungkinkan
penggunaan kompresor dengan volume langkah torak yang lebih kecil sehingga
untuk kapasitas refrigerant yang sama ukuran unit refrigerasi yang digunakan
menjadi semakin kecil.
e) Konduktifitas Thermal Refrigeran yang baik memiliki konduktivitas yang besar
sehingga bisa lebih efisien dalam pemakaian kondensor dan evaporator.
f) Viskositas Viskositas refrigerant dalam fase gas maupun cair sebaiknya rendah
agar tahanan aliran refrigerasi dalam pipa menjadi sekecil mungkin.
g) Susunan Kimia Refrigeran yang memiliki susunan kimia yang stabil, tidak terurai
setiap kali diembunkan dan diuapkan.
h) Tidak mudah terbakar atau meledak bila bercampur dengan udara.
i) Tidak berbau merangsang dan tidak beracun.
j) Tidak menyebabkan korosi pada mesin dan mudah terdeteksi bila terjadi
kebocoran.
k) Mempunyai titik beku rendah.
l) Perbedaan antara tekanan penguapan dan tekanan pengembunan harus sekecil
mungkin.
m) Harganya tidak mahal dan mudah diperoleh.
Suhu evaporator yang diperlukan adalah -30oC. Terdapat beberapa refrigeran yang
telah memenuhi syarat ini, diantaranya adalah R717 (Ammonia), R134a dan R22. Selain
faktor kemampuan, perlu diperhatikan juga dampak dari refrigeran ini terhadap
lingkungan.
Refrigeran yang dipilih dalam pembuatan sistem pendinginan ini adalah R717 atau
amonia. Hal ini dikarenakan kemampuannya yang mampu untuk melakukan pendinginan
hingga batas bawah yang diinginkan dan karakteristiknya yang dapat sangat cepat hancur
di lingkungan sehingga meminimalisir dampak buruknya terhadap lingkungan.
Menurut International Institute of Ammonia Refrigeration (IIAR), amonia 3-10%
lebih efisien secara termodinamika daripada refrigeran lain. Faktor ini menyebabkan
amonia dapat mencapai proses pendinginan yang sama dengan daya yang lebih sedikit.
Kebocoran amonia merupakan satu hal berbahaya yang harus diwaspadai. Konsentrasi
berbahaya dari amonia adalah 300 ppm atau 0.03%. Amonia korosif terhadap kulit, mata
dan paru-paru. Akan tetapi, amonia mempunyai sifat yang mudah terdeteksi apabila
terjadi kebocoran dikarenakan baunya yang sangat pekat (McFadden 2017).
2. Pemilihan sistem
Sistem yang dipilih dalam perancangan mesin pendingin ini adalah Flooded
Evaporators, Closed Intercooler, dan One Stage Compressors. Keluaran kerja netto dari
sebuah turbin gas dapat ditingkatkan degan cara menurunkan masukan kerja neto ke
kompressor. Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan kompresor multi tingkat dengan
intercooling. Proses intercooling ini membuat daya yang dibutuhkan dalam kompresi
menjadi lebih kecil, sehingga memberikan keuntungan tersendiri. Walaupun pendinginan
terhadap gas ketika sedang dikompresi akan mengurangi beban kerja, laju perpindahan
kalor yang cukup tinggi untuk menghasilkan pengurangan kerja yang signifikan di dalam
prakteknya sulit tercapai. Alternatif yang praktis adalah dengan memisahkan interaksi
antara kerja dan kalor ke dalam proses terpisah, dengan cara menggunakan intercooler
(Moran dan Shapiro 2006).
Flooded evaporator adalah sebuah sistem evaporator dimana seluruh bagian dalam
evaporator selalu dibanjiri, atau bersentuhan, dengan refrigeran yang berbentuk cair.
Terdapat sebuah tandon atau receiver dimana seluruh cairan refrigeran terkumpul
sebelum masuk ke evaporator. Dari bagian atas tandon tersebut uap refrigeran yang
terbentuk dalam evaporator dihisap masuk ke kompresor.
Proses pendinginan dimulai dari titik (1), dimana gas yang telah dihisap di suction
line kemudian dikompres oleh kompressor suhu tinggi dan dikeluarkan melalui discharge
line (2) yang akan meneruskan refrigeran ke inlet kondensor (3).
Perbedaan mendasar dari sistem open intercooler dan closed intercooler adalah
pembagian refrigeran setelah keluar dari kondensor. Pada sistem closed intercooler,
sebagian refrigeran yang telah melalui proses subcooling setelah keluar dari kondensor
(4) akan diekspansi di katup ekspansi suhu tinggi (5) dan masuk ke intercooler.
Refrigeran kemudian dipanaskan kembali menggunakan evaporator suhu tinggi (6) untuk
kemudian dimasukkan lagi ke dalam intercooler (7). Sementara itu, keluaran dari
kompressor suhu rendah yang telah melalui discharge line (16) akan masuk ke intercooler
dan bercampur dengan refrigeran hasil pemanasan evaporator suhu tinggi. Dari kedua
suhu ini, akan didapatkan suhu campuran yang kurang dari suhu (16), masuk ke suction
line suhu tinggi (8) dan masuk kembali ke kompressor suhu tinggi (1).
Sebagian yang lain ketika keluar dari kondensor akan masuk melewati bagian liquid
subcooling pada intercooler (9) sehingga suhunya turun dan kemudian masuk ke katup
ekspansi suhu rendah (10). Di liquid separator, dipisahkan antara refrigeran fase liquid
dan gas. Refrigeran fase gas langsung diarahkan ke (13) untuk masuk ke suction linenya
kompressor suhu rendah, dan refrigeran fase liquid akan masuk ke kevaporator suhu
rendah untuk kemudian diuapkan kembali (12) dan masuk ke liquid separator. Refrigeran
fase gas yang keluar dari liquid separator seluruhnya akan masuk ke suction line suhu
rendah dan kompressor suhu rendah (14) dan (15) dimana tekanan dan suhunya langsung
tinggi (16) sebelum dicampur kembali dengan refrigeran dari kondensor di intercooler.
Proses ini dapat dilihat di gambar 1.

Gambar 2 Siklus Flooded Evaporator with Closed Intercooler


Untuk mengetahui COP maksimal yang dapat dihasilkan oleh siklus ini, terlebih
dahulu dilakukan input data-data yang diperlukan untuk membangun detail dari siklus
flooded evaporator, closed intercooler yang diinginkan. Spesifikasi ketetapan awal yang
diberikan adalah suhu evaporator suhu rendah adalah -30oC dan suhu kondensor adalah
35oC. Dalam siklus ini, diperlukan suhu intermediate atau suhu evaporator suhu tinggi
yang akan bercampur dengan keluaran kompressor suhu rendah. Dipilih suhu 10 oC
sebagai suhu intermediate. Hal ini mempertimbangkan faktor bahwa suhu intermediate
akan menentukan beban kerja dari kompressor. Pada kompressor suhu rendah, suhu naik
hingga 112oC dan di kompressor suhu tinggi, suhu naik hingga 60,5oC. Namun, kerja
yang dibutuhkan pada kedua kompressor itu adalah sama yaitu 0,9 kW. Perbedaan
densitas menyebabkan refrigeran dengan suhu tinggi lebih sulit untuk dikompresi
daripada suhu rendah, sehingga membutuhkan daya yang lebih tinggi.
Pada suction line di kompresor suhu rendah dipilih suhu superheated 1,5oC dan untuk
suhu tinggi sebesar 1oC. Nilai ini digunakan untuk menghindari amonia yang tidak
terevaporasi untuk masuk ke kompressor (Muynck dan Poelman 2006). Performansi
kompressor mempengaruhi kemampuannya untuk dapat menaikkan tekanan tanpa
menambah nilai isentropi. Performansi kompressor dapat dillihat dari efisiensi isentropik.
Untuk kompressor sentrifugal yang dijual di pasaran, efisiensi isentropik standarnya
adalah 0,8 (Muynck dan Poelman 2006). Setelah refrigeran melewati kondensor, perlu
dibuat agar kondisinya menjadi suhu subcooling sebesar 1oC untuk mencegah
pembentukan flash gas di pipa menuju katup ekspansi suhu tinggi. Liquid subcooling coil
mempunyai efisiensi termal sebesar 0,5. Circulating number (n circle) adalah rasio massa
dari liquid yang dipompa dengan jumlah liquid yang terevaporasi. Jumlah dari liquid
terevaporasi bergantung pada jumlah panas laten yang dibutuhkan untuk proses
evaporasi. Overfeed rate adalah rasio dari uap yang terbentuk dengan liquid yang kembali
ke low-pressure receiver. Dipilih circulating number menurut referensi adalah 4
(Muynck dan Poelman 2006).
Kompressor suhu tinggi dan rendah masing-masing diasumsikan mempunyai heat
loss factor sebesar 20%, hal ini dikarenakan suhu kompressor pasti akan naik seiring
dengan waktu kerja yang bertambah karena panas yang dihasilkan oleh pasti akan
merambat ke dinding-dinding kompressor (Muynck dan Poelman 2006). Kompresor yang
dipakai dalam rancangan alat ini adalah kompressor sentrifugal. Kompressor ini
mempunyai efisiensi volumetrik yang cukup tinggi, yaitu mendekati satu (Wang 2001).
Berdasarkan perhitungan software Coolpack didapatkan bahwa spesifikasi dimensi
pipa yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 3 Dimensi Pipa


Dimensi pipa ini digunakan untuk menentukan pressure drop di beberapa titik,
diantaranya adalah di suction line suhu rendah, discharge line suhu rendah, suction line
suhu tinggi dan discharge line suhu tinggi. Perhitungan dilakukan menggunakan fitur
penghitungan pressure drop untuk gas pipes dan liquid pipes yang terdapat di software
Coolpack. Pipa yang digunakan mempunyai panjang 1 meter, dengan fittings sebesar 0,5
dan twall user 0,5. Atmosfer sekitar disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, dengan
suhu rata-rata 28oC dan RH 80%. Insulasi yang digunakan berbahan Polyurethane dengan
tebal 11 mm. Dipilih polyurethane dikarenakan kemampuannya untuk menahan kalor
keluar dari pipa yang lebih baik.
Dari perhitungan tersebut, didapatkan bahwa pressure drop di suction line suhu
rendah adalah 1,38 K; discharge line suhu rendah adalah -0,91 K; suction line suhu tinggi
adalah 0,25 K; dan discharge line suhu tinggi adalah -0,61 K.
Dengan mempertimbangkan seluruh faktor di atas, didapatkan siklus pendinginan
dengan COP total 3,737 dengan grafik p-h dan state points ditunjukkan pada gambar di
bawah.

Gambar 4 Siklus p-h Flooded Evaporator with Closed Intercooler

Gambar 5 State Points Siklus Flooded Evaporator with Closed Intercooler


3. Life Cycle Cost
Dalam perancangan mesin, dibutuhkan pula analisis mengenai aspek ekonomis dari
sistem tersebut. Dalam program Coolpack, terdapat sarana untuk menghitung analisis
ekonomi dari suatu sistem. Berikut merupakan harga-harga dari komponen sistem yang
kami gunakan:
Harga
No Nama Barang Satuan
($)
1 Refrigerant R717 700 per ton
2 Kompresor 160 per unit
3 Kondensor 34 per unit
4 Katup expansi ZR-TEX2 20 per unit
5 High Stage Evaporator 80 per unit
6 Heat Exchanger 46 per unit
7 Flooded Evaporator 80 Per unit
Total 1840
7 Jasa pemasangan 20 per 1xkerja
8 Jasa perawatan 500 per tahun
Tabel 1 Harga Komponen dan Biaya Pemasangan serta Perawatan Sistem Pendinginan
Didapatkan pula bahwa konsumsi energi dari seluruh komponen tersebut adalah
19272 kWh. Konsumsi energi dihitung dengan asumsi mesin bekerja 24 jam selama
setahun dan asumsi bahwa harga energi sebesar 0.5$/. Selain itu, dalam satu tahun mesin
harus dirawat dengan asumsi biaya perawatan sebesar 500$/tahun, maka didapatkan
bahwa total biaya yang harus dikeluarkan tiap tahun adalah 10136$. Dengan asumsi umur
ekonomis dari seluruh komponen ini adalah 12 tahun, didapatkan bahwa payback timenya
adalah -0.2 tahun dengan PV of annual operating cost sebesar 107450$ dan life cycle
costnya sebesar 109310$. Berikut merupakan hasil perhitungan yang didapatkan dari
Coolpack:

Gambar 6 Life Cycle Cost dari Sistem Pendinginan


SIMPULAN
Perancangan mesin pendingin dengan Coolpack menghasilkan mesin pendingin
dengan sistem Flooded Evaporators, Closed Intercooler, dan One Stage Compressors.
Refrigeran yang digunakan adalah R717 (amonia). Suhu evaporator adalah -30C, dan
suhu kondensor adalah 35C dengan suhu intermediet 10C. Dengan besarnya ada
kehilangan tekanan atau pressure drop di sepanjang pipa adalah, dihasilkan COP sebesar
3,737. Daya yang dibutuhkan pada siklus pertama dan kedua sama, yaitu 0.9 kW. Kalor
yang diambil dari evaporator adalah 1234,03 kJ/kg dan kalor yang dilepaskan dari
kondensor adalah 1220.1 kJ/kg atau sebesar 8.5 kW. Dalam analisis life cycle cost
didapatkan payback timenya adalah -0,2 tahun dengan PV of annual operating cost
sebesar 107450$ dan life cycle costnya sebesar 109310$.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar K. 2010. Efek beban pendingin terhadap performa sistem pendingin. Jurnal
SMARTek. 8(3):203-214
Basri, MH. 2009. Pengaruh Temperatur Kondensor Terhadap Kinerja Mesin Refrigerasi
Fokus 808. Jurnal SMARTek. 7(1): 62-68
McFadden B. 2015. Ammonia Refrigeration Fundamentals. https://www.graphicproducts
.com/articles/ammonia-refrigeration-fundamentals/ [Accessed in 26 April 2017]
Moran MJ dan Shapiro HN. 2006. Fundamentals of Engineering Thermodynamics.
England: John Wiley & Sons Ltd.
Muynck WD dan Poelman D. 2006. Refrigerating plant design [Thesis]. Cantabria (SP):
University of Cantabria
Rahmat MR. 2015. Perancangan cold storage untuk produk reagen. Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin. 3(1): 16-30
Wang SK. 2001. Handbook of Air Conditioning and Refrigeration. New York (US): Mc
Graw Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai