Anda di halaman 1dari 8

BULETIN PALAWIJA NO.

20, 2010

HAMA TUNGAU MERAH Tetranychus urticae PADA TANAMAN


UBIKAYU DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

Sri Wahyuni Indiati dan Nasir Saleh1

ABSTRAK 10075 clones or variety Adira-4, field sanitation,


Ubikayu merupakan bahan pangan sumber mechanical and biological control using predators
karbohidrat sesudah beras dan jagung. Produktivitas Oligo minuta and other Coccinellidae, and antago-
ubikayu di Indonesia tergolong masih rendah yaitu nestic fungal of genus Neozygites (Zygomycetes:
sekitar 18 t/ha. Salah satu faktor penyebab rendahnya Enthomophthora) dan Hirsuta (Hypomycetes:
produktivitas ubikayu tersebut adalah adanya Monilia), spraying with chemical or botanical insec-
serangan hama tungau merah Tetranychus urticae. ticides.
Sejauh ini petani belum mengendalian jasad peng- Key words: Red spider mites, cassava
ganggu secara optimal. Untuk mengatasi masalah
tersebut perpaduan antara dua atau lebih komponen PENDAHULUAN
pengendalian sangat diperlukan sehingga hasil dapat
ditingkatkan, pendapatan petani meningkat serta Ubikayu merupakan bahan pangan sumber
kelestarian dan kesehatan lingkungan tetap terjaga. karbohidrat sesudah beras dan jagung. Sebagai
Beberapa komponen pengendalian yang dapat sumber karbohidrat yang murah ubikayu
diterapkan untuk mengendalikan hama tungau berpeluang untuk digunakan sebagai bahan
merah adalah pengendalian secara kultur teknis pangan, bahan industri dan pakan ternak. Di
dengan menggunakan varietas agak tahan seperti Indonesia penggunaan ubikayu sangat beragam,
MLG 10113, MLG 10077, 07 DHL, Adira-4, OMM9601- dari total produksinya 19,4 juta ton, 75%
140, OMM9601-142, OMM9601-70 dan MLG-10075, digunakan untuk bahan pangan baik secara
sanitasi lingkungan, secara mekanis dan pengendalian
langsung atau melalui pengolahan, 13–14%
secara biologis dengan menggunakan pemangsa
Oligota minuta dan beberapa dari famili Coccinellidae
bahan baku industri inon-pangan, 2% pakan,
dan jamur patogen dari genus Neozygites (Zygo- dan 5% tercecer (Hafsah 2003).
mycetes: Enthomophthora) dan Hirsuta (Hypomycetes: Pada tahun 2009 total produksi ubikayu
Monilia), serta penyemprotan dengan pestisida nabati mencapai 21,990 juta ton dari luas panen 1,2
maupun kimia. juta hektar dengan produktivitas 18,2 t/ha (BPS
Kata kunci: Hama tungau merah, ubikayu 2009). Hasil tersebut masih lebih rendah diban-
ding potensi hasil beberapa varietas unggul
ABSTRACT ubikayu yang dapat menghasilkan 30–40 t/ha.
Cassava is source of carbohydrate food after rice Daerah sentra produksi ubikayu di Indonesia
and maize. In Indonesia its productivity is still low adalah provinsi Lampung, Jawa Timur, Jawa
(approximately 18 t/ha). One of causal factor for the Tengah, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
low cassava productivity is red mite, Tetranychus
urticae attacks. So far most of farmers do not apply Sebagian besar ubikayu diusahakan di lahan
any pest control. Integrating two or more of pest control kering dan hanya sebagian kecil ditanam di
components are necessarily in order to increase the lahan sawah. Pada dasarnya ubikayu dapat
cassava production, farmers income and safety and ditanam di sembarang jenis tanah, namun jenis
healthy to enviromental. tanah yang biasa digunakan untuk usahatani
The components of integrated pest control of red ubikayu adalah: Alfisol. Ultisol, Inceptisol yang
spider mite are cultural practices, planting of cas- pada umumnya mempunyai tingkat kesuburan
sava resistant varieties such as MLG 10113, MLG
rendah. Di lahan kering beriklim kering di pulau
10007, 07 DHL, OMM 9601-140, OMM 9601-70, MLG
Jawa, ubikayu ditanam pada awal musim hujan,
pada umumnya dengan sistem tumpangsari
1
Staf peneliti Perlindungan Tanaman pada Balai Penelitian dengan tanaman pangan lain atau secara mono-
Tanaman Kacang-kacangan & Umbi-umbian (Balitkabi). Jl
Raya Kendalpayak, Malang, Jawa Timur. Telp. (0341) 801468;
kultur. Di Lampung karena sudah berkembang
Fax. (0341) 801496. industri berbahan baku ubikayu, pada umumnya
Diterbitkan di Buletin Palawija No. 20: 72–79 (2010).

72
INDIATI DAN SALEH: UPAYA PENGENDALIANNYA HAMA TUNGAU MERAH PADA UBIKAYU

ubikayu ditanam secara monokultur pada berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil.
hamparan yang luas. Dengan kondisi iklim basah Penanaman ubikayu sebagian besar (75%)
(tipe iklim B) dan curah hujan yang lebih merata, dilakukan pada awal musim hujan (Oktober
tanaman ubikayu relatif dapat ditanam sampai Januari) dan hanya 10% ditanam antara
sepanjang tahun. bulan Mei–September. Panen pada umumnya
Salah satu faktor penyebab rendahnya dilakukan setelah tanaman berumur 10–11
produktivitas ubikayu tersebut adalah karena bulan. Secara umum, ubikayu yang ditanam pada
serangan hama tungau merah (Tetranichus awal musim hujan hasilnya lebih tinggi karena
urticae). Sejauh ini petani belum melakukan pada awal pertumbuhan tanaman cukup
pengendalian hama tungau secara optimal. Hal mendapat air. Disamping itu pada musim hujan
tersebut sangat erat kaitannya dengan nilai populasi dan serangan tungau hampir tidak ada,
ekonomis ubikayu yang seringkali harganya sehingga tanaman pada awal pertumbuhan
sangat rendah, sementara harga pestisida terbebas dari serangan tungau. Sedang di musim
(Acarisida) dirasa mahal bagi sebagian besar kemarau populasi dan kerusakan yang
petani. Untuk mengatasi masalah tersebut sistem ditimbulkannya cukup tinggi sehingga dapat
pengendalian melalui perpaduan antara dua atau menyebabkan kehilangan hasil yang relatif tinggi
lebih komponen pengendalian dalam satu sistem tergantung dari jenis/varietas tanaman, umur
pengendalian terpadu sangat diperlukan tanaman waktu terjadi serangan, dan periode
sehingga hasil dapat ditingkatkan, pendapatan lamanya serangan. Bila tanaman terlambat
petani meningkat serta kelestarian dan kesehatan ditanam peluang terjadinya serangan lebih lama
lingkungan tetap terjaga. sehingga kehilangan hasil yang ditimbulkan akan
semakin tinggi.
EKOBIOLOGI TANAMAN UBIKAYU
EKOBIOLOGI TUNGAU MERAH,
Ubikayu dapat tumbuh pada kondisi edafik Tetranychus urticae
yang sangat beragam, luas di daerah antara 30
LS dan 30 LU, pada ketinggian 0–2300 m di atas Tungau merah, Tetranychus urticae
permukaan laut, di daerah dengan iklim kering mempunyai banyak nama di antaranya adalah
hingga beriklim basah. Pada dasarnya tanaman tungau laba-laba merah (red spider mite) karena
ubikayu menyukai penyinaran matahari yang mempunyai benang-benang seperti rumah laba-
cukup (sun loving plants) di hamparan terbuka, laba, atau disebut tungau laba-laba berbercak
namun masih dapat berproduksi pada kondisi dua karena adanya dua bercak hitam pada
naungan hingga 40%. bagian punggungnya. Tungau dewasa
mempunyai ukuran tubuh kecil (0,5 mm),
Di Indonesia, ubikayu sebagian besar ditanam berwarna kemerahan hidup pada rangkaian
di lahan kering dengan jenis tanah Inseptisol, benang-benang pada permukaan bawah daun,
Alfisol dan Ultisol yang tersebar di Lampung, Jawa bila populasinya melimpah. Telur tungau sangat
Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Di Jawa kecil dan berwarna bening sehingga sulit dilihat
sistem penanaman ubikayu biasanya dilakukan dengan mata telanjang. Dengan bertambahnya
secara tumpangsari dengan tanaman kacang- umur, telur berubah warna menjadi kekuningan.
kacangan pada lahan yang relatif sempit. Nimfa berbentuk bulat dengan tiga pasang kaki
Sedangkan di luar pulau Jawa penanaman dan mata merah. Mereka langsung mengisap
dilakukan di lahan kering secara monokultur pada cairan sel tanaman dan berubah menjadi kuning
lahan terbuka ataupun pada areal perkebunan muda atau kehijauan dengan dua bercak hitam.
yang masih muda. Tungau tersebar dari satu tanaman ke tanaman
Ubikayu termasuk tanaman yang lain dengan bantuan angin atau dengan
memerlukan air dalam jumlah relatif sedikit dan perantara benang-benang putih seperti jaring
toleran terhadap kekeringan. Tanaman ini akan laba-laba. Benang-benang tersebut juga dapat
tumbuh subur bila ditanam di daerah dengan melindungi tungau dari predator. Tungau
curah hujan cukup tinggi terutama pada awal mempunyai dua stadia nimfa yang berwarna
pertumbuhan hingga pertumbuhan vegetatif. lebih gelap dibanding larvanya yaitu protonimfa
Kekeringan pada awal pertumbuhan akan yang berkaki delapan dan mempunyai bercak

73
BULETIN PALAWIJA NO. 20, 2010

gelap dan deutonimfa yang menjadi tungau betina lapangan gejala serangan tungau mulai tampak
dan berukuran lebih besar dibanding jantan. pada daun-daun bawah dan tengah tanaman
Tungau betina dewasa berkaki delapan dan ubikayu. Dari data yang telah dikumpulkan di
berwarna hijau pucat atau kekuningan, dan lapang melihat bahwa sebaran populasi tungau
tungau jantan mempunyai warna coklat atau pada tanaman ubikayu umur tujuh bulan secara
orange. Keduanya mempunyai bercak kehitaman umum terkonsentrasi pada daun tengah, sedikit
yang bervariasi ukurannya. Bercak tersebut pada daun bawah dan pucuk. Pada daun tersebut
sebetulnya adalah partikel makanan dalam tungau merah banyak berdiam di sepanjang
saluran pencernakan tungau (Anonim 2010) tulang daun dan di pusat tulang daun.
Tungau bersifat polifag, menyerang ratusan Gejala serangan T. urticae diawali dengan
jenis tanaman termasuk sebagian besar sayuran terlihatnya spot (bercak) kuning sepanjang tulang
dan tanaman pangan. Di Indonesia hama tungau daun pada daun-daun bawah dan tengah. Bercak
merupakan salah satu hama utama tanaman tersebut kemudian menyebar ke seluruh per-
ubikayu terutama pada selama musim kemarau mukaan daun sehingga daun berwarna keme-
(Kalshoven 1981). Tungau merusak tanaman rahan, coklat atau seperti karat. Berawal dari
dengan cara mengisap cairan sel-sel daun yang basal daun, daun-daun yang terserang parah
mengakibatkan bercak pucat akibat sel epider- akhirnya kering, dan terjadi kerontokan daun
mis telah rusak. Meskipun kerusakan oleh indi- total. Pada tanaman yang terserang parah, umbi
vidual tungau kecil, namun dengan populasi yang dihasilkan umumnya berukuran kecil dan
tungau yang ribuan akan mengakibatkan ribuan secara langsung akan mempengaruhi kwantitas
luka sehingga mengurangi kemampuan hasil tanaman.
fotosintetis tanaman, sehingga dapat mengurangi Tungau merah, T. urticae menyerang perta-
produksi nutrisi dan bahkan sampai mematikan naman ubikayu di seluruh dunia dan meng-
tanaman (Anonim 2010) akibatkan kehilangan hasil yang serius di bagian
negara Asia (Rao dan Pillai 1972). Nyiira (1976)
melaporkan bahwa berdasar penelitian, kehila-
ngan hasil ubikayu akibat serangan tungau di
Uganda dapat mencapai 46%. Di Venezuela,
kehilangan hasil berkisar antara 15–20%, sedang
hasil penelitian di CIAT dilaporkan bahwa
serangan empat jenis tungau secara bersamaan
dapat menurunkan hasil antara 20 sampai 53%,
tergantung pada umur tanaman dan lamanya
serangan. Selanjutnya juga dilaporkan bahwa
kehilangan hasil berbeda antara varietas yang
tahan dan varietas yang rentan. Pada varietas
rentan, kehilangan hasil umbi dapat mencapai
73%, akan tetapi pada varietas yang tahan
kehilangan hasil umbi hanya berkisar 15% (Byrne
et al. 1982). Hasil penelitian di rumah kaca
Balitkabi Malang menunjukkan bahwa serangan
tungau merah yang parah akan mengakibatkan
Gambar 1. Tungau merah Tetranychus urticae Koch.
kehilangan hasil ubikayu sampai 95% (Indiati
1999).
Intensitas kerusakan tungau pada umumnya PENGENDALIAN HAMA TUNGAU MERAH
meningkat pada musim kemarau, karena kondisi Secara umum pengendalian tungau dapat
lingkungan pada musim kemarau sangat dilakukan dengan beberapa cara, seperti pengen-
membantu peningkatan populasi tungau. Pada dalian secara kultur teknis termasuk penggunaan
umumnya peningkatan populasi tungau varietas tahan, sanitasi lingkungan, dan penga-
mengikuti peningkatan umur tanaman. Di

74
INDIATI DAN SALEH: UPAYA PENGENDALIANNYA HAMA TUNGAU MERAH PADA UBIKAYU

turan waktu tanam, pengendalian mekanis di antaranya MLG 10113, MLG 10077, 07 DHL,
dengan cara penyemprotan air beberapa kali agar Adira-4, OMM9601-140, OMM9601-142,
tungau larut tercuci bersama air, pengendalian OMM9601-70 dan MLG-10075 (Indiati 1999).
secara biologi dengan memanfaatkan musuh
alami berupa predator patogen, dan pengendalian 2. Sanitasi lingkungan
dengan pestisida secara nabati/kimia. Sejauh ini Gulma berdaun lebar seperti Centrocema
upaya pengendalian diutamakan pada penggu- pubescens, Psida , Euphorbia sp., Crotalaria sp.,
naan varietas tahan dan pengendalian secara and Ageratum conyzoides merupakan inang
biologi. Karena dengan pengendalian kimiawi di alternatif hama tungau di lapang. Hasil penga-
samping biaya yang tinggi dan tidak sesuai matan menunjukkan bahwa tungau akan ber-
dengan harga jual komoditas, penggunaan bahan tahan pada gulma tersebut pada saat tanaman
kimia untuk pengendalian tungau mempercepat ubikayu dipanen dan menjadi sumber inokulum
timbulnya resistensi karena siklus tungau menjadi bagi pertanaman ubi kayu musim berikutnya
lebih pendek dan adanya bahan kimia lebih (PCARRD 2002).
mematikan predator daripada tungau itu sendiri Farias et al. (1979 dalam Melo 1990) mempe-
(Schoonhoven dan Bellotti 1978). lajari perkembangan populasi tungau yang
Kultur Teknis dihubungkan dengan tingkat pupuk nitrogen,
fospat, dan kalium. Faktor utama yang mem-
1. Varietas tahan pengaruhi perubahan populasi tungau adalah
Pengendalian dengan menggunakan varietas status nutrisi tanaman. Dari percobaan di rumah
ubikayu yang tahan terhadap serangan tungau kaca dilaporkan bahwa pemupukan tanah dengan
merupakan cara pengendalian yang praktis, stabil NPK yang diikuti dengan pengairan teratur
dan ekonomis serta cocok bila dipadukan dengan berkorelasi negatif terhadap kadar produksi bahan
cara pengendalian yang lain. Perpaduan penggu- kering biomas bagian atas dan populasi tungau.
naan varietas tahan dan pengendalian biologis 2. Pengendalian biologis
sangatlah tepat bila digunakan untuk tanaman
setahun seperti halnya ubikayu yang pada 1. Predator. Hasil explorasi di Amerika diiden-
umumnya dibudidayakan oleh petani kecil secara tifikasi 66 jenis predator tungau dari famili
tradisional dengan input yang sangat terbatas. Phytoseiidae. Diantara predator tersebut, Typhlo-
dromalus manihoti Morales merupakan jenis yang
Hasil penelitian di Filipina dari 295 nomor yang paling banyak dijumpai, diikuti Neoseiulus
dievaluasi di lapangan terhadap tungau merah anonymus, Typhlodromalus aripo, Galendromus
terdapat 50 nomor yang menunjukkan tingkat annectens, G. helveolus dan Amblyseius aerialis
toleransi. Namun setelah dievaluasi di rumah kaca (Belloti et al. 2000 ). Introduksi Typhlodromalus
dimana setiap tanaman diinfestasi dengan 20 aripo, T. manihoti dan Neoseilus idaeus yang
tungau dewasa yang siap berbiak dan penilaian diintroduksi dari Brasilia pada tahun 1980 dan
dilakukan tiga minggu setelah diinfestasi, 1990an efektif dapat mengendalikan tungau
ternyata menjadi kurang toleran (Bernado dan hijau Mononychellus. tanajoa di Afrika. T. aripo
Esquerra 1982). Dalam rangka mencari sumber mampu menurunkan populasi tungau hijau se-
gen tahan tungau, di Balai Penelitian Tanaman besar 30–90% dan meningkatkan hasil ubikayu
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), 30–37% (Yaninek et al. 1993). beberapa preda-
Malang telah dilakukan pengujian lapang tor tungau hijau ubi kayu, terutama Oligota
ketahanan klon-klon ubikayu dari koleksi plasma minuta (Staphylinidae) dan Stethorus sp.
nutfah, namun sampai saat ini belum ditemukan (Coccinellidae) juga dilaporkan di Columbia.
klon ubikayu yang benar-benar tahan (terbebas Populasi Oligota banyak ditemukan pada daun
dari serangan tungau atau terserang tapi tidak ke lima hingga ke delapan, di tempat populasi
menimbulkan gejala). Semua klon yang diuji tungau paling banyak ditemukan. Bennett dan
menunjukkan gejala terserang hanya waktu Yassen (1975) telah mengevaluasi potensi O.
inkubasi yang berlainan, ada yang pendek dan minuta terhadap M. tanajoa. Periode perkem-
ada yang panjang. Dari hasil pengujian tersebut bangan O. minuta hanya 15–18 hari. Baik larva
hanya diperoleh beberapa klon yang agak tahan maupun imago dapat memangsa M. tanajoa

75
Sumber: Jongruaysup et al. (2002)

BULETIN PALAWIJA NO. 20, 2010

(kurang lebih sebanyak 88 larva dan 35 imago mematikan tungau hingga 100% (Delabirara et
M. tanajoa per 75 contoh daun) dan dapat me- al. 1992). Isolat N. tanajoa dapat mengakibatkan
mangsa tungau lain bila M. tanajoa tidak kematian tungau hijau hingga 89% dan 62%
ditemukan (Girling et al. 1978). Populasi pe- menjadi mumi yang mempunyai potensi tinggi
mangsa meningkat pada musim kemarau dan untuk menghasilkan konidia jamur (Delalibera
menurun pada musim ghujan. Peningkatan dan dan Hajek 2004). Penelitian lebih lanjut me-
penurunan populasi pemangsa bergantung pada nunjukkan bahwa N. tanajoae bersifat spesifik
naik turunnya populasi tungau. terhadap M. tanajoa dan berbeda dengan N.
Beberapa anggota dari famili Coccinellidae floridana yang merupakan patogen umum pada
(Stethorus sp., Chilomenes sp. dan Verania sp.), tungau terutama dalam susunan DNA, kisaran
Staphylinidae (Oligota minuta), Cecidomyiidae, inang, dan kebutuhan untu pertumbuhan in vitro
Thysanoptera, Phytoseidae (Typhlodromus limo- (Delalibera et al. 2004). Jamur Hirsutella thom-
nicus, T. rapax) dan Anthocoridae (Orius insi- soni terbukti sangat efektif mengendalikan
duous) berpotensi sebagai predator hama tungau. populasi tungau (Yaninek et al. 1996).
Predator O. minuta, Stethorus sp. dan T. limo- 3. Pestisida
nicus merupakan pemangsa utama M. tanajoa
(Nyiira 1972). 1. Pestisida nabati. Untuk mengurangi per-
masalahan pencemaran lingkungan oleh pestisida
Di Filipina, predator tungau Ambyleseius kimia telah dilakukan upaya penggunaan
longispinosus mampu berkembangbiak 28–43 kali pestisida nabati untuk mengendalikan hama
lebih tinggi dibandingkan mangsanya. Mulai tungau. Lee and Park (2005) melaporkan bahwa
larva hingga dewasa, mampu memangsa 111– ekstrak daun Ginkgo biloba mempunyai efek
166 tungau merah dari berbagai stadia terutama repellen dan pestisida terhadap hama T. urticae,
telur dan larva (Vasques dan Gonzales 1994). Myzus persicae dan Aphis gossypii. Nwandila
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa (2009) melaporkan bahwa di laboratorium meng-
predator tersebut dapat berkembang baik pada gunakan metode pencelupan daun tomat pada
lahan yang terbuka maupun yang terlindung. agar air dengan konsentrasi ekstrak daun mimba
Jumlah yang diaplikasikan tergantung umur (Azadirachta indica) dan Syringa (Melia aze-
ubikayu yaitu 5–50 serangga betina/tanaman derach) 0,1%, 1%, 10%,20%, 50%, 75%, dan 100%
untuk tanaman ubikayu berumur satu bulan, 10– dan waktu expose 24,48, dan 72 jam mempunyai
40 serangga dewasa/tanaman untuk tanaman pengaruh yang nyata terhadap kematian tungau
berumur 4–6 bulan (PCARRD 2002). dewasa. Hasil tersebut sebanding dengan hasil
Pengendalian tungau di lapangan dengan akarisida komersial. Kedua ekstrak tersebut
predator memerlukan modifikasi penyemprotan dengan waktu ekpose 48 dan 72 jam berpengaruh
herbisida. Menyisakan satu baris setiap barisan nyata pada penetasan telur tungau.
yang disemprot herbisida diperlukan untuk Di Kenya, penanaman tanaman Cleome
menyisakan gulma untuk tempat bersembunyi gynandra L. pada pertanaman bunga mawar
dan berkembang predator. Satu minggu setelah terbukti mengurangi serangan tungau T.urticae
penyemprotan herbisida, predator perlu diintro- dan sangat potensial untuk diekstraksi menjadi
duksikan lagi. bahan yang bersifat penolak ataupun mematikan
2. Patogen jamur. Pemanfaatan agens hayati tungau (miticide) (Nyala dan Grout 2007).
untuk pengendalian tungau merah relatif masih Bio-pestisida Spinetoram (berasal dari fer-
kurang dibandingkan pada tungau hijau (Mono- mentasi Saccharopolyspora spinosa ) pada dosis
nychellus tanajoa). Beberapa jamur patogen dari 1 ml/liter air mampu mengurangi 100% telur
genus Neozygites (Zygomycetes: Enthomophthora) tungau merah T. urticae , 96% tungau dewasa
dan Hirsuta (Hypomycetes: Monilia) dapat mem- dan 87,5% tungau muda (El Kady et al. 2007).
parasitasi hama tungau. Di Afrika jamur patogen
Neozygites tanajoae telah digunakan sebagai Hasil penelitian di laboratorium Balitkabi,
agens hayati untuk tungau hijau ubikayu (Cas- Malang menunjukkan bahwa biji mimba yang
sava green mite) Mononychellus tanajoa. N. diekstrak dengan pelarut aceton ditambah 0,5 ml
floridana dalam waktu 1–2 minggu mampu perata/ha juga efektif menekan serangan tungau
merah pada ubikayu setara insektisida dikofol

76
INDIATI DAN SALEH: UPAYA PENGENDALIANNYA HAMA TUNGAU MERAH PADA UBIKAYU

Gambar 2. Mortalitas imago tungau merah setelah aplikasi bahan nabati.


Laboratorium Balitkabi, MK. 2003
Keterangan: 1= serbuk biji sersak; 2= limbah tembakau; 3= serbuk biji bengkuang; 4=
serbuk biji mimba; 5= serbuk mahoni; 6= serbuk umbi gadung; 7= serbuk serai; 8= dikofol;
9= kontrol; hsa=hari setelah aplikasi.

(Kelthane 200 EC-2 ml/l). Biji mimba yang dan di lapangan di Columbia menunjukkan
diekstrak dengan pelarut air (50 g/l) ditambah bahwa spesies predator Amblyseius limonicus
0,5 ml perata/l juga efektif menekan serangan lebih rentan terhadap pestisida permethrin
tungau merah pada ubikayu dengan mortalitas dibandingkan mangsanya. Jumlah A. limonisius
70 % (Indiati 2004). (Gambar 2). pada petak yang disemprot dengan 2–8 g ba/100
Aplikasi ekstrak biji mimba dapat mengaki- l secara nyata lebih rendah dibanding petak yang
batkan 60 % mortalitas tungau merah Tetra- tidak disemprot. Populasi tungau mulai meningkat
nychus urticae, lebih rendah bila dibandingkan segera setelah penyemprotan permethrin dan
dengan insektisida dicofol yang mencapai 81 %; secara nyata lebih tinggi dibanding populasinya
hal yang sama juga terjadi pada predator tungau pada petak yang tidak disemprot (Braun et al.
Amblyseius longispinosus (Singh dan Singh 1987).
2005). Hasil penelitian di rumah kaca menunjukkan
2. Pestisida kimia. Hama ungau merah bahwa Acarisida chlorfenapir, fenpropathrin,
bersifat polifag, mempunyai siklus hidup yang azocyclotin, propagate, fenpyroximate andfena-
sangat pendek, dan kemampuan berkembang zaquim mampu mengurangi infestasi tungau
tinggi. Hal tersebut akan mendorong proses merah 71 hingga 80% (El-Adawy et al. 1995).
terjadinya resistensi tungau terhadap acarisida Penggunaan suatu pestisida dalam pengen-
dapat dipercepat, meskipun baru beberapa kali dalian tungau, selain keefektifannya juga harus
digunakan. Dengan penggunaan acarisida, dipertimbangkan efeknya terhadap predator
musuh alami seperti pemangsa dan parasitoid tungau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
akan mati lebih dulu daripada tungaunya pestisida bifentrin dan hexythaizoc bersifat toksik
(Bennett dan Yassen 1975). Di samping itu terhadap larva dan telur tungau merah T. urticae.
acarisida dapat merangsang kesuburan dan Toksisitas hexythaizoc terhadap larva A.cali-
migrasi tungau. Hasil penelitian di laboratorium fornicus dan P. persimilis kurang dibanding pes-

77
BULETIN PALAWIJA NO. 20, 2010

tisida lain. Aktivitas bifentrin juga sangat efektif Braun, A.R., J.M. Guerrero, A.C. Belloti, and L.T. Wil-
terhadap nimfa T. urticae, tetapi aktivitas son. 1987. Relative toxicity of permethrin to
dimethoat lebih lemah dibanding hexythaizoc. Mononychellus progresivus Doreste and Tetranychus
urticae Koch (Acari: Tetranychidae) and their preda-
Dimethoat toksis terhadap nimfa A.californicus tors Amblyseius limonichus Garman & McGregor
dan P. persimilis sementara bifentrin dan hexy- (Acari:Phytoseiidae) and Oligota minuta Cameron
thaizoc agak kurang. Hexythaizoc lebih cocok (Coleoptera:Staphylinidae) Bioassay and field valida-
untuk mengendalikan T. urticae (Alzoubi dan tion. Environmental Entomology 16(2): 545–550.
Cobanoglu 2008). Byrne, D.H., J.M. Guerrero, A.C. Bellotti and V.E.
Gracen. 1982. Yield and plant growth responses of
KESIMPULAN Mononychellus mite resistant and susceptible culti-
Pada uraian ini dapat disimpulkan bahwa vars under protected vs. infested conditions. Crop
hama penting pada tanaman ubikayu di Indo- Science 22:486–490.
nesia adalah hama tungau merah dari spesies Delalibera, I. Jr and A.E. Hajek. 2004. Pathogenicity
Tetranychus urticae. and specificity of Neozygites tanajoae and Neozygites
floridana (Zygomycetes: Entomophthorales) isolates
Cara pengendalian tungau yang dapat pathogenic to the cassava green mite. Biological con-
diterapkan pada tanaman ubikayu di antaranya trol 30(3): 606–616.
adalah dengan menggunakan varietas tahan
Delalibera, I, Jr., A.E.Hajek, and R.A. Humber. 2004.
seperti MLG 10113, MLG 10077, 07 DHL, Adira- Neozygites tanajoae sp.nov., a patogen of cassava
4, OMM9601-140, OMM9601-142, OMM9601-70 green mite. Mycologia 96(5): 1002–1009.
dan MLG-10075, sanitasi lingkungan, secara
El Kady, G.A., H.M. El Sharabasy, M.F. Mahmoud and
biologis dengan menggunakan pemangsa yang I.M. Bagat. 2007. Toxicity of two potential bio-insec-
potensial seperti Oligota minuta dan beberapa ticides against moveable stages of Tetranychus
pemangsa dari famili Coccinellidae, patogen jamur urticae Koch. J. applied Science Research. 3(11):
patogen dari genus Neozygites (Zygomycetes: 1315–1319.
Enthomophthora) dan Hirsuta (Hypomycetes: El Adawy, A.M., H. Yousri, Y.M. Ahmad and T. El-
Monilia), pestisida nabati maupun kimia. Sharkawy. 1995. Effect of some acaricide and biocide
naturalis (Beauveria bassiana) on the two-spotted
PUSTAKA spider mite Tetranychus urticae Koch infesting cu-
cumber under plastic house condition. 6th Nat.Conf
Alzoubi, S. and S.Cobanoglu. 2008. Toxicity of some pes- of pest and diseases of vegetable and fruit in Egypts.
ticides against Tetranychus urticae and its preda-
P: 136–141.
tory mites under laboratory conditions. American-
Eurasian J.Agric. &Environ.Science. 3(1): 30–37 Girling, D.J. F.D. Bennett and M. Yaseen. 1978. Bio-
logical control of the green cassava mite Monony-
Anonim. 2010. Life cycle of a Tetranychus urticae. http:/ chellus tanajoa (Bondar) (Acarina: Tetranychidae) in
/www.ehow.com. 2pp.
Africa In Brekelbaum, T.; Bellotti, A. and Lozano,
Belloti, A.C., E.L. Melo, B. Arias, C.J. Herrera, M.P. J.C., eds. Cassava Protection Workshop. Cali. 1979.
Hernandez, C.M. Holguin, J.M. Guerrero and H. p.165–170.
Trujillo. 2000. Biological control in the Neotropics: A
Hafsah, M.J.2003. Bisnis ubikayu Indonesia.Pustaka
selective review with emphasis on cassava. Second Sinar Harapan. Jakarta. 263 hlm.
Intr. Symposium on Biological control of Arthropos.
pp. 206–228. Indiati, 1999. Status tungau merah pada tanaman
ubikayu. Dalam Pemberdayaan Tepung Ubijalar
Bennett, F.D. and M. Yaseen. 1975. Investigations on
sebagai Substitusi Terigu, dan Potensi Kacang-
the cassava mite Mononychellus tanajoa (Bondar) kacangan untuk Pengayaan Kualitas Pangan.
and its natural enemies in the Neotropics; report for
Rahmianna (Eds). Edisi khusus Balitkabi No. 15–
April 1974–March 1975. Commonwealth Institute of
1999. Hlm.122–126.
Biological Control, Curepe, Trinidad. 14p.
Indiati, S.W. 2004. Pengaruh zat pelarut dan perata
Bernado, E.N. and N.M. Esquerra. 1982. Reaction of
terhadap efektivitas biji bengkuang dan srikaya pada
some cassava accession to red spider mite hama tungau. Kinerja penelitian mendukung agri-
(Tetranychus kanzawai Kishida) infestation. Ann.
bisnis kacang-kacangan dan umbi-umbian. Prosiding
Tropical Research. Philippine. (Abstrc.)
Puslitbangtan, 2004. hlm 493–501.
BPS. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indone-
Jakarta. 640 hlm.

78
INDIATI DAN SALEH: UPAYA PENGENDALIANNYA HAMA TUNGAU MERAH PADA UBIKAYU

sia. Revised and translated from F.A. Van der Laan. fourth symposium of the international society for tropi-
PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta: 521 – 523. cal root crops. Cock, J; MacIntyre, R. and Graham,
M, eds. CIAT, Cali, Colombia. pp.193–197.
Lee, I.H. and J.D. Park. 2005. Repellent and pesticidal
effect of Ginkgo biloba leaves extracts on the PCARRD. 2002. Predatory mite to control red spider mite
Tetranichus urticae, Aphis gossypii and Myzus population. 1 p.
persicae. Journal Korean Society for Applied Chem-
Rao, Y.R.V.J. and Pillai, K.S. 1972. Studies on insect
istry. 48(2): 150–154.
and noninsect pests of cassava. Central Tuber Crops
Melo, Q.M.S. 1990. Arthropod pest associated with cas- Research Institute, Trivandrum, India. Annual Re-
sava in Brazil. Dalam Hahn, S.K., F.E. Caveness port 1971.pp. 74–78.
(Eds). Integrated pest management for tropical root
Schoonhoven, A.v and A.C. Bellotti. 1978. Cassava pests
and tuber crops. IITA. p.132–138.
and their control. Cassava Information Center. CIAT.
Nwandila, N.J.K. 2009. The control of red spider mites 71p.
on tomatoes using neem and syringa extracts.
Singh, S.P. and R. N. Singh. 2005. Efficacy of some pes-
Disertation. University of South Africa. 135 pp.
ticides against spider mite, Tetranychus urticae Koch
Nyalala, S., and B. Grout. 2007. African spider flower and its predatory mite, Amblyseius longispinosus
(Cleome gynandra L./Gynandropsis gynandra (l) (Evans) .Resistant Pest Management Newsletter Vol.
Briq) as a red spider mite (Tetranychus urticae Koch) 14, No. 2
repellent in cut-flower rose (Rosa hybrida L.) culti-
Vasques, E.A. and P.L. Gonzales. 1994. Biological con-
vation. Scientia Horticulturae 114: 194–198.
trol of cassava red spider mite Tetranychus kanzawai
Nyiira, Z.M. 1972. Report of investigation of cassava mite, Kishida . PRRTC Baybay. 85 pp.
Mononychellus tanajoa (Bondar). Kawanda Research
Yaninek, J.S., A. Onzo, J.B. Ojo. 1993. Continental-wide
Station, Kampala, Uganda.
experiences releasing neotropical phytoseiide againts
Nyiira, Z.M. 1976. Population Dynamic of the green cas- the exotic cassava green mite in Africa. Exp. Appl.
sava mite and its predator Oligota. In: Proc. of the Acarology 16: 145–160.

79

Anda mungkin juga menyukai