Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang
mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan
kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan
pada dasarnya adalah human science and human care and caring menyangkut upaya
memperlakukan klienss secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari
manusia lainnya dan kita ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem yang saling
menunjang, di antara sistem tersebut adalah sistem persepsi sensori (Handayani, 2008).
Telinga luar terdiri dari aurikula atau pinna dan kanalis auditoris eksternus, di
pisahkan oleh telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang di namakan mambran
timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi
mata. Aurikulus melekat kesisi kepala oleh kulit tersusun terutama oleh kartilago kecuali
lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga ( Hyaifuddin, 2009).
Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, efitel kulit
yang terlepas dan partikel debu. Dalam keadaan normal serumen terdapat di sepertiga luar
liang telinga karena kelenjar tersebut hanya ditemukan di daerah ini. konsistensinya
biasanya lunak, tetapi kadang-kadang kering. Di pengaruhi oleh faktor keturunan, iklim,
usia dan keadaan lingkungan. Serumen dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat migrasi
epitel kulit yang bergerak dari arah mambran timpani menuju keluar serta dibantu oleh
gerakan rahang sewaktu mengunyah ( Alfian, 2007).
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen diliang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang terganggu ( Elizabeth, 2008).
Dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita
impaksi serumen, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada
anak-anak , terdapat 0,1 – 0,2% menderita impaksi serumen. Di indonesia pada tahun 2007
menunjukkan angka yang cukup besar pada penderita, impaksi serumen pada anak usia
sekolah dasar. Sekitar 29,55 % anak SD kelas 1di kota Semarang ditemukan adanya

1
serumen obsturan, jadi diperkirakan dari total 25.471 anak SD kelas 1 di kota semarang,
7.526 anak mengalami serumenserumen. Angka tersebut mengalami penurunan
dibandingkan dengan hasilpenelitian yang menunjukkan insidensi impaksi serumen sebesar
21,4% (Boiees, 2000).
Dampak dari impaksi adalah otitis media, otitis media akut, otitis media supuratif
kronis, otitis media non supuratif, vertigo, disfagia, hematoma, perikondritis, pseudokista,
otossklerosis.
Peran perawat sebagai edukator pada impaksi serumen adalah menjelaskan kepada
pasien tidak boleh terlalu sering membersihkan telinga dengan menggunakan benda-benda
seperti korek api, jepit rambut atau alat lain yang berbahaya.
Berdasarkan dari pernyataan yang telah di uraikan di atas penulis tertarik
mengangkat asuhan keperawatan dengan masalah impaksi serumen.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu definisi impaksi serumen ?
2. Apa saja etiologi impaksi serumen ?
3. Bagaimana patofisiologi impaksi serumen ?
4. Bagaimana pathway impaksi serumen ?
5. Apa saja manifestasi klinis impaksi serumen ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang impaksi serumen ?
7. Bagaimana penatalaksanaan impaksi serumen ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami tentang gangguan yang terjadi pada persepsi sensori
yaitu impaksi serumen
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan definisi impaksi serumen
b. Mampu menjelaskan etiologi impaksi serumen
c. Mampu menjelaskan patofisiologi impaksi serumen
d. Mampu menjelaskan pathway impaksi serumen

2
e. Mampu menjelaskan manifestasi klinis impaksi serumen
f. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang impaksi serumen
g. Mampu menjelaskan penatalaksanaan impaksi serumen

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengambil
makna dari konsep keperawatan sistem persepsi sesnsori sehingga dapat dijadikan referensi
dalam memberikan asuhan keperawatan dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan
yang berkualitas.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Impaksi Serumen


1. Definisi
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Mansjoer,
Arif :1999).
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagian
kartilaginosa liang telinga. Ada dua tioe dasar,yaitu basah dan kering. (Elizabeth, 2010).
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Bruner &
Sudarth, 2002).
Impeksi Serumen adalah penumpukan serumen pada kanalis eksternus dalam jumlah
dan warna yang bervariasi. (Rospa Hetaria, 2011).

2. Etiologi
Menurut Bruner & Sudarth, (2002), Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen,
antara lain:
a. Dermatitis kronik pada telinga luar,
b. Liang telinga sempit,
c. Produksi serumen terlalu banyak dan kental,
d. Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga).

3. Patofisiologi
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia,
rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen
terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran. Usaha
membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain
bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.

4
Sumbatan pada telinga bagian luar biasanya disebabkan oleh kotoran telinga
(serumen). Saluran telinga memiliki kelenjar yang menghasilkan serumen untuk
melindungi telinga dari masuknya debu, bakteri, dan partikel asing yang dapat
menyebabkan kerusakan pada telinga. Normalnya serumen ini akan perlahan-lahan keluar
dari telinga atau bisa dikeluarkan dengan membersihkan telinga. Jumlah serumen yang
dihasilkan berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa orang memiliki produksi serumen
yang lebih banyak dibanding orang lain. Pada beberapa kasus, serumen bisa mengeras di
dalam saluran telinga dan menyebabkan sumbatan. Kondisi ini bisa memberat jika
kotoran telinga (serumen) terdorong masuk saat membersihkan telinga.
Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit. Sebagian orang
menghasilkan amat banyak serumen seperti halnya sebagian orang lebih mudah
berkeringat dibandingkan yang lain. Pada sebagian orang,serumen dapat mengeras dan
membentuk sumbatan yang padat ;pada yang lain , mungkin merasakan telinganya
tersumbat atau tertekan.Bila suatu sumbatan serumen yang padat menjadi
lembab,misalnya setelah mandi ,maka sumbatan tersebut dapat mengembang dan
menyebabkan gangguan pendengaran sementara. (Adams boies higler)
Dermatitis kronik pada telinga luar, Liang telinga sempit, Produksi serumen terlalu
banyak dan kental, Kebiasaan membersihkan telinga yang salah yang menjadikan
terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang
dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran.
Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab
defisit pendengaran . usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api,
jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa
menyebabkan infeksi.
Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya,
terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan, serta berupa air.
Masuknya air dingin ke dalam telinga tengah dapat mengakibatkan vertigo akut dengan
cara menginduksi arus konveksi termal dalam kanalis semisirkularis (Brunner &
Suddarth, 2002)

5
4. Pathway
Terlampir

5. Manifestasi klinis
Menurut Boies (2000), Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita
penyakit impaksi serumen, antara lain:
a. Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu menekan dinding liang
telinga.
b. Telinga berdengung (tinitus).
c. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)
d. Penumpukan serumen
e. Gatal, rasa nyeri, dan rasa penuh ditelinga
f. Gangguan pendengaran (ditemukan dengan pemeriksan ketajaman pendengaran)

6. Komplikasi
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) komplikasi yang dapat terjadi pada impaksi serumen,
diantaranya :
1. Otalgia
2. Vertigo
3. Otitis media
4. Resiko infeksi

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Elizabeth (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, diantaranya:
a. CT-Scan : tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang
b. Scan Galium-67 : terlihat focus infeksi akut yang akan kembali normal dengan
resolusi infeksi.
c. Scan Tekhnetium-99 : terlihat aktifitas osteoblastik yang akan kembali normal
beberapa bulan setelah resolusi klinik.
d. MRI : monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
e. Tes Laboratorium : nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotic

6
f. Ketajaman Auditorius.
g. Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji
kemampuan pasien mendengarkan, bisikan kata atau detakan jam tangan, bisikan
lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi
penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak
mendengar,pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak
tangan.Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas
penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa
yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam
tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai
pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama
dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang
lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat
dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
h. Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah
garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan
tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya
apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu
dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga
atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an
pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar
pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara,
sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan
sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.
i. Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang
mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara.
Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius
eksternus (konduksi udara). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan

7
suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi
tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi
konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang,
pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif
yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara
yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya
merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan
lemah.

8. Penatalaksanaan
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-
gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen
tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat
(irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau
terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa
masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini,
serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap.
Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi
alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.

Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara
lain:
a. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator
(pelilit).
b. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
c. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan
karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan
dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang
suhunya sesuai dengan suhu tubuh.

8
d. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan
cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC
agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.

B. Asuhan Keperawatan Impaksi Serumen


1. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien dengan format
nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku bangsa, alamat,
pendidikan, diagnose medis, sumber biaya, hubungan antara pasien dengan
penanggung jawab.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Perawat memfokuskan pada hal-hal yang menyebabkan klien
meminta bantuan pelayanan seperti :
a) Apa yang dirasakan klien
b) Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba
atau perlahan dan sejak kapan dirasakan
c) Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
d) Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu klien.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri, telinga
berdengung, dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya
berputar (vertigo).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada tidaknya
hubungan dengan penyakit yang sedang dialami oleh klien. Meliputi pengkajian
apakah pasien mengalami impaksi serumen.
4) Riwayat Penyakit Dahulu

9
Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi
serumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar.

c. Kebutuhan Biopsikososial Spiritual


1) Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan
Kaji pasien mengenai :
a) Arti sehat dan sakit bagi pasien
b) Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini
c) Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke pusat
pelayanan kesehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen stress, faktor
ekonomi
d) Pemeriksaan diri sendiri: riwayat medis keluarga, pengobatan yang sudah
dilakukan.
e) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
2) Pola metabolik – nutrisi
Kaji pasien mengenai :
a) Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan
b) Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
c) Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu
makan
d) Kepuasan akan berat badan
e) Persepsi akan kebutuhan metabolik
f) Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi,
mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan, alergi makanan
g) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan smrs)
3) Pola eliminasi
Kaji pasien mengenai :
a) Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol bak, adanya perubahan lain
b) Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol bab, adanya perubahan lain

10
c) Keyakinan budaya dan kesehatan
d) Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
e) Penggunaan bantuan untuk ekskresi
f) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum,
prostat)
4) Pola aktivitas – latihan
Kaji pasien mengenai :
a) Aktivitas kehidupan sehari-hari
b) Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas
c) Aktivitas menyenangkan
d) Keyakinan tenatng latihan dan olahraga
e) Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan,
kamar mandi)
f) Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan
g) Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
h) Data pemeriksaan fisik (pernapasa, kardiovaskular, muskuloskeletal,
neurologi)
5) Pola istirahat – tidur
Kaji pasien mengenai :
a) Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun, ritual
menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah tidur).
b) Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, musik)
c) Jadwal istirahat dan relaksasi
d) Gejala gangguan pola tidur (Pada pasien impaksi serumen akan terganggu
istirahat tidur karena mengalami tinitus, dan vertigo)
e) Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll) pada pasien
impaksi serumen akan mengalami nyeri.
f) Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk)
6) Pola persepsi – kognitif
Kaji pasien mengenai :

11
a) Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman, pendengar, perasa,
peraba) terutama pada bagian pendengaran.
b) Penggunaan alat bantu indra
c) Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara komprehensif)
d) Keyakinan budaya terhadap nyeri
e) Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol
dan mengatasi nyeri
f) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)
7) Pola konsep diri – persepsi diri
Kaji pasien mengenai :
a) Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok sosial
b) Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki
c) Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan
tidak)
d) Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
e) Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
f) Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
g) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, gidak mau
berinteraksi)
8) Pola hubungan – peran
Kaji pasien mengenai :
a) Gambaran tentang peran berkaitam dengan keluarga, teman, kerja
b) Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran
c) Efek terhadap status kesehatan
d) Pentingnya keluarga
e) Struktur dan dkungan keluarga
f) Proses pengambilan keputusan keluarga
g) Pola membersarkan anak
h) Hubungan dengan orang lain
i) Orang terdekat dengan klien

12
j) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
9) Pola reproduksi – seksualitas
Kaji pasien mengenai :
a) Masalah atau perhatian seksual
b) Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri
c) Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman, pelukan, sentuhan
dll)
d) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
e) Efek terhadap kesehatan
f) Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
g) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (genetalia, payudara, rektum)
10) Pola toleransi terhadap stress – koping
Kaji pasien mengenai :
a) Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
b) Tingkat stress yang dirasakan
c) Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
d) Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya
e) Strategi koping yang biasa digunakan
f) Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
g) Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga
11) Pola keyakinan – nilai
Kaji pasien mengenai :
a) Latar belakang budaya/etnik
b) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok
budaya/etnik
c) Tujuan kehidupan bagi pasien
d) Pentingnya agama/spiritualitas
e) Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
f) Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang dapat
mempengaruhi kesehatan

13
3. Data Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum Pasien
Meliputi kesadaran, postur tubuh, Biasanya telinga klien Terjadi penyumbatan
Karena terdapat benda asing yang masuk kedalam liang telinga, Pendengaran
terganggu, Rasa nyeri telinga / otalgia, adanya penumpukan serumen.

b. Gejala Kardinal
Meliputi suhu, tensi, nadi, dan napas.
c. Keadaan fisik
Meliputi pengkajian dari head to toe meliputi kepala, mata, hidung, mulut, telinga,
leher, thoraks, abdomen, dan ekstermitas.
d. Mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan handai taulan serta
bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.
e. Pemeriks aan Fisik yang berhubungan dengan Personal Hygiene
1) Rambut
a) Keadaan kesuburan rambut.
b) Keadaan rambut yang mudah rontok.
c) Keadaan rambut yang kusam.
d) Keadaan tekstur.
2) Kepala
a) Botak/alopesia.
b) Ketombe.
c) Berkutu.
d) Adakah Eritema.
e) Kebersihan.
3) Mata
a) Apakah sklera ikterik.
b) Apakah kunjungtiva pucat.
c) Kebersihan mata.
d) Apakah gatal/mata merah.
4) Hidung

14
a) Adakah pilek.
b) Adakah elergi.
c) Adakah pendarahan.
d) Adakah perubahan penciuman.
e) Kebersihan hidung.
f) Bagaimana membran mukosa.
g) Adakah septum deviasi.
5) Mulut
a) Keadaan mukosa mulut.
b) Kelembapannya
c) Adakah lesi.
d) Kebersihan.
6) Gigi
a) Adakah karang gigi.
b) Adakah karies.
c) Kelengkapan gigi.
d) Pertumbuhan.
e) Kebersihan.
7) Telinga
a) Adakah kotoran ( pada pasien impaksi serumen akan ada penumpukan
serumen )
b) Biasanya telinga klien Terjadi penyumbatan Karena terdapat benda asing
yang masuk kedalam liang telinga, Pendengaran terganggu, Rasa nyeri
telinga / otalgia
c) Adakah lesi (pada pasien impaksi serumen akan ada lesi )
d) Bagaimana bentuk telinga.
e) Adakah infeksi (pada pasien impaksi serumen akan terjadi resiko infeksi )
f) Kulit.
g) Kebersihan.
h) Keadaan turgor.
i) Warna kulit.

15
j) Suhu.
k) Teksturnya.
l) Pertumbuhan bulu.
8) Kuku, tangan, dan kaki
a) Bentuknya bagaimana.
b) Warnanya.
c) Adakah lesi.
d) Pertumbuhannya.
9) Genetalia
a) Kebersihan.
b) Pertumbuhan rambut pubis.
c) Keadaan kulit.
d) Keadaan lubang uretra.
e) Keadaan skrotum, testis pada pria.
f) Cairan yang dikeluarkan.
g) Tubuh secara umum.
h) Kebarsihan.
i) Normal.
j) Keadaan postur.
Secara umum, teknik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam
memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah : Inspeksi, Palpasi,
Auskultasi dan Perkusi.
d. Data Pemeriksaan Penunjang
Meliputi data laboratorium dan cek laboratorium yang telah dilakukan pasien
baik selama perawatan ataupun baru masuk rumah sakit.

e. Pengkajian Psikososial
Mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan handai taulan
serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.

16
2. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d. agen cedera biologi
b. Gangguan persepsi dan sensori (auditori) b.d. perubahan persepsi sensori
c. Resiko infeksi b.d lesi pada liang telinga

3. Intervensi
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL
1. Nyeri akut b.d a. NIC label : Pain
agen cedera Setelah dilakukan Management
biologi asuhan keperawatan … 1. Kaji nyeri secara
x 24 jam diharapkan komprehensif (meliputi
tingkat nyeri klien lokasi, karakteristik,
berkurang, nyeri durasi, frekuensi, kualitas
terkontrol dengan dan faktor presipitasi)
kriteria hasil: 2. Observasi reaksi non
a. NOC label: pain verbal dari ketidak
control nyamanan.
Dengan kriteria 3. Gunakan teknik
hasil: komunikasi terapeutik
- Mengatakan untuk mengetahui
adanya nyeri (4) pengalaman nyeri klien
- Mampu sebelumnya.
mendeskripsikan 4. Kontrol faktor
faktor penyebab lingkungan yang
nyeri (4) mempengaruhi nyeri
- Penggunaan seperti suhu ruangan,
analgesik yang pencahayaan, kebisingan
direkomendasika 5. Ajarkan teknik non
n (4) farmakologis (relaksasi,
- Melaporkan distraksi, nafas dalam,

17
perubahan gejala guide imagery, dan lain-
nyeri kepada lain) untuk mengatasi
pelayan nyeri.
kesehatan(4) b. NIC label: Analgesic
- Melaporkan Administration
nyeri yang dapat 1. Tentukan lokasi,
dikontrol(4) karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
b. NOC label: Pain sebelum pemberian obat
level 2. Periksa instruksi dokter
Dengan kriteria tentang jenis obat, dosis,
hasil: dan frekuensi
- Melaporkan 3. Periksa riwayat alergi
nyeri (4) terhadap obat
- Durasi nyeri 4. Tentukan pilihan
berkurang (4) analgesik tergantung tipe
- Tidak meraba area dan beratnya nyeri
nyeri(4) 5. Tentukan pilihan
- Tidak merintih analgesik, rute
dan menangis(4) pemberian, dan dosis
- Ketegangan di optimal
wajah klien 6. Jika memungkinkan pilih
berkurang(4) rute IV daripada IM
untuk mengurangi nyeri
saat pemberian obat.
7. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
8. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat

18
nyeri hebat
9. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
2. Gangguan Setelah dilakukan NEUROLOGIK
persepsi dan tindakan keperawatan MONITORING :
sensori (auditori) selama ..........x 24 jam, a. Monitor tingkat
b.d. perubahan diharapakan gangguan neurologis
persepsi sensori persepsi sensori b. Monitor fungsi
(auditori) teratasi neurologis klien
dengan kriteria hasil: c. Monitor respon
neurologis
a. Menunjukan tanda d. Monitor reflek-reflek
dan gejala persepsi meningeal
dan sensori baik:, e. Monitor fungsi sensori
pendengaran, dan persepsi :
makan, dan minum pendengaran,
baik. f. Monitor tanda dan gejala
b. Mampu penurunan neurologis
mengungkapkan klien
fungsi persepsi dan
sensori (auditori ) EAR CARE :
dengan tepat a. Kaji fungsi pendengaran
klien
b. Jaga kebersihan telinga
c. Monitor respon
pendengaran klien
d. Monitor tanda dan gejala
penurunan pendengaran
e. Monitor fungsi
pendengaran klien

19
MONITORING VITAL
SIGN :
a. Monitor TD, Suhu, Nadi
dan pernafasan klien
b. Catat adanya fluktuasi
TD
c. Monitor vital sign saat
pasien berbaring, duduk
atau berdiri
d. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
e. Monitor TD, Nadi, RR
sebelum dan setelah
aktivitas
f. Monitor kualitas Nadi
g. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola
pernafasan abnormal
j. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, brakikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

20
3. Resiko infeksi b.d NOC : NIC :
lesi pada liang a. Immune Status a. Pertahankan teknik aseptif
telinga b. Knowledge : Infection b. Kaji serumen telinga
control meliputi warna, bau.
c. Risk control c. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
tindakan keperawatan d. Tingkatkan intake nutrisi
selama…x 24 jam, pasien e. Berikan terapi antibiotik
tidak mengalami infeksi f. Monitor tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: infeksi sistemik dan lokal
a. Klien bebas dari tanda g. Monitor adanya luka pada
dan gejala infeksi bagian telinga dalam
b. Menunjukkan h. Monitor leukosit
kemampuan untuk i. Ajarkan pasien dan
mencegah timbulnya keluarga tanda dan gejala
infeksi infeksi
c. Jumlah leukosit dalam
batas normal
d. Menunjukkan perilaku
hidup sehat
e. Status imun,
gastrointestinal,
genitourinaria dalam
batas normal

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu.
Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab
defisit pendengaran. usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api,
jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan
infeksi, Kotoran tersebut akan terdorong ke luar, terutama ketika kita membuka rahang
lebar-lebar atau tidur miring, Tapi, ada kalanya serumen tak mau keluar dan betah
bersarang di liang telinga, terutama bila produksinya berlebih. Bila itu terjadi, serumen
terpaksa harus dikeluarkan secara manual supaya tidak mengganggu pendengaran.

B. Saran
Mempelajari tentang sistem sensori persepsi beserta gangguannya akan membuat kita
menjadi lebih memahami pengertiannya secara mendalam, serta lebih mengetahui
bagaimana seharusnya seorang perawat memberi pelayanan kesehatan dengan baik bagi
kesembuhan kliennya. Mengetahui dampak positif dan negatifnya dari pelayanan yang
kita berikan ini terhadap diri sendiri dan pasien sehingga tidak merugikan atau sampai
menimbulkan cidera bagi pasien dan diri sendiri sebagai perawat. Semoga dengan
pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang akan menjadi informasi
sehingga menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan
makalah iniuntuk diterapkan / diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i Stikes Wira Medika PPNI
Bali dapat memahami Asuhan Keperawatan dengan pasien impaksi serumen serta
meningkatkan kemampuan individu masing masing dalam melakukan fokus pengkajian,
diagnosa keperawatan yang muncul, serta intervensi yang diberikn pada klien yang
mangalami gangguan dalam persepsi sensosi,

22
DAFTAR PUSTAKA

Adams,George L.dkk.1997.Boies:Buku Ajar Penyakit THT.Ed 6 : Jakarta.EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Ed 8 : Jakarta. EGC

Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3 : Jakarta. EGC

23

Anda mungkin juga menyukai